Dan disini ditekankan juga oleh Paulus “Berkatilah yang mengutuk”. Sekarang Paulus memberikan aspek tindakan, mengasihi musuh itu apa? Paulus mengatakan mengasihi musuh berarti kalau ada orang ngomong kasar sama kamu, kamu berkati dia. Ini nasehat yang sangat baik. Kata-kata kasar itu paling mudah keluar waktu Saudara sedang emosi. Dan Saudara paling gampang marahin orang yang Saudara sudah benci dari awal. Kita ini punya perasaan curiga kepada yang lain. Satu dosen di Driyarkara, sekarang sudah pindah, mengajar di mana, saya agak lupa, mungkin di UPH. Namanya Francis Budi Hardiman, dia tulis buku tentang kerusuhan. Waktu ada kerusuhan di tahun 98. Tidak lama setelah itu dia keluarkan buku tentang kerusuhan. Intinya dari buku itu menekankan manusia itu punya kecenderungan curiga kepada yang beda dengan dia. Kalau Saudara terbiasa lihat muka aksi yang merusak muka Indonesia, lihat yang lain itu mulai curiga. Ada kecenderungan untuk memperlakukan orang dengan curiga, kita langsung membuat batasan “Hati-hati ini musuh”. Itulah sebabnya perasaan ada musuh membuat kita waspada. Dan Paulus tidak bilang “Sudahlah jangan punya musuh, sudahlah jangan anggap orang lain beda dengan kamu”, Paulus sadar kecenderungan ini tapi Paulus mengatakan “Kalau kamu punya kecenderungan waspada sama orang, maka jadikan orang itu target kamu berkati”, ini yang sebenarnya menginspirasi banyak misionaris mau datang ke tempat-tempat yang bahaya. Nommensen mengapa mau datang ke Sumatera Utara? Tapi mengapa Nommensen mau datang? Karena dia merasa “Tuhan memanggil saya untuk menjangkau yang lain. Saya curiga sama yang lain, saya curiga mereka buruk, tapi justru itulah alasan saya memberkati mereka”. Dan ini yang Paulus mau ajarkan, umat yang baru ini spesial karena Kristus, umat yang baru ini beda dengan Israel karena Kristus. Maka Paulus mengatakan “Kasihilah musuhmu”, ada aplikasi praktisnya, yang pertama berkatilah yang mengutuk engkau, bahkan berkatilah yang menganiaya. Ada orang menindas kamu, berkati dia. “Bagaimana bisa memberkati? Saya sakit hati”, justru itu responsmu, sakit hati jadi alasan untuk memberkati orang, “Tidak bisa, saya mesti ubah sakit hati saya dulu”, tidak, sakit hatimu tidak bisa berubah langsung. Tapi berkat yang keluar dari mulutmu bisa langsung kamu katakan. Kamu masih sakit hati, tidak ada yang melarang, tidak ada yang bisa perintahkan kamu untuk berubah. Saudara sakit hati, bagaimana cara mengubahnya? Saudara benci orang, tidak bisa disuruh menyukai orang itu dengan cepat, tidak bisa. Tapi yang Paulus katakan adalah aplikasi praktisnya, berkati saja. “Hati saya tidak mau”, berkati saja, katakan kata-kata bagus. Kalau tidak dari hati kan berarti munafik? Bukan munafik, kalau tidak dari hati berarti hatimu error. Saudara perhatikan, munafik berarti Saudara pura-pura baik dengan niat jahat, dengan niat menguntungkan diri, itu munafik. Tetapi mengatakan kalimat benar, padahal hati tidak ingin itu, bukan munafik, itu tandanya engkau perlu bertobat hatinya. Saudara punya hati jahat, punya ucapan mulut baik, mana yang mesti berubah? Hati. Maka jangan cegah dirimu dengan mengucapkan kalimat baik, Saudara bilang “nanti saya berkati orang itu, kalau hatinya niat. Kalau tidak, saya merasa munafik”, jangan tafsir munafik dengan cara salah. Saudara punya hati error, tapi punya perkataan mulut baik, maka hatimu menyusul bertobat, mulutmu duluan mengerjakan hal yang suci. Tuhan mengatakan “berkatilah”, tapi hati belum ingin, mulut harus ngomong. “Kiranya Tuhan memberkati engkau. Kiranya Tuhan turunkan damai sejahteraNya atas kamu”, itu yang Paulus katakan. Memang itu berat, tapi itulah umat yang baru ini adalah umat yang akan menang. Tapi menang bukan tanpa peperangan yang berat. Maka hal yang pertama adalah berkatilah. Kalau saya memberkati musuh, apa yang harus saya lakukan kepada orang yang memang saya cintai? Ada musuh ada yang dicintai, ada yang lain, ada yang bagian dari kita, mungkin sesama orang Kristen atau keluarga atau orang-orang yang kita cintai.
Bagaimana bersikap dengan orang yang kita cintai? Paulus mengatakan kalau dia lagi senang, kamu ikut belajar bersenang dengan dia, jangan jadi perusak kesenangan. Bersukacita dengan orang bersukacita, lalu ini kata yang lebih tepat adalah berseru kepada Tuhan bersama dengan orang yang berseru kepada Tuhan. Meratap berarti berseru ke Tuhan, berseru ke Tuhan bersama dengan orang yang sedang berseru ke Tuhan. Kalau ada orang yang sedang hancur hatinya, ajak dia doa sama-sama. Satu kali saya doakan orang, waktu itu ada Pak Stephen Tong juga. Saya doakan orang “Tuhan, tolonglah orang ini, tolong supaya Tuhan ini dan ini”, setelah itu Pak Tong memberikan masukan “You jangan doa begitu, jangan terlalu banyak kata mereka, jangan terlalu banyak kata orang ini, pakai kata kami lebih sering”. Kata kami lebih sering itu membuat kamu dan dia seperti sama-sama sedang sulit dan meratap ke Tuhan, itu menghibur hati orang. Jadi kita tidak mengatakan “Tuhan, tolonglah saudara kami ini. Saudara kami, mereka, dia. Dia sedang sakit hati, saya sih tidak. Tuhan tolong dia, dia menderita, dia sengsara, tidak seperti saya penuh sukacita”, tidak. Kita mengatakan “Tuhan, kami menderita”, “tapi kamu kan tidak menderita”, “tapi kalau kamu yang saya kasih menderita, saya juga menderita. Kalau kamu kesulitan, saya juga sulit. Maka mari meratap bersama-sama”. Orang Kristen kalau tidak disentuh dengan meratap bersama, itu sulit memahami apa itu persekutuan. Kadang-kadang kita pikir persekutuan itu berarti kita sering kumpul sama-sama, itu benar. Tapi meratap bersama itu penting, meratap bersama. Berapa kali Saudara pernah menangis bersama dengan orang? Ini pertanyaan serius, pernahkah kamu menangis bersama dengan jemaat Tuhan? Kalau belum, engkau belum mengerti indahnya bersekutu. Salah satu hal yang saya pikir jadi kekuatan besar menjadi hamba Tuhan adalah diizinkan untuk menangis bersama dengan jemaat. Waktu mereka sharing, hati kita memang hancur karena kita mengasihi orang ini dan orang ini mengatakan “Saya mengalami begini”, lalu kita sangat hancur hati, berdoa bersama. Kata kami itu keluar natural, “Tuhan, kami sedang hancur hati, kami sedang sedih”. Satu kali satu orang jemaat bertanya “Mengapa bapak pakai kata kami?”, saya tidak mengatakan disuruh Pak Tong, tapi saya mengatakan “Memang benar saya mau belajar menikmati kesehatian”, bukan menikmati dia menderita, maksudnya menikmati mempunyai teman sepersekutuan. Saudara kalau tidak punya teman persekutuan, kasihan. Tidak peduli berapa sukses kamu di pekerjaan, tidak peduli berapa banyak sebulan kamu hasilkan, kamu tidak punya teman persekutuan kamu miskin. Kita sibuk cari harta, tapi kita tidak tahu rasanya meratap bersama orang lain, kasihan miskinnya kamu. Kadang-kadang saya heran melihat orang mengatakan kepada hamba Tuhan “Kasihan ya hamba Tuhan tidak kaya”, hamba Tuhan ingin mengatakan balik “Saya suka hidup seperti ini. seperti kamu yang uangnya banyak tapi tidak ada teman. Tidak pernah berseru bersama-sama dengan orang, tidak pernah menangis meratap di hadapan Tuhan bersama dengan orang, hidupmu miskin lebih dari yang kamu tahu, ini sesuatu yang kasihan. Maka Paulus mengatakan “Jadilah kaya”, kaya dalam hal punya teman, meratap bersama dengan mereka yang meratap.
Lalu Paulus mengatakan “Janganlah kamu anggap dirimu tinggi”. Tinggi itu berarti high living, yang cuma cocok dengan orang-orang yang juga high living. High living itu apa? Ada satu definisi bagus saya baca dari sebuah artikel tentang high living, high living adalah cara untuk menutup kekosongan dengan kepalsuan di luar, high living. Mengapa punya mobil mewah? “Karena jiwaku kosong. Dari pada orang lihat jiwaku, lebih baik orang lihat mobil mewah”. Lebih baik orang lihat rumah mewah saya, apartemen mewah saya, mobil mewah saya, supaya mereka tidak lihat jiwaku yang mati, aku malu punya jiwa yang mati”. Ini sebenarnya crying-nya orang-orang kaya. Tapi tidak tentu semua orang kaya seperti ini, ada orang kaya yang Kristen, puji Tuhan. Maka Saudara mengatakan “kalau begitu saya mau jadi orang rohani yang kaya, biar kaya dunia dan kaya spiritual”. Tuhan yang percayakan harta kepadamu, biar kau kelola dengan tanggung jawab. Tapi intinya adalah banyak orang kaya itu harusnya kita kasihani, jangan dimarahin, jangan merasa iri. Saudara lihat orang kaya lalu mengatakan “Paling juga dia korupsi, ini pasti menindas orang, ini pasti tidak gaji pegawai, ini pasti menipu, ini pasti dagang tidak jujur”, sudahlah daripada terus benci lebih baik kasihan sama mereka. Mereka kadang-kadang sangat kosong jiwanya lalu pikir kalau orang kagumi mereka karena kekayaan, itu jadi kompensasi yang cukup untuk kekosongan jiwa, kan kasihan. Ini yang kita mesti pahami, Paulus mengatakan jangan punya niat high living, maksudnya jangan bentuk persekutuan karena gaya hidup tinggi. Tapi saya juga mau tafsirkan hal lain juga, bukan cuma gaya hidup tinggi, mungkin rohani tinggi juga jadi berhala kita. “Saya cuma mau hidup dengan orang yang sama rohani tinggi, kalau kurang mengerti Calvin, sorry ya saya tidak suka berteman. Bacaanmu apa?”, “Donal Bebek”, “Donal Bebek? Bacaan saya Agustinus, Calvin, kita tidak nyambung”. Maka Paulus mengatakan jangan anggap diri tinggi, Saudara mesti siap bersekutu dengan mereka yang rendah. Satu kali Tuhan Yesus pernah berkotbah, lalu ada perempuan nyeletuk “Berbahagialah perempuan yang buah dadanya disusui oleh Engkau” itu kalimat dari seorang perempuan. Saudara tahu ayat ini, saya baca tafsiran yang mengatakan itu kalimat vulgar, kasar dan kampungan. Itu kalimat harusnya tidak diucapkan oleh orang-orang yang terdidik, itu kalimat kasar, itu kalimat tidak boleh keluar. Jadi ada perempuan mengatakan “Berbahagialah susu yang Engkau hisap”, itu kan vulgar sekali. Saudara mungkin pikir “itu vulgar bagi zaman modern, tapi mungkin dalam zaman Yesus itu biasa”, tidak, itu vulgar. Ini saya baca dari tafsiran Calvin Seerveld, itu sangat vulgar. Tapi apa yang Yesus katakan? Apakah Yesus tegur dengan mengatakan “Hai ibu, kasar kali engkau, bertobatlah engkau”, apakah begitu? Tidak, Tuhan Yesus mengatakan yang lebih bahagia, Dia menyambungkan, Dia berdiskusi, Dia berdialog dengan orang yang bicaranya kasar. Yesus mengatakan “berbahagia itu adalah orang yang menjalankan kehendak Tuhan”, Dia reply, Dia berdiskusi dengan orang kasar. Kadang-kadang kita dengan dengan insting langsung merasa kalau ada orang ngomong kasar langsung jaga jarak, itu wajar, saya tidak bilang itu salah. Tapi jaga jarak itu harus segera kita tiadakan dengan rela berdiskusi dengan mereka. Ini yang dimaksudkan Paulus, jangan arahkan dirimu kepada kelompok high living atau high spirituality atau apapun. Jadi jangan punya kelompok komunitas yang menganggap diri lebih tinggi dari yang lain. Arahkan dirimu kepada yang sederhana. Jangan anggap dirimu tinggi. Jadi ini tidak ada kaitan dengan mengerti doktrin yang rumit, jangan pikir ke situ. Jadi Paulus mengatakan “Bagaimana saya mesti hidup dengan musuh?”, “Berkati mereka. Kalau mereka menindas, engkau pun berkati”. Bagaimana dengan teman? Meratap bersama, bersukacita bersama. Jangan membuat komunitas eksklusif.