Maka Paulus sedang mengatakan “jika kamu mengaku Dia adalah Tuhan, Dia Rajamu, engkau adalah hamba. Dan jika engkau percaya Allah membangkitkan dari antara orang mati, kamu diselamatkan”, ini bukan syarat. Banyak orang menganggap ini syarat, “kalau kamu jalankan iman, kamu percaya, kamu selamat”, bukan seperti itu. Yang Paulus sedang katakan adalah “kalau kamu tahu statusmu selamat, kamu bahagia”, ini pengertiannya. Jadi bukan iman itu menyelamatkan, tapi iman itu menyadari keselamatan. Karena iman bukan sebuah syarat yang kita mesti jalankan dulu untuk jadi selamat. Kadang-kadang kita mengatakan kita diselamatkan bukan karena iman, tapi justru kita mendeskripsikan iman sebagai sesuatu yang seperti sebuah tindakan yang menjadi pra syarat, iman bukan pra syarat. Iman adalah kesadaran Allah menyelamatkan saya, dan pengakuan inilah yang membuat saya setia. Maka iman mengandung setia, sebenarnya iman itu berarti setia, setia terus. Tapi iman juga mengandung penerimaan kita diterima oleh Tuhan, “Tuhan menerima saya karena itu saya setia. Tuhan adalah Rajaku dan Dia mencintai saya maka saya akan setia”, itulah iman dan itulah keselamatan. Paulus mengatakan di ayat 10, ada kaitan yang indah antara dibenarkan dan diselamatkan, “karena hati orang beriman dan dia dibenarkan”, pembenaran oleh iman. “Dengan mulut engkau mengaku, memproklamirkan dan karena itu engkau diselamatkan”, sekali lagi jangan pikir ini sebagai syarat dan akibat, bukan. Ini satu kesatuan. Paulus sedang mengatakan “inilah identitasmu, Kamu adalah orang percaya dan dibenarkan. Dan kamu adalah saksi yang diselamatkan”, orang yang dibenarkan dan saksi. Maka kita perlu tahu Paulus dapat konsep ini, dibenarkan dan menjadi saksi yang menyaksikan keselamatan, itu dari teologi Paulus atau dari Perjanjian Lama, dari Kitab Suci orang Yahudi sudah diajarkan. Di sini Paulus mengatakan “apa yang saya ajarkan adalah kutipan”. Kutipan dari mana? Di ayat 11 “karena Kitab Suci berkata”, kalimat ini penting sekali, Alkitab mengajarkan kepada kita untuk menghargai otoritas Alkitab. Paulus adalah penulis Alkitab. Kalau Paulus adalah penulis Alkitab, bolehkah dia mengatakan “ini dari saya sendiri.”, boleh kan, karena dia mendapatkannya dari Tuhan. Tapi justru dia ingin mengajarkan kita, “pikiran saya adalah dari Kitab Suci. Yang saya berikan kepadamu, saya kutip dari Kitab Suci”, ini pengertian indah yang Paulus sedang ajarkan kepada kita, mengutip dari Kitab Suci. Tapi kutipan Kitab Suci adalah kutipan yang aneh, kalau kita tidak melihat konteks dimana kutipan itu diambil. Karena cara orang dulu mengutip bukan untuk membuktikan kepada kita kalimat kutipan itu menudukung argumennya. Tapi yang mau dibuktikan oleh orang-orang di dalam Perjanjian Baru adalah kutipan itu berasal dari sebuah konteks dan konteks itulah yang sedang dijelaskan sekarang. Jadi kutipan itu bukan jadi kutipan yang mandiri, tapi kutipan yang mengingatkan kita akan sebuah konteks. Seringkali Paulus mengutip Kitab Suci bukan dari kitab yang sudah terbuka di depan dia, dia kutip dari memorinya, dia menghafal. Dan dia ingin orang mengetahui yang dia maksud dengan cara memberikan kutipan singkat untuk sebuah argumen yang lebih besar. Itu sebabnya kutipan mengarahkan kita untuk melihat konteks.

Konteks Yesaya 28 itu apa? Tentu ini adalah ayat rumit, Yesaya adalah salah satu kitab yang sulit karena Saudara melihat pecahan demi pecahan seperti dipersatukan dan seperti ada kesulitan menyatukan pecahan-pecahan itu. Maka kita melihat konteks 4 ayat, dari ayat 14-17, dari kutipan yang Paulus ambil. Dari Yesaya 28: 14-17 dikatakan “dengarlah firman Tuhan hai orang-orang pencemooh, hai orang-orang yang memerintah rakyat yang ada di Yerusalem ini”, ini sindiran. Tuhan sedang menyatakan “kamu orang-orang pemimpin, kamu pemimpin rakyat yang bertindak seperti raja kafir, engkau tidak bertindak sebagai wakil Allah”, karena mereka mengatakan (ayat 15) “kami telah mengikat perjanjian dengan maut dan dengan dunia maut kami sudah mengadakan persetujuan”, ini perjanjian dan persetujuan dengan raja tentunya. Raja bagi orang-orang ini adalah seperti maut dan seperti dunia maut, tapi mereka setia. Ini sindiran, Israel setia kepada berhala dan setia kepada raja yang tidak kenal Tuhan. Tapi mereka tidak tahu berapa merusaknya kesetiaan ini, “kami sudah punya kesetiaan, kami sudah mempunyai keamanan. Amannya adalah apa pun yang kami sembah, yang kami sembah itu menjaga kami”. Lalu Yesaya sindir “siapa yang kamu sembah?”, dan orang-orang yang ada di dalam dialog rekaan Yesaya sendiri, mengatakan “kami menyembah maut, kami setia kepada dunia maut maka kami bahagia”. Mana mungkin bahagia, kamu diperintah oleh dunia maut, kamu memberikan kesetiaanmu kepada maut, bukankah itu bodoh. Konteks ini tepat sekali kalau diambil dan dipahami di pembuangan. Kita tahu Yesaya adalah nabi yang melayani sebelum pembuangan, tapi kalau Saudara baca Yesaya adalah kitab bagi pembuangan. Ini yang membuat perdebatan begitu besar, apakah Yesaya adalah penulis yang menubuatkan kalimat-kalimatnya untuk menjelaskan peristiwa nanti. Orang-orang yang membuat tulisan, yang juga dipimpin oleh Roh Kudus, tapi mereka ada di dalam aliran Yesaya, lalu mereka menuliskan bagian-bagian yang akhirnya ditambahkan pada kitab ini, tidak masalah. Tapi kalau Saudara mengatakan “tidak, saya percaya Yesaya menubuatkan masa depan”, juga tidak masalah. Yang mana pun, Saudara harus percaya, baik itu Yesaya menubuatkan atau murid-murid Yesaya menulis, semua dari Roh Kudus, itu yang penting. Liberal tidak percaya inspirasi Roh Kudus. Kalau kita percaya inspirasi Roh Kudus, maka meskipun itu inspirasi diberikan kepada orang-orang yang belakangan, kita tetap menerima ini sebagai inspirasi dari Roh Kudus. Ini juga berlaku untuk Perjanjian Baru. Di dalam teks Perjanjian Baru ada variasi. Markus itu punya 3 jenis ending, 2 ending itu ditambahkan. Kalau ditambahkan mengapa masuk Kitab Suci? Ada orang yang tidak mau terima, maka tambahan itu diberikan dalam kurung kurawal, menandakan ini adalah tulisan yang ditambahkan belakangan, ini tidak termasuk bagian tulisan yang diinspirasikan. Tapi saya kurang setuju, kita tidak bisa memisahkan meskipun itu tambahan. “Ini bukan Markus yang tulis”, tapi bukankah di bentuk awalnya penulisnya tidak ditulis? Bukankah penulis ini diingat oleh gereja di abad kedua lalu ditambahkan? Di dalam tulisan asli tidak ditulis ini dari Markus, dari sejarah gereja kita tahu. Berarti Markus tidak ingin namanya menjadi satu-satunya jaminan  tulisan ini asli. Markus mengizinkan ada tambahan, dan tentunya kita tidak boleh menambahkan karena kanon sudah tertutup. Tapi sebelum kanon itu dibakukan, bukankah tambahan masih mungkin? Sebelum Wahyu masuk dan dibakukan, bukankah penulisan belum selesai? Maka setelah penulisan selesai tidak boleh ada tambahan. Tapi sebelum itu selesai, kalau ada orang, mungkin para rasul juga, yang punya pikiran mungkin Injil Markus perlu tambahan ending yang lebih jelas, bukankah boleh? Itu sebabnya waktu kita melihat ada variasi, jangan goyah iman. Kalau variasi diisnpirasi oleh Roh Kudus, mengapa ditolak? “Kalau begitu saya boleh mengedit?”, jelas tidak, karena kanon sudah tertutup, sekarang tidak boleh ada tambahan lagi. Tapi sebelum Kitab Wahyu dijadikan bagian dari kanon, bukankah penulisannya belum selesai? Ini yang harus kita ketahui. Maka Saudara jangan negatif kepada orang yang mengatakan “Yesaya ini ada tambahan”, Saudara boleh tidak setuju. Tapi jangan tidak setuju dengan mengatakan “bidat”, kalimat itu harus hati-hati dikeluarkan. Saya lebih suka mengatakan ini adalah kalimat-kalimat yang secara utuh ditulis oleh Yesaya”, tapi berikan argumen. Salah satu argumen adalah Tuhan memerintahkan “Yesaya, tuliskan tulisanKu, tapi kemudian segel”. Yesaya disuruh menulis, lalu segel. Setelah segel, lalu apa? Suruh ditanam di dalam tanah, “kuburkan ini sampai waktu yang kemudian Aku akan minta muridmu untuk digali”, ini mungkin. Jadi tulisan Yesaya baru digali kemudian ditambahkan belakangan, karena Tuhan yang suruh. Ini bisa dijadikan argumen juga. Jadi silakan, Saudara bisa pilih mana pun. Intinya adalah Roh Kudus yang pakai Yesaya, atau pun orang-orang yang menulis Yesaya, tetap dipakai oleh Roh Kudus, membuat Kitab yang berotoritas adalah Firman Tuhan. Dari pasal 1-66 dari Ktiab Yesaya, semuanya firman Tuhan, tidak ada yang bukan. Itu sebabnya meskipun Yesaya adalah orang yang menulis sebelum pembuangan, tapi tulisan dia begitu cocok untuk Israel di pembuangan. Ketika Yesaya mengatakan “dengarlah firman Tuhan hai pencemooh”, ini teguran keras bagi orang di pembuangan. Orang Israel di pembuangan mengatakan “tidak apa-apa di pembuangan, masih oke, kami masih merasa aman”, ini kesalahan besar. Orang yang sedang dihukum Tuhan tidak rasa sedang dihukum, dia mengatakan “tenang, karena ternyata aku tetap bisa berdagang”, orang Yahudi itu hebat ya, di pembuangan bisa berdagang tetap sukses bahkan jadi kaya. Mereka mengatakan “tenang saja, kita di pembuangan bisa berdagang”, tapi nabi-nabi mengatakan “tapi tidak bisa beribadah”, “tidak bisa beribadah itu soal lain, tapi tidak bisa berdagang itu problem”, ini mentalitas penyembah berhala. Saudara adalah penyembah berhala kalau mengatakan “tidak bisa berdagang itu problem, tidak bisa beribadah no problem”. Saudara harus tanya ke diri, engkau milik Tuhan atau bukan. Banyak orang Kristen saya ragukan dia benar-benar milik Tuhan atau bukan, karena cintanya kepada uang dan bisnis jauh lebih besar dari pada cintanya kepada Tuhan dan ibadah, saya pertanyakan itu. Saudara mesti jawab diri sendiri, bukan jawab ke saya, tidak perlu jawab saya. Saudara jawab ke diri sendiri, apakah saya Kristen atau saya penyembah berhala? Jika keuangan berhenti, mau mati rasanya. Jika iman berhenti, rasa tenang, itu orang Kristen macam apa? Banyak orang Yahudi di pembuangan merasa santai “kami bisa berdagang, kami bisa untung”, waktu di Yerusalem saingannya banyak karena orang Yahudi sama-sama jago berdagang. Orang Yahudi katanya bisa menjual pendingin kepada penguin, karena begitu hebatnya. Jadi mereka jago berdagang, waktu mereka dagang di Israel susah menang, sesama ahli berdagang dilarang saling mendahului. Tapi waktu mereka berdagang di Babel, orang Babel itu banyak uang tapi tidak tahu berhemat, ini peluang bisnis yang besar, apa pun bayar tanpa menawar. Ini legenda saya, kalau Saudara selidiki sejarah ini kurang akurat, ini cuma contoh saja. “Kalau begitu saya akan sukses berdagang”, waktu mereka berdagang di Babel, mereka sukses, mereka langsung mengatakan “untuk apa pulang? Mengapa aku harus mengejar beribadah kepada Tuhan?”. Maka mereka dihukum Tuhan, Tuhan murka kepada mereka yang mengabaikan pulang. Tapi yang pulang mulai sombong rohani, “kami pulang, kami tidak cinta uang seperti mereka”, Tuhan akhirnya menegur mereka dengan memunculkan Kitab Ester. Kitab Ester itu kitab unik, Kitab Ester adalah kitab bukti Tuhan menyertai orang-orang yang cinta uang itu tapi yang mau bertobat dan kembali kepada Tuhan. Maka orang yang cinta uang, Tuhan marah. Orang yang merasa lebih baik karena tidak cinta uang, Tuhan juga marah. Maka orang-orang Israel yang tidak mau kembali dari pembuangan ditegur oleh Tuhan, “kamu tahu tidak, komitmenmu kepada pemerintahanmu sekarang adalah komitmen kepada maut, adalah komitmen kepada dunia orang mati”, “kami tenang kami dilindungi oleh kestabilan Babel”, “tidak, kamu sedang berada di dalam komitmen kepada maut”, itu yang disindir oleh Yesaya. Tapi sindirannya indah, Saudara bisa bayangkan kelimpahan genre dari tulisan nabi-nabi. Susan Schreiner, dia ahli Calvin dan dia menyelidiki tafsiran Calvin terhadap nabi-nabi itu luar biasa, karena Calvin menangkap keindahan literatur yang sangat sulit dikategorikan dari kitab nabi-nabi, ini Calvin yang pertama sadari. Sekarang banyak orang sadar tapi Calvin yang pertama, ini yang membuat Calvin besar. Dia yang pertama sadar, yang sadarnya ikut-ikutan itu kurang besar. Biasanya kalau kita baca Mazmur, kita tersentuh indahnya Mazmur. Tapi Calvin mengatakan “baca kitab nabi-nabi itu juga indah sekali”. Itu sebabnya Calvin mengingatkan kita akan pentingnya menikmati keragaman cara menulis dari para nabi.

Saudara bisa membayangkan Yesaya, Yesaya mengatakan “sebab itu dengarlah firman Tuhan hai orang-orang pencemooh” berarti dia sedang bicara kepada orang yang dia mau tegur. Lalu Yesaya mengatakan “karena kamu berkata”, ini bukan orang itu berkata, ini Yesaya yang bicara. “Karena kamu berkata” atau yang lebih tepat “karena kamu seolah-olah berkata kami telah mengikat perjanjian dengan maut dan kami aman di dalamnya”, itu tentu tidak ada orang yang mengikat perjanjian atau yang setia kepada keadaan stabil di Babel akan mengatakan seperti itu, tidak mungkin. Mereka akan mengatakan “kami menyembah Tuhan”, tapi komitmen hatinya dan pengakuan mulutnya beda. Waktu kamu mengaku Allah adalah Raja, mengapa hatimu lain? Hatimu tidak mempercayai nikmat yang bisa Allahmu berikan. Mulutmu mengakui Allah adalah Raja tapi hatimu tidak menikmati kenikmatan dari Dia, hatimu menikmati kenikmatan dari uang atau dari stabil politik palsu dari Babel. Kalau begitu antara mulut dan hati pecah, “ya Allah, Engkau adalah Raja kami. Tapi saya tidak tahu nikmat apa yang Engkau berikan, saya menikmati hal lain dengan hati”, ini yang Yesaya sedang sindir. “Tahu tidak tindakanmu seolah-olah kalau hati dan mulutmu sinkron, kamu harus mengatakan: kami menyembah maut, kami menyembah dunia orang mati dan kami aman di dalamnya. Karena yang memberikan kamu kenikmatan kalau bukan Tuhan berarti maut, kalau bukan Tuhan berarti dunia orang mati”, itu sindiran Yesaya. Tapi Yesaya menyindir dengan membandingkan dengan apa yang Tuhan janjikan. “Kalau rajamu maut dan rajamu dunia orang mati, maka saya akan bandingkan dengan Tuhan. Kalau Tuhan Rajamu apa yang akan terjadi?”. Ayat 16 Tuhan mengatakan “Aku membangun kembali Yerusalem”, ini benar-benar gambaran pembuangan. Waktu Yesaya melayani, dia ada di Yerusalem, belum hancur. Maka Saudara bisa pikirkan besarnya, hebatnya Tuhan yang menuliskan kalimat-kalimat yang membuat orang menyadari kondisi setelah Yerusalem hancur. “Hai orang Israel, Aku memulai membangun Yerusalem”, tapi mulai membangun kalau baru taruh batu awal, tidak ada bagusnya. Itu sebabnya Yesaya bertanya “mana yang kamu pilih menyembah maut atau menyembah Allah?”. Menyembah maut kelihatan bagus, Babel sudah jadi, bangunannya, menaranya, gerbang kotanya. Satu kalimat dari legenda yang saya baca dari tulisan-tulisan orang Yahudi, dikatakan celakalah orang yang waktu datang tidak memadamkan kekaguman akan Babel. Tapi penulis itu mengingatkan “celakalah kamu kalau kamu tidak padamkan kekaguman itu”, karena kekaguman itu akan ada pada siapa pun. Begitu mereka melihat Babel, mereka kagum “bagus sekali”, “padamkan, tidak boleh melihat seperti itu, jangan beriman ke situ”. Dikatakan oleh Yesaya, orang beriman ke situ “kamu menyembah maut, kamu menyembah dunia orang mati”. “Tapi Yerusalem tidak ada apa-apanya”, “memang, tapi ada batu penjuru”, ini yang Saudara akan bandingkan. Dunia begitu bagus, itu betul, tapi ada batu penjuru. Siapa batu penjuru? Yesus. Dia akan mati di salib, Dia akan dipendam di dunia orang mati, “betul, tapi Dia akan bangkit”, “saya tidak melihat Dia bangkit”. Yang melihat Dia mati itu banyak, tapi yang melihat Dia bangkit itu sedikit, berarti kebangkitanNya masih diragukan? Tidak, karena 500 orang yang menyaksikan Dia bangkit rela bersaksi akan kebangkitanNya meskipun itu berarti mereka mati. Mereka rela mati demi sebuah kesaksian, itu bukanlah bohong. Saudara rela mati demi kebohongan? Maka kalau Saudara tanya, 500 orang yang menyaksikan Tuhan Yesus diancam mati tapi tetap menyaksikan  Dia bangkit, apakah mereka rela kalau ternyata Yesus adalah pembohong yang tidak bangkit? Ini keterlaluan tidak mungkin terjadi. Meskipun Saudara mengatakan “saya terima kesaksian dari orang-orang itu. Meskipun yang menyaksikan itu 500 orang saja, tapi saya percaya ini kesaksian sejati karena 500 orang itu memberikan nyawanya untuk kesaksian ini”, tidak mungkin itu kesaksian bohong, tidak mungkin mereka rela mati demi pemimpin gagal yang ternyata palsu dan dikutuk Tuhan. Itu sebabnya waktu Saudara mengimani kesaksian yang belum kelihatan dampaknya, yang Saudara lihat adalah bangunan runtuh, yang Saudara lihat adalah lumpur dan bedeng 2 lantai yang lebih jelek dari ruko kita. Yang Saudara lihat adalah hal-hal yang masih tidak kelihatan apa-apa. Tapi Paulus mengingatkan dari kutipan Yesaya, tapi ada batu penjuru. Batu penjuru itu bentuknya lain-lain. Di dalam pembangunan dulu, batu penjuru disiapkan di pojok, ada juga batu penjuru yang ditaruh di atas untuk menjadi penahan dari sebuah bentuk yang sifatnya seperti gerbang atau seperti kubah. Batu penjuru juga bisa menjadi sebuah batu untuk mengukur seluruh tembok yang akan dibangun berada di jalur yang tepat. Tapi yang mana pun itu batu penjuru itu cuma satu batu awal yang tidak menunjukkan keseluruhan bangunan. Maka sebenarnya sulit untuk beriman kepada batu penjuru. Tapi Yesaya mengatakan “siapa yang percaya tidak akan dipermalukan”. Kata Bahasa Ibrani bisa diterjemahkan lain, bisa diterjemahkan terdesak. Terdesak itu berarti Saudara didesak oleh komunitas untuk meninggalkan apa yang Saudara pegang itu. Terdesak, “kalau kamu tetap pegang, kamu akan dibuang”, cast away.

« 2 of 3 »