Lalu ayat 11 “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”. Ini dua nasehat, nasehat pertama dalam semangat tidak lesu. Yang Paulus maksudkan adalah di dalam semangat, di dalam tindakan yang menyala-nyala, hati yang mengikuti menyala-nyala mesti dipelihara. Ada orang yang punya tindakan yang aktif karena memang sudah jadi kebiasaan. Yang Paulus mau ingatkan adalah perasaan tidak lesu mesti muncul, mesti dipelihara supaya ada, jangan biarkan perasaan lesu mulai menggerogoti. Kadang-kadang kita bisa mengalami keletihan melakukan apa yang biasa kita lakukan. Letih kerja sehari-hari, letih urusi keluarga, letih pelayanan di gereja, perasaan letih bisa muncul. Lalu yang Paulus mau tekankan adalah di dalam ketekunan bertindak aktif, munculkan perasaan tidak lesu. Lesu tidak menjadi alasan untuk kita tidak aktif. Saya ingat membaca karya dari Jay Adams, dia mengatakan di dalam tindakan rutin itu ada obat untuk melawan perasaan kosong dan depreti. Jay Adams tidak bilang bahwa tindakan rutin adalah obat yang efektif melawan depresi, ada banyak hal yang perlu ditangani di dalam kasus depresi, tetapi salah satu yang harus dilakukan adalah kerjaan rutin. Orang yang sedang depresi tidak boleh dibiarkan tidak kerja, kasihan dia. Mesti punya pekerjaan terus-menerus yang dia kerjakan. Sama, kita kadang-kadang merasa lelah melayani atau bekerja atau apapun yang Saudara kerjakan mati-matian tiap hari. Lelah kerja, lelah beraktivitas, lelah urusi keluarga, lelah pelayanan, hal yang mungkin terjadi. Tapi yang Paulus katakan adalah ada ketekunan kerja itu terus. Dalam ketekunan bekerja, hati-hati terhadap jiwa lesu, perasaan lesu, perasaan mulai berpikir “Apa gunanya saya melakukan ini, saya terlalu capek, saya lelah, saya ingin istirahat sebentar saja”. Tetapi perasaan itu mesti dilawan. “Kita jadi seperti robot yang tidak boleh istirahat”, bukan tidak boleh istirahat, tetapi mesti muncul perasaan tidak lesu. Di dalam Perjanjian Lama yang membuat tidak lesu itu adalah belas kasihan, mercy. Kalau Saudara lihat kasusnya Musa, Musa itu capek sekali jadi pemimpin Israel. Bayangkan dia tangani masalah orang Israel, dia juga jadi berbeban berat karena Tuhan marah. Israel salah, Tuhan marah, dia terjepit di tengah-tengah. Jadi Musa itu capeknya bukan main. Tapi kalimat di Alkitab mengatakan tiap kali Musa turun bertemu Tuhan, wajahnya bersinar. Dia seharunya punya keletihan luar biasa, tapi dia punya wajah bersinar karena dia berjumpa dengan Tuhan terus. Tapi saya menikmati bagi anda Kitab Suci yang menekankan mengapa Musa bisa punya ketekunan, salah satunya adalah dia orang yang paling lemah lembut. Dia adalah orang yang meek. Lemah lembut itu apa? Lemah lembut itu selalu ada dua unsur, yang pertama tidak gampang kasihan diri, yang kedua gampang kasihan orang, itu lemah lembut. Sekali lagi, lemah lembut adalah tidak gampang kasihan diri, lemah lembut berarti gampang kasihan orang. Musa orang yang lemah lembut. Dia tidak gampang bilang “Tuhan saya lelah”, meskipun dia dua kali bilang begitu. “Tuhan saya tidak sanggup, cabut saja saya dari Kitab Kehidupan”. Yang kedua “Tuhan saya tidak sanggup, angkat orang lain, megapa saya sendirian? Apakah saya yang melahirkan orang-orang ini?”, dua kali yang saya ingat, mungkin ada 3 atau bahkan 4, tapi saya ingat dua itu. Berkali-kali Musa lelah, dia letih, tapi karena dia lemah lembut dia bertahan. Lemah lembut ini penting, Saudara kalau tidak lemah lembut sulit bertahan dalam apapun, gampang emosi, gampang marah, gampang tersakiti, gampang tersinggung karena tidak lemah lembut. Bagaimana punya meekness, bagaimana punya lemah lembut? Lemah lembut berarti tidak gampang kasihan diri, tapi gampang kasihan orang. Waktu lihat orang lain langsung kasihan, “kasihan kamu yang seperti ini”. Saya ingat satu kali setelah PA Jumat, ketika turun ketemu Pak Tong, lalu ngobrol-ngobrol. Agak lama ngobrol, setelah itu saya turun ke parkiran karena mau setir mobil ke Bandung. Begitu mau setir mobil, saya lihat Pak Tong mau menyeberang dari lobby C, saya berhenti dulu, buka jendela lalu menyapa “Pak Stephen Tong, saya pamit mau ke Bandung”, dia kaget “kamu menyetir malam-malam begini? Pasti capek sekali ya, hati-hati”, itu perasaan concern terhadap orang lain. Tapi saya yakin waktu Pak Tong seumur saya, dia punya aktivitas lebih tinggi dari saya. Dia bolak-balik Surabaya-Malang, kadang-kadang pakai sepeda motor, kadang-kadang sudah jauh malam harus menyetir. Dia lebih capek dari saya waktu dia seumur saya, sekarang pun masih lebih capek dari saya pastinya. Tapi dia bisa gampang tersentuh dengan lelahnya orang lain, “Kamu kasihan, capek ya?”, tapi diri sendiri dia tidak bilang begitu “kasihan aku, capek ya”. Ini yang perlu dimiliki, bagaimana punya perasaan tidak lesu? Jangan gampang kasihan diri tapi mudah kasihan orang lain. Musa waktu lihat Israel, dia tadi marah, tapi setelah itu jadi kasihan. Waktu dia datang turun dari gunung, dia lihat orang Israel menyembah lembu emas, dia marah bukan main, dia banting dua loh batu, lalu dia murka sekali. Dia mengatakan, “Siapa biang keroknya ini? Bunuh sekarang, hukum mati”, dia pemimpin bisa langsung jatuhkan hukuman mati. Tapi begitu dia lihat terus orang Israel, dia jadi kasihan. Maka dia naik ke atas gunung dan mengatakan “ah Tuhan, orang Israel sudah bersalah kepadaMu. Ampuni mereka atau masukkan saya ke dalam kelompok yang dibunuh juga. Cabut saya, hapus nama saya dari Kitab Kehidupan jika Engkau tidak mengampuni”, belas kasihan dia muncul. Saudara bersemangat melayani, bersemangat bekerja di kantor, bersemangat tangani keluarga, miliki perasaan lemah lembut, itulah yang membuat kita tidak lesu. Jangan gampang kasihan diri, tapi gampang kasihan orang lain. Ayat 11 juga mengatakan “Biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”. Di dalam bagian ini dikatakan “dalam roh yang menyala-nyala layani Tuhan”. Jadi nasehatnya agak beda di dalam bahasa asli. Kalau di sini ayat 11 “Biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”, tapi di dalam bahasa asli “Dalam roh yang menyala-nyala, layani Tuhan”, artinya apa? Artinya adalah ketika engkau dalam semangat paling tinggi, pakai itu untuk Tuhan. Saudara punya kekuatan paling besar itu untuk Tuhan, semangat paling besar itu untuk Tuhan. Kadang-kadang kita punya semangat paling besar ditunjukkan ke hobi. Kalau untuk hobi, jam-jam hari-hari kita lewat dengan gampang sekali. Tapi kalau kita punya semangat yang demikian pakai untuk Tuhan. Ini bijaksana yang perlu kita miliki. Apapun yang kita kerjakan dengan semangat paling tinggi, itu harus untuk Tuhan. Saya yakin ini salah satu yang dipraktekkan oleh banyak orang, salah satunya adalah Pak Tong sendiri, dia punya hobi yang besar sekali terhadap barang-barang lama dan juga arloji, dan dia sudah punya semangat pokoknya yang paling baik nanti untuk Tuhan, harus untuk Tuhan. Semangat paling tinggi, roh ketika berada dalam kondisi paling penting, paling besar, paling semangat pakai itu untuk melayani Tuhan, jangan pakai itu untuk yang lain. Ini ayat yang ke-11 “Dalam roh yang menyala-nyala, layanilah Tuhan”, di dalam semangat yang paling besar berikan untuk Tuhan.
Lalu di dalam ayat 12 dikatakan “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, bertekunlah dalam doa.” Dalam pengharapan bersuka cita, maksudnya ketika Saudara berharap di dalam pengharapan itu, munculkan sukacita. Sukacita itu kan biasanya yang muncul ketika harapan jadi. Saudara besok akan dapat sesuatu, Saudara baru bersukacita waktu dapat. Waktu belum memang ada semacam kesegaran tersendiri, ada semangat, ada excitement, besok akan dapat ini. Tetapi di dalam nasehat dari Kitab Suci, bersukacitanya dimajukan di dalam area pengharapan. Jadi karena Saudara punya pengharapan di dalam Tuhan, bangkitkan sukacita. Berharap adalah hal yang harus dilakukan setiap saat. Setiap hari berharap, tiap saat berharap. Manusia itu sangat rentan dengan kematian, di mana-mana kematian mengintip. Tapi Saudara tahu bahwa yang mempertahankan kita hidup adalah Tuhan. Tuhan sumber hidup, bukan kemampuan kita menghindari kecelakaan atau menghindari kematian yang membuat kita hidup. Kalau Tuhan itu sumber hidup, maka segala hal kita harus serahkan ke Tuhan, apapun cuma serahkan ke Tuhan. Saudara bisa jaga diri tapi hanya dalam level tertentu, segala sesuatu serahkan Tuhan. Orang yang belajar serahkan ke Tuhan itu bahagia sekali. “Saya khawatir banyak hal”, tidak apa-apa khawatir, tapi serahkan ke Tuhan. Dalam usaha serahkan ke Tuhan, munculkan perasaan sukacita. Munculkan sukacita karena apapun yang saya serahkan ke Tuhan, saya tidak perlu bebani ke diri lagi. Saudara serahkan ke Tuhan, tetapi mengapa ambil lagi? Banyak orang seperti itu, serahkan ke Tuhan tapi masih bebannya dipikul. Serahkan ke Tuhan lalu ganti dengan sukacita, sudah serahkan sekarang sukacita, sudah serahkan sekarang senang, ini yang dimasukkan di dalam ayat 12. Jangan terus pikul beban yang tidak perlu, dalam pengharapan sukacita. Dalam kesesakan bagaimana? Bertahan pikul. Ini yang unik, waktu Tuhan percayakan sulit pikul, waktu Tuhan minta kita serahkan, serahkan. Mengapa Tuhan minta kita serahkan? Karena Tuhan mau berikan beban yang lain. Saudara kalau pikul beban yang Tuhan tidak beri, Saudara akan jadi ekstra berat dan akhirnya menolak untuk pikul beban dari Tuhan. Kalau Saudara mengatakan “siapa yang akan beri makan keluargaku besok?”, serahkan ke Tuhan. “Terus pikulanku sekarang apa?”, kerja. Kerjakan apa? Apapun itu yang jadi pekerjaanmu. “Kerjaanku kalau kurang menghasilkan bagaimana?”, menghasilkan itu dari Tuhan, serahkan ke Dia. Lain halnya orang yang tidak mau kerja karena berarti menolak pikulan dari Tuhan, itu tidak boleh. Tapi yang Tuhan mau pikul, serahkan ke Dia. Tapi di dalam tanggung jawabmu, belajar pikul, di dalam kesesakan belajar pikul. Lalu bagaimana saya bisa punya hikmat? Katanya di dalam penderitaan harus punya hikmat, saya berusaha ikut tapi sulit, bagaimana? Doa. Maka Paulus mengatakan di dalam bagian selanjutnya “bertekunlah dalam doa” atau di dalam bahasa Yunaninya “dalam doa bertekun”. Saudara tentu biasa berdoa, sekarang belajar bertekun. Bertekun maksudnya adalah Saudara punya konsistensi mendoakan apa yang penting. Doa itu bukan tentang Tuhan menjadi makin saleh, doa itu adalah kita makin saleh. Lalu kita pikir doa sekali sudah cukup, doa sekali sudah selesai, kan Tuhan sudah dengar. Ini jadi Tuhan yang dilatih, yang perlu dilatih kan kita. Maka ketekunan berdoa adalah bagian yang menunjukkan kita senantiasa menyerahkan hidup bagi Tuhan dan senantiasa ingin pikul tanggung jawab yang Tuhan percayakan. Maka Paulus mengatakan “dalam doa bertekun”. Hari ini sampai ayat 12 karena waktu, jadi ayat 13 dan selanjutnya kita lanjutkan di pertemuan yang akan datang. Kiranya Tuhan memberkati.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)