Ini yang dikatakan Paulus di ayat 15, mengapa Musa akhirnya mau ikut Tuhan? Karena Tuhan memberikan anugerah kepada dia. Tapi apakah Tuhan mengabaikan respon Musa? Tidak. Ketika Musa dipanggil Tuhan, Tuhan mengatakan “Aku memperhatikan sengsara umatKu, sekarang Aku panggil kamu, bebaskan orang Israel, berikan firmanKu kepada Firaun, let My people go, bebaskan umatKu”, apakah Musa langsung setuju? Musa mengatakan “jangan saya”. Lalu apakah tiba-tiba Tuhan menggunakan hipnotis? Tidak seperti itu. Musa menolak, mengapa Musa bisa menolak? Karena Tuhan tidak menunggangi kebebasan manusia untuk berespon, tapi Tuhan tidak mungkin gagal, Tuhan mengarahkan hati Musa. Maka terjadi dialog, Tuhan tetapkan Musa pergi, tapi Tuhan tidak membuat Musa menjadi pribadi yang hanya satu sisi. Mungkinkah Musa melawan? Tidak mungkin. Ini pengertian yang harus kita gabungkan. Kadang orang membaca Alkitab bukan digabungkan tapi dibenturkan, itu salahnya. “Predestinasi sudah memenuhi semua konsep berpikir teologis kita. Sehingga begitu ada aspek respon manusia mau masuk, sudah penuh. Maka kita bisa melatih diri untuk menerima pengertian yang seperti berlawanan tapi harus ada tempat yang indah. Begitu kita menemukan tempat indah, semua menjadi harmonis, ini kata Agustinus. Agustinus mengatakan baca Alkitab, pahami ceritanya dan semua harmonis. Sekarang, kita baca Alkitab, memahami kalimatnya, tidak memahami ceritanya, lalu semua dibenturkan. Kita lihat Alkitab seperti berlawanan “Paulus mengatakan ini, mengapa Petrus mengatakan ini?”, jangan sempit, coba pahami bagaimana nasihat ini diberikan di dalam konteks hidup yang real. Dan Kita akan lihat tidak ada akan bentur, semua harmonis. Agustinus mengatakan “Coba pahami apa yang dikatakan dan kamu akan lihat ada sisi dimana kamu perlu mengambil bagian 1 dan ada sisi dimana kamu perlu mengambil bagian yang lain”. Alkitab penuh dengan hal-hal seperti ini. Yesus itu Allah atau manusia? Langsung dibenturkan “kalau Dia Allah, mengapa Dia lapar?”, dibenturkan. Tapi kita harus pahami Yesus itu Allah maka saya bersyukur karena ternyata Dia menjadi manusia. Jadi ada aspek teologi tertentu di dalam konteks hidup kita yang akan nyambung dan ada aspek yang lain yang juga berkaitan dalam konteks yang lain. Maka kita perluas cara kita menampung pengertian teologis. Di satu sisi Tuhan pasti menetapkan, ketetapan Tuhan tidak akan gagal. Di sisi lain ketetapan Tuhan tidak meniadakan respon manusia. “Aku menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku mengeraskan hati siapa yang Aku mau keraskan hati” ini dikatakan oleh Allah kepada Musa.

“Aku mau menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku akan bermurah hati”. Ayat 18, Dia menaruh belas kasihan kepada siapa yang Dia mau dan Dia keraskan hati siapa yang Dia mau. tapi ini tidak berarti orang yang dikeraskan hatinya tidak memunyai kebebasan dalam dirinya sendiri untuk keraskan hati. Jadi pertanyaannya yang keraskan hati itu Firaun sendiri atau Tuhan? Tuhan dan Firaun, siapa yang mengatakan ini harus bentur? Jadi waktu Firaun keras hati, siapa yang mengeraskan hatinya? Tuhan, tapi apakah Tuhan mengeraskan hatinya dengan cara yang membuat Firaun tidak punya pilihan, tidak punye kemungkinan untuk melakukan yang lain? Firaun tidak punya kemungkinan untuk beda dengan Tuhan. Tapi Firaun tidak merasa bahwa dia sedang punya keterbatasan. Dia merasa dia punya kebebasan, dia tidak rasa dikekang, tidak rasa dibelenggu, tidak rasa dipaksa untuk menolak Israel keluar dari Mesir. Dia memakai pertimbangannya “kalau Israel keluar, nanti kami ngepel, nyapu sendiri, cuci piramida sendiri, bangun piramida sendiri, bangun bangunan sendiri, perbaiki istana sendiri, service sendiri. Pekerjaan ini begitu berat, kalau tidak ada Israel bagaimana?”. Jadi waktu Israel pergi, Firaun repot, itu yang dia pikir. Lalu dia mengatakan “tidak bisa, Israel budak gratisan yang kami miliki, mereka tidak boleh pergi, mereka tetap budak kami sampai selama-lamanya”, ini Tuhan yang keraskan. Kalau Tuhan yang mengeraskan apakah Firaun merasa Tuhan sedang keraskan? Dia tidak merasakannya. Karena kebebasan dia, individu dia dan kepribadian dia tidak Tuhan minimalisir. Tuhan tidak bekerja dengan cara menyingkirkan, Tuhan bekerja dengan cara hadir bersama-sama dalam pengertian positif atau Tuhan bekerja dengan mengeraskan hati di dalam pengertian negatif. Ini berkaitan dengan pengertian dari para bapa gereja, termasuk Bapa Kappadokia ketika mengatakan istilah yang nanti dikembangkan menjadi perikoresis yaitu ada bersama-sama. Bapa, Anak dan Roh Kudus ada bersama-sama, tidak saling meniadakan pribadi yang lain. Ini lain dengan kita, kalau saya berikan contoh ada dua gelas ini, yang satu ini ada di tangan kiri saya, gelas yang satu lagi tidak bisa ada di tempat yang sama. Waktu dia mau ada di sini, di tangan kiri saya, dia tidak bisa, harus singkirkan gelas yang satu yang sudah ada di tangan kiri. Sehingga gantian sekarang, gelas yang satu misalnya ini kepribadian Firaun, lalu ini adalah ketetapan Tuhan untuk mengeraskan hatinya. Kira-kira yang menggerakkan keputusan Firaun itu Firaun atau Tuhan? Kalau Tuhan berarti Firaun harus pergi. Jadi Firaun harus menyingkir dan Tuhan yang gantikan. Tapi kalau bukan Tuhan berarti Firaun, jadi harus pilih yang mana, Firaun atau Tuhan? Kalau Tuhan, Firaun harus menyingkir. Dan kalau Firaun menyingkir, berarti keputusan untuk membuat Israel terus menjadi budak, itu Tuhan bukan Firaun. Lalu mengapa Firaun yang dihukum? Kalau keputusannya Firaun bukan Tuhan, jangan bilang Tuhan keraskan hati, karena ternyata ini memang Firaun yang keraskan hati dari awal. Ini cara berpikir yang salah karena pakai Aqua, lalu pakai apa? Contoh dari Jeremy Begbie adalah pakai musik. Seumpama ada suara dari biola yang dimainkan, suaranya menggema kemana-mana, kita bisa mendengar suaranya. Kira-kira di atas tangan saya ada suara itu? Ada, karena suaranya kan ke mana-mana, waktu dia bunyikan termasuk di atas tangan saya seharusnya ada. Lalu misalnya 1 biola bunyikan 1 nada, biola lain bunyikan nada yang lain lagi. Kita mendengar dua nada tadi, kira-kira kalau dua nada tadi dianggap sebagai keberadaan yang kelihatan, di tangan saya ada 2 nada tadi? harusnya ada, karena dia ada di mana-mana. Apakah nada-nada itu saling bentur seperti Aqua? “Kalau ada aku kamu tidak boleh ada,” tidak seperti itu. Nada tidak saling berbenturan, karena kalau nada tidak saling berbenturan Kita tidak pernah mendengarkan harmoni sama sekali. Keduanya bisa masuk tanpa saling meniadakan. Kita tidak perlu bentur-benturkan. Tapi kita bisa memahaminya dengan cara musik. Maka Begbie mengatakan sejak dia dari musisi menjadi teolog, dia mengatakan banyak aspek teologis dijelaskan oleh musik dan banyak aspek musikologis dijelaskan oleh teologi. Tuhan dan Firaun bersama-sama bertindak mengeraskan hati Firaun. Mengapa Tuhan pakai keraskan hati Firaun? Karena Tuhan punya ketetapan ditujukan untuk pembentukan umat. Mengapa Tuhan keraskan hati Firaun? Demi membentuk umat. Mengapa penting Firaun mesti keras hati? Supaya Israel belajar bahwa dunia ini tidak dengan segera menerima kehendak Tuhan. Dunia membenci kehendak Tuhan. “Tapi kan Tuhan yang menggerakkan”, iya, tapi dunia tidak bisa lepas dari tanggung jawab ini harus Kita pahami. Gerakan Tuhan adalah untuk kebaikan. Tapi gerakan manusia yang selaras dengan yang Tuhan mau, kalau itu negatif selalu untuk kejahatan. Iblis digerakkan oleh Tuhan untuk menggoda Ayub. Alkitab harus dipahami dengan jelas. Iblis seperti minta izin “Tuhan, saya sudah keliling dunia”, lalu Tuhan mengatakan “adakah kamu bertemu Ayub?”, “iya, saya sudah bertemu Ayub”, iblis mengatakan “dia saleh karena Engkau melindunginya. Hancurkan dia, kita lihat apakah dia masih saleh atau tidak”, lalu Tuhan mengatakan “Aku serahkan dia ke dalam tanganmu, jangan sentuh tubuhnya”. Tapi kalau kita baca di bagian selanjutnya, tidak ada iblis, ini tindakah Tuhan. Jadi ketika iblis berusaha memanipulasi Tuhan, sebenarnya Tuhan yang sedang pakai iblis untuk membuktikan kemurnian iman Ayub. Jadi Tuhan pakai iblis, tapi motivasi Tuhan baik, memunculkan iman Ayub. Iblis bekerja bukan dipaksa Tuhan, tapi dia mau bikin Ayub hancur. Tapi motivasinya beda. Sama dengan Firaun, Firaun kerja mengeraskan hati, Tuhan kerja mengeraskan hati, berarti sama? Lain, Firaun mengeraskan hatinya karena dia picik, jahat, tidak peduli Israel. Banyak orang Kristen begini, sama pegawai, “mereka hidup seperti apa bukan urusanku, yang penting mereka kerja untuk saya”. Saya peringatkan, Kita punya pembantu, harap bertindak baik, adil kepada dia. Perlakukan dia sebagai manusia. Kalau tidak, Tuhan akan hajar kamu, ini pengertian penting sekali. Firaun tidak peduli Israel, mereka bukan manusia dalam pandangan dia, mereka itu binatang. Tapi Tuhan punya pandangan lain “Aku keraskan hati karena Firaun, karena Aku mau buktikan kepada umat Tuhan, meskipun dunia kejam, pemerintah-pemerintah dunia menindas, Aku akan permainkan mereka”, ini yang Tuhan mau tunjukkan. Sehingga ketika umat dibentuk, mereka punya keyakinan Allah yang sanggup menghancurkan kerajaan mana pun. Ini yang Tuhan mau. Jadi Tuhan tidak keraskan hati demi sesuatu yang tidak bertujuan. Mengapa Tuhan keraskan hati Firaun? Tuhan mengeraskan hati Firaun demi tujuan. Firaun keraskan hatinya di dalam sesuatu yang selaras dengan Tuhan, tapi dengan motivasi yang berbeda. Dia keraskan hati karena dia membenci kemanusiaan, dia benci Israel. Tuhan keraskan hati karena Tuhan mencintai Israel dan Tuhan mau memunculkan mereka. Ini yang Paulus katakan di ayat 18 “Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.

« 3 of 4 »