Tadi saya singgung budaya tentang pengutusan, ada syalia, ada orang yang diutus menyatakan kehadiran dari orang yang mengutus. Tapi di dalam Kitab Suci ini dilampaui oleh inkarnasi Kristus dan pengutusan Kristus. Inkarnasi Kristus menunjukkan Allah pun punya utusan namanya Kristus, dan adanya Kristus membawa kehadiran Allah. Lalu ketika Kristus menyatakan diri untuk diwakili atau dinyatakan lewat orang-orang lain, kita menjadi kaget karena Kristus mengidentikan diri dengan para rasul, tapi juga Kristus mengidentikan diri dengan orang miskin, dengan orang lemah, dengan orang yang kurang. Dan hanya Paulus di dalam tulisan Perjanjian Baru yang mengaitkan antara orang miskin dan rasul. Di dalam surat kepada Korintus Paulus mengatakan “Tuhan telah memberi tempat kepada kami para rasul lebih rendah dari apapun, kita sudah sama seperti kotoran di dunia ini, kita sudah sama seperti sampah di dunia ini”. Paulus sangat mengerti bahwa Kristus memutuskan untuk diwakilkan oleh orang-orang lemah. Maka ketika Dia mengangkat para rasul, para rasul pun diperlakukan oleh dunia seperti orang lemah. Dan ini sesuatu yang Paulus sadari. Maka siapakah rasul? Rasul adalah kelompok yang lemah, kelompok yang rendah, kelompok yang miskin, kelompok yang dihina, kelompok yang ditolak. Dan Kristus mengatakan “Aku menyatakan diri lewat mereka”.; Dan ketika orang-orang Romawi atau orang-orang Yahudi menindas orang Kristen, pada waktu itu Kristus mengatakan “Aku menyatakan kehadiranKu lewat kaum tertindas”. Ketika Paulus dipertobatkan oleh Kristus, kalimat yang Kristus tanyakan kepada Paulus adalah “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku”, Saulus tentu bingung “saya menganiaya orang Kristen. Saya tidak menganiaya satu Pribadi Agung yang cahayanya begitu terang melampaui segala jenis malaikat, siapakah Engkau? Engkau pasti Tuhan. Dan Kalau Engkau adalah Tuhan, saya tidak mungkin menganiaya Engkau. Saya tidak punya kekuatan menganiaya Engkau, saya tidak punya kemungkinan menganiaya Engkau”. Tapi Yesus mengatakan “waktu engkau menganiaya orang-orang Kristen yang lemah itu, engkau menganiaya Aku. Engkau tidak sanggup berontak terus dengan cara menganiaya Aku”, ini merupakan cara Kristus menyatakan kehadiranNya. Jadi pengutusan adalah tema penting, di dalam Kitab Suci kita masih peka melihat hal apa atau tema apa yang sering berulang. Karena kebanyakan waktu kita mempelajari teologi secara tersistem, kita mempelajari sebuah teologi yang dibangun untuk menyatakan posisi melawan posisi teologis yang lain. Sehingga ketika teologi sistematika dibangun, kadang-kadang bangunannya itu adalah untuk polemik, untuk memberikan perbedaan antara ajaran sesat. Ajaran sesat mengatakan apa, tapi ajaran asli yang benar mengatakan ini. Sehingga meskipun secara sistematik teologi sangat diperlukan untuk kita pahami, tetapi kadang secara memahami kepekaan dan ketelitian Alkitab, sistematika teologi kurang. Maka kita mesti belajar teliti, membaca dengan baik, mempelajari bidang biblika lebih sungguh-sungguh. Sehingga kita dapat melihat tema yang tidak terlalu ditangkap oleh sistem teologi kita, tapi yang sangat diulang oleh Kitab Suci. Maka tema pengutusan tema yang sangat penting. Dan kita akan lihat apa yang Tuhan nyatakan kepada kita lewat Surat Filipi melalui berita pengutusan dari seorang bernama Epafroditus. Epafroditus adalah seorang yang namanya pun sudah sangat indah, di dalam nama Epafroditus ada kata afrodite, ini merupakan nama yang diberikan untuk ilah yang menyatakan kesenangan dan cinta kasih. Di dalam diskusi dari sebuah buku bernama Simposium, buku ini ditulis Plato untuk mempromosikan sekolah yaitu akademia yang baru dia bangun. Di dalam buku Simposium kita menemukan Socrates menjadi orang yang mati kutu dalam berdebat dan dikalahkan oleh seorang perempuan biasa. Ini membuat kita kaget, bagaimana bisa Socrates kalah debat, Socrates adalah gurunya Plato. Plato sangat mengagumi Socrates, Plato mengatakan “tidak ada orang lebih baik dari Socrates, tidak ada orang sesaleh dia, tidak ada orang sebijak dia”. Tapi mengapa di dalam buku Simposium, Socrates malah kalah debat? Plato mau mengatakan orang terhebat pun perlu sekolah, karena di dalam sekolah akan ada pendapat lain yang menutupi kekurangan kita. Saya kuat di dalam satu hal, tapi saya lemah di dalam hal lain. Waktu saya masuk di dalam dunia studi ada orang lain akan mengcover kelemahan saya. Maka sebenarnya dunia belajar, kalau kita pahami dari Plato dalam buku Akademia, adalah dunia di mana kita cemplungkan diri bersama-sama dengan orang yang suka pengetahuan. Ini sudah beda dengan sekolah kita sekarang, kita menemukan orang-orang yang tidak interest terhadap pelajaran, datang hanya untuk mencari bel akhir. Tapi di dalam desainnya Plato, dunia pendidikan adalah dunia yang dipenuhi oleh orang yang sangat menyukai ilmu pengetahuan, sangat menyenangi bidang yang dipelajari, sangat menyenangi bertukar pikiran. Sehingga kelas bisa berlangsung berjam-jam tanpa disadari, diskusi bisa berlangsung begitu lama dan begitu banyak fruit, begitu banyak buah, begitu banyak insight yang ditawarkan dengan percakapan satu dengan lain. Saya sangat rindu keadaan seperti ini juga bisa terjadi di gereja. Gereja jangan terlalu menunjukkan persekutuan yang dangkal, yang tanpa konsep, yang tidak dipadukan dengan pikiran yang bertanggung jawab, yang limpah, yang bisa saling dibagikan. Biar gereja pun menjadi learning community, menjadi komunitas di mana kita belajar. Dan belajar seperti “saya punya hal yang saya sangat senangi dan saya mau bagikan. Dan saya menikmati ketika orang lain membagikan apa yang dia senangi yang membuat saya makin mengenal Tuhan”. Maka di dalam buku Simposium, Plato menulis tentang perdebatan dari orang-orang yang kumpul untuk minum wine sambil berdiskusi. Itu artinya Simposium, jadi sim itu berarti berkumpul bersama-sama, posium itu sebenarnya adalah minuman beralkohol, jadi simposium harusnya ada wine. Saudar kalau diundang simposium cuma diberi air mineral, Saudara boleh protes, ini bukan simposium. Maka mereka akan minum wine, waktu mereka sudah mulai sedikit dipengaruhi wine, mereka mempunyai ketenangan berpikir, ketenangan di dalam level yang bahaya setelah itu bukan tenang lagi tapi ngelantur, lalu mereka akan mulai berdiskusi, mereka bertukar pikiran. Ini ada simposium tentang ilah, tentang dewa-dewa, dewa mana yang paling agung. Dan mereka sepakat yang paling agung adalah dewa cinta kasih, mengapa dewa cinta kasih paling agung? Karena dewa cinta kasih tidak paksa orang untuk menyembah dia. Sebab segala tarikan yang membuat orang tertarik ada pada dia. Ini mirip dengan cinta kasih yang kita nikmati di dunia, ketika Saudara mencintai seseorang, ada daya tarik dalam diri orang itu yang membuat Saudara ingin mencintai dia. Tidak ada cinta kasih yang dipaksa. Saya akan mencintai karena ada keindahan di dalamnya, di dalam yang saya cintai. Ini perbedaan konsep antara Plato dan Agustinus dan Kekristenan. Agustinus mengatakan orang Kristen belajar cinta kasih dari Tuhan. Mengapa belajar dari Tuhan? Karena cinta kasih Tuhan lebih indah daripada cinta kasihnya versi Plato. Mengapa cinta kasih Tuhan lebih indah? Karena Tuhan tidak mencintai yang baik, Tuhan tidak mencintai yang indah, Tuhan mencintai untuk menciptakan yang indah. Ini yang menarik, Tuhan mencintai lebih dulu baru yang indah muncul. Keindahan muncul dari cinta Tuhan, bukan indah duluan ada baru Tuhan mencintai. Itu sebabnya estetika adalah tema penting, gereja mesti belajar mengerti apa itu keindahan, musik yang indah itu seperti apa mesti dipelajari. Bangunan yang indah seperti apa, mesti dipelajari. Seni yang indah seperti apa, mesti dipelajari. Karena cinta kasih Tuhanlah yang menumbuhkan keindahan. Saudara melihat hasil dari cinta Tuhan, termasuk ketika Tuhan mencintai kita, kita ini orang berdosa yang tidak layak, orang berdosa yang buruk, tapi Tuhan mencintai kita. Tapi muncul produk dari cinta Tuhan yaitu kita yang disucikan, kita yang dipertobatkan dan nanti pada waktu kedatangan kedua, kita yang disempurnakan. Saya yang sempurna adalah hasil dari cinta kasih Tuhan. Saya yang suci adalah hasil dari cinta kasih Tuhan. Bukan saya suci dulu baru Tuhan cinta kasih kepada saya. Maka ini perbedaan Kekristenan dengan Plato. Namun afrodite ini jadi tema yang sangat penting di dalam penyembahan menurut Simposium, karena dewa cinta yang saya kagumi adalah dewa yang saya kagumi karena saya tertarik kepada dia. Itulah keunggulan cinta kasih. Maka kata afrodite ini seringkali dipakai untuk apapun yang memunculkan gairah kita untuk mencintai. Apa yang menyebabkan kamu cinta, ini yang dimasukkan ke dalam istilah afrodite. Dan Epafroditus ada istilah ini di dalamnya, dan orang-orang pada zaman itu akan highlight sebuah nama jika nama itu sesuai dengan karakter orang itu. Kalau namanya tidak sesuai kemungkinan orang akan berikan julukan yang lain. Ada orang-orang yang diberikan nama dewa, waktu lahir masih kafir diberikan nama dewa. Misalnya namanya adalah Titan bin Zeus, kafir sekali namanya. Tapi dia sudah terlanjur punya nama itu, waktu dia menjadi Kristen maka dia akan diberikan nama lain, misalnya diberikan Barnabas, namanya anak penghiburan. Ini untuk mengubah nama yang tadinya mirip dengan para dewa. Ketika Epafroditus dipanggil Epafroditus ini berarti semua orang sepakat namanya sesuai dengan karakternya. Ada tipe orang yang kemanapun membuat orang benci sama dia, ini bakat alam untuk dibenci. Cara bicaranya membuat orang benci, karena bicaranya sinis, keras, kasar, sehingga orang menjauh. Tapi ada orang yang punya karakter begitu manis, begitu bagus, begitu indah, semua mau jadi teman dia. Di mana dia pergi dia begitu populer, bukan populer karena dia punya sesuatu yang mirip artis. Zaman sekarang popularitas sudah dikacaukan oleh dunia industri film, karena popularitas itu identik dengan selebriti-isme. Siapa yang populer? Para selebriti, mengapa mereka bisa populer? Karena mereka muncul di TV. Ini orang salah mengerti, pokoknya kalau muncul di TV pasti populer. Kalau muncul di TV pakai baju orangenya bagaimana? Tetap populer, minta tanda tangan sama dia. Jadi dunia tv mengacaukan pengertian popularitas, siapa populer, dia populer karena dia artis. Jadi orang populer itu adalah orang yang dikagumi banyak orang. Tidak masalah mengapa dia dikagumi, pokoknya dia dikagumi berarti harus saya kagumi. Mengapa saya kagumi dia? Karena banyak yang kagum. Ada satu orang membuat konten lucu-lucuan, dia jalan lalu dia minta beberapa temannya bawa kamera mengikuti dia, lalu beberapa temannya minta tanda tangan dia. Jadi seolah-olah artis, dia jalan lalu ada kamera mengikuti, ada orang minta tanda tangan, minta foto. Beberapa lama kemudian, orang-orang yang tidak disuruh pun ikut-ikut minta foto, minta tanda tangan, padahal tidak tahu siapa dia. Jadi jalan, ada yang lain yang minta foto juga, padahal ini siapa? Jadi dia membuat bukti bahwa kalau seorang dikagumi banyak orang, orang lain akan ikut-ikut kagum tanpa mengerti mengapa. Ini mirip kita, kita kagum sama band musik tertentu, mengapa? “Karena banyak yang kagum, teman-teman saya kagum semua”. Waktu kita dengar “ini musik apaan?”, “tapi karena teman-temanku suka, saya mesti belajar suka”, akhirnya kita mulai suka musik-musik aneh-aneh. Coba lihat musik pop sekarang, musiknya aneh-aneh, bunyinya aneh, saya tidak tahu bunyi apa, itu bunyi kentut yang treble-nya ditinggikan. Saya tidak mengerti mengapa banyak orang suka. “Karena semua teman-temanku suka”, mereka bisa suka karena apa? “Karena orang ini katanya populer”. Tapi zaman dulu tidak demikian, mengapa orang bisa populer? Karena karakter yang menyenangkan. Dia menarik orang karena dia ramah, dia baik, dia mendengar, dia peduli sama orang lain, dia mau memberikan solusi, dia hadir dan orang lain merasa senang dengan kehadirannya. Coba kita pikiran bagaimana menjadi orang seperti ini? Karena kita sering kali cuma mau mengekspresikan diri. Seorang bernama Robert Bella, pemikir Amerika mengatakan ciri dari budaya sekarang adalah orang-orang yang semua bersifat individu dan mengekspresikan diri. Expressive individualism, “saya seperti apa itu yang saya mau nyatakan. Kamu suka terserah, kamu tidak suka terserah, saya adalah saya. Saya tunjukkan diri saya”, ini bukan cara untuk menjadi karakter yang baik. Orang yang dikagumi dan disenangi adalah karena dia tahu bagaimana memperlakukan orang lain sebagai teman. Saya kadang-kadang sedih melihat gereja tidak tahu bagaimana berteman. Saya punya masa lalu di mana saya bertemu orang-orang yang berdosa, orang-orang yang suka melakukan hal-hal jahat, tapi mereka tahu bagaimana memperlakukan teman satu kelompok. Mereka tahu bagaimana tidak meninggalkan orang di dalam kelompoknya. Saya ngeri kalau gereja dipenuhi dengan orang yang cuma memikirkan diri, cuma memikirkan pelayanan sendiri, cuma memikirkan kelompok sendiri. Itu sebabnya siapa yang tidak punya jiwa yang tahu bagaimana berteman, sulit bagi dia untuk jadi orang Kristen yang sejati. Kebanyakan orang mengatakan “saya tidak suka berteman, saya introvert”. Saudara introvert, extrovert tidak ada kaitan, semua orang perlu teman. Orang yang tidak mau berteman karena kurang nyaman itu orang egois, karena berarti dia hanya mau berelasi kalau dia perlu. Mengapa berelasi? Karena perlu, “saya tidak suka ngobrol sama orang”, “mengapa ngobrol sama penjaga Indomaret?”, “karena perlu beli sesuatu di sana, jadi terpaksa ngobrol sama dia”, berarti kamu terbiasa bicara hanya kalau punya kebutuhan dan ini tidak baik. Maka semua orang mesti belajar berteman terutama orang Kristen, karena di dalam tradisi awalnya Kekristenan adalah kelompok yang paling anggun friendship-nya. Semua orang kagum sama orang Kristen karena pertemanan sejati yang dimiliki oleh orang Kristen. Ini tradisi yang jauh berubah sekarang. Maka mari belajar jadi orang yang menyenangkan, bukan pura-pura tapi benar-benar menyenangkan, bukan karena punya kebutuhan, bukan karena ingin mendapatkan sesuatu tapi tulus. “Mengapa kamu baik sama orang itu?”, “karena saya memang ingin berbagi”. Kalau Saudara baik hanya untuk mendapatkan balasan, itu tidak beda dengan dunia. Ini yang dikatakan Tuhan Yesus “kalau kamu pergi mengundang orang, undanglah orang yang tidak bisa balas balik undangan kamu. Karena kalau kamu baik kepada satu orang yang baik kembali kepada kamu, kamu tidak mendapatkan pahala apapun dalam pertemanan ini”. Epafroditus, saya yakin karena namanya tetap ditekankan, adalah seorang yang mampu membuat komunitas atau orang sekelilingnya merasa mendapat berkat karena kehadirannya. Ini sesuatu yang bisa diperjuangkan, kita bisa melatih diri kita seperti itu. Karena Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi. Dan orang yang mengasihi orang lain selalu akan menyenangkan di dalam kelompok itu. “Mengapa kami suka bergaul dengan kamu, karena engkau begitu bijak, karena engkau begitu penuh cinta kasih”, cinta kasih yang dinyatakan dengan adil dengan bijak membuat orang tahu kehadiran orang ini sangat diperlukan. Sehingga di mana Epafroditus berada, orang sekelilingnya senang kepada dia. Dan dia mempunyai jiwa seperti ini, sehingga ketika Paulus ada dalam kesulitan, orang Filipi berpikir “kita mesti kirim orang menemani Paulus. Siapa yang kita kirim? Mari kirim Epafroditus”. Ini berarti Epafroditus adalah one of the best, salah satu orang yang sangat baik untuk menjadi berkat menolong orang lain. Dan mereka mengirim Epafroditus untuk Paulus. Mereka tidak kirim orang yang tidak terlalu dibutuhkan di komunitas mereka, “Paulus sedang sulit, sebaiknya kirim siapa?”, “kirim dia saja”, “mengapa dia?”, “karena dia menyebalkan, Paulus pasti tahu menghadapi dia. Kita ini orang-orang lemah iman, kalau ngomong sama dia sulit, bicara sama dia menyebalkan, kami tidak suka sama dia, ya sudah kirim ke Paulus”, ini namanya beri yang terjelek. Waktu orang Filipi melihat Paulus perlu orang mendampingi dia, mereka memberikan pelayan yang terbaik “Epafroditus, maukah kamu pergi untuk menemani Paulus?”. Orang yang paling mampu bergaul, orang yang paling mampu memimpin, orang yang paling mampu jadi teladan, orang yang paling mampu menginspirasi orang lain, ini yang dikirim untuk menemani Paulus. Mereka berikan jemaat mereka yang paling baik untuk pergi menemani Paulus. Ini adalah pengertian pengutusan, pengutusan itu berarti “Epafroditus, waktu kamu hadir, kami Jemaat Filipi hadir bersama dengan kamu. Waktu Paulus berelasi dengan kamu, kamilah yang kamu wakili. Jadi give the best, utus yang paling baik karena kami diwakilkan, kehadiran kami dinyatakan oleh kamu menolong Paulus”. Maka Epafroditus datang dan dia menolong Paulus.