Hal yang terakhir adalah perselisihan dan iri hati. Ini hal yang berikut yang tidak bisa dinikmati. Saudara tidak bisa menikmati hidup bagi diri karena solusinya selalu iri hati. Kalau saya jadikan diri saya terpenting, selalu akan ada orang lain lebih penting dari Saudara. Singa itu hidup dalam kelompok di mana harus ada satu alfa male, ada singa jantan utama. Nanti singa jantan utama ini jadi sasaran singa jantan lain. Kalau ada singa jantan lihat “itu ada kelompok betina yang bagus-bagus, saya mau jadi kepala di situ”, maka dia akan bertarung dengan singa jantan yang lama dan singa jantan yang lama entah dia bunuh singa jantan yang baru atau dia dibunuh oleh singa jantan yang baru. Singa jantan kalau lihat anaknya sudah besar, diusir. Kalau anak itu sudah kuat, dia kembali lagi, dia akan bunuh papanya. Papanya harus bunuh anaknya sendiri, kalau tidak dibunuh anaknya, ini dunia singa. Saudara mau jadi seperti itu? Mau dunia persaingan saling iri hati? Pemerintah bisa seperti itu, raja khawatir kalau ada raja baru. Sayangnya di gereja juga begitu, hamba Tuhan khawatir dengan hamba Tuhan lain. Ini kebodohan yang membuat gereja hancur. Maka iri hati bukan senang, iri hati adalah akibat dari kesenangan yang salah, “karena kamu terlalu sibuk menyenangi diri, akibat berikutnya adalah iri hati”, dan ini tidak menyenangkan. Maka Paulus mengatakan “jangan hidup seperti ini, hiduplah dengan sopan, jangan dalam malam hari seperti orang mabuk, jangan dalam percabulan, jangan dalam hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati”. Tapi apa? “Kenakanlah Kristus sebagai perlengkapan senjata terang, kenakanlah Kristus”. Kenakan Kristus itu kenakan kebangkitan. Yang Paulus katakan adalah “seumpama kamu sudah bangkit nanti, hidupmu seperti apa bawa di situ sekarang, bawa itu sekarang di sini. Seumpama engkau sudah lihat Kristus, hidupmu seperti apa, sekarang praktekkan di sini”, kira-kira seperti apa hidup yang menyenangkan Tuhan mari senangkan itu di sini, mari nikmati itu di sini, mari nikmati hal-hal yang memang indah. Nikmati kekudusan, nikmati relasi kasih, nikmati mengorbankan diri bagi orang lain, menikmati bekerja, nikmati menahan semua hawa nafsu yang buruk, nikmati memaksa diri untuk mengerjakan tanggung jawab, nikmati kehidupan yang secara sosial membuat engkau jadi orang yang dihormati. Kekristenan berkembang di abad ke-2 dan abad ke-3 sampai abad ke-4 karena banyak budak punya kehidupan agung lebih daripada tuannya. Tuannya melihat “kamu budak tapi hidupmu agung. Mengapa kamu budak tapi hidupmu begitu baik?”, budak-budak itu mengatakan “karena kami Kristen. Kami punya standar hidup yang ditentukan oleh Kristus”. Dan akhirnya pemimpin mereka, pemilik mereka mulai jadi Kristen. Mengapa bisa jadi Kristen? Karena ada apologetik yang kuat? Bukan, karena ada hidup yang penuh dignitas. Itu sebabnya Paulus mengatakan “kenakanlah Kristus sebagai perlengkapan senjata terang”, lawan hidup yang buruk dengan menyadari di dalam Kristus ada kesenangan sejati. Saudara, kita perlu terus deteksi apa yang masih kurang dalam diri saya, apa yang masih kacau, hati saya masih punya kecenderungan jahat seperti apa, hancurkan itu di dalam Kristus. Bagaimana hancurkan itu di dalam Kristus? Dengan menyadari “jika saya milik Kristus, saya tidak boleh compatible dengan gaya hidup seperti ini”. Bagaimana melawannya? Dengan mengenakan Kristus yang berarti punya kesadaran kalau saya bangkit sukacitanya akan bertambah nanti. Mengapa kamu hidup begini? Karena saya tahu model hidup seperti begini akan makin berlimpah nanti setelah bangkit, di situlah sukacita saya. Di sini kita akan belajar untuk mempunyai kondisi hidup yang melihat keluar. Ini yang Paulus katakan di bagian terakhir “dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya”. Jangan merawat tubuh untuk memuaskan keinginan, merawat tubuh untuk memuaskan kepentingan bersama, merawat tubuh untuk apa yang Tuhan mau dikerjakan bagi orang lain juga. Maka Saudara akan mendapatkan kesenangan sebagai manusia di dalam lingkup sosial. Ini menjadi kunci penting, di dalam kebangkitan ada satu hal yang penting, kita akan hidup sebagai makhluk komunal sempurna, sekarang belum. Tapi sekarang Saudara mesti kejar itu, belajar mempunyai komunitas yang menyenangkan dengan menjadi orang yang bersumbangsih ke dalamnya. Di sini Saudara akan berjuang demi kesenangan hidup, kesenangan hidup di dalam komunitas yang baik. Bagaimana komunitas baik bisa dimulai? Dengan saya belajar bersumbangsih kepadanya. Belajar bersumbangsih untuk keluargamu, belajar bersumbangsih untuk gerejamu, belajar bersumbangsih untuk lingkunganmu. Bersumbangsih berarti saya menyerahkan diriku untuk dipakai Tuhan di lingkungan itu. Dari situ lingkungan Saudara akan semakin baik karena Saudara mulai baik. Tapi kalau Saudara mengatakan “saya mau lingkungan bersumbangsih ke saya, semua keluarga bersumbangsih ke saya, saya mau gereja bersumbangsih ke saya”, Saudara masih gaya lama. Model seperti ini tidak akan menyenangkan. Saudara akan sulit di mana pun, di mana pun lihat sulit, di mana pun lihat jelek, akhirnya jadi orang yang penuh keburukan di dalam. Tapi kemanapun lihat hal bagus itu membuat Saudara bersukacita. Belajar lihat yang baik lalu belajar kontribusikan hal yang baik, ini yang sebenarnya Tuhan mau. Mari kita hidup dengan sopan. Mari kita hidup dengan menyadari kesenangan yang saya nikmati adalah kesenangan yang saya tabur dulu di dalam Tuhan, baru setelah itu saya bisa menikmati hal-hal dalam hidup apapun itu. Tuhan mengizinkan saya mengakses begitu banyak kesenangan, senang karena lihat alam yang bagus, senang karena melihat pemeliharaan Tuhan, senang karena lihat pengharapan, senang karena ada orang-orang yang Tuhan tempatkan di sekitar saya, senang karena musik yang indah, senang karena literatur yang indah, senang karena kebudayaan agung dari manusia, senang karena pengenalan akan Tuhan. Semua hal ini membuat kita mengetahui satu hal, pada waktu kebangkitan saya akan menikmati ini berlimpah-limpah kali dan itulah sukacita saya. Kiranya Tuhan tolong kita makin menikmati kesenangan di dalam Tuhan.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)