Sekarang apa bedanya zaman sebelum Kristus datang dengan sesudah. Sebelum Kristus datang, kematian merajalela, dan kita seperti tidak tahu apa yang jadi harapan kedepan. Saudara lihat di dalam Perjanjian Lama setiap ucapan syukur diberikan waktu bukti sudah Tuhan berikan. Ketika Tuhan sudah berikan kekuasaannya membebaskan Israel dari Mesir yaitu dengan tanda laut terbelah dan orang Israel jalan di tanah yang kering setelah itu baru ada perayaan. Musa dan Miriam menyanyi dan seluruh Israel memuji Tuhan. Jadi pujian kepada Tuhan itu bukan karena kita percaya Tuhan akan lakukan sesuatu, pujian kepada Tuhan adalah karena Tuhan memberikan tanda bahwa yang Dia janjikan akan jadi. Tanda itu yang menggerakkan kita bersyukur. Jadi kalau mengatakan iman Kristen itu bukan iman dengan bukti, iman Kristen itu tidak perlu bukti, itu salah. Iman Kristen adalah iman yang banyak bukti. Saudara kalau mengatakan “ini berarti bapak berapologetika berdasarkan evidensialis, Saudara kalau mengerti pembahasan apologetika dasar, Saudara tahu ini. Apologetika ada yang evidensialis dan ada yang presuposisionalis, katanya begitu. “Bukannya Reformed yang presuposisionalis, mengapa bapak evidensialis?” Kalau Saudara mengatakan begitu berarti Saudara salah mengerti apa itu evidensialis, apa itu presuposisionalis. Evidensialis bukan berarti pakai bukti, presuposisionalis pakai ngotot, “pokoknya Yesus bangkit, kamu mau apa?”, “mana buktinya?”, “tidak ada bukti-buktian, kami presuposisionalis”, bukan begitu. Presuposisionalis berarti Saudara mempresentasikan bukti yang benar. Benar berdasarkan apa? Benar berdasarkan cara pikir yang benar. Sedangkan evidensialis adalah “saya presentasikan bukti kepada kamu, meskipun cara pikir kamu eror.” Evidensialis yang dikritik oleh presuposisionalis adalah “kamu memberikan bukti yang diminta sama orang yang mau diinjili”. Orang yang diinjili mengatakan “saya minta bukti Tuhan itu benar ada. Coba tunjukkan Dia”. Lalu Saudara berusaha tunjukkan. Maka kita koreksi dulu cara berpikir dari orang yang kita mau ajak diskusi, kalau cara berpikirmu benar, kamu akan lihat bukti. Kalau cara berpikirmu salah, tidak ada bukti yang bisa diberikan”. Itu yang kita kritik dari evidensialis. Kita tidak kritik memberi bukti, kita kritik memberi bukti dengan cara yang diminta oleh orang. Kalau orang mengatakan “buktikan bahwa kebangkitan Yesus sesuai ilmu fisika”, mana ada pelajaran ilmu Fisika mengenai kebangkitan? Fisika selalu menyusul realita, realita kita pahami baru Fisika menyusul. Maka di dalam pemahaman Kristen presuposisionalis tetap perlu memberi bukti. Tapi yang mau saya katakan adalah Tuhan selalu bekerja dengan bukti. Apa bukti Tuhan mencintai Israel? Laut Merah dibelah, Israel berjalan dari tanah yang kering. Apa bukti bahwa kematian akan ditaklukan? Kristus bangkit, itu buktinya. Kristus bangkit itu bukti. Bagaimana membuktikan Kristus bangkit? Kamu salah mengerti, Kristus bangkit itu bukti. Jadi Saudara mengetahui kesaksian para murid, Kristus bangkit, dan Saudara memasukkan pemikiran Kristus bangkit ke dalam seluruh kerangka janji Allah, tiba-tiba Saudara sadar ini nyambung. Tuhan berjanji menaklukkan dosa, Tuhan berjanji menaklukkan kehidupan yang cemar, Tuhan berjanji menaklukkan kematian, dan kebangkitan Kristus membuktikannya. Maka Kristus bangkit memberikan kita kesadaran “saya juga akan bangkit”. Apa pentingnya bangkit, mengapa kita tidak lebih suka untuk menikmati hidup dalam roh, mengapa bangkit penting? Karena bangkit menandakan apapun yang kau nikmati di dalam tubuh kalau kenikmatan itu benar akan engkau nikmati dengan sempurna pada waktu kebangkitan. Sekarang Saudara menikmati banyak hal dalam hidup tentunya. Tuhan memberikan kita banyak cara untuk menikmati hidup. Orang bisa menikmati nikmatnya makanan atau menikmati keindahan pemandangan, menikmati relasi dengan orang lain, menikmati musik yang indah, menikmati pernikahan dengan pasangan yang baik dan mencintai Tuhan, menikmati kehidupan yang penuh dengan gairah karena cinta Tuhan, ini kenikmatan-kenikmatan yang kita nikmati di dalam tubuh. Ini bukan pengalaman di luar tubuh. Adakah di antara Saudara yang menafsirkan pengalaman Kristen itu pengalaman di luar tubuh? Saya harus memberi tahu itu penafsiran yang salah. Pengalaman Kristen adalah pengalaman di dalam tubuh. Saudara mungkin pernah dengar perkataan Paulus mengatakan dia pernah punya pengalaman di luar tubuh, itu pengalaman mati. Dia dilempar batu sampai hampir mati, kita tidak tahu mati atau mampir mati. Tapi intinya adalah dia mengalami pengalaman di luar itu, saat dia dianiaya dan dia diangkat ke surga, ini maksudnya pengalaman di luar tubuh. Lalu dia diangkat ke surga untuk melihat penglihatan yang sangat mungkin mirip dengan penglihatan yang dilihat di dalam Kitab Wahyu. Tapi Tuhan mengatakan “jangan beritahu dulu, bukan kamu yang harus mewahyukan ini”. Jadi Paulus menafsirkan pengalaman di luar tubuh dia bukan sebagai pengalaman Kristen, tapi sebagai pengalaman pewahyuan untuk memahami apa yang nanti akan ditulis Yohanes di dalam Kitab Wahyu. Jadi sekali lagi pengalaman Kristen bukan pengalaman di luar tubuh tapi di dalam tubuh. Saudara tidak bisa mengatakan “tubuh itu cuma bisa mengerjakan hal yang jahat, tapi jiwa saya itu suci”, John Calvin mengatakan “tubuhmu adalah budak dari jiwa, kalau tubuhmu bertindak jahat itu karena jiwamu jahat. Rohmu jahat makanya badanmu ikut”. Jadi kalau Saudara mengatakan roh suci badan cemar, salah, nanti badan protes “saya cemar?”. Cemarnya badan paling daki, mandi juga beres. Tapi roh kita jahat, waktu kita sudah jatuh dalam dosa, pikiran kita jahat, tubuh kita kena pengaruh, ini kalau kita lihat dari pemikiran Calvin. Maka pengalaman Kristen adalah pengalaman di dalam tubuh. Saudara menikmati Tuhan di dalam kehidupan bertubuh ini. Saudara menikmati apa itu akan membuat Saudara berharap kebangkitan. Ini yang Paulus mau tekankan, apakah pengalaman hidup di dalam tubuhmu adalah pengalaman hidup kenikmatan sejati atau kenikmatan palsu, yang engkau senantiasa nikmati itu asli atau palsu? Apa bedanya yang asli dengan yang palsu, mana tanda-tandanya? Tandanya kalau Saudara menikmati kenikmatan palsu maka kenikmatan itu berhenti di dalam dirinya sendiri. Kalau pakai bahasa Agustinus kenikmatan ini menjadi tujuan, menjadi frui atau telos kalau pakai bahasa Yunani. Ini jadi tujuan, menikmati adalah tujuan. Sedangkan kalau kenikmatanmu benar, maka kenikmatan itu akan membuat engkau mencari yang benar dari Tuhan. Kenikmatan yang menggerakkan engkau untuk menyatukan seluruh kenikmatan yang lain dengan kenikmatan itu dan menjadi satu di dalam pengalaman kemanusiaan. Manusia menikmati hidup yang limpah dan kelimpahan ini termasuk menikmati kesenangan di dalam berbagai aspek yang menyatukan, yang disatukan oleh kita sebagai manusia. Tuhan mendesain kita untuk kebahagiaan, Tuhan mendesain kita untuk damai sejahtera, Tuhan mendesain kita untuk sukacita. Tetapi sukacita, damai sejahtera dan bahagia tidak mungkin di luar Tuhan karena kita diciptakan sebagai gambar Allah. Saudara tidak mungkin menyenangi apapun di luar Tuhan, kesenangan yang dinikmati diluar Tuhan adalah kesenangan yang palsu. Kenikmatan di luar Tuhan adalah kenikmatan yang cemar. Maka kenikmatan-kenikmatan yang cemar dan diluar Tuhan adalah kenikmatan yang tidak perlu kebangkitan. Saudara tidak perlu mengharapkan kebangkitan kalau Saudara menikmati kenikmatan yang palsu. Saudara menyukainya dan Saudara menginginkan pengalaman kesukaan itu menjadi kekal. Waktu Saudara menyoroti sesuatu, Saudara memberikan tafsiran atas sesuatu dan Saudara akan menekankan apa yang jadi tujuan yang mau disampaikan dari sesuatu itu. Demikian juga hidup, hidup itu ada sesuatu yang disasar, yang mau dituju dari kehidupan. Dan kalau Saudara mengatakan “yang saya tuju adalah kesuksesan, karier, anak-anak saya tumbuh besar.” Hal-hal tersebut baik. Tapi bukan itu tujuan hidup karena tujuan hidup yang kita bisa nikmati adalah tujuan yang dilanjutkan dengan kebangkitan. Dengan kata lain apapun yang kau nikmati sekarang kalau itu kenikmatan benar, akan mulai engkau rasakan andai nanti kebangkitan ada, maka saya akan lebih bahagia. Dan kita percaya kebangkitan memang ada. Jadi Saudara menikmati apa pun langsung pikir “nanti di kebangkitan bagaimana lebih limpahnya lagi?”, ini gambaran yang harus kita cari. Kalau tidak, hidup Saudara sempit, dangkal, dan kesenangannya kesenangan yang sederhana terus.

« 2 of 5 »