Maka benar apa yang diduga ketika terjadi pemenjaraan, ketika terjadi penganiayaan, maka ada pengharapan bahwa setelah penganiayaan besar diberikan akan ada kebangunan. Itulah yang diharapkan oleh para pengikut Paulus dan orang-orang Kristen yang memberitakan Injil. Tapi ada resiko kalau mereka terus memberitakan Injil, Paulus mungkin akan dijatuhi hukuman mati. Kita tidak tahu apakah ini pemenjaraan di Kaisarea atau di Efesus. Ada banyak sekali ahli, termasuk seorang teolog Perjanjian Baru bernama Michael Bird, kalau Saudara mau akses ada di Youtube, dia membuat satu program namanya Bird’s Eyeview, karena nama dia Bird. Ini bagus kalau Saudara bisa dengar, tapi dia punya logat Australia jadi Saudara yang terbiasa bahasa kanguru mungkin lebih bisa dengar dia. Dia menjelaskan tentang banyak hal termasuk Surat Filipi. Saya memang tidak banyak ambil dari Michael Bird, saya baru tahu videonya kemarin. Tetapi saya harap Saudara juga bisa mengakses video-video dari seminar atau ceramah dia. Di dalam tafsiran dari Michael Bird dikatakan bahwa kalau pemenjaraan Paulus entah itu di Kaisarea atau di Efesus, dia kurang setuju kalau pemenjaraan ini di Roma karena jarak antara pemenjaraan di Roma dengan Filipi terlalu jauh. Ini tafsiran dia, tapi beberapa ahli setuju ini pemenjaraan di Roma. Jadi entah di Kaisarea atau di Efesus meskipun tidak tercatat, sangat mungkin Paulus pernah dimasukkan penjara di Efesus. Baik di Kaisarea ataupun di Efesus, kondisi Paulus berada di dalam keadaan tidak menentu. Dia bisa dilepaskan karena pemerintah Roma mulai berpikir “untuk apa proses orang ini, ini warga Roma. Kesalahan dia cuma masalah agama saja, sudah kita lepaskan saja”. Tapi kalau ribut-ribut soal agama Kristen makin memuncak, Injil diberitakan, orang Yahudi melawan, terjadi konflik, orang-orang penyembah berhala melawan, kalau ini di Efesus, terjadi konflik. Konflik ini akan membuat pemerintah mengambil langkah aman, hukum mati Paulus dan semua konflik selesai. Pemberitaan Injil berhenti dan orang yang anti Injil tidak lagi membuat keributan. Kalau begitu bagaimana supaya Paulus dilepas? Supaya Paulus dilepas, reda dulu, memberitakan Injil jangan beritakan dulu. Kalau kamu beritakan heboh lagi, jadi tunggu sampai Paulus dilepas, baru beritakan Injil. Tapi orang Kristen memutuskan “kami harus beritakan Injil”. Mengapa beritakan Injil? Resikonya Paulus dihukum mati, “apa boleh buat, kami tidak bisa tidak. Karena kami percaya pemenjaraan dan penganiayaan harus disusul dengan kebangunan”. Kalau ada orang Kristen atau pemimpin dimasukkan ke penjara, lalu kita orang Kristen diam-diam, akhirnya Injil dilupakan, Paulus dilepaskan tetapi Injil tidak diberitakan, itu berdosa.
Jadi orang Kristen punya dilema besar, kalau beritakan Injil, Paulus sangat mungkin dihukum mati. Jangan beritakan Injil, Paulus bisa dilepas. Yang mana harus dipilih? Menurut Surat Filipi, Paulus mendorong orang terus memberitakan Injil, “kabarkan, jangan diam”. Jadi ada konteks untuk perintah mengabarkan Injil, kita jangan pakai gas, suruh orang beritakan Injil tanpa tahu konteks, sama seperti Paulus mengalami konteks yang dia alami. Saya tidak mengatakan Saudara jangan dorong orang memberitakan Injil, tapi yang saya maksudkan adalah dorongan Paulus ini dorongan yang sangat beda dengan dorongan kita. Kita suruh orang memberitakan Injil dalam situasi aman. Paulus lain, dia suruh orang memberitakan Injil dengan kemungkinan dia dihukum mati. Padahal kalau orang diam dulu, jangan membuat kehebohan, jangan beritakan apa-apa, Paulus sangat mungkin dilepas. Itu sebabnya Paulus mengatakan “saya percaya saya akan dilepas”, ini bukan iman yang bertujuan untuk menunjukkan keyakinan seperti tradisi Karismatik. Kalau yakin pasti jadi, bukan itu. Paulus mengatakan “saya yakin saya dilepas, kalau Tuhan mau. Jangan takut beritakan Injil. Kalau Tuhan mau saya lepas, silakan hebohkan Efesus atau Kaisarea dengan berita Injil”. “Tapi kalau saya terus beritakan Injil, Paulus, nanti kamu dihukum mati”, “tidak, kalau pun dihukum mati itu keuntungan. Tapi kalaupun tidak, ya sudah saya akan bebas. Jadi jangan takut beritakan Injil. Beritakan Injil karena saya sudah siap tanggung apapun”, itu yang Paulus maksudkan di dalam dorongan di dalam Filipi. Ada orang memberitakan Injil karena kasih. “Kalau kasih kepada Paulus, jangan beritakan Injil dulu, nanti dia dihukum mati”, bukan. Kasih kepada Kristus membuat mereka memberitakan Injil meskipun mungkin akibatnya membuat Paulus dihukum mati. Kita tahu di dalam sejarah bahwa Paulus tidak dihukum mati, entah itu pemenjaraan Efesus ataupun Kaisarea. Karena kalau ini pemenjaraan di Kaisarea, Paulus akhirnya dikirim ke Roma. Kalau ini pemenjaraan di Efesus, kita tahu akhirnya Paulus dilepas, lalu Paulus lanjutkan perjalanan ke Yerusalem. Jadi yang mana pun, kecuali kalau Saudara percaya ini pemenjaraan Roma, dan itu nanti jadi agak aneh di bagian ini, pemenjaraan manapun di Kaisarea atau di Efesus ternyata membuktikan di dalam sejarah bahwa Paulus dilepas. Jadi dia benar-benar bebas, meskipun pengikut Kristus terus memberitakan Injil. Maka Paulus mengatakan “jangan takut memberitakan Injil, apa pun resikonya”. Lalu Paulus mengatakan “ada orang memberitakan Injil karena kasih, bukan karena benci saya. Tapi ada yang memberitakan karena benci, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dipenjara”. Siapa orang ini, kita tidak tahu, mengapa mereka lakukan itu, kita juga tidak tahu. Karena Kitab Surat Filipi tidak tulis. Mungkin kita bisa berspekulasi ini orang-orang yang benci Paulus, makanya mereka beritakan Injil supaya Paulus dihukum mati, mungkin. Atau yang kedua, mereka adalah orang Kristen yang bersaing dengan Paulus. “Paulus punya gereja, saya juga punya. Gereja mana paling besar?”, “gereja Paulus”, “tapi kalau Paulus dipenjara, lalu saya beritakan Injil, saya tarik orang ke saya, mungkin saya akan jadi lebih besar dari Paulus”, mungkin. Mana dari dua golongan ini? Tidak tahu. Adakah kemungkinan alternatif ketiga? Mungkin, tapi kita tidak tahu. Yang Alkitab tidak tulis tidak perlu di-kepo-in, ini prinsip penafsiran yang penting. Yang Alkitab tidak tulis, Saudara tidak perlu terlalu berbeban berat untuk cari tahu. Karena berbeban beratmu akan membuat letih lesu, karena tidak ada jawaban. Lebih baik penasaran terhadap hal yang Alkitab memang mau beritahu. Jangan cari tahu hal yang Alkitab tidak terlalu ingin beritahukan kepada kita. Kadang-kadang kalau saya dengar pertanyaan orang-orang tentang bagian dari Kitab Suci, pertanyaannya pertanyaan yang cuma berdasarkan rasa penasaran yang tidak penting. Mengalihkan fokus kita dari berita utama dari bagian yang kita baca, “pak, waktu Tuhan Yesus berkhotbah di atas perahu, perahunya itu berapa lebar? Lalu danaunya berapa dalam? Kira-kira airnya jernih atau tidak, sudah ada polusi belum pada waktu itu? Ikannya jenis apa di situ?”, itu hal-hal tidak penting. Itu sebabnya waktu kita baca Kitab Suci harap kita bisa perhatikan lebih teliti apa yang Alkitab mau informasikan kepada kita lebih daripada apa yang kita ingin tahu. Karena apa yang kita ingin tahu tidak penting, apa yang Alkitab ingin kita tahu, itu yang jauh lebih penting. Maka di dalam bagian ini kita tidak tahu mengapa ada orang memberitakan Injil untuk menghantam Paulus, lalu bagaimana cara mereka lakukan itu? Itu tidak penting. Dan kalau kita terus cari tahu, akhirnya kita tidak dapat fokus utama.