Di dalam pementasan musik, di dalam tradisi klasik, orang yang main musik biasanya pakai jas pelayan dengan ekor panjang yang ada belah di tengahnya. Ini artinya dia hanya pelayannya musik, dia bukan siapa-siapa, meskipun dia artis. Lain dengan pertunjukan modern, pertunjukan modern itu sangat narsisistik, “Siapa tokoh utama?” “Saya.” “Siapa orang paling hebat?” “Saya vokalis dari band ini.” Makanya banyak grup band akhirnya pecah ketika sudah populer karena masing-masing merasa diri yang paling hebat. Saya ini mengikuti beberapa kelompok band, maaf kalau yang saya ikuti kebanyakan aliran rock. Saya kurang suka aliran pop, bagi saya lagu pop membuat kita jadi sangat manja jiwanya, sangat kurang bisa menghadapi realita hidup. Orang terlalu suka musik pop akhirnya pembawanya terlalu lembut, gampang sakit hati, tidak bisa di-bully sedikit, terlalu cengeng di dalam hidup, akhirnya menghadapi apa pun tidak kuat. Banyak band rock yang saya selidiki, yang saya suka yang saya lihat dulu, kalau sekarang Johann Sebastian Bach adalah orang-orang yang sangat ingin menunjukkan “Sayalah kunci utama dari grup band ini.” Hanya satu yang tidak begitu yaitu kelompok musik bernama Led Zeppelin. Saya tidak mengatakan Saudara harus menggemari Led Zeppelin, tapi tidak ada dari orang-orang di Led Zeppelin ini yang jadi titik lemah. Ini pengakuan dari seorang sejarawan gereja namanya Carl Trueman mengatakan Led Zeppelin itu seperti Bapa-bapa Kapadokia, Gregory dari Nazianzus, Gregory dari Nisa dan Basil the Great, tiga orang ini, dan satu lagi Macrina, ini saudara dari Basil the Great, teolog perempuan sangat hebat, ini empat orang di dalam kelompok yang disebut bapa dan ibu. Ini teolog-teolog hebat sekali, tidak ada satu lebih lemah dari yang lain, semua sama kuatnya. Demikian juga Led Zeppelin menurut Carl Trueman. Waktu drummer mereka meninggal karena mabuk, dia minum-minum, mabuk, ketiduran, mual karena banyak alkohol, muntah, tapi karena muntahnya dalam tidur, muntahnya masuk ke paru-paru, akhirnya dia mati dalam tidurnya, tenggelam dalam muntahnya sendiri, tragis bukan main. Setelah drummer-nya mati, grup ini bubar. Ketika ditanya, “Mengapa bubar, mengapa tidak rekrut drummer lain?” Semua mengatakan, “Kami berempat, tanpa satu dari kami, kami tidak ada. Hanya all for one, one for all.” Jadi mereka mengatakan, “Kalau tidak ada yang satu, kami tidak mau lanjut.” Mereka menghasilkan uang begitu banyak, bahkan di dalam beberapa rekaman mereka yang terakhir, mereka cuma taruh tujuh lagu, pelitnya bukan main. Tujuh lagu tapi harga piringan hitam mereka mahal, ini namanya mencari keuntungan dengan sedikit mungkin kerja, produktivitas rendah uang masuk banyak. Satu album tujuh lagu, irit banget, supaya nanti tujuh lagu lain di album berikutnya. “Sebenarnya ‘kan bisa dibuat 14 lagu dalam satu album.” “Iya, tapi itu cuma satu album, kalau jadi dua bisa double keuntungan.” Ini mulai licik. Akhirnya drummer-nya mati dan mereka mengatakan bubar. “Jangan bubar.” Produsernya marah. “Kamu masih bisa menghasilkan uang untuk perusahaan rekaman kami, cari drummer baru.” “Tidak bisa, kami ini tidak ada yang lebih utama, semua sama hebat. Satu mati semua mati. Jadi kami bubar.” Sampai sekarang mereka tidak pernah ada lagi, mereka bubar. Tapi banyak kelompok, satu mati tidak apa-apa, rekrut yang lain, “yang penting saya”, akhirnya mereka bubar juga karena semua merasa penting. Saudara tidak bisa punya bakat untuk diri, bakat itu untuk orang. Jadi kalau yang banggakan bakat merasa dirinya lebih tinggi dari yang lain, itu kemuliaan palsu. Maka Allah mendesain kita untuk mirip Dia, Allah itu Tritunggal dan masing-masing pribadi mendedikasikan kemuliaan-Nya bagi yang lain. Demikian juga kita mendedikasikan diri kita bagi yang lain. Saya pikir salah satu yang harus kita pelajari dari dunia akademik, akademik itu mengajarkan banyak sekali pelajaran bagi kita, salah satunya adalah referensi keluar. Dunia akademik menekankan referensi keluar, maksudnya referensi dari luar. Maksudnya adalah kalau engkau punya ide yang kamu ambil dari orang lain, beri tahu siapa orang lainnya. Kutip dari siapa, ini idenya siapa. Dan kalau kamu tidak bisa keluarkan ide sendiri karena ada bantuan dari orang lain itu, maka kamu tidak bisa masuk ke dalam dunia akademik. Kalau kamu keluarkan ide tanpa mengakui idemu dibantu atau disokong oleh pikiran orang lain, kamu juga tidak layak berada di dalam dunia akademik. Orang di dalam dunia akademik sangat mementingkan bagaimana dia berhutang kepada orang lain. Dan ini menjadi kebiasaan dari orang yang menulis buku, kalau menulis buku di depannya biasanya ditulis dedikasi untuk siapa. Di buku pertama saya, saya dedikasikan untuk GRII Bandung. Mengapa ada kebiasaan ini? “Karena bakat saya untuk orang lain, bukan untuk diri”. Itu sebabnya konsep Tritunggal sangat penting untuk kita lihat tentang diri kita juga. Saya tidak bisa hidup untuk diri, kalau untuk diri itu bukan kemuliaan sama sekali. Maka kemuliaan Allah selalu dikaitkan dengan kekudusan. Kemuliaan tidak boleh jadi kemuliaan cemar, tapi harus jadi kemuliaan kudus.

Apa itu kudus? Di dalam Bahasa Ibrani, “kados” atau “kudus” ini berkait dengan dedikasi kepada. Jadi “kados” itu bukan cuma saya memisahkan diri dari, tapi juga saya memisahkan diri dari untuk mendedikasikan diri kepada, itu kudus. Pernikahan harus kudus karena pernikahan itu berarti yang laki-laki mengatakan, “Saya memisahkan diri dari semua perempuan dan saya mendedikasikan diri kepada satu perempuan ini seumur hidup.” Itulah kudus. Kudus bukan cuma memisahkan dari, tapi juga memisahkan untuk. Demikian perempuan dalam pernikahan, “Saya memisahkan diri dari semua laki-laki dan saya mendedikasikan diri untuk satu laki-laki.” Inilah kudus. Tuhan memisahkan diri dari segalanya untuk memberikan diri-Nya bagi pribadi yang lain dalam Tritunggal, inilah kudus. Demikian manusia, “Saya memisahkan diri dari dunia dan mendedikasikan diri bagi Allah.” Bagaimana dedikasikan diri bagi Allah? Dengan menjalani hidup jadi berkat bagi yang lain, inilah yang disebut dengan kudus. Jadi kemuliaan yang kudus adalah kemuliaan seperti ini. Maka Paulus mengatakan, “Saya mau ingatkan kamu lagi tentang kebenaran Injil lain dengan yang lain.” Ingat salib, di salib ada kemuliaan Tuhan. Kalau kemuliaan dunia adalah tentang diriku, kalau kemuliaan salib adalah tentang diri orang lain. Apa kemuliaan di salib? Di salib ada kemuliaan dari Allah yang meskipun berhak menerima segala penghormatan dari manusia. Dia memutuskan untuk menyalurkan penghormatan itu kepada yang lain. Allah berhak menerima segala kemuliaan kita dan Dia berencana, berniat dan berkehendak untuk menyalurkan kemuliaan yang Dia peroleh dari penyembahan kita, kepada yang lain. Itu sebabnya misalnya ketika Saudara memberikan persembahan kepada Tuhan, Tuhan akan salurkan untuk jadi berkat bagi yang lain. Tuhan tidak pakai uang persembahan Saudara untuk Dia beli baju baru. Saya dulu waktu Sekolah Minggu bingung, persembahan katanya untuk Tuhan. Saya benar-benar bergumul dengan pertanyaan ini karena guru Sekolah Minggu selalu mengatakan, “Ayo, sekarang waktunya persembahan, beri yang terbaik karena ini untuk Tuhan.” Kalau ada teman yang keluarkan uang diremas-remas, anak sekolah minggu biasa begitu, mau tisu atau uang diremas-remas. Guru mengatakan, “Jangan, uang jangan diremas-remas karena ini untuk Tuhan, kalau untuk abang becak boleh.” Akhirnya, uangnya dirapikan kecuali kalau uang logam. Maka saya merasa paling aman beri persembahan logam, meskipun tangan saya gatal, logam tetap aman. Saya bisa memberikan persembahan ini untuk Tuhan, saya pikir apa artinya untuk Tuhan? Apakah Tuhan yang pakai uang ini? Lalu siapa yang kirim ke surga? Mungkin waktu kita doa, Tuhan datang atau suruh malaikat-Nya ambil uangnya. Maka saya pernah satu kali, setelah doa, setelah Sekolah Minggu selesai, buru-buru lihat kantong persembahan, intip masih ada uangnya atau tidak, dan ternyata masih ada. Saya bingung, “Kapan Tuhan ambilnya? Kalau uang untuk Tuhan, kapan Tuhan ambil? Lalu kalau Tuhan ambil, Tuhan pakai untuk apa? Apakah di surga juga perlu belanja pakai uang? Tapi tentu belanja di surga ‘kan barang-barang yang sempurna. Tapi kalau barang sempurna mengapa pakai uang tidak sempurna dari sini?” Semua ini membuat saya bingung. Tetapi kemudian baru saya mengerti ternyata uang Tuhan dipakai untuk pekerjaan Tuhan. Jadi kita beri ke Tuhan, Tuhan memutuskan pakai untuk yang lain, jadi bukan untuk Dia. Ini menjadi konsep persembahan yang saya pahami ketika saya kecil. Persembahan itu adalah tanda kita mencintai Tuhan, tapi Tuhan tidak ambil tanda itu lalu Dia nikmati sendiri, Dia bagikan itu kepada yang lain lagi, inilah kemuliaan Tuhan. Maka di salib apakah ada kemuliaan Tuhan? Ada, karena ketika orang mengatakan, “Engkaulah Allah, Engkaulah Pemimpin kami.” Allah Bapa memberikan seluruh penyembahan manusia kepada Kristus Sang Anak. Dan ketika Kristus menerima penyembahan itu, karena Dia ditinggikan oleh Bapa, Dia memutuskan Dia ingin menyalurkan kembali puji-pujian dan peninggian yang diberikan oleh manusia kepada Bapa yang Bapa berikan kepada Dia, Dia memutuskan untuk memberikan lagi kepada manusia. Dengan cara apa? Dengan cara Dia ditinggikan di kayu salib, menyerahkan diri-Nya jadi berkat untuk penebusan orang lain. Dia menjadi Imam Besar dan sebagai Imam Besar, Dia memutuskan untuk memberikan nyawa-Nya, bukan domba. Dia tidak perlu diganti oleh binatang yang memamah biak dan yang berkuku belah. Dia memutuskan untuk membuat diri-Nya jadi korban. Maka Dia mati di kayu salib atas perintah Bapa dan Dia rela berkorban bagi kita. Maka kita mendapat berkat oleh karena Dia rela mati bagi kita dan ini menjadi kemuliaan bagi Dia. Kita meninggikan Tuhan kita karena mengatakan, “Tuhan begitu besar cinta kasih-Mu hingga cinta kasih sebesar ini hanya kami dapat dari Engkau, terpujilah nama-Mu.” Dan waktu kita mengatakan, “Terpujilah nama-Mu.” Tuhan memutuskan untuk memakai kemuliaan itu untuk kita, untuk Dia berikan kepada yang lain lagi. Waktu kita memuji kemuliaan Tuhan, Tuhan memutuskan untuk menggerak kita, “Kalau kamu benar-benar menganggap Tuhanmu mulia, beritakan kepada yang lain.” Sehingga dari Tuhan kembali kepada kita, untuk kita salurkan kepada yang lain. Berkat tidak pernah diterima lalu diambil sendiri, berkat itu dibagikan kepada yang lain. Termasuk yang Saudara lakukan sekarang, Saudara kerja dapat hasil, hasil Saudara gunakan untuk membeli makan, membeli pakaian, membeli barang, membeli rumah, dan lain-lain. Dan semua yang Saudara miliki untuk Saudara, Saudara jadikan kekuatan untuk Saudara kembali kerja bagi yang lain. Sehingga di dalam pengertian dari Tuhan tidak ada kemuliaan yang berhenti dalam diri satu orang. Kemuliaan ini akan terus menyebar kepada yang lain. Jonathan Edwards dalam konsepnya mengenai keindahan surga, The End for Which God Created The World, dikatakan akhir dari seluruh alam itu indah sekali karena engkau akan melihat dengan sadar bagaimana kemuliaan itu diberikan kepada yang lain, saling memberi kemuliaan, saling menyalurkan kemuliaan dari Allah Tritunggal kepada dunia, dari dunia kepada satu dengan yang lain, dari dunia kepada satu dengan yang lain kembali kepada Allah, sehingga engkau akan melihat kemuliaan yang dibagikan dengan begitu lincah dan begitu indah yang diberikan kepada yang lain. Tidak ada satu pun pihak yang menahannya bagi dirinya sendiri. Dan inilah keindahan surga di dalam konsepnya Jonathan Edwards.

« 7 of 8 »