Maka Paulus mengingatkan antara tradisi Israel dan tradisi bangsa lain beda jauh. Bedanya dimana? Tradisi bangsa lain itu tradisi tersesat. Sedangkan tradisi Israel itu tradisi umat Tuhan. Tapi hati-hati, yang punya tradisi original di dalam Tuhan pun bisa tersesat. Jadi Paulus mengingatkan ketika nanti, ini semacam nubuat kalau mau dimengatakan, ketika nanti Kekristenan sudah menjadi tradisi, ini belum, Roma baru awal-awal jadi Kristen, ini generasi pertama Kekristenan. Paulus itu generasi pertama Kekristenan meskipun bukan orang yang menjadi pengikut Kristus waktu Kristus ada di bumi. Dia menjadi pengikut Kristus setelah Kristus naik ke surga. Paulus dan juga orang-orang Kristen pada zaman dia, itu dihitung sebagai generasi awal Kekristenan. Tentu orang Kristen pada zaman itu mempunyai kesenangan menjadi Kristen. Yang jadi Kristen juga teruji, karena tidak ada yang bagus dari jadi Kristen. Tidak mungkin orang jadi Kristen karena mau cari relasi bisnis, karena orang-orang kaya tidak jadi Kristen. Yang menjadi Kristen kebanyakan orang miskin, “untuk apa kamu jadi Kristen?”. Tidak ada orang jadi Kristen karena ingin kariernya naik, karena jadi Kristen justru diancam tidak bisa mempunyai karier di Kekaisaran Roma, sebelum Roma jadi Kristen. Kaisar Konstantine ada di Milan menandatangani “kami tidak lagi mengizinkan ada penganiayaan terhadap orang Kristen”, edict of Milan. Ini pertama kali ada peraturan seperti itu. Sebelumnya orang Kristen terus dianiaya. Ini ditekankan oleh Konstantine, waktu itu dia belum Kristen. Mengapa Konstantine memberikan edict ini? Karena Kekristenan menyebar cepat sekali, banyak orang Kristen. Konstantine ini politikus yang pintar. Dia mulai sadar kalau orang Kristen terus menjadi musuh negara ini lama-lama pecah. Maka dia mengadopsi keinginan untuk membuat Kekristenan jadi bagian dari Roma, ini sebelum akhirnya dia jadi Kristen sendirinya. Mengapa menyebarnya cepat? Petrus di dalam 1 Petrus pasal 3 mengatakan, karena orang Kristen punya pengharapan yang tidak dipunyai oleh orang lain, ada delight, ada kesenangan karena berpengharapan. Kalau ditanya “apa pengharapanmu?”, Saudara tidak bisa menjawab. Karena pengharapan kita akan ditiadakan oleh banyak hal, oleh perang, pandemi dan kematian. Saudara mengatakan “saya senang kok menjadi manusia. Tidak perlu menjadi Kristen, tidak perlu beragama. Saya sudah senang”, tunggu, kesenanganmu apa akan dipatahkan oleh banyak hal. Kesenanganmu tidak di dalam Tuhan dan tidak abadi. Bagaimana dengan orang Kristen? Orang Kristen juga mengalami hal yang sama sepertinya, karena kesenangan yang dimiliki tetap akan dipatahkan oleh banyak hal. Tetapi Kekristenan mempunyai pengharapan di dalam Kristus yang bangkit. Dan inilah yang menjadi pembeda antara orang Kristen dan bangsa lain. Maka ketika Petrus mengatakan kepada jemaat di perantauan, dia mengatakan “kalau ada orang tanya pengharapan apa yang ada padamu, tinggikan Kristus. Jangan tinggikan imanmu, jangan tinggikan psikologimu”. “Mengapa kamu di saat sulit bisa berpengharapan?”, “karena saya orangnya tough, kuat, sanggup. Semua orang takut, saya berani”, itu bukan apologetic, itu meninggikan diri. Tapi ketika ditanya “mengapa kamu beda dengan orang lain? Di saat sulit, mengapa ada sukacita?”, “karena saya punya Kristus, karena saya beriman kepada Dia”, sebenarnya ini yang dikaitkan antara iman dan kesenangan. Maka Paulus mengingatkan sekarang kamu masih sukacita didalam Tuhan, motivasimu jadi Kristen itu benar, tidak dikacaukan oleh hal-hal yang lain. Tetapi Israel dulu juga begitu. Pertama kali mereka masuk Tanah Kanaan itu adalah generasi emas. Heran, generasi emas itu bukan yang keluar dari Mesir. Generasi emas adalah generasi yang dibentuk oleh Tuhan di padang gurun. Di padang gurun dengan kesulitan, beban berat, Tuhan bentuk generasi emas lewat padang gurun. Padang gurun terjadi generasi emas, dipimpin oleh Yosua dan Kaleb masuk Tanah Kanaan. Sedangkan Musa dicintai oleh Tuhan, tapi Musa tidak menjadi pemimpin yang membawa Israel masuk ke Tanah Kanaan. Mengapa tidak? Karena Tuhan inginkan Musa menjadi pembuka jalan dan Yosua yang menggenapi, ini penting sekali untuk dipahami. Musa pembuka jalan, Yosua menggenapi. Musa identik dengan Taurat. Yosua adalah nama yang di dalam versi Yunani adalah Yesus. Yosua adalah penggenap, Musa adalah pembuka jalan. Taurat adalah pembuka jalan, Yesus adalah penggenapan. Ini gambaran dari Perjanjian Lama kuat sekali untuk menyatakan injil. Maka generasi emas dibentuk di padang gurun. Generasi emas adalah generasi yang tidak pernah tahu tinggal di dalam bangunan. Mereka melihat hidup di padang gurun sengsara. Tapi generasi yang dibentuk di padang gurun, ini yang masuk Tanah Perjanjian, merekalah generasi emas. Lalu Yosua tanya setelah mereka menaklukkan bangsa-bangsa utama, “pilihlah hari ini siapa yang akan engkau sembah? Engkau mau menyembah berhala nenek moyangmu di Mesopotamia atau menyembah Tuhan? Tapi ketahuilah aku dan keluargaku, kami menyembah Tuhan”. Perhatikan menyembah selalu berkait dengan kesenangan, delight itu yang menggerakkan. Kesenangan menggerakkan kami menyembah engkau. Agustinus di confession, “kami digerakkan oleh Tuhan untuk memuji Tuhan di dalam kesenangan sejati. Kesenangan kami adalah menyembah Tuhan, cegah kami pakai apapun, kami tidak bisa mencegah diri untuk menyembah Tuhan, karena itu kesenangan kami. Yosua mengatakan “kita harusnya satu sebagai bangsa. Tapi saya tidak mau kita satu di dalam Tuhan yang beda”. Yosua punya pengertian lain dengan banyak orang zaman sekarang mau nikah tidak peduli iman seperti apa. Anak muda mesti benar-benar dengar ini, banyak anak muda bodoh sekali terus dengar khotbah tapi jalankan hal yang lain, mau jadi anak muda model apa? Maka ketika Yosua umumkan kita sudah taklukan Kanaan, kita mau hidup bersatu? Belum tentu. “Aku menyembah Tuhan. Kamu sembah siapa pilih hari ini, putuskan sekarang dan kita putuskan relasi kita ke depan bagaimana. Putuskan sekarang”. Lalu orang Israel semua mengatakan “kami akan menyembah Tuhan”. Heranya Yosua mengatakan “kamu tidak akan sanggup. Gairah hatimu terlalu banyak, cabangnya banyak, pelan-pelan kamu akan diseret menyembah berhala”, ini nubuat mengerikan. Mengapa Yosua mengatakan ini? Mengapa seorang pemimpin tidak pidato yang baik-baik? Tapi generasi yang tidak kenal Yosua, ini dicatat dalam Kitab Hakim-hakim, semua terseret menyembah berhala. Mengapa begitu? Orang terbaik pun tidak tentu meneruskan iman kepada generasi berikut, ini hal yang mengerikan. Paulus sudah memberikan peringatan ketidak-percayaan Israel membuat mereka dibuang. “Sekarang saya mau perkenalkan Tuhan yang membuang Israel kepada kamu”, ini ancaman. Tapi ancaman di satu sisi disertai dengan berkat besar di sisi lain. Saudara mesti seimbang lihat dua ini, Tuhan adalah Allah yang memberikan kepada kita kesenanganNya dan memberikan kepada kita kekerasanNya. Allah yang penuh kesenangan, sumber kesenangan dan juga Allah yang murka. Paulus memberikan peringatan kepada orang Kristen yang percaya, Tuhan adalah Tuhan yang bisa murka. Mengapa Dia murka? Karena engkau tidak lagi beriman. Waktu Saudara tidak beriman, akankah Saudara peduli murka Tuhan? Ini jawaban yang mengerikan, dia bahkan tidak lagi peduli kalau Tuhan murka atau tidak. Murka Tuhan dianggapnya sebagai sesuatu yang biasa, sesuatu yang tidak menggerakkan dia untuk bertobat. Ini yang menakutkan, kalau kita sudah berhenti beriman itu tidak ada lagi perasaan fear of the Lord, yang ada adalah rasa kesenangan itu mudah diakses di banyak tempat. Carl Trueman mengingatkan budaya yang tidak lagi ber-Tuhan itu menjadi budaya yang berpikir pendek. Ini yang saya khawatirkan, kalau Saudara tidak lagi bisa menikmati pikiran-pikiran dalam, itu tidak ada kaitan dengan kebodohan, itu ada kaitan dengan berpikir pendek. Kita sudah menjadi orang yang berpikir pendek, ada di dalam budaya pikir pendek. Seringkali kita menikmati hidup berpikir pendek ini, tidak pikir tuntas. Waktu ditanya misalnya, “apa kesenangan hidupmu?”, “yang penting bahagia. Bahagia itu adalah state of mind”, itu kan kalimat yang sering kita dengar. Bahagia itu apa? Bahagia itu state of mind, kita yang pilih mau bahagia atau tidak, kita yang pilih mau senang atau tidak, kita yang pilih, kalimat itu tidak dipikir baik-baik. Kalau kita tanya lagi, apakah bahagia itu state of mind? Apakah bahagia itu sesuatu yang dari dalam diri? “Kalau kamu ada sulit, pikirkan yang senang saja, yang penting hatimu senang, apapun sulit terasa senang”. Apakah itu benar? Itu tidak benar, karena diri kita tidak mungkin tidak berkait dengan lingkungan. Kita tidak terima konsep solipsisme, ini untungnya belajar filsafat, Saudara akan mengerti banyak konsep-konsep yang sebenarnya sangat penting untuk dipikir tuntas, tapi tidak dipikir tuntas pada zaman sekarang. Maka kalau orang mengatakan “bahagia itu state of mind, yang penting kamu pikir bahagia, kamu akan senang. Kamu yang tentukan kamu senang atau tidak, jangan tergantung orang, “orang benci kamu ya bawa senang saja”. Itu kalimat yang sering dipakai “bawa senang saja”. Tidak bisa bawa senang. Kalau Saudara dikatakan begitu sama orang, balik tanya dia “bawa senang itu apa?”, “ya pokoknya senang saja”. Saudara balik lagi tanya “menurut kamu senang itu apa?”, “senang itu keadaan hati kok”, “maksudmu gila?”, karena orang gila bisa senang tanpa alasan. Tapi kita tidak menjadikan dia standar. Kalau ada orang senang ditanya “mengapa senang?” “Senang dari dalam? Karena senang itu state of mind, bagaimana bisa? Tidak bisa. Manusia itu relasional dan reaksional. Manusia bereaksi terhadap sekelilingnya. Kalau sekelilingnya buruk dia akan susah, pasti.

« 4 of 5 »