Tapi Paulus mengingatkan yang gagal jalankan Taurat adalah Israel. Mereka diberikan kesempatan untuk jalankan hal yang fundational dan mereka gagal. Ini menunjukkan bahwa Israel sama buruknya dengan bangsa lain, sama sama gagal di basic level. Ini bukan level advance, menjalankan Taurat itu bukan level tinggi, “kamu sudah jalankan Taurat?”, “iya”, kamu hebat, kamu sudah tinggi”, tidak tinggi itu dasar menjadi manusia adalah harus jalankan Taurat, itu foundational sekali. Taurat itu bukan standar tinggi yang kita tidak mampu lewati, ini konsep yang salah dari Luther. Taurat itu diberikan supaya manusia tidak mungkin selamat karena Taurat terlalu tinggi, “saya mau jalankan, tapi tidak bisa, ini susah sekali. Ratusan perintah salah satu langsung mati”, tidak Taurat itu dasar. Calvin menyadari itu, makanya saya pikir bagus sekali kalau Reformasi dilanjutkan dalam tradisi Reformed. Bukan anti Lutheran, cuma Luther kurang utuh di dalam pemahamannya akan eksegesis Kitab Suci. Tetapi Luther tidak mempunyai keketatan eksegesis sestabil Calvin. Kalau Saudara baca Luther, Saudara akan tahu tema tema teologis dia sangat-sangat brilian dan ide-ide dia sangat menarik. Calvin punya kepekaan dalam menafsirkan Kitab Suci, maka tafsiran Tauratnya itu sangat penting. Dia mengatakan Taurat itu level dasar, siapapun harus jalankan, tetapi keberdosaan manusia membuat manusia bahkan tidak bisa menjalankan level dasar. Bayangkan apakah sulit kita menganggap orang lain setara dengan kita? Tidak sulit, apa susahnya menganggap orang lain setara dengan kita? Tapi itu yang kita gagal lakukan tiap hari. Kita sulit menganggap orang lain setara dengan kita. Jangankan orang lain, pasangan sendiri pun mungkin kita tidak perlakukan setara dengan kita. Kadang-kadang kita tidak menghargai orang yang Tuhan berikan untuk kita. Kadang-kadang kita remehkan, kadang-kadang ketika kita sedang emosi, kita menganggap dia orang yang harusnya tidak seperti itu, harusnya tidak sama saya, harusnya lebih baik lagi. Dan kita hina, kita gagal menjalankan basic level dan ini perintah Tuhan. Maka kalau Kristus datang menggenapi Taurat mengatakan “teladani Aku di dalam prestasi” bukan, Kristus sedang mengatakan “teladani Aku untuk jadi manusia di dalam standar yang.dasar”, jadi manusia harus seperti ini. Tuhan mengajarkan kita di dalam standar dan yang minimal, sebenarnya. Lalu kita bertumbuh menjadi seperti Kristus di dalam kelimpahan, itu yang Kristus mau. Jadi kita mentaati Dia, lalu kita bertumbuh menjadi mirip Dia di dalam kasih. Maka siapa mampu mengasihi, dia bertumbuh menjadi manusia di dalam rancangan Tuhan. Siapa yang mampu taat, tetapi hatinya belum penuh dengan cinta kasih dia menjadi orang di dalam level yang standar, basic harusnya memang begitu manusia, harusnya hidup suci. Harusnya komitmen kepada Tuhan, harusnya mencintai sesama, harusnya mempunyai komitmen untuk menjalankan panggilannya. Tetapi di dalam level yang dewasa, manusia menjadi sangat sadar akan cinta kasih di drive oleh cinta kasih, segalanya dilakukan karena digerakkan cinta kasih. Itu yang Tuhan Yesus ajak untuk kita miliki di dalam Dia.

Kita kembali ke pembahasan tentang Taurat, maka Taurat diberikan supaya kita mulai belajar tentang bagaimana harusnya hidup sebagai komunitas, harusnya bagaimana menghargai orang-orang rendah, harusnya bagaimana tidak ada konsep orang rendah. Bahkan kadang-kadang kita mengatakan mari hargai orang yang lebih rendah dari kita”. itu justru yang salah., kita tidak menghargai mereka karena lebih rendah, tetapi kita menghargai orang di dalam penghargaan yang Tuhan berikan. Maka di dalam tafsiran dari Taurat, Calvin mengingatkan seluruh Taurat itu diajarkan oleh Tuhan kepada umat, di dalam kesabaran Tuhan. Sabar tunggu sudah siap jadi manusia di dalam standar menjadi umat Tuhan. Belum saya tunggu lagi, “sudah siap?”, belum ,”sudah beribadah dengan setia?”, “belum”, “sudah mampu berlaku adil?”, “belum”, “sampai kapan Aku tunggu?”. Tuhan tanya lagi “sudah siap?” dan mereka terus gagal. Israel gagal berkali-kali dan Tuhan tawarkan terus “sudah siap? kamu sudah gagal, Aku pukul”, Setelah dipukul Tuhan panggil lagi “sekarang latihan lagi”, sudah siap, gagal lagi, Tuhan pukul lagi. Jangan pikir pukulan Tuhan diberikan karena Israel gagal menjalankan standar tinggi, bukan. Tuhan pukul Israel karena Israel gagal jalankan standar dasar menjadi umat yang adil. Maka kegagalan demi kegagalan mereka lakukan, dari pertama mereka mewarisi Tanah Kanaan, dari zaman Yosua. Baru di zaman Daud mereka benar-benar menyingkirkan bangsa-bangsa lain dari Kanaan. Berapa lama dari Yosua ke Daud? Lama sekali, Tuhan sabar menunggu. Kitab Hakim-hakim adalah kitab yang menunjukkan sabarnya Tuhan, “mengapa kamu gagal terus?”. Ada pemimpin yang cocok untuk membebaskan Israel dari musuh. Tapi setelah pemimpin itu berhasil mengalahkan musuh, pemimpin itu harusnya step down. Tuhan ingin Israel jadi bangsa imam lagi. Tapi itu tidak terjadi karena beberapa, seperti Gideon meletakkan kepemimpinan kepada keturunannya, mau menjadi pemimpin terus. Banyak tafsiran tentang kitab Hakim-hakim, tapi ada salah satu yang mengatakan para hakim itu bukan hakim dalam pengertian hakim mengadili di pengadilan ya, tapi mereka itu warlords, mereka itu adalah jenderal perang. Berarti mereka diangkat Tuhan untuk perang. Kalau perang sudah selesai, mereka tidak boleh jadi raja. Tuhan tidak mau ada raja di dalam periode itu. Harusnya imam yang kembali muncul, tapi itu tidak terjadi. Berkali-kali kalau ada hakim yang baik memimpin, lalu musuh ditaklukkan, kita tidak lihat stabilitas di dalam imamat. Imamnya lagi-lagi kacau, bahkan bagian akhir menunjukkan imam yang melayani sebuah keluarga, sebuah kelompok gerombolan, bahkan demi mendapat uang “aku dibayar?”,. “iya,bukan cuma dibayar dapat baju lagi”. Jadi demi baju dan bayaran, ini demi mode fashion dan ekonomi. Dia menjadi imam atas sebuah kelompok. Ini benar-benar kacau, jadi Kitab Hakim-hakim menunjukkan Imamat kacau, Tuhan sudah bangkitkan hakim tetapi hakim harusnya turun dan tidak ada stabilitas imam. Tapi Tuhan masih sabar. Selesai Kitab Hakim-hakim masuk hakim terakhir yaitu Samuel, dan lewat Samuel, Tuhan mengatakan “Aku akan memberkati kamu, membuat kamu kuat dan akan mengusir Filistin dari kamu”. Tapi di zaman Samuel itu tidak terjadi dan anak-anak Samuel tidak setia. Akhirnya Tuhan munculkan Saul, sudah muncul Saul, dia juga sama tidak setianya. Dia punya hobi koleksi ternak yang harusnya dibunuh, dia kumpulkan ternak, dia tidak bunuh orang-orang yang harusnya dihukum mati dan Tuhan marah sama Saul. Dan Tuhan mengatakan “Aku sudah bangkitkan raja lain, singkirkan saul, Aku bangkitkan raja lain”, dan Daud yang dibangkitkan. Daud berhasil mengatasi Filistin dan Amalek. Keberhasilan Daud menaklukkan Filistin dan Amalek adalah keberhasilan dari tugas yang Tuhan percayakan kepada generasi Yosua. Saudara bisa bayangkan betapa baiknya Tuhan. “kamu gagal, tugasnya bagaimana membuat Kanaan jadi tempat untuk umat sudah beres?”, “belum, masih ada Filistin, masih ada Amalek, masih ada ini, masih ada itu”, banyak sekali. Karena begitu banyaknya mereka, bahkan mereka bisa menaklukkan Israel di tanah yang Tuhan janjikan kepada Israel. Tapi Tuhan sabar, sabar, sabar sampai Daud jadi raja. Setelah Daud stabil membuat Kerajaan Israel mendominasi seluruh Kanaan, bahkan bukan cuma dari Dan sampai Bersyeba, bahkan sampai perbatasan Mesir ke perbatasan Mesopotamia. Daud prestasinya luar biasa, membuat ada letter-S, daerah yang besar sekali untuk Israel dikuasai oleh mereka, Dan mereka menyisakan tempat-tempat bagi bangsa lain di dalam ketentuan Tuhan. Tuhan mengatakan “daerah ini untuk Edom, daerah ini untuk bangsa ini”, itu mereka tidak ganggu, jadi stabil di zaman Daud. Tapi generasi selanjutnya di zaman Salomo mengalami keadaan mundur. Salomo membawa bangsa itu menuju perpecahan. Akhirnya setelah Salomo mati kerajaan itu pecah menjadi dua. Saudara, kalau kita baca, lalu kita ambil posisi Tuhan, maksudnya kita anggap diri kita sehati dengan Tuhan. Kita sangat ingin Israel baik, tapi gagal terus, Saudara akan rasa lelah,baca Alkitab itu akan terasa melelahkan. Kalau Saudara bilang “saya bersyukur hari ini baca Alkitab rasanya segar”, saya tanya berapa sering kamu rasa segar? “Tiap kali baca Alkitab selalu segar”, kamu baca apa? Saudara baca segar terus, tidak semua bagian Alkitab memberikan kesegaran. Banyak bagian Alkitab membuat kita rasa hati hancur, bayangkan ketika Saudara baca Kitab Hakim-hakim bagian akhir, Saudara tidak mungkin menyelesaikan Kitab Hakim-hakim dan merasa tenang hatinya, “sudah selesai baca Alkitab”, “baca apa?”, “Hakim-hakim”, “bagaimana perasaanmu?”, “penuh sukacita. Haleluya puji Tuhan”, tidak, harusnya Saudara jadi sangat sedih mengapa manusia seperti ini, Mengapa umat Tuhan seperti ini dan refleksi ke diri kok “mengapa saya mirip mereka?”. Ini membuat kita tertekan. Jadi Alkitab itu sebenarnya buku yang sangat menggugah emosi kita di dalam segala level emosi, all kinds of emotions ada di situ. Semua jenis emosi diperkenalkan oleh Alkitab. Saudara baca Alkitab dan bisa rasa marah, Saudara baca Alkitab dan bisa merasa segar, Saudara baca Alkitab dan bisa merasa murung. Saudara baca Alkitab dan bisa merasa takut, Saudara baca Alkitab dan bisa merasa apapun. Tapi satu yang tidak pernah hilang yaitu pengharapan. Pengharapan itu bukan perasaan, pengharapan itu mewarnai setiap perasaan. Ini keunikan dari pengertian pengharapan, pengharapan itu bukan be positive karena be positive itu berarti Saudara merubah mood dan perasaan Saudara. “Ayo yang tadinya murung sekarang sukacita, kupenuh sukacita”, tidak, di dalam Alkitab diajarkan engkau bisa murung tapi tetap berpengharapan. Yeremia itu murung waktu dia tulis Ratapan, tapi tetap berpengharapan. Dia tidak pura-pura senyum, dia tidak ketemu mc yang paksa senyum “ayo yang Kristen harus senyum, yang belum senyum berarti agama lain”, lalu jemaat terpaksa senyum, nanti dianggap agama lain. Tidak, di dalam Kitab Suci pengharapan mewarnai setiap jenis perasaan. Dan Alkitab melatih kita untuk merasakan perasaan-perasaan yang beragam itu. Jadi kalau kita baca dari sudut pandangnya Tuhan, kita tahu hati Tuhan sedih sekali dengan umat seperti ini. Makanya kalau Saudara baca Alkitab lalu ingat tentang Tuhan, jangan ingat Dia sebagai pribadi yang yang cuma Maha kuasa dan Maha penetap saja. Karena kalau kita cuma lihat Dia sebagai Maha kuasa dan Maha menetapkan, kita akan mengatakan “sudah Tuhan tetapkan, tenang saja nanti baik, tenang saja Tuhan tidak rasa apa-apa itu salah”, Allah kita adalah Allah yang punya emosi. Yang punya perasaan, yang bisa hancur hati, yang bisa marah, yang bisa sedih dan yang tidak pernah berhenti mencintai. Jadi waktu kita mengalami perasaan yang mirip perasaan Tuhan, baru kita tahu Tuhan mengapa bisa sabar sama Israel setelah mereka pecah. Di dalam Kitab Tawarikh ada istilah yang berulang yaitu seluruh Israel, ini yang dikutip Paulus di dalam ayat 25. Jadi Saudara, Paulus mengatakan Israel mesti belajar dari bangsa lain. Israel sekarang terbalik dibangkitkan cemburunya. Maksudnya bangsa lain lebih bagus dari mereka. Sekarang bukan bangsa lain cari hikmat dari Israel, sekarang Israel cari hikmat ke bangsa lain, karena bangsa lain menjalankan Taurat, bahkan mendapatkan kepenuhannya dengan menjalankan perintah Kristus. Jadi Taurat bagi Paulus adalah basic, tetapi kasih Kristus itu yang membuat manusia bertumbuh di dalam keadaan lebih baik. Kristus lebih baik dari Taurat, bukan karena Taurat tidak penting, tapi karena Taurat itu dasar dan Kristus itu adalah kemajuannya. Sebab jika engkau menjalankan Taurat, kamu adalah manusia yang secara standar basic bagus. Tapi jika kau mengasihi seperti Kristus, kamu adalah manusia yang menikmati kelimpahan menjadi umat. Jadi Taurat adalah dasar dan Kristus adalah kelimpahannya.

« 2 of 4 »