Kita akan melanjutkan pembahasan dari Kitab Filipi 3:1-12, “Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah dalam Tuhan. Menuliskan hal ini lagi kepadamu tidaklah berat bagiku dan memberi kepastian kepadamu. Hati-hatilah terhadap anjing-anjing, hati-hatilah terhadap pekerja-pekerja yang jahat, hati-hatilah terhadap penyunat-penyunat yang palsu, karena kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi, tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat. Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan. Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.”
Saudara sekalian, kita melihat di dalam ayat-ayat ini tema yang sangat klasik di dalam teologi Reformed yaitu mengenai pembenaran. Ini tema yang kembali diulang oleh Paulus di dalam bagian ini dan tema pembenaran. Sebenarnya ini merupakan tema yang sangat beragam sudut pandang dan kali ini kita melihat satu sudut pandang yang penting, yaitu mengenai pengenalan diri. Paulus mengingatkan bahwa pengenalan diri yang benar itu adalah satu aspek yang sangat penting bagi iman Kristen, sudahkah saya tahu siapa saya. Di dalam pengenalan diri tentu kita bisa mengenal diri kita sebagai bagian dari kemanusiaan. “Siapa kamu?” “Manusia.” Tetapi ini tidak akan menjelaskan kita secara detail siapakah saya atau secara personal siapakah saya sebagai orang Kristen. Di dalam pengertian dari tradisi gereja sebelum Reformasi, keselamatan manusia adalah keselamatan yang diadministrasikan atau dilayani oleh gereja. Dengan demikian semua orang yang bergereja mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenal Tuhan melalui pelayanan yang diberikan oleh gereja. Tetapi apa yang kurang dari ini? Ini bukan berarti salah, bahwa pelayanan keselamatan dilayani oleh gereja bukan hal yang salah, kita percaya bahwa baptisan maupun sakramen Perjamuan Kudus adalah esensial bagi keselamatan kita. Baptisan memang tidak menyelamatkan, tapi tidak ada orang beriman yang menolak dibaptis, karena jika dia menolak hal-hal yang fisik berarti dia menolak Tuhan yang bekerja secara fisik, dan ini berarti dia menolak inkarnasi dan menolak Kristus juga menolak gereja-Nya. Maka di dalam buku empat dari Institute of Christian Religion, Calvin mengingatkan bahwa tidak ada orang dapat memperoleh seluruh keuntungan dari Kristus sebagai kepala jika dia tidak termasuk ke dalam tubuh, yaitu gereja kelihatan. Gereja yang kelihatan penting bagi keselamatan. Tidak ada orang mengaku selamat benar selamat jika dia bukan bagian dari gereja yang kelihatan. Itu sebabnya gereja yang kelihatan dan pelayanan yang dilakukan untuk mengadministrasikan keselamatan, seperti khotbah, perjamuan kudus dan juga baptisan. Ini memang benar dan diakui bukan cuma oleh tradisi Katolik, melainkan juga oleh para reformator. Mereka tidak menentang hal ini dan tidak mencabutnya dari pemikiran mereka. Namun mereka sadar ada satu yang kurang yaitu bahwa tradisi Katolik lupa melihat respons pribadi terhadap keselamatan yang Tuhan berikan. Bukan cuma sekedar sebuah usaha untuk memperolehnya secara pribadi. Karena di dalam tradisi Katolik kebanyakan pemikir atau teolog akan melihat bahwa kehidupan Kristen itu jadi seperti skema besar, yaitu skema memahami Allah yang mencipta, kemudian memahami bagaimana saya harus menjadi bajik, menjadi virtues, hidupnya begitu baik di dalam dunia. Baru setelah itu bagaimana saya bisa berharap dan mengerti bahwa saya bukan bagian dari dunia ini, melainkan saya bagian dari Kristus. Dan inilah yang menjadi skema besar di dalam pengertian dari teologi tradisi Katolik. Maka di dalam tradisi Katolik gambaran besar ini yang menjadi sistem teologi yang juga diambil dan diakui oleh Reformasi menjadi sebuah sistem di mana kita belajar untuk menghidupi kebajikan, bukan supaya saya dapat menikmati keselamatan, tapi supaya saya dapat menghidupi anugerah yang menyelamatkan dan pada akhirnya mendapatkan konfirmasi keselamatan. Ini yang disebut sebagai konfirmasi keselamatan di dalam bagian akhir dari perjalananku di dunia ini. Ini juga yang disebut sebagai fide yang kemudian dipertentangkan dengan fide oleh Martin Luther. Jadi saya punya kebajikan yang saya terus pelihara, supaya pada akhir hidup saya di dunia ini saya dapat kembali memperoleh natur saya yaitu natur Ilahi dan surgawi. Saya bukan berasal dari dunia ini, saya hanyalah seorang yang sedang menjadi musafir, yang sedang berjalan di dalam dunia dan akan kembali kepada Tuhan. Ini jadi satu gambaran tentang perjalanan iman Kristen, saya mengenal Allah sebagai yang mencipta, saya mengenal Allah sebagai yang menuntun saya untuk hidup dengan bajik, dengan virtue. Lalu, saya menjadi orang yang mengharapkan natur sejati saya, yaitu natur bahwa saya milik surga dan milik Tuhan, ini terbukti dan terkonfirmasi pada akhir hidup saya. Maka akhirnya pada waktu akhir hidup saya bisa berharap saya kembali kepada Tuhan. Ini berarti ada kehidupan yang berjalan untuk memperjuangkan kebajikan, memperjuangkan moral.