Apa latar belakang Ayub ketika dia mengatakan “apakah Allah adil?”. Latar belakang Ayub adalah latar belakang yang sama yang dimiliki oleh siapa pun di dalam zaman ketika Perjanjian Lama ditulis yaitu bagi mereka ada dua keadaan di dunia, keadaan damai keadaan kacau, keadaan limpah keadaan kosong, keadaan bahagia keadaan penuh pesimisme. Dua keadaan itu tidak bisa bersatu. Waktu Tuhan menjanjikan Israel keluar dari Mesir, Tuhan tidak mengatakan “Aku akan membawamu ke padang gurun lalu Aku akan memasukan kamu ke tanah yang sengsara, nanti mati masuk surga”. Tuhan mengatakan “Aku akan membawa kamu ke tanah yang berlimpah susu dan madunya”, Tuhan menjanjikan kelimpahan, Dia menjanjikan keadaan yang baik. Karena Dia sudah berjanji, maka Ayub memegang kerangka berpikir seperti itu. Ini bukan masalah Ayub menyusun sendiri kerangka berpikirnya lalu minta Tuhan sesuaikan dengan dia, ini yang biasa manusia lakukan, yang tidak mengenal Tuhan. “Tuhan, saya mau baik, saya mau bahagia”, nanti Tuhan akan bertanya “mengapa kamu perlu baik dan bahagia?”, “karena saya layak mendapatkannya”, “mengapa kamu layak?”. Kalau Saudara bertanya kepada Ayub “mengapa kamu layak menerima hal yang baik?”, dia akan menjawab “karena Tuhan berjanji siapa yang hidup benar akan mendapatkan kelimpahan. Siapa yang fasik akan Tuhan hukum”, ini yang Ayub jadikan dasar. Kalau Saudara melihat Kitab Suci, yang digumulkan oleh orang-orang saleh adalah apa kata Tuhan dan apa yang sementara ini mereka alami, firman dan realita. Mereka mempertanyakan kesetiaan Tuhan untuk mewujudkan firmanNya. Mereka tidak spekulasi bahwa Tuhan seharusnya memberikan kebaikan, mereka tidak rasa mereka layak mendapat kebaikan, tapi Tuhan sudah janji. Tuhan membenarkan dan berjanji, “karena Allah membenarkan saya dan Allah berjanji kepada orang benar, dan saya dibenarkan oleh Dia. Seharusnya keadaan ini tidak terjadi pada saya. Jadi bolehkah saya bertanya?”, inilah pertanyaan Ayub. Teman-teman Ayub adalah orang-orang yang mempunyai teologi yang klise sekali, kalau ada kesulitan dan penderitaan pasti karena dosa. Di sini Saudara jangan sembarangan memasukan konsep teologi “semua orang sudah berdosa, Ayub harusnya berdosa”. Waktu Tuhan menyatakan keadilan, Tuhan dengan spesifik akan memberitahu hal apa dalam hidup kita yang akan Dia berikan hukuman. Tuhan tidak akan menghukum Saudara karena dosa asal, “Adam sudah jatuh dalam dosa, maka Aku berikan penderitaan kepadamu”. Memang benar semua orang berdosa karena Adam, tapi harus kita ketahui Tuhan itu adil. Waktu Dia menimpakan hukuman, Dia akan memberitahu apa yang salah. Jangan menebak-nebak, “Tuhan sedang marah, mengapa Tuhan marah ya?”, Tuhan bukan bos yang mudah mood swing, Tuhan tidak pernah seperti itu. Dia akan memberitahukan apa yang salah. Ayub merasa tidak bersalah lalu dia bertanya “Tuhan, mengapa saya begini? Apakah ini adil?”, teman-temannya mengatakan “Allah pasti adil”, ini teolog-teolog yang sangat textbook. “Tuhan itu adil, kalau kamu miskin, menderita, pasti karena dosa”. Banyak orang Kristen yang menjadi teolog textbook seperti ini “kalau begini pasti begini. Mudah, ada aturannya, coba ubah gaya hidupmu, mungkin ada yang Tuhan benci dari kamu”. Maka teman-teman Ayub mengatakan “tidak mungkin Tuhan menimpakan penderitaan seperti ini kepada orang benar. Pernahkah kamu punya ketidak-setiaan, mungkin kamu tidur dengan istri laki-laki lain”. Ayub mengatakan “lihat pun tidak, saya tidak pernah seperti itu”. Lalu teman-temannya mengatakan “mungkin kamu menghantam orang-orang miskin, hartanya kamu ambil, mengaku saja”. Ayub mengatakan “anak buahku hidup baik, bahkan binatang peliharaanku lebih terpelihara dari pada budak orang lain. Kamu mengatakan aku perlakukan pegawaiku dengan tidak baik? Silahkan lihat siapa yang memperlakukan pegawainya lebih baik dari aku”. Lalu temannya mengatakan “berarti kamu pernah menghujat Allah”, Ayub mengatakan “sebelum Tuhan menimpakan segala kesalahan, mulutku tidak pernah mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak penuh hormat kepada Allah. Sekarang aku berani berkata karena aku menuntut keadilan dari Tuhan”, ini yang dikatakan Ayub, dia tidak bersalah. Ketika membaca Ayub lalu masukan konteks yang menjadi pergumulan besar di Perjanjian Lama yang tadi sempat dibahas yaitu pembuangan. Ayub adalah kitab yang membuat orang Israel waktu baca langsung merasa “ini problem yang sama yang sedang saya hadapi”. Daniel, Yeremia, dan Yehezkiel mengalami hal yang sama karena ikut dibuang. Maka ini pertanyaan penting, mengapa Tuhan menimpakah hal buruk kepada orang benar? Ketika kita membaca Kitab Suci, kita diajak Tuhan untuk berpikir tentang tema yang besar. Jangan menjadi orang kerdil yang cuma tahu tema-tema kecil yang kita hadapi. Mari letakan hidup Saudara di dalam sebuah konteks sejarah yang besar. Ini salah satu alasan mengapa kita perlu belajar pengetahuan dari sejarah. Mengapa perlu membaca pikiran-pikiran dari orang kuno apalagi dari Alkitab? Karena Saudara perlu keluar dari pergumulan sempit, kita perlu memperluas hati kita untuk melihat apa yang sebenarnya salah dalam dunia kita, apa yang seharusnya kita gumulkan. Kalau ini tidak pernah mendapat perhatian dalam pikiran kita, kita terus menjadi orang bodoh. Sebuah bangsa bisa maju waktu dia mempelajari kebudayaan paling agung yang pernah dimiliki oleh manusia. Jangan sembarangan mencari guru. Kalau mengenai kuliah atau sekolah, ngotot sekali harus mencari yang paling baik. Tapi saya ingin memberi tahu satu hal, pendidikan paling baik bukan di zaman ini, di dalam ribuan tahun sejarah manusia siapa yang tulisannya paling baik, siapa yang pikirannya masih relevan untuk dipikirkan sekarang? Itu orang unik yang tidak mungkin mudah ditemukan dalam sejarah, cari guru yang baik. Ketika Saudara putuskan “saya ingin menjadikan Agustinus guru saya”, Saudara tidak akan menemukan orang seperti dia di dalam seribu tahun sejarah gereja. Saudara mengatakan “saya ingin menjadikan John Calvin guru saya”, lebih agung lagi, “saya ingin menjadikan Alkitab guru saya”, Saudara orang pintar. Tapi orang bodoh akan mengatakan “saya tidak peduli mereka itu”, silahkan, Saudara bisa melihat di dalam sejarah negara-negara yang akhirnya maju adalah negara-negara yang pernah dibuka pikirannya oleh Tuhan untuk mempelajari keunggulan paling penting dari sejarah manusia. Saudara mencari sekolah, bayar mahal, sekolahmu banyak bodohnya, yang diajarkan apa saya tidak mengerti. Saya ingin tanya satu hal, apakah sekolahmu mengajarkan kamu untuk akses pengetahuan dari Agustinus, Aristotle, atau menghargai bahasa Alkitab? Banyak sekolah tidak mengerti ini. Saya tidak mengerti, engkau buang uang begitu banyak untuk sekolah bodoh. Sekolah yang tidak bisa memberikan apa-apa cuma sekolah modern yang hanya menyiapkan orang untuk kerja. Dan kalau orang hanya disiapkan untuk kerja, tidak mengerti apa-apa, dia orang bodoh, terlalu banyak orang bodoh di Indonesia. Saudara berharap negara ini maju? Mustahil. Kalau Saudara tanya mengapa Eropa maju? Karena dulu mereka mengatakan “baca Agustinus, baca filsafat, baca Alkitab, mengerti teologi, mengerti pergumulan orang-orang penting”, mereka menjadi besar. Tapi begitu mereka sudah maju, mereka mulai melupakan Tuhan, lihat apa yang terjadi ke depan. Sesuatu yang mungkin akan terbukti nanti, puluhan atau ratusan tahun dari sekarang. Mereka akan mundur karena mereka tidak punya lagi kerinduan untuk belajar tema kemanusiaan paling penting. Kalau kita mulai pikir, baru kita tahu pikiran kita mulai dicerahkan oleh Tuhan. Jangan pikir IQ, pengalaman dan juga kemampuan kita untuk berpikir itu cukup, tidak. Tuhan membukakan kejernihan berpikir kepada orang-orang yang mau mencari hikmat. Kadang orang tidak menemukan ini, setiap berita pengertian bagus diberitakan lewat begitu saja. Saya terus melihat ini dan terus bersedih, karena ada orang-orang yang mengatakan “saya dapat pencerahan dari firman Tuhan”, yang lain bertahun-tahun mendengarkan firman tapi tidak ada pencerahan apa pun. Ketika kita mulai belajar tentang manusia, lalu cari pergumulan paling penting, salah satu pergumulan paling penting yang harus Saudara pelajari adalah Ayub.