Mengapa pemenjaraan Yusuf begitu penting? Karena pemenjaraan ini menunjukkan ketidak-adilan yang diterima Yusuf. Yusuf adalah orang saleh, mengapa dipenjara? Bukankah penjara adalah sistem yang harusnya menunjukkan keadilan Tuhan? Bukankah pemerintah yang memimpin pengadilan dan orang-orang yang diangkat menjadi pengadil harusnya mewujudkan keadilan Tuhan? Bukankah pengadilan final mestinya sudah mulai dicerminkan secara percikan, secara foretaste, secara cicipan di dalam pengadilan manusia? Mengapa manusia tidak adil mengadili sesamanya? Mengapa ada teriakan langsung didengar, mengapa tidak ada cek, mengapa tidak ada perkara yang dengan serius diperhatikan? Banyak perkara langsung dipeti-eskan, kalau tidak ada kehebohan akan diabaikan. Kita melihat di zaman kita, kehebohan lewat internet adalah dorongan yang membuat pemerintah mau tidak mau mesti mengusut kasus. Kalau tidak ada kehebohan, akan diabaikan. Saya percaya waktu kita membuat KKR di Sabuga, yang dilarang oleh ormas yang tidak mengerti aturan, mereka teriak-teriak “jangan ada kebaktian”. Kalau itu tidak menjadi viral, tidak ada yang akan membela kita. Tidak ada orang yang akan mengatakan “harus sekali lagi, kami pastikan kebaktian orang Kristen aman”, jika itu tidak viral, tidak akan ada orang yang memperhatikan. Karena orang sangat egois, termasuk pemerintah, banyak yang egois. Cuma peduli programnya, cuma peduli partainya, cuma peduli karier politiknya. Karier politik bisa dicapai dengan main aman. Kalau mau aman jangan usik hal-hal yang membuat kontroversi. Banyak kekacauan di negara kita, orang-orang yang menjabat sebagai petinggi kepolisian lebih suka aman demi karier dia dari pada menjalankan keadilan. Saya dengar sendiri dari mulut seorang petinggi polisi di Bandung, dia mengatakan “kami polisi lebih suka memperantarai orang untuk damai, kami maunya ada damai, damai itu indah. Jadi kalau ada pihak bertikai, kami akan mendamaikan, itu tugas polisi”, salah satu panitia kita yang dari Pusat mengatakan kalimat yang tajam sekali, “Tidak pak, tugas polisi adalah membela yang benar. Kalau yang benar dan salah berantem, polisi bela yang benar”, lalu dia mengatakan “jangan begitu, kita ini mau hidup damai di negara ini”, ini kacaunya. Hidup damai mana bisa dijalankan kalau yang salah dibela, yang benar tidak dibela. Mana ada damai kalau orang benar diabaikan dan orang yang salah tidak dihukum? Seruan dari orang tertindas, kalau tidak diperhatikan oleh pemerintah, ini keadaan sangat jahat. Maka pemenjaraan Yusuf adalah contoh ketidak-adilan sosial yang Tuhan janji akan Tuhan tangani. Yusuf dipenjara, dia bisa apa? Tapi Tuhan membuat pemenjaraan Yusuf tidak menghentikan rencana Tuhan. Di penjara justru Yusuf punya channel ke Firaun, dari yang buruk Tuhan kerjakan yang baik, tapi bukan berarti Tuhan tidak menuntut dan menghakimi yang bertanggung jawab membuat buruk. Dari buruk datang baik, tapi siapa yang membuat buruk akan Tuhan hakimi. Anak-anak yang ada dalam keluarga yang keras, tumbuh menjadi orang yang kuat. Tapi Tuhan akan hakimi orang tua yang keras, yang tidak adil kepada anak. Demikian juga dengan pemerintah, pemerintah yang kejam menumbuhkan orang-orang yang punya jiwa setia kepada Tuhan, tapi Tuhan akan hancurkan pemerintah yang kejam. Maka Tuhan pakai Yusuf di dalam penjara untuk dapat channel kepada pegawai Firaun yang di penjara. Pegawai Firaun bermimpi dan bertanya artinya kepada Yusuf, yang satu tukang roti, yang satu lagi juru minum Firaun. Tukang roti mengatakan “saya bermimpi ada gagak yang memakan roti saya”, juru minum juga mendapat mimpi. Yusuf mengatakan kepada juru minum “arti mimpimu adalah kamu akan segera dibebaskan dan dikembalikan ke posisimu”, si juru minum senang. Tukang roti bertanya “bagaimana dengan saya? Kamu dapat kabar baik untuk dia, untuk saya?”, Yusuf mengatakan “kamu juga akan dibebaskan dari penjara untuk digantung”, “saya mati, dia hidup, bagaimana bisa?”. Dan itu terjadi, tukang roti dimatikan, juru minum dibebaskan dan dikembalikan ke posisinya. Maka ketika Firaun bermimpi, juru minumnya mengatakan “saya tahu penafsir mimpi yang hebat di penjara”. Akhirnya Yusuf dikeluarkan dari penjara dan dinaikkan menjadi orang nomor duanya Firaun. Kalau saya jadi Yusuf, saya akan langsung usut pengadilan untuk istri Potifar, orang pertama yang akan saya tangani setelah saya menjabat menjadi orang nomor dua adalah istri Potifar. Saya akan bawa pasukan Mesir yang hebat itu ke rumah istri Potifar dan mengatakan “saya pegawai pemerintah nomor dua Firaun, dengan ini menyatakan engkau dihukum”. Tapi Yusuf tidak pernah punya dendam, dia hanya memikirkan pekerjaan Tuhan. Kalau Firaun mimpin nanti akan ada masa sengsara, maka masa kelimpahan harus dijaga.
Di dalam zaman Yusuf banyak diajarkan tentang prinsip kelimpahan, waktu limpah jangan anggap kelimpahan ada terus. Orang kalau punya uang sedikit, boros, sedikit punya uang, lalu belanja. Dia bodoh bukan main, dia tidak tahu uang itu tidak selalu datang. Hati-hati pergunakan uang, konsumsi barang dengan cara yang bijaksana. Ini semua pengertian yang secara praktis diajarkan juga oleh Alkitab. Tapi Alkitab tidak membahas itu sebagai tema utama, tema utamanya adalah pemeliharaan Tuhan lewat Yusuf. Maka pemenjaraan Yusuf adalah tema yang mulai mmebukakan dirinya kepada kita bahwa kondisi sosial di dunia problematik. Orang yang suka fitnah, pakai pengadilan untuk menghukum orang lain, dan orang lain itu orang benar.
Maka Tuhan mulai membukakan kepada kita fakta tentang hidup di dunia. Hidup di dunia penuh kekacauan, penuh kerusakan. Lalu bagaimana Tuhan memberikan janjiNya? Apakah Tuhan mengatakan “karena dunia sudah rusak, Aku akan minta kamu keluar dari dunia. Ayo kabur, kita tidak mau kesusahan”, Tidak, Tuhan tidak mau seperti itu. Ini salah satu alasan mengapa kita kritik pengertian rapture, kita orang percaya diangkat, sedangkan orang tidak percaya tetap di bumi. Lalu tradisi dari pre-tribulasi, pre-millenialisme (kerajaan seribu tahun), ini jenis eskatologi yang sangat ditolak oleh teologi Reformed. Kenapa ditolak? Karena percaya penderitaan di bumi bukan untuk orang percaya, orang percaya akan diangkat. Ketika Yesus akan datang, kita diangkat, sementara itu orang berdosa tinggal di bumi, biar kena sengsara, biar kena penderitaan, itu bukan ajaran Alkitab. Alkitab mengajarkan orang Kristen bukan dikecualikan dari penderitaan, tapi orang Kristen adalah penolong di tengah penderitaan. Kalau ada perang, penderitaan perang itu berat. Apa yang dibutuhkan orang yang menderita di tengah peperangan? Orang menderita perlu Kristus. Dan kehadiran Kristus dinyatakan oleh orang Kristen. “Di mana Aku ada, di situ hambaKu berada”, kata Tuhan Yesus. Apakah Tuhan Yesus suka kabur? Ketika ada kekacauan lalu lari? “Aku tidak mau ada di tengah kekacauan”, Tuhan tidak begitu. Tuhan datang ke dunia, Dia menjadi manusia, Dia mengambil wujud, natur manusia, Dia menjadi manusia. Dan Dia bukan hanya menjadi manusia, Dia mengambil kesulitan yang paling besar yaitu penolakan, penderitaan fisik, dan sengsara hukuman dari Tuhan. Dia tanggung itu semua di atas kayu salib. Yesus bukan pelari yang cuma tahu lari. Yesus adalah yang berpartisipasi di dalam penderitaan manusia untuk menolong manusia. Maka ketika Tuhan Yesus mengatakan “dimana Aku ada, di situ umatKu ada. Hamba-hambaKu ada di tempat Aku berada. Dan siapa melayani Aku, dia dihormati oleh Bapa”. Saudara mau dihormati Allah atau cuma mau menjilat manusia? “Saya mau menyenangkan atasan saya. Saya mau jadi baik dengan menjilat orang”, tidak bisa, tidak ada kesenangan di situ. Apa yang bisa membuat engkau senang? Kalau kamu dipuji oleh Tuhan. Dan Tuhan memuji orang yang mau menjadi hamba Kristus. Saudara maukah menjadi hamba Kristus? Kristus mengatakan “dimana Aku berada, di situ hambaKu berada”. Dunia sengsara perlu Kristus, maka Saudara membawa kehadiran Kristus. Di mana ada kesulitan, orang Kristen mau ada di situ. Saya bersyukur ketika tahun 2006 dan akhirnya berlanjut terus dengan Tim Aksi Kasih, ada kegiatan yang peka dari GRII. Ketika Aceh terkena tsunami, kita kirim bantuan, kita banyak membantu orang di sana dengan apa yang Tuhan percayakan kepada kita. Ketika Yogya dilanda gempa, juga dari Tim GRII datang membantu. Waktu tsunami terjadi di tahun 2004 akhir, saya masih semester 1 di STTRII, jadi saya masih belum terlibat berbagian. Tahun 2006, gempa di Yogya, saya sudah mahasiswa praktek, sudah tingkat akhir, jadi saya diminta untuk berbagian juga. Banyak hal yang mengagumkan terjadi. Waktu kami datang membawa bantuan, kami dihalangi oleh sebuah kelompok yang ada kata front, mereka mengatakan “kalian orang Kristen tidak boleh ke sini, mau Kristenisasi kan?”, kami mengatakan “kami mau menolong orang, bukan Kristenisasi. Jadi kami tidak memaksa orang menjadi Kristen, kami cuma mau menolong orang. Kami sudah membawa bantuan, bawa bahan makanan dan kami datang mendoakan yang mau didoakan”. Mereka mengatakan, “tidak boleh, kalian harus putar balik”, “kami tidak bisa putar balik, kami harus tolong”, “tidak bisa, kalian harus putar balik”, akhirnya kami pergi sebentar, tunggu mungkin besok sudah boleh masuk. Besoknya kami datang lagi dan tidak ada barikade, mereka sudah tidak ada di tempat itu. Kami jalan lagi, sampai ke daerah yang kami tolong, kami bertanya ke salah satu orang lokal, “ada yang blokade kemarin, mengapa hari ini tidak ada?”, “kami sudah usir mereka, kami malu atas sikap mereka. Mereka Islam, saya juga Islam, tapi saya mau atas sikap mereka. Mengapa orang yang mau menolong, mereka halangi? Maka kami yang jalan kemana-mana untuk mengusir mereka”, ini Tuhan yang bukakan jalan. Kami menolong orang, mendoakan mereka, keadaanya begitu menakutkan. Saya melihat di rumah sakit ketika mendoakan seseorang, ada orang yang belum sempat ditangani, ada antena televisi masuk tancap pahanya, ini keadaan gempa yang menakutkan sekali. Kami mendoakan sambil dia teriak kesakitan, kami cuma bisa mendoakan “Tuhan tahu sakitmu, karena Tuhan tidak pernah abaikan manusia. Tuhan mau sertai manusia, Dia datang menjadi manusia. Tuhan Yesus mencintai ibu”, kami doakan, kami penginjilan, kami harap mereka benar-benar menerima perbuatan baik dan Injil yang dibagikan.