Lalu bagian berikut, “Lakukanlah yang baik.” Paulus mengatakan di dalam berlaku baik, lekatkan dirimu dengan kebaikan. Maksudnya bagaimana? Maksudnya adalah Saudara ingin terus-menerus dekat dengan kebaikan, agatos. Saya ingin baik, saya ingin dekat dengan yang baik, saya ingin terus menjalankan yang baik, ini perasaan lekat. Ini seperti kalau misalnya Saudara mengagumi Kristus, Saudara ingin melakukan apa yang Kristus lakukan, maka Saudara terus-menerus berpaut kepada orang itu. Ini mirip dengan tradisi berguru di dalam zaman Yahudi maupun di dalam zaman Yunani. Ada orang yang disebut sage, ini orang yang biasanya akan dibuat jadi guru oleh orang-orang lain. Guru pada zaman itu kadang-kadang bukan guru, dia mungkin petani atau nelayan atau siapapun atau tukang kayu, tapi kalau bicara, bijaksananya luar biasa. Saudara ingat ketika Yohanes Pembaptis mengatakan “Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia”, waktu itu langsung ada beberapa murid ikut Yesus. Yesus  sampai tengok kebelakang dan tanya “Apa yang kamu cari?”, lalu mereka jawab apa? Mereka bilang “Guru, jadikan kami murid. Saya mau jadi murid, di mana Engkau tinggal?”. Mengapa cari tempat tinggal? Ini namanya jadi murid. Paulus sedang mengatakan di dalam berlaku baik, ngekor terus sama kebaikan, lekat terus. Saudara tahu ada sumber yang menginspirasi Saudara untuk berbuat baik, lekat sumber itu. Bagaimana lekat dengan kebaikan? Jadi murid, ikuti orang yang baik, ikuti dia supaya saya belajar, ikuti dia supaya saya dipengaruhi. Dapat pengaruh dari orang baik, itu baik. Saya satu kali pernah dengar Pak Stephen Tong mengatakan seperti ini ada orang-orang bilang, orang-orang di GRII ikut-ikutan Pak Tong, lalu dia bilang “apa salah ya ikut-ikutan saya? Ikut-ikutan setan baru salah. Apa saya setan? Bukan, ikut saya masih oke”, itu kalimat betul. Ikut orang baik masih oke. Ini yang Paulus katakan, kalau kamu berusaha berbuat baik, lekat kebaikan, jangan langsung berpikir saya otomatis sudah baik, saya punya hikmat dalam diri sendiri. Saya tidak perlu orang lain. Saya sudah punya pemikiran yang sangat akurat, mana baik mana jahat. Saya tidak perlu ditolong”, tidak bisa. Jadi Paulus mengatakan di dalam berbuat baik, tempel, lekat terus, menempel terhadap yang baik, ini ayat 9.

Lalu ayat 10 dikatakan “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara”. Di sini juga pakai kata-kata yang singkat yaitu filadelfia dan philo storge, ini ada 2 kata kasih yang dipakai, filia dan storge. Di dalam kasih persaudaraan, filadelfia, harap memunculkan philo storge. Apa itu philo storge? Philo storge itu berarti Saudara melihat kerabat dan Saudara senang dekat. Di dalam filadelfia, brotherly love, yang perempuan bilang “jadi laki-laki harus saling mencintai? Oke, saya perempuan berarti tidak harus saling mencintai”, bukan itu maksudnya. Maksudnya perempuan juga dimasukkan ke dalamnya karena Alkitab mengerti prinsip keterwakilan, jadi laki-laki menjadi wakilnya perempuan. Saudara tidak perlu jadi terlalu feminis mengatakan “tidak bisa, keduanya harus ditulis, brotherly and sisterly love. Sister tidak boleh di belakang, harus di depan, sisterly and brotherly love”, ini yang terjadi sekarang. Saudara kalau lihat sekarang, kalau perempuan di-objektifikasikan, dijadikan objek seks, banyak perempuan marah. Lalu caranya bagaimana? “Dibalik, sekarang laki-laki harus jadi objek seks, ini namanya seimbang”. Itu bukan seimbang, itu namanya dosa yang satu di lawan dengan dosa yang lain. Jadi feminis bukan memperbaiki penindasan perempuan, ini memperbaiki dengan membalikkan, itu ngawur. Maka di dalam kata filadelfia, brotherly love ini termasuk perempuan di dalamnya, karena keterwakilan perempuan di dalam laki-laki. Paulus mengatakan didalam filadelfia munculkan philo storge, apa artinya? Artinya di dalam persekutuanmu di dalam gereja, munculkan kesukaan hadir bersama dengan yang lain. Kesukaan tidak tentu muncul. Saudara tidak mungkin begitu ketemu orang langsung akrab, ada orang gayanya begitu. Sementara ada yang mukanya itu muka seperti tidak mau bergaul. Tapi Saudara bisa bertemu orang yang mungkin tidak terlalu menyala-nyala di dalam bergaul, tidak terlalu bersemangat sepertinya, tapi tidak apa-apa, filadelfia, bergaul di dalam persekutuan itu sebuah keharusan. Karena tidak mungkin muncul perasaan suka dengan kehadiran orang lain kalau kita tidak biasakan. Dan Saudara akan menemukan akhirnya ada kelompok yang Saudara akrab di dalamnya, ini pasti akan muncul. Tapi tidak bisa cuma di situ terus, ini yang Paulus katakan di dalam persekutuan, di dalam kasih satu sama lain, di dalam kasih yang akrab, di dalam kasih di dalam sebuah persekutuan munculkan kesukaan hadir, philo storge. Munculkan kesukaan hadir bersama dengan yang lain. Tapi kalau belum muncul bagaimana? Tetap jalankan filadelfia, tetap jalankan persekutuan, kasih persekutuan itu. Mesti muncul brotherly love, kasih di dalam perasaan “Kamu saudara saya, kamu saudari saya”, mesti terus dijalankan. Tetapi kesukaan bersama dimunculkan belakangan, harus dikejar, harus ada. Ini saya pikir mesti ada di dalam persekutuan gereja apa pun. Harus ada habit, mesti ada liturgi dalam hidup, pengulangan dimana kesenangan terhadap kehadiran orang lain mulai saya miliki. Saya harap kita punya perasaan itu. Salah satu yang mendorong kita datang ibadah fisik misalnya adalah supaya bisa ketemu Saudara seiman. Ada kerinduan kehadiran saudara-saudara, belajar mencintai. Dan mencintai itu berarti perasaan senang dengan kehadiran orang lain mulai muncul. Ini tidak mungkin dibiasakan kalau kita tidak punya kebiasaan berjumpa, bertemu, berinteraksi dengan orang lain. Belajarlah, ini sesuatu yang sangat baik. Maka ayat 10 mengingatkan di dalam persekutuan munculkan kesukaan hadir, di dalam brotherly love, dalam cinta kepada sesama saudara munculkan kesenangan hadir bersama, ini ayat 10.

Dan masih ayat 10, “dan saling mendahului dalam memberi hormat”, saling mendahului dalam memberi hormat. Ini tidak terlalu jelas dalam Bahasa Indonesia. Tapi didalam Bahasa Yunani dikatakan di dalam hormat dahulukan orang. Ini unik, dalam hormat dahulukan orang. Ini bukan saling mendahului memberikan hormat, begitu Saudara keluar langsung mendahului memberikan hormat, supaya tidak kalah dengan orang lain, bukan itu. Yang dimaksudkan adalah di dalam hormat, saling dahulukan. Saudara bisa punya perasaan hormat kepada orang lain di dalam situasi normal. Tapi di dalam situasi tertentu, bisa muncul ego yang membuat saya mendahulukan diri. Hal paling sederhana adalah di dalam pertengkaran, kalau Saudara bertengkar dengan orang, apakah Saudara mendahulukan dia menjelaskan atau Saudara cuma mau menjelaskan? Kalau sedang bertengkar seperti itu kan? Kalau sedang bertengkar, orang baru ngomong separuh langsung dipotong, ini namanya pertengkaran. Pertengkaran adalah bukti kita tidak menjalankan saling mendahulukan orang lain. Kita menghormati tapi kita tidak mendahulukan orang lain. Saudara menghormati orang, maka dahului dia di dalam memberi argumen, jawab dia setelah dia selesai bicara. Sebenarnya sesuatu yang simpel, kalau Saudara menghormati anak menghormati orang tua, jangan potong waktu orang tuamu ngomong, biar dia selesai, lalu Saudara jawab. Dan orang tua belajar menghormati argumen anak, begitu anak bicara, jangan langsung di-cut, jangan disalah mengerti. Kita perlu menghargai orang lain, waktu mereka ingin mengemukakan sesuatu, dengar. Meskipun kamu sedang marah, belajar diam. Salah satu cara melatih supaya kita tidak jadi orang pemarah adalah belajar diam waktu sedang marah dan belajar bicara dengan tenang. Begitu orang bicara argumennya, tenang dulu, dengar dulu. Setelah dia bicara selesai, tafsir dengan seimbang baru bicara lagi. Di dalam situasi mulai terbakar amarah, emosi, bisakah kamu tetap ingat mendahulukan orang lain? Ini yang menjadi prinsip yang Paulus maksudkan, di dalam hormat dahulukan orang lain.

« 3 of 4 »