Maka kita terus terombang-ambing ketika melihat manusia, kita ini adalah makhluk yang sangat mulia tapi juga sudah sangat jatuh. Dan ini yang membuat kita melihat diri kita dan komunitas kita dengan pandangan yang selalu ada dua sisi ini. Kita selalu akan terobek menjadi dua, di satu sisi saya sanggup mengagumi manusia, di sisi lain saya juga akan sangat menghina manusia. Saudara melihat manusia, Saudara akan sadar ada sisi yang begitu baik dari dia. Tapi ada sisi yang Saudara juga tidak bisa toleransi, karena dia begitu jahat. Dan inilah kemanusiaan yang Paulus tawarkan, kita seperti ini karena berada di dalam Adam. Dan entah sebesar apa pun potensi Saudara untuk menjadi baik, tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Saudara akan mati. Gambaran ini gambaran yang real, Paulus tidak hanya sekedar memberikan teologi Kristen, Paulus sedang memberikan tafsiran dia akan realita. Itu sebabnya Alkitab sebenarnya mengundang siapa pun untuk menafsirkan Alkitab, tafsirkan tulisannya dengan cara adil. Saudara salah tafsir, Saudara tidak bisa menilai dengan kesalahan menafsir. Setelah semua salah tafsir hilang, baru boleh mengambil kesimpulan dan memberikan penilaian. Kalau orang abad pertama menulis surat, kira-kira bagaimana bacanya, cara bahasanya bagaimana, lalu nilai dengan cara seperti itu. Maka Saudara sadar Paulus bukan sedang menggambarkan teologi Kristen, Paulus sedang mengajarkan realita. Menurutmu benar tidak kalau kita dinilai dengan cara Paulus menilai? Kalau kita semua ada di dalam Adam maka kita semua memunyai kemuliaan sebagai gambar Allah, tapi kita juga rusak dan kita akhirnya mati, ini fakta. Dan Saudara akan melihat bahwa gambaran ini adalah gambaran yang adil karena ini akan aplikatif. Saudara bisa aplikasikan ini dalam kehidupan Saudara sehari-hari. Bolehkah Saudara melihat seorang baik dan berharap dia akan baik, sempurna tanpa ada cacat, atau kebobrokan, atau kejelekan sama sekali? Tidak bisa. Saudara kalau melihat orang dengan cara ideal yang salah, Saudara akan kecewa dengan dunia, diri dan semua orang, “mengapa orang lakukan ini, mengapa mereka tidak bisa sempurna?”, tidak bisa. Tapi kalau Saudara melihat manusia melulu kelam, melulu jelek, Saudara akan dikagetkan dengan kemuliaan yang masih ada pada diri manusia.
Orang Kristen mungkin mengatakan “kita ini orang Kristen mengenal kasih. Agama lain tidak kenal, agama lain tidak tahu Allah itu kasih”. Saudara akan dikagetkan, ternyata agama lain juga punya belas kasihan, bahkan mungkin bertindak dengan cara yang lebih penuh belas kasihan dari pada kita yang menilai. Di sini kita sadar bahwa kemuliaan manusia dan kebobrokannya ada bersamaan. Saya suka mengutip kalimat dari Solzhenitsyn, ketika menggambarkan penderitaan yang dialami oleh banyak orang. Ketika itu Rusia sangat perlu uang untuk membangun senjata, maka mereka ambil seluruh hasil panen untuk dijual oleh pemerintah dengan harga pemerintah untuk keuntungan negara. Akhirnya banyak orang mati kelaparan dimana-mana. Keadaan ini digambarkan kemudian kita mengatakan “jahat sekali pemerintahan waktu itu”. Maka ketika pemerintahan komunis runtuh, Solzhenitsyn kembali. Ketika dia kembali, orang langsung bertanya “mana sisa-sisa rezim yang jahat itu? tolong kamu tunjuk siapa yang bertanggung jawab, yang membuat Rusia begitu menderita, yang membuat rakyat kita mati, tunjuk orangnya siapa”. Solzhenitsyn mengatakan “kalau mau tunjuk, saya tidak bisa. Karena pembeda baik dan jahat itu bukan kamu dan saya, pembeda baik dan jahat itu ada di diri kita sendiri. Tunjuk yang baik saya, yang jahat juga saya. Kita adalah korban yang kelihatannya baik, tapi juga banyak jahatnya”. Kalimat ini perlu kita renungkan sebagai bijaksana yang perlu kita miliki. Orang yang kita hakimi adalah orang yang berada dalam nasib yang sama dengan kita, di dalam Adam.
Lalu apa pengharapannya? Paulus mengatakan “sebelum kamu pikir tentang manusia, saya ingin berikan satu beban lagi”, kata Paulus di dalam ayat-ayat yang kita baca, bahwa ujung-ujungnya adalah kematian. Kematian itu adalah kematian yang berkuasa, kata Paulus, “oleh dosa satu orang maut telah berkuasa oleh satu orang itu”. Berkuasa berarti menyatakan kerajaannya, ini bahasa yang dipakai oleh Paulus dan Perjanjian Baru untuk menggambarkan kematian. Kematian bukan lagi sekedar nasib yang akan terjadi, kematian adalah kuasa yang mengatur manusia. Di dalam Perjanjian Lama, tema penguasa yang menindas adalah tema yang Saudara bisa lihat pada zaman Menara Babel misalnya. Ada tafsiran yang indah dari Bartolomew ketika dia mengatakan orang membangun menara selalu ada raja yang akan dimuliakan oleh bangunan ini dan ada juga pekerja yang dipaksa bekerja keras untuk membangun bangunan ini. Kemudian Israel dijajah oleh Mesir, ini bagian yang bisa kita lihat juga bahwa penaklukan, penguasaan dari yang jahat menaklukan manusia itu sering terjadi. Dan Tuhan bukan seperti itu. Tuhan tidak menaklukan, Tuhan tidak berkuasa dengan cara yang sama seperti penguasa dunia ini dan maut berkuasa. Tuhan bukan penguasa yang sama dengan dunia. Kalau kita belajar mengenal Tuhan, kita akan mempunyai pengertian yang sama sekali baru tentang apa itu kuasa. Kuasa Tuhan di satu sisi berada dalam keadaan berlawanan, bentur dengan segala macam kuasa yang ada di dalam dunia, siapa pun atau apa pun yang Saudara bisa sebutkan. Paulus mengatakan “kalau kamu sudah mengenal kuasa dari si jahat, kuasa dari bangsa-bangsa, sekarang saya mau perkenalkan kuasa maut. Maut sudah berkuasa sejak Adam jatuh dalam dosa”. Maut sudah berkuasa berarti manusia sekarang punya tuan yang baru.