Itu sebabnya ketika Paulus pergi ke mana-mana lalu dia beritakan Injil, setelah itu orang-orang Yahudi keberatan “kamu tidak bisa mengajarkan ini, ini ajaran yang akan bentur dengan apa yang dipercayai oleh orang Yahudi”. Maka Paulus dan juga Barnabas pergi ke Yerusalem membuat pertemuan dengan para rasul yang lain. Lalu mereka semua saling diskusi, “apa yang harus kita lakukan kepada orang-orang Kristen yang bukan Yahudi? Haruskah mereka mentaati firman Tuhan di dalam Taurat ataukah Firman itu dipahami dengan cara yang lain?”. Maka orang-orang di dalam Kisah Rasul 15 itu saling bicara dan mereka mengatakan “kita tidak boleh menganggap bangsa lain nihil. Mereka harus jadi diri mereka sendiri, tetapi mereka harus tinggalkan penyembahan berhala. Mereka harus tinggalkan seks bebas, mereka harus tinggalkan persekutuan makan bersama dengan penyembahan berhala, ini persekutuan makan dalam ibadah, bukan berarti tidak boleh makan dengan orang yang bukan Kristen. Saudara kalau tidak boleh makan dengan orang bukan Kristen, Saudara mesti cari rumah makan halal Kristen dulu, baru ketemu orang-orang Kristen makan bersama. Ini tidak terjadi, Saudara makan ke mana, Saudara tidak perlu cek ini restoran halal Kristen atau tidak, karena tidak ada istilah halal Kristen. Itu sebabnya waktu dikatakan “jangan makan makanan persembahan berhala”, maksudnya adalah jangan makan di dalam konteks beribadah kepada dewa manapun. Jadi tiga hal ini dilarang, jangan menyembah berhala, jangan seks bebas, jangan persekutuan makan di dalam mode penyembahan berhala. Jika kamu menjalankan ini, kamu berbuat baik, kamu Kristen. Ini disepakati bersama. Lalu setelah disepakati bersama, Paulus dan Barnabas membawa surat keputusan dan mereka pergi ke mana-mana. Mereka tidak mengatakan “saya mengajar begini dan kamu harus terima”, nanti orang Kristen tanya “kamu dari mana? Adakah badan atau adakah persekutuan atau kelompok yang menyetujui ajaranmu?”, maka Paulus dan Barnabas akan menunjukkan surat “inilah keputusan di Yerusalem, inilah keputusan bersama”. Jadi dari awal gereja sepakati ajaran setelah itu akan mengajarkan pokok-pokok ajaran ini. Apakah ajaran harus detail disepakati? Tentu tidak, tapi ada ajaran pokok yang tidak boleh beda. Ajaran pokok itu yang mana? Ini yang dipelajari ketika orang belajar di katekisasi, misalnya. Itu sebabnya katekisasi sangat penting untuk diikuti semua orang yang mau jadi anggota. Kita tidak mengatakan “kalau kamu sudah katekisasi di gereja lain, terserah. Silakan masuk gereja ini dengan bebas”, tidak. Karena orang yang mau bergabung di gereja ini, mesti tahu gereja ini percaya apa di dalam ajaran dasar. Dari situ kita bisa memutuskan “saya sendiri atau tidak”. Maka ajaran dasar mesti diketahui. Dan inilah yang ditekankan baik dari periode Perjanjian Baru maupun di dalam zaman para bapa gereja. Di zaman para bapa gereja ada mulai ajaran yang beragam tentang Tritunggal, tadinya orang-orang Kristen belum terlalu punya formula sebenarnya memahami Tritunggal itu seperti apa.

Tapi ajaran begitu banyak, sangat-sangat beragam kebanyakan muncul dari tradisi Gnostik. Di dalam pengertian orang Gnostik, ada ilah tertinggi yang merupakan terang paling besar dan di bawahnya ada pernyataan terang yang agak lebih redup terangnya. Yang paling tinggi adalah Bapa, yang lebih redup adalah Anak yaitu Yesus Kristus dan Roh Kudus dan lain lain. Ini yang membuat Ireneus berpikir “apa begitu yang diajarkan Alkitab? Mengapa aku tidak nyaman dengan ajaran ini”. Lalu dia kembali selidiki Kitab Suci dan dia menemukan bahwa Allah adalah Allah dan tidak ada secondary level of Gods, tidak ada secondary level of Divines, tidak ada derajat kedua dari keilahian. Itu sebabnya Ireneus memerangi ajaran Gnostik di dalam buku Against Heresies. Setelah Ireneus menulis buku yang populer melawan ajaran Gnostik, maka orang mulai berpikir apakah ajaran Ireneus yang benar atau ajaran Gnostik ini. Ireneus tidak sendiri, ada orang lain bernama Tertullian yang juga curiga dengan ajaran seseorang yang bersifat modalis, yang percaya bahwa Allah cuma satu pribadi lalu berubah-ubah menjadi Anak yaitu Yesus Kristus dan menjadi Roh Kudus. Satu tapi berubah bentuk, berubah mode, Bapa adalah Yesus, Bapa adalah Roh Kudus, Yesus adalah Roh Kudus, Roh Kudus adalah Yesus, ini ajaran yang sangat membuat curiga hati Tertullian. Maka dia kembali selidiki Alkitab dan dia menemukan ekspresi dari kaum modalis itu salah, Yesus bukan Bapa, Yesus bukan Anak. Waktu Alkitab mengatakan ketiganya adalah satu, satu dan tiga tetap harus dipertahankan, jangan menyatukan yang tidak boleh disatukan, jangan pisahkan yang cuma ada satu. Maka Tertullian menawarkan yang satu itu substansi ke-Allah-an itu satu, tapi pribadi itu tiga, sama seperti Saudara dan saya adalah pribadi yang sendiri yang tidak campur satu dengan lain. Saya Jimmy Pardede, Saudara bukan Jimmy Pardede, demikian Yesus Kristus bukan Allah Bapa. “Kalau begitu kamu punya tiga Allah?”, bukan, tiga Pribadi tapi satu Allah. Ini dari Tertullian. Lalu karena banyaknya konflik seperti ini, akhirnya konsili besar konsili ekumenikal, semua orang diundang membicarakan dilakukan oleh gereja Tuhan. Waktu itu utusan dari setiap kelompok gereja harus datang membicarakan. Di tahun 325 diputuskan keputusan tentang Tritunggal, tapi sayangnya keputusan itu bicara tentang Pribadi Pertama bagus, Pribadi Kedua bagus, Pribadi Ketiga cuma dikatakan “kami percaya kepada Roh Kudus” selesai. Ini memberikan celah bagi ajaran bidat berikutnya yang mengatakan Roh Kudus adalah energi dari Tuhan, ini adalah kuasa Tuhan, ini adalah semacam dinamika dari kuasa Tuhan, bukan Pribadi Ketiga. Ini membuat konsili harus dilakukan lagi, maka tahun 381 Tuhan memberkati kekaisaran Roma dengan konsili berikut dipimpin oleh Kaisar Theodosius.

Kaisar Theodosius lain dengan kaisar sebelumnya, karena kaisar sebelumnya tidak mau mengerti teologi dan gampang dipengaruhi oleh ajaran Arianisme, ajaran yang sekarang kita lihat ada di dalam ajaran Saksi Yehuwa. Arianisme mengajarkan Allah adalah Bapa, Bapa menjadikan Anak sebagai secondary level God. Dia lebih rendah dari Bapa, buktinya Dia berdoa kepada Bapa berarti Dia lebih rendah. Buktinya dia perlu taat kepada Bapa berarti Dia lebih rendah dari Bapa. Tapi yang Arius tidak tahu Yesus dinyatakan oleh Kitab Suci sebagai yang taat kepada Bapa karena Dia jadi manusia di dalam keselamatan, untuk keselamatan kita Dia merendahkan diri. Ini nanti dimasukkan di dalam Konsili Nicea Konstantinopel tahun 381, konsili memakai kata kami supaya ini bukan kepercayaan satu orang, “kami percaya kepada Yesus Kristus Anak Allah, Allah sejati dari Allah sejati, terang sejati dari terang sejati. Tuhan Yesus bukan ciptaan, Dia dilahirkan bukan diciptakan, Dia diperanakkan”, kata yang lebih tepat diperanakkan, “bukan diciptakan. Dia adalah Allah sejati. Tapi untuk keselamatan kita”, itu dimasukkan dengan jelas. “Untuk keselamatan kita Dia menjadi manusia”, jadi posisi sebagai manusia, posisi inilah membuat Yesus tunduk kepada Bapa, mau taat, mau dengar Firman, mau menyerahkan kehendak-Nya kepada kehendak Bapa, ini tidak dimengerti oleh para pengikut Arian. Maka konsil itu diberkati karena pimpinannya yaitu Raja Theodosius adalah raja yang belajar. Dan dia tahu Arianisme salah, dia tahu kaisar-kaisar sebelum dia tidak mau repot-repot belajar Kekristenan. “Saya sudah punya kuasa, saya sudah punya uang, mengapa mesti repot belajar? Apa yang saya percaya pasti benar”, ini yang dipercaya kaisar dulu. Tapi Theodosius punya kerendahan hati, satu kali dia mengancam satu kota, saya agak lupa, Korintus atau Tesalonika, dia kirim tentara untuk meredakan demonstrasi, tapi demonstrasi tidak kunjung reda. Maka tentaranya membunuh banyak orang yang ikut demo itu. Ini membuat satu hamba Tuhan dari Milan namanya Ambrosius, dia marah sekali kepada Theodosius. Dia langsung mengatakan “Theodosius mesti dihukum”, ini pendeta yang bicara kepada kaisar, “Theodosius mesti dihukum, dia tidak boleh ikut Perjamuan Kudus, dia diekskomunikasi sampai gereja menemukan dia sungguh-sungguh bertobat”, orang dengar ini kaget. “Ambrosius, apakah kamu tahu sejarah Romawi seperti apa, kaisar meskipun Kristen bisa bunuh bishop, kamu cuma bishop, bahkan kamu bukan Paus. Kamu cuma seorang hamba Tuhan lokal, mengapa berani mengekskomunikasi kaisar dari seluruh kekaisaran besar ini? Ini raja yang memerintah Eropa, memerintah Turki, memerintah seluruh daerah yang dikuasai Roma dari Mediterania kemudian di daerah seperti Turki, dia rajanya”. Ambrosius mengatakan “saya hamba Tuhan, saya mesti tegur kalau ada yang salah. Orang ini membunuh banyak orang pakai tentaranya, dia mesti bertobat”.

« 2 of 8 »