Di sini ditekankan orang yang lembut hati, dilembutkan hatinya oleh Tuhan dan orang yang keras hati, dikeraskan hatinya oleh Tuhan. Ayat 17 menyatakan Tuhan membangkitkan Firaun supaya memperlihatkan kuasa Dia di dalam Firaun. Kekerasan hati Firaun tidak lepas dari rancangan Tuhan. Ada beberapa cara memahami ketetapan Tuhan dalam menyelamatkan dan membiarkan sebagian lainnya atau tetap di dalam kebinasaan. Pertama kita tidak mungkin bisa pahami dengan sempurna. Kita sedang masuk dalam pikiran yang hanya Tuhan bisa mengerti dengan sempurna. Saudara mungkin mengatakan semua juga tentunya hanya Tuhan, betul. Kita bergumul untuk mengerti, tapi pengertian sejati yang sepenuh-penuhnya hanya mungkin dipahami oleh Tuhan sendiri. Tapi ini tidak berarti Tuhan tidak menginginkan kita bergumul dan memahami setiap Firman. Ketika Dia mengajarkan kepada kita tema-tema tertentu di dalam Kitab Suci, tugas kita memahami baik dan mohon Tuhan tuntun supaya kita tidak salah memahami kebenaran firman Tuhan. Di dalam pandangan orang-orang yang menolak doktrin predestinasi, mereka mengatakan Tuhan tidak bersalah karena bukan Tuhan yang mengeraskan hati. Jadi kalau orang keras hati, itu kesalahannya sendiri, Tuhan tidak bertanggung jawab. Orang dalam tradisi Reformed mengatakan Tuhan tidak bertanggung jawab untuk kekerasan hati Firaun, tapi Alkitab juga mengatakan Tuhan mengeraskan hati Firaun. Kalau Tuhan mengeraskan hati Firaun bukankah seharusnya Tuhan bertanggung jawab? Argumen ini tidak kuat karena memberikan pertangggungan jawab kepada Tuhan. Tuhan tidak bertanggung jawab kepada diriNya untuk tindakan yang Dia lakukan. Jadi ada sesuatu yang miss di sini. Kita tidak meletakkan Tuhan di bawah akuntabilitas atau di bawah penilaian Tuhan sendiri. Kalau Saudara mengatakan “saya ingin tahu rancangan Tuhan itu adil atau tidak”. Bolehkah kita tanya itu ke Tuhan? Tuhan mengizinkan kita tanya. Kitab Ayub penuh dengan pertanyaan. Tapi Saudara harus membedakan antara pertanyaan dengan keluh kesah atau pertanyaan yang menggugah kita untuk bertanya kepada Tuhan, karena kita sedang berada di dalam keadaan meratap, dengan pertanyaan yang dilemparkan karena berada dalam kepahitan, tidak lagi mau ikut rencana Tuhan. Di dalam Kitab Suci dibedakan ratapan dan bersungut-sungut, kedua hal ini benar-benar harus kita pegang. Tuhan marah kepada Israel yang bersungut-sungut di padang gurun. Tapi Tuhan tidak marah kepada Yeremia, Ayub, dan Pemazmur karena mereka mempertanyakan dengan keinginan tunduk kepada Tuhan. Mereka mempertanyakan karena desakan keadaan yang membingungkan “dimanakah janji dan penyertaan Tuhan? Mengapa kami tidak merasakannya?”, kadang-kadang mereka tanya dengan kalimat keras kepada Tuhan. Tapi Tuhan penuh kesabaran menerima dan mengizinkan orang meratap sedemikian. Tapi tidak demikian dengan keluh kesah, karena mereka memanfaatkan kemungkinan mempengaruhi orang lain, lalu bersama-sama mempengaruhi mau memberontak kepada Tuhan dengan mengatakan “Tuhan tidak bisa menjadi pemimpin kami”, itulah keluh kesah, itulah sungut-sungut. Maka di dalam Kitab Suci, dua hal ini dibedakan. Saudara jangan mencegah orang yang bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, mengapa hidup saya begitu keras, apakah Tuhan lupakan saya?” Waktu orang menyadari “saya berada dalam keadaan yang seharusnya tidak ditimpa seperti ini”, seperti Ayub, maka dia tanya kepada Tuhan. Dan Tuhan memberikan kesempatan dia untuk bergumul sedemikian dan mempertanyakannya kepada Tuhan. Tapi Tuhan tidak memberikan kesempatan untuk orang pergi ke orang lain dan mengatakan “untuk apa kita melayani Tuhan, untuk apa kita terus datang kepada Tuhan kalau begini caranya kita tidak perlu menjadi umat Tuhan”, itu adalah sungut-sungut, itu adalah pemberontakan kepada Tuhan. Saudara punya beban hati, katakan kepada Tuhan, bukan kepada orang lain, provokasi orang lain untuk membenci Tuhan. Itu keadaan yang tidak baik, itu tidak pantas. Karena kita tidak mengerti keadilan Tuhan di dalam gambaran yang penuh, tapi kita sudah berani menghakimi dan mengajak orang lain untuk mempertanyakan Tuhan juga. Tapi kalau kita dengan serius datang kepada Tuhan dalam doa, Tuhan tidak pernah membuang orang yang doa dengan jujur, lalu memanjatkan hal-hal yang mempertanyakan keadilan Tuhan bertindak. Tapi orang-orang seperti ini harus melakukan itu dengan segala kerendahan hati. Dia melakukan dengan kesadaran “saya tidak akan pernah tinggalkan Tuhan, baik atau buruk saya akan datang kepada Tuhan, keadaan apa pun saya akan datang kepada Tuhan”, ini orang yang jujur dan merupakan umat yang sejati. Tetapi orang yang tanya ke Tuhan lalu mengatakan “kalau begini saya kecewa dan tidak mau Tuhan lagi”, itu orang bukan mau mencari jawaban dari Tuhan, dia tidak benar-benar ber-Tuhan. Karena dia tidak mau terus berpegang kepada Tuhan dalam setiap keadaan.
Apa bedanya umat sejati dengan yang palsu? Ketika bangsa Israel di padang gurun, sebagian adalah pemberontak yang tidak mau Tuhan dan hanya sebagian kecil, bahkan generasi yang lebih muda, itu yang Tuhan berkati dengan kemungkinan masuk Tanah Kanaan. Orang lain adalah umat palsu, tidak benar-benar mau Tuhan. Mereka sedang pikirkan alternatif Tuhan atau yang lain. Saudara tidak bisa pikirkan alternatif Tuhan atau yang lain, karena yang lain itu tidak ada. Saudara berpegang kepada Tuhan atau Saudara berpegang pada ketiadaan, ini pilihanya. Maka jangan mengatakan “saya tidak tahu masih terus akan ikut Tuhan atau tidak”, itu kalimat secara logis bodoh, itu kalimat kalau di dalam anugerah Tuhan kita lihat merupakan kalimat yang tidak mengerti betapa baiknya Tuhan. Maka Yosua pernah bertanya kepada orang Israel, “kamu mau melayani Tuhan? Saya minta komitmenmu, kamu mau berpegang kepada siapa sampai mati?”. Iman bukan sesuatu yang main-main, iman adalah pilihan, satu kali pilih Saudara mau berkomitmen di dalam setiap keadaan. Maka Yosua mengatakan “pilihlah pada hari ini siapa yang kamu mau sembah. Apakah engkau mau sembah dewa-dewa nenek moyangmu di Mesopotamia, yang Tuhan sudah singkirkan karena Tuhan memanggil Abraham keluar dari sana. Dewa-dewa di sana tidak ada, itu hanya patung-patung buatan manusia dan legenda-legenda cerita mitos yang dikarang oleh manusia. Lalu kamu mau sembah siapa? Jika kamu tidak mau menyembah dewa-dewa di Mesopotamia dan kamu tidak mau menerima dewa-dewa di Kanaan, sembahlah Tuhan. Lalu mereka mengatakan “iya, kami akan lakukan”. Tapi Yosua mengatakan “kamu jangan pikir ini komitmen sembarangan”. Banyak orang komit dengan kalimat tapi hatinya tidak pernah sungguh-sungguh mau melakukan komitmen ini. Komitmen sesuatu yang menunjukkan karakter Saudara, siapa yang lemah dalam memegang komitmen yang penting, dia bukan orang yang baik, dia mesti bertobat dan menunjukkan karakter yang sejati. Maka Yosua mengatakan “kamu tidak sanggup, saya sudah melihat bangsa Israel di padang gurun terus mengaku dengan mulut: saya mau ikut Tuhan, kami menyembah Tuhan. Tapi faktanya tidak ada”. Di dalam keadaan goncang, Tuhan ditinggalkan. Di dalam keadaan sulit makan, mereka mengatakan “mau kembali ke Mesir”. Di dalam keadaan sulit air, mereka mengatakan “mau kembali ke Mesir”, inikah komitmen? Kalau komitmen hanya di keadaan baik, itu bukan komitmen. Itu adalah jiwa oportunis yang diberi makan oleh situasi, situasional sekali. “Saya mau ikut Tuhan kalau baik, kalau tidak baik saya tidak mau”. Kadang-kadang dalam keadaan buruk, ini sebuah ujian penting untuk komitmen dari hati Saudara kepada Tuhan dan ini menunjukkan karakter Saudara. Jika engkau mengatakan “saya mau ikut Tuhan”, seserius apa, sepenuh apa kekuatanmu untuk menjalankan janji itu? Karena tanpa komitmen kepada janji, Saudara bukan siapa-siapa. Tidak peduli berapa banyak uang didapatkan, berapa pintar pikiran, berapa besar bakat jika Saudara tidak punya komitmen, Saudara adalah orang rendah. Maka Yosua bertanya “kamu mau menyembah Tuhan? Kamu harus sering dengar peringatannya. Kamu harus janji mau taat firmanNya”, tanpa berinteraksi dengan Tuhan, tidak satu pun dari kita akan pegang komitmen perjanjian ini. Maka orang Israel dituntut oleh Tuhan untuk mengikat perjanjian dengan Dia, dan Dia berjanji akan setia kepada Israel. Tuhan ikat diriNya dengan umat perjanjianNya, dan umat perjanjianNya juga mengikat perjanjian dengan Tuhan. Maka ketika perjanjian ini dibuat, Tuhan mempunyai umat di bumi yang memberitahukan seluruh dunia bahwa Allah adalah Allah dan mereka gambar Allah yang ditebus dan dipulihkan sebagai bangsa. Ini pekerjaan besar, panggilan mulia. Maka ketika Tuhan memanggil Israel, Tuhan panggil dengan segala keseriusan, baik dari pihak Tuhan maupun Israel.