Mereka menyatakan dalam Canon of Dort bahwa tradisi Reformed tidak pernah menyanggah manusia bisa berespon kepada Tuhan. Waktu Injil diberitakan manusia perlu berespon percaya, tetapi yang ditekankan di dalam pengertian predestinasi adalah kemampuan berespon itu pun dari Tuhan. Pilihan Tuhan tidak membatalkan kemampuan manusia berespon. Kadang-kadang doktrin predestinasi juga diajarkan dengan cara yang salah, seperti yang terjadi di Inggris, paling tidak menurut pengertian dari para teolog Puritan. Yang diajarkan bukan sesuatu yang membuat orang bersyukur kepada Tuhan, tapi yang diajarkan adalah sesuatu yang membuat orang terlalu percaya diri, merasa bahwa “saya hidup seperti apapun saya tidak akan pernah dibatalkan menjadi orang pilihan. Sehingga kalau saya berdosa pun saya tidak akan batal menjadi orang pilihan. Sekali selamat tetap selamat, saya kerjakan apa pun no problem, Tuhan sudah selamatkan saya, Dia sudah terlanjur pilih saya”, jadi kehidupan rusak pun tidak akan mempengaruhi pilihan itu. Sehingga banyak orang Kristen hidupnya tidak beres karena merasa hidupnya sudah aman. Itu sebabnya dari tradisi Puritan mengingatkan perlunya introspeksi diri. Tradisi Puritan percaya predestinasi, tetapi mereka tidak menerima doktrin predestinasi hanya untuk memanipulasi keberdosaan seseorang, lalu menyatakan “aku tetap milik Tuhan meskipun aku berdosa”. Sebaliknya mereka menekankan refleksi introspeksi diri, benarkah kamu milik Tuhan, orang pilihan, benar-benar milik Allah yang sudah disiapkan dan dipilih oleh Allah sebelum dunia dijadikan? Kalau iya, dimana perubahan hidup, pertobatan, kekudusan yang menjadi ciri dari orang-orang yang sudah berespons ke Tuhan karena mereka dipilih oleh Tuhan. Di abad 17, didirikanlah Westminster Assembly. Parlemen meminta mereka, “tolong buat standar untuk gereja di Scotland dan di Inggris”. Maka mereka membuat dokumen Westminster Standards, Westminster Confession of Faith, Westminster Shorter Catechism, dan Larger Catechism, dan Directory of Worship. Di dalam bab 8 Westminster Confession of Faith, para teolog ini memasukkan keharusan untuk introspeksi diri sebelum tahu diri sudah jadi milik Tuhan dan menjadi aman di dalam keselamatan. Ini standar yang ditetapkan di dalam Westminster Confession of Faith, jangan mengandalkan cuma bicara percaya kamu sudah pasti ke surga, tidak bisa begitu. Ini dari kelompok orang yang percaya predestinasi. Maka mereka mengatakan kalau ada orang sudah percaya Tuhan Yesus, masukkan dia dulu ke dalam gereja, suruh dia beribadah, suruh dia menerima koreksi firman, berinteraksi dengan orang percaya di dalam konsistensi bergereja baru pelan-pelan dia yakin “saya umat pilihan”. Biar dia dianalisa, diamati oleh persekutuan yang menegur jika dia salah, yang akan memberikan pengertian. Sekarang banyak orang Kristen tidak suka ditegur. Sekali ditegur langsung pindah gereja, akhirnya gereja itu melakukan bunuh diri karena menampung jemaat yang sangat sulit ditegur. Maka pendeta salah bicara pun, mereka pindah gereja lagi. Kadang-kadang kita harus pikir orang mau pindah gereja itu sebagai suatu cara Tuhan untuk pelihara jemaat. Saya tidak mengatakan orang boleh sembarangan memperlakukan orang Kristen. Tapi yang mudah sakit hati, yang mudah kecewa untuk alasan yang sangat selfish, yang tidak ada kaitan dengan pengenalan akan Tuhan, semua alasan yang berpusat ke diri dijadikan sesuatu untuk pindah gereja, ini orang tidak beres. Kita tidak harus menjilat orang untuk mereka mau menjadi anggota. Maka ketika Westminster Assembly ditulis dalam bab yang ke-8 atau 18, dikatakan jika engkau mau jadi orang Kristen, engkau percaya Tuhan sudah tetapkan engkau, jangan langsung yakin kamu Kristen. Bergereja dulu, lihat apakah engkau benar-benar Kristen atau tidak. Kamu bisa menerima firman atau kamu tiap kali mendengar khotbah cuma memberontak dan menolak. Waktu jemaat menegur kamu karena dosamu, kamu bertobat atau tidak. Kamu menjadi orang yang mau diluruskan hidupnya atau tidak. Kalau tidak, jangan bilang kamu pasti selamat, ini pengertian penting. Setelah ada pergumulan, bahkan keraguan gereja sekarang berfungsi menguatkan lagi. Jadi ada balance di dalam Westminster Confession of Faith. Balance, keseimbangan yang tidak membuat orang meremehkan kehidupan Kriste, tapi juga yang tidak membuat orang melihat kehidupan Kristen sebagai kehidupan usaha dan dapat, “saya hidup baik dulu, baru dapat”, ini keseimbangan yang penting. Karena para teolog Inggris, mereka ini adalah hamba-hamba Tuhan yang memimpin gereja, memimpin jemaat, mereka tahu kesulitan jemaat, mereka tahu ada yang sembarangan hidup tapi percaya diri, “saya sudah pasti selamat”. Ada yang hidupnya sudah beres tapi masih ragu-ragu “saya anak Tuhan atau bukan”. Gereja perlu seimbangkan perlakuan kepada orang-orang ini. Yang terlalu percaya diri perlu diingatkan untuk senantiasa bertobat, yang terlalu gampang ragu perlu dihibur dengan pernyataan “Allah yang menopang kamu bukan engkau menopang dirimu sendiri”, ini fungsi gereja. Maka di dalam Westminster Confession of Faith tidak ada keselamatan bagi siapapun jika dia tidak serius bergereja. Jadi kalau Kita mengatakan extra ecclesiam nulla salus, di luar gereja tidak ada keselamatan, Westminster Confession of Faith menyetujui itu. “Jika engkau tidak serius bergereja, engkau bukan orang yang diselamatkan”, ini sudah pasti. Jika engkau tidak menerima tubuhNya maka pasti engkau tidak menjadi bagian dari Kepala, ini dikatakan Calvin di buku empat.
Maka predestinasi adalah tema penting tetapi tidak bisa dimanipulasi. Kalau orang mengatakan “saya di tradisi Reformed, kami punya kepastian keselamatan”, Kita ingatkan dia dengan mengatakan “iya, tradisi Reformed percaya kepastian keselamatan bagi yang selamat. “Bagaimana saya tahu?”, mari bergereja, mari bertumbuh dalam iman, mari dengar firman baik-baik, mari terima teguran, mari ubah hidup, mari hidup suci, sangkal diri, pikul salib, belajar ikut Tuhan. Kita akan tahu semua yang diberikan oleh Tuhan itu benar adanya. Tuhan menebus engkau, membenarkan engkau dan menyucikan engkau bukan karena pekerjaan yang engkau lakukan. Tuhan kerjakan semua. Tapi Tuhan memberikan kepada orang-orang yang akan berubah hidupnya. Ketika Tuhan membenarkan, maka pengudusan otomatis dilanjutkan oleh Tuhan. Tuhan tidak pernah hanya memberikan pembenaran tapi pengudusan lenyap begitu saja. Tapi Tuhan memberikan pengudusan, bukan kesempurnaan kekudusan. Jangan salah mengerti, “saya sudah percaya, tapi setelah mendengar khotbah, setelah pembenaran ada pengudusan, saya langsung kacau hatinya karena saya tahu saya belum layak, saya belum kudus”. Tapi yang saya katakan bukan kekudusan sempurna tetapi pengudusan secara progresif Tuhan kerjakan. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini tidak, kecuali Kristus tentunya waktu Dia ada di dunia ini. Tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Ketika Kita mengatakan “saya masih berdosa”, betul dan Tuhan tidak membuat dosamu menjadikan keselamatanmu batal. Tetapi orang yang tidak pernah peduli untuk hidup suci, dia perlu diinjili, perlu diingatkan, perlu ditegur, perlu senantiasa ada di di dalam komunitas orang percaya. Inilah gunanya ada komunitas orang percaya, supaya Kita diberikan arahan, teguran dan juga dorongan untuk mencintai Tuhan, untuk hidup suci, dan untuk bertobat dari keadaan lama. Gereja bukan tempat menghibur untuk mengafirmasi keadaan kita, “kalau saya sukanya ini, gereja mesti menampung”, tidak. Maka itu sebabnya dalam Westminster Confession of Faith diingatkan “kamu orang percaya, mari ada di dalam gereja, mari tekun, mari ikuti pembentukan Tuhan di dalam tubuh Kristus. Karena meskipun banyak kelemahan dan kekurangan, tubuh Kristus adalah tetap tubuh Kristus. Dan gereja tetap adalah milik Tuhan jika mereka memberitakan firman yang membuat orang semakin mengerti Kitab Suci dan melakukan sakramen baik baptisan maupun Perjamuan Kudus, jika gereja tidak melakukan itu mereka tidak boleh menyebut diri gereja, ini pengertian dari John Calvin. Predestinasi tidak membatalkan respon manusia, keharusan kita bertanggung jawab dan juga kekudusan yang secara progresif kita perjuangkan, ini tidak membatalkan. Predestinasi juga tidak membuat manusia tidak perlu berespons kepada Tuhan. Ada orang mengatakan “kalau kamu penginjilan dalam tradisi Reformed, jangan calling”, saya tanya “mengapa jangan calling?”, “karena calling itu menyerahkan keputusan kepada manusia”. Lalu saya tanya “memangnya kita tidak percaya keputusan manusia itu signifikan? Kalau keputusan manusia tidak signifikan, mengapa Alkitab memakai kata iman, mengapa Alkitab menuntut berespon?”. Alkitab menuntut berespon, bahkan Musa, juga Yosua, juga tanya kepada orang Israel, Musa mengatakan “saya hadapkan kepada kamu hidup yaitu taati Taurat atau mati yaitu mendapat kutuk dari Tuhan karena engkau enggan menaati Taurat. Saya hadapkan ini kepadamu, pilihlah hidup jangan mati”, ini pilihan yang diserahkan Musa. Yosua juga melakukan hal yang sama “mana yang ingin kamu sembah? Aku dan keluargaku, kami akan menyembah Tuhan. Kamu mau sembah siapa? Ilah palsu dari Mesopotamia atau ilah-ilah palsu yang sudah kamu hancurkan mezbahnya di Kanaan? Atau engkau mau pilih Tuhan yang hidup? Pilihlah”, ini Yosua. Kemudian Paulus juga menghadapkan hal yang sama ketika dia memberitakan Injil, dia mengatakan “saya sudah beritakan apa yang perlu. Kalau kamu menolak, saya akan kebaskan debu dan saya akan pergi ke bangsa-bangsa lain dan mereka akan menerima”, itu ada menolak ada menerima. Respon manusia itu signifikan. Kitab Suci menekankan pentingnya pilihan manusia. Namun Kitab Suci mengajarkan dibalik kemampuan kita memilih Tuhan, ada Roh Kudus yang bekerja. Allah yang menggerakkan kita untuk percaya dan Allah yang membiarkan hati kita keras di dalam pilihanNya. Jadi Tuhan sudah pilih siapa yang akan selamat dan siapa yang tidak, ini double predestination kalau kita ikut dalam tradisi Calvinis belakangan, atau Reformed di abad 17 dan seterusnya. Predestinasi ganda, Tuhan memilih siapa yang selamat, Tuhan sudah memilih siapa yang Dia akan biarkan didalam dosa. Tuhan pilih secara positif, mereka yang akan berespon. Secara pasif membiarkan orang berdosa, itu tetap pilihan. Maka kita percaya di dalam Kitab Suci jauh lebih konsisten menerima fakta bahwa Tuhan pilih sebagian untuk selamat. Tuhan pilih sebagian untuk dibiarkan ada di dalam dosa-dosanya. Mungkin kita berpikir apa yang perlu kita pahami dari ini? Kalau saya memahami Allah seperti ini, saya mulai menganggap Dia Allah yang sewenang-wenang. Tapi “mengapa engkau bisa mengatakan demikian?”. Kalau saya mundur ke zaman Perjanjian Lama dan mengatakan “tahu tidak kalau Tuhan yang pilih. Kamu punya perasaan apa”, mereka responnya “ya, Semua bisa terima itu. Mengapa kita sekarang ketika mendengar berita itu langsung mengatakan “Tuhan yang pilih? Mengapa Tuhan kejam?”. Kita harus tahu baru 200 tahun belakangan orang akan berespon seperti ini. Sebelumnya semua orang percaya begitu, penyembah berhala akan tahu hati mereka ditentukan oleh berhala juga. Tapi kita tahu berhala tidak ada. Kalau ada orang yang mengatakan “aku jatuh cinta kepadamu”, mereka akan mengatakan “dewa cinta bekerja dalam dirimu”, sekarang juga masih banyak orang percaya itu, dewa cinta. Adakah orang yang mengatakan “dewa cinta ini diktatorisme, masakan dewa cinta mengarahkan hati saya?”, orang dulu tidak akan mengatakan begitu. Kita marah, dewa yang menimbulkan perang bekerja dalam hatimu, Itu bukan hal yang aneh, orang percaya kekuatan yang melampaui manusia selalu berinteraksi dengan manusia. Kapan ini tidak lagi dipercaya? Di zaman modern ketika orang mulai tahu sebab akibat versi ilmu pengetahuan. “Sekarang saya tahu sebab akibat. Saya tahu ternyata dan penjelasan ilmiah terhadap semua. Maka kita mulai mengganti semua pengertian dunia yang lama dengan yang worldview yang bersifat scientific. Tapi banyak orang mengkritik worldview scientific dengan mengatakan “akhirnya orang juga memperilah worldview scientific. Semua hal yang berbau science, itu pasti benar. Sedangkan hal yang tidak sesuai dengan science, itu pasti kalah. Tetapi orang tidak sadar bahwa perkembangan ilmu pengetahuan selalu terjadi dengan konsep science yang lama dirombak. Ilmu pengetahuan sendiri berkembang karena konsep lama sudah tidak lagi berlaku. Sekarang orang mempertanyakan kembali pengertian gravitasi. Kalau dipertanyakan, berarti yang dulu ada kemungkinan salah. Berarti yang dulu kita pegang erat-erat tidak tentu benar? Tidak tentu benar. Kalau begitu worldview science tidak boleh memutlakkan diri. Mengapa tidak boleh memutlakkan diri? Karena justru secara ironis, science berkembang karena yang lama dianggap salah. Jadi kalau kita memperilah semacam diktum scientific tertentu, maka kita pasti bukan orang yang mengerti science. Orang yang mengerti science akan meragukan diktum yang lama, lalu mempertimbangkan kemungkinan untuk menyoroti segala sesuatu dari sudut pandang yang lain. Tapi scientist amatir atau yang baru sedikit belajar mengatakan “inilah science, agama salah karena tidak sesuai dengan science”. Kita tidak bisa menjadi orang yang memutlakkan diri, kita tidak bisa menjadi orang yang memutlakkan cara berpikir, kita hanya bisa menjadi orang yang memutlakkan sebuah kisah. Keunikan manusia adalah kita memutlakkan sebuah cerita, dari cerita itu ada tafsiran yang bisa salah dan dikoreksi, tapi ceritanya mutlak. Kisah Alkitab ini mutlak, tidak bisa ubah. Tapi tafsiran kita terhadap kisah ini yang masih bisa berubah. Maka ketika kita mengetahui yang mutlak adalah Tuhan dan perjanjianNya dengan umat, dari situ kita mulai belajar rendah hati. Kita mulai belajar menerima bahwa tidak selamanya manusia berpikir cara sekarang. Kalau orang bertanya, “Tuhan menetapkan engkau selamat dan karena itu Tuhan menggerakkan hatimu”, orang dulu mengatakan “amin”, orang sekarang mengatakan “kebebasanku di mana?”, ini salah. Jawabannya adalah kebebasan tidak diapa-apakan, kamu bebas. Tapi Tuhan memakai kuasaNya untuk mengerjakan apa yang Dia mau, dan itu tidak melanggar kebebasanmu. Itu tidak melanggar pilihanmu, pilihanmu tidak mungkin lari dari ketentuan Tuhan. Tapi kita tidak merasa dipaksa melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Tidak ada orang yang tidak mau percaya Tuhan Yesus lalu dipaksa untuk percaya. Semua mau percaya dengan rela, tapi kerelaan itu datang dari Tuhan.