Mari kita membaca Surat Filipi 1: 15-21. “Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tetapi yang lain karena kepentingan diri sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita, karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus. Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”.
Kita tentu sangat akrab dengan ayat 21 ini karena di dalam ayat ini ada kalimat pendek yang sangat indah “hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”. Ini merupakan kalimat yang sangat penting bagi kita untuk kita pahami, tetapi tentu kita tidak bisa lepaskan ini dari ayat sebelumnya, terutama ayat 20. Di dalam ayat 20 dikatakan bahwa Paulus rindu dalam segala hal Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhnya baik oleh hidup maupun mati, ini kalimat yang sangat penting. Bagaimana Kristus dinyatakan di dalam tubuh, itulah yang membuat Paulus mengatakan “kalau saya hidup, saya hidup bagi Kristus”, di dalam tubuh maksudnya. “Dan kalau saya mati, maka itu adalah keuntungan”, ini juga di dalam tubuh. Ini yang saya mau bahas pada hari ini, pengertian yang sangat gampang dimengerti oleh pembaca mula-mula dari Surat Filipi, tetapi mungkin yang sedikit perlu usaha bagi kita untuk pahami. Karena apa yang kita pahami bisa jadi sedikit berbeda dengan apa yang Paulus dan juga jemaat mula-mula yang membaca Surat Filipi, biasa pahami.
Cara berbicara manusia, istilah yang dipakai tentu akan mengalami peralihan. Dan yang unik dari Kitab Suci adalah peralihannya itu memberikan kelimpahan. Kalau Saudara membaca ragam tafsiran di dalam sejarah gereja tentang bagian dari Kitab Suci, Saudara tidak harus membenturkan 1 tafsiran dengan tafsiran lain. Tapi Saudara bisa melihatnya sebagai kelimpahan jika tafsiran-tafsiran itu tidak bentur dengan apa yang jadi arti mula-mula tentunya. Memang ada tafsiran yang salah, tetapi tafsiran yang benar bukan cuma satu, ada beragam, itu yang indah dari Kitab Suci. Maka Saudara cari tahu arti dari Alkitab, lalu Saudara baca tafsiran orang yang Tuhan pakai menjadi guru dan pengajar hamba Tuhan besar di dalam sejarah gereja. Saudara akan menemukan kelimpahan. Ini yang saya ingin kita sama-sama pahami, jadi jangan dengar satu tafsiran atau baca, lalu langsung benturkan dengan tafsiran lain, tentu ada hal yang satu tafsiran benar, tafsiran lain salah. Tetapi di dalam anugerah Tuhan, tafsiran yang baik ada banyak dan kita dapat mengalami kelimpahan melaluinya. Tetapi saya punya kerinduan untuk membagikan arti mula-mula yang mungkin akan sangat menolong kita yang sudah dapat banyak pengertian dari tradisi gereja. Jadi kita tidak benturkan arti mula-mula dari Alkitab dengan penafsiran dari sejarah gereja misalnya dari Agustinus atau Calvin atau dari bangunan teologi yang sudah dibangun oleh orang-orang ini. Karena kadang-kadang bisa ada perbedaan, tapi sekali lagi perbedaan itu perbedaan yang menunjukkan kelimpahan, bukan sesuatu yang harus Saudara khawatirkan dan akhirnya membuat iman goyah. Kita tidak bisa kaku di dalam melihat Kitab Suci dan menafsirkan kebenarannya, karena kita terlalu sempit pandangannya. Dan Alkitab ingin kita memperluas pandangan kita, dan itulah yang harus kita lakukan waktu kita membaca Kitab Suci, yaitu kita ingin pandangan kita diperluas. Kita mau belajar untuk melihat kelimpahan dari Kitab Suci.
Kita sekarang akan coba bahas dari perspektif dari Surat Filipi, paling tidak ditafsirkan dari teologia biblika, teologi Perjanjian Baru. Di dalam ayat 15 Paulus mengatakan ada orang memberitakan Kristus karena dengki, ada yang memberitakanNya karena kasih dengan maksud baik. Apa yang dimaksud Paulus tentu berkaitan dengan pemenjaraannya. Kita sudah membahas di pertemuan yang lalu, bahwa pemenjaraan Paulus ini ditafsirkan sebagai bentuk penganiayaan yang akan disusul dengan kemajuan Injil, ini tafsiran umum. Di zaman Yusuf, Yusuf dimasukkan ke penjara, begitu dia dilepas, pengaruh dari hikmat Tuhan justru menyebar ke seluruh Mesir. Jadi Yusuf jadi berkat karena dia pernah dipenjara. Setelah dipenjara ada kebangunan. Demikian juga kita lihat Daniel, setelah Daniel dimasukkan ke dalam goa singa lalu dikeluarkan lagi, dia menjadi orang penting yang memberi pengaruh begitu besar. Lalu dia menyingkirkan musuh-musuhnya yang memfitnah dia. Musuh-musuhnya bukan disingkirkan oleh Daniel dengan memakai pedang untuk bunuh mereka. Tetapi Tuhan yang membalikkan keadaan sehingga musuh-musuhnya yang dimasukkan ke goa singa dan mati. Sedangkan Daniel menjadi pemimpin yang hikmatnya mengatur seluruh Persia pada waktu itu. Itu sebabnya kita mesti melihat pola ini dan pola ini merupakan pola yang sangat menghibur di dalam zaman gereja mula-mula. Banyak orang Kristen pada zaman itu dimasukkan ke dalam penjara, banyak dari mereka ditutup, dikunci di dalam penjara, bahkan dibiarkan mati. Tapi mereka ingat dulu Yusuf pernah dipenjara dan terjadi kebangunan, seluruh Mesir dapat hikmat Tuhan. Lalu ada Daniel. Kemudian yang baru-baru adalah Yohanes Pembaptis, dan yang paling jelas adalah Kristus. Kristus bahkan tidak dilepas, Dia mati di kayu salib, tetapi akibat kematianNya di kayu salib, umat pilihan dari berbagai bangsa terbentuk oleh karenanya. Demikian juga para Kristen mula-mula menyaksikan saudara-saudara mereka dimasukkan kedalam penjara, orang-orang ini tidak surut di dalam memegang iman Kristen, penganiayaan tidak membuat mereka mundur. Itu sebabnya kita mesti benar-benar perhatikan bagaimana cara kita hidup jika contoh yang kita lihat adalah contoh hidup senang dan contoh hidup sukses. Sulit bagi kita untuk mengimani Kekristenan dengan tepat. Tapi kalau contoh yang disaksikan oleh jemaat mula-mula adalah saudara mereka dipenjara padahal tidak salah, orang-orang yang dianiaya oleh karena mereka memberitakan Injil, maka orang-orang lain mendapatkan kekuatan untuk mengharapkan bahwa setelah penganiayaan akan timbul kebangunan besar. Dan ini benar-benar terjadi, karena setelah lebih dari 200 tahun orang Kristen dianiaya, pada abad yang keempat Tuhan mengizinkan penganiayaan mulai surut dan pengaruh yang sudah masuk ke tempat paling tinggi, tidak bisa disangkal. Banyak orang menafsirkan waktu tahun 312 ketika Konstantine menandatangani perjanjian di Milan, ini perjanjian yang membuat semua orang yang menganiaya orang Kristen tanpa ada tuduhan resmi dari pengadilan, itu akan dijatuhi hukuman. Dulu tidak, sebelumnya siapa pun yang mengadukan orang Kristen sebagai penyembah Kristus, orang Kristen yang menyembah Kristus itu dapat ditangkap, dapat diproses, bahkan dapat dibunuh. Tetapi setelah perjanjian dari Milan yang ditandatangani oleh Konstantine dan rekan, dulu ada dua Agustus, Agustus ini di atas kaisar yang memimpin Romawi Barat dan Romawi Timur. Konstantine adalah salah satunya, sebelum akhirnya dia menjadi satu-satunya setelah saingannya mati. Dia menandatangani perjanjian ini dan orang Kristen tidak lagi boleh dianiaya. Orang mengatakan ini karena Konstantine sudah terpengaruh Kekristenan. Tetapi beberapa ahli sejarah mengatakan “tidak, Konstantine menandatangani karena terpaksa”. Mengapa terpaksa? Karena Kekristenan sudah menyebar sampai tempat yang tinggi. Jika Kekristenan dianiaya terus, orang-orang Kristen yang duduk di tempat tinggi mungkin akan memberontak, dan ini akan membuat kerajaan tidak stabil. Jadi yang dikhawatirkan Konstantine bukan orang Kristennya, tetapi kestabilan Kekaisaran Roma yang megah itu. Dia harus jaga kesatuan dan kalau orang Kristen semua cuma budak murahan atau budak rendah, orang-orang golongan rendah, tidak ada kemungkinan mereka memberontak. Tapi Kekristenan sudah berpengaruh sampai tempat tinggi, sehingga dikhawatirkan kalau terus dianiaya, orang-orang yang sudah Kristen dan menjabat kedudukan penting, mungkin bisa memecahkan kerajaan ini. Ini tidak berarti orang Kristen punya niat memberontak, tapi Konstantine mengkhawatirkan hal itu. Maka dia membuat aturan jangan lagi menganiaya orang Kristen. Dan sejak itu orang Kristen makin berpengaruh di mana-mana sehingga kekaisaran itu dari kekaisaran kafir, menyembah dewa-dewa Yunani atau versi romawi dari dewa-dewa tersebut, sekarang berubah menjadi penyembah Allah Tritunggal. Berubah dengan cara proses yang panjang sampai akhirnya Kaisar Theodosius menjadikan Doktrin Tritunggal doktrin resmi seluruh kekaisaran. Ini perubahan yang luar biasa.