Saudara jangan lihat Eropa sekarang atau jangan lihat Eropa modern yang sangat-sangat melawan Tuhan. Tapi lihat Eropa ketika masih dipengaruhi Kristen, lihat perubahan besar yang terjadi, lihat bagaimana orang kembali sadar untuk memikirkan orang lain. Dulu ketika orang berpikir tentang hidupnya, mereka cuma peduli diri. Kalau mereka ingin buang air, mereka buang air di sungai, mereka tidak peduli kalau sungai itu bisa dipakai untuk minum. Mereka tidak peduli orang lain “pokoknya perutku lega”, “mengapa buang di sungai?”, “karena itu paling enak”, “lalu bagaimana kalau orang mau minum?”, “itu urusan mereka”. Tapi ketika orang mulai menata kebudayaan dengan prinsip Kristen mulai masuk, baru mereka mulai sadar “saya tidak boleh cuma pikir diri, saya mesti pikir bagaimana sebuah kota ditata untuk menjadi keadaan yang lebih baik”, ini perlu waktu lama sekali. Dan Kekristenan mulai masuk ke dalam bidang ilmu, mulai masuk ke dalam bidang tata kota, mulai masuk ke dalam bidang hal-hal yang bersifat memajukan kebudayaan. Akhirnya ini menjadi flourish, menjadi berbuah di dalam zaman modern. Modernisme adalah buah Kristen dalam kebudayaan yang sudah ditabung oleh orang Kristen selama ratusan tahun. Tapi setelah orang modern menerima berkat ini, mereka jadi sombong. Ini seperti anak yang dikuliahkan ke luar negeri oleh orang tuanya, lalu anak itu kembali dan mengatakan “orang tuaku kampungan tidak tahu apa-apa”. Ini mirip dengan kebudayaan Eropa, setelah Kekristenan invest begitu lama dengan adanya orang-orang Kristen, para biarawan menyelidiki di biara, membuat tulisan, mereka dedikasikan hidup untuk studi. Dan ketika studinya sudah berbuah, orang mengatakan “untuk apa Kristen? Kita bisa pakai teknologi, kita bisa pakai budaya kita”. Maka ketika orang menyembah Tuhan, lalu menyembah Tuhan dengan kesadaran bahwa “saya mesti sogok Tuhan, saya mesti berikan sesuatu untuk Tuhan”, ini bukan agama yang benar dan itu bukan penyembahan kepada Tuhan yang benar. Tetapi ketika orang mengatakan “saya menyembah Tuhan karena saya kagum kepada Dia, sebab Dia mencintai saya melampaui apa yang harusnya saya terima”. Maka Saudara tidak banyak cerewet minta ini minta itu, Saudara akan punya sense of worship yang benar. Saudara akan punya kesadaran bahwa Saudara dicintai, Saudara diterima. Dan Saudara memberikan penyembahan kepada Tuhan karena Tuhan menerima Saudara. Sense penerimaan ini membuat Saudara merasa orang lain tidak perlu menjilat kepada Saudara sebab Saudara tidak perlu bersusah-susah memperdulikan hidup orang, karena Saudara akan peduli hidup orang. Begitu Saudara tahu Saudara dipedulikan oleh Tuhan, Saudara mulai pedulikan hidup orang. Dan orang menjadi heran “mengapa engkau begitu peduli kepada saya? Apakah saya diperlukan, apakah engkau perlu sesuatu dari saya, mengapa engkau begitu perhatikan saya?”, dan Saudara jawab “karena Tuhan memperhatikan saya”. Orang ini akan ingin kenal Tuhan yang sama. Lalu setelah mereka kenal Tuhan yang sama, mereka pun bertindak sama seperti kita, mereka mulai perhatikan kehidupan orang lain, mereka tidak bersifat transaksional, mereka rela melakukan tanggung jawab mereka bukan karena demi dapat sesuatu yang akan membuat mereka lebih dari orang lain. Akhirnya pelan-pelan masyarakat mulai berubah. Dan kalau masyarakat mulai berubah, sistem yang sangat kita benci ada di Indonesia mungkin bisa berubah. Yohanes Pembaptis mengatakan nasehat yang simple, ketika ada tentara datang mengatakan “saya mau bertobat, bagaimana cara bertobat? Apa yang harus saya lakukan?”, Yohanes Pembaptis mengatakan “cukupkan dirimu dengan gajimu”. Yohanes mengatakan “do your job, jalankan tugasmu dan cukupkan dirimu dengan gajimu. Jangan memeras, jangan menindas demi uang, jangan pakai jabatanmu untuk mengeruk uang orang lain”. Sama dengan bidang apapun, jangan pakai pekerjaanmu untuk mengeruk orang lain. Semua pekerjaan yang baik, yang punya peran sangat berpotensi mengeruk uang. Saya sebagai hamba Tuhan juga bisa memakai jabatan atau tugas sebagai hamba Tuhan untuk keruk uang demi kepentingan pribadi. Ketika pendeta-pendeta mengatakan “berilah, Tuhan akan beri kamu 10 kali lipat”, lalu orang-orang semua memberi dengan harapan Tuhan memberi 10 kali lipat, sehabis itu diberikan ke persembahan, persembahannya 1/10 dimasukkan ke kantong pribadi pendeta. Akhirnya pendeta mengatakan “saya sudah membuktikan dalam hidup saya bahwa Tuhan itu baik, Tuhan itu membuat saya kaya, Tuhan itu membuat saya limpah”, bukan, tipuanmu kepada jemaat yang membuat kamu kaya dan Tuhan akan mematikan kamu. Tuhan tidak peduli engkau ber-title hamba Tuhan atau tidak, Tuhan akan masukkan hamba Tuhan ke neraka jika hamba Tuhan itu cuma menginginkan uang Jemaat. Siapapun yang punya pekerjaan baik, yang punya peran dalam masyarakat, berpotensi menjadikan pekerjaan itu pengeruk uang untuk masyarakat jadi miskin dan dia sendiri jadi kaya. Negara atau sistem seperti di mesti diubah. Bagaimana diubah? Dengan sistem agama yang baik. Lalu kalau orang tanya “sistem agama Kristen memang seperti apa?”, sistem agama Kristen itu dibangun di dalam konsep di dalam Bait Suci. Kristen tidak berdiri sendiri tapi mengambil bentuknya dari Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama, Tuhan menata orang Israel punya kehidupan sosial dengan memusatkannya kepada Bait Suci. Orang Israel punya kehidupan sosial berkisar pada panen, kemudian hari-hari mereka hidup, hari-hari mereka menjalani tugas, hari-hari mereka jalankan pekerjaan dan tiap kali momen penting dari hari-hari itu ada, mereka mesti ke Bait Suci. Waktu mereka dapat panen, pergi ke Bait Suci, berikan korban sulung dari panennya. Waktu mereka mendapatkan peristiwa tertentu, mereka akan beribadah ke Bait Suci, jadi Bait Suci jadi center dari kegiatan sosial. Berarti orang Israel sedang dilatih untuk kaitkan lingkungan sosial mereka dengan ibadah di Bait Suci. Lalu apa yang terjadi di Bait Suci? Di Bait Suci ada doa, di Bait Suci ada penyembahan dan di Bait Suci ada mezbah, ini yang paling kelihatan. Ruang Maha Suci tidak kelihatan, tapi mesbah itu kelihatan. Dan di mezbah itu ada imam yang mempersembahkan korban. Maka inti dari ibadah orang Israel ada pada korban itu yang kelihatan, dan kesan yang terlihat jauh lebih kuat dari apapun. Di dalam Bait Suci itu ada banyak ukiran-ukiran indah, tapi Saudara bisa bayangkannya ketika Saudara datang ke Bait Suci yang akan menarik konsentrasi dan perhatian Saudara bukan ukiran yang bagus, tapi hewan yang menggelepar karena dipotong. Ini yang membuat perhatian kita ada pada kematian. Mengapa ibadah begitu dekat dengan kematian? Mengapa menyembah jadi bau darah? Mengapa Tuhan begitu sadis? Ada satu orang pemikir sastrawan Jerman mengatakan dia tidak terima iman Kristen karena ini iman brutal yang mengaitkan penyembahan dengan pembantaian. Benarkah iman Kristen mengaitkan penyembahan dengan pembantaian? Iya, tapi yang dibantai adalah Anak Allah yang menjadi manusia, ini pembantaiannya Tuhan yang rela jadi manusia. Maka kalau orang mengatakan “ini agama sadis”, iya tapi untuk Anak Allah bukan untuk kita. Ini sadis karena akan menyakiti, membuat sengsara dan akan mematikan Sang Anak Allah yang nanti menjadi Juruselamat kita. Maka pameran korban ini membuat kita seperti kehilangan fokus akan yang indah, lalu memberikan fokus kepada darah yang begitu banyak dari mezbah. Kemudian darah yang begitu banyak ini dipakai untuk menyucikan hal-hal indah itu. Jadi hal bagus jadi bagus setelah disucikan oleh yang jelek. Yang baik jadi baik setelah disucikan oleh yang buruk yaitu kematian. Ini pola yang membuat orang Israel terbentuk. Sayangnya mereka diganggu dan dikacaukan oleh hawa nafsu dan kejahatan mereka sendiri, sehingga bukannya pemandangan korban yang jadi inti dari agama mereka, tapi pembenaran diri yang justru jadi inti dari agama Yahudi. Maka Agama Yahudi adalah agama dengan liturgi yang terbentuk yang membuat orang berfokus ke korban, tetapi orang Yahudi salah fokus. Hati-hati, orang beragama baik, dengar ajaran baik, dengar teologi baik, datang ke gereja yang baik, tapi selalu salah fokus, akhirnya sulit bertumbuh. Ada orang yang tidak pernah berubah, pokoknya fokusnya adalah “bagaimana caranya saya mendapatkan kesenangan hidup, bagaimana caranya saya dapat pasangan, bagaimana keluarga saya bisa baik”, akhirnya fokusnya terus ke situ. Apapun yang lain dikotbahkan, dia tidak peduli. Tapi begitu kena kepada interest dia, langsung matanya melotot, langsung mau dengar, ini tidak baik. Karena Saudara menjadi orang yang tidak berubah, konsepnya sama tetapi mau mendengar akhirnya mendengar hanya untuk menguatkan yang lama, yang kita sudah punya sebagai konsep. Bayangkan kalau ada orang datang ke sini dan orang ini percaya bumi itu datar, flat, lalu saya mengatakan “saudara-saudara, kita bersyukur tinggal di bumi yang bulat”, lalu orang yang percaya bumi datar ini angguk-angguk. “Jadi bumi itu bulat, bukan datar”, dia ngangguk-ngangguk. Setelah itu sesi tanya jawab, orang ini tanya “pak, saya mau tanya, saya penasaran ujungnya laut itu apa? Kan laut itu harus ada batasnya, nanti di ujungnya airnya jatuh ke mana?”, saya bingung “saudara bumi itu bulat”, “iya pak, saya mengerti, cuma kalau ujungnya itu ke mana?”. Dia dengar, dia mengatakan iya, tapi dia tidak ubah konsep, bumi tetap datar dalam pikiran dia. Dia pikir apa yang dikhotbahkan dengan apa yang dia percaya itu sama. Ini yang banyak terjadi pada orang Kristen, “saya sudah dengar kotbah kok”, tapi tidak berubah, pikiranmu masih sama. Kita cuma ambil hanya hal-hal kecil, little pieces and bits, lalu kita ambil, kemudian kita taruh di dalam skema kita yang tidak juga berubah. Banyak orang seperti itu dan orang Yahudi kebanyakan seperti itu. Mereka datang ke Tuhan, mereka datang dengan perasaan self-righteous yang besar. Mereka lihat imam mempersembahkan korban, lalu percikan benda-benda suci. Lalu mereka tanya imam “kami sudah bawa korban, persembahan korban sudah sesuai Imamat?”, “sudah”, “jadi korban saya sudah diterima?”, “sudah”, “jadi saya dibenarkan?”, “kamu dibenarkan”, “hore, saya lebih baik dari bangsa lain”, ini yang jadi inti dari pemikiran agama mereka. “Siapa saya? Saya bangsa yang lebih baik dari bangsa lain karena saya punya Tuhan. Saya punya imam, saya punya Taurat. I am better than all the rest, saya lebih baik dari semua bangsa yang lain. Sayalah bangsa paling baik. Kamilah umat pilihan Allah sendiri, kamilah bangsa paling kudus, yang lain itu kafir”, inilah yang merusak Israel. Salah fokus, sehingga makin mereka beribadah makin mereka datang ke Bait Suci, makin mereka merasa mereka sudah dibenarkan, “saya sudah datang 10 kali ke Bait Suci, saya sudah 10 kali lebih baik dari bangsa lain. Saya sudah 100 kali ke Bait Suci, saya 100 kali lebih baik dari bangsa lain”, akhirnya mereka tidak lihat korban, fokusnya bukan pada imam dan korban. Lalu kalau mereka merasa diri mereka baik, mereka akan mempunyai agama yang salah. “Mengapa kamu lebih baik?”, “karena Tuhan paling sayang saya”, “Tuhan paling sayang kamu?”, “iya”, “kamu lebih spesial?”, “iya”, “yang lain bagaimana?”, “Tuhan benci yang lain, yang lain hanya bahan bakar neraka. Yang lain itu Tuhan tidak suka, Tuhan mana mau bangsa kafir. Lihat makannya babi”, orang Israel tidak makan babi. “Lihat bergaulnya sama anjing”, orang Israel tidak bergaul sama anjing. Maka jangan lihat lukisan di bawah dengan begitu saja, ada kritik sedikit, ada anak yang hilang datang ke papanya tapi ada anjing ikut-ikut di sebelah, orang Yahudi tidak suka ada anjing di keluarga mereka. Jadi orang-orang Israel akan menganggap yang lain kafir, yang lain rendah, yang lain pemakan babi, yang lain bergaul dengan anjing, “kami orang Yahudi suci”. Orang Yahudi masuk ke rumah orang bukan Yahudi pun merasa dirinya kotor karena masuk ke keluarga kotor. Ini yang jadi pendidikannya? Bukan, Tuhan tidak mau ini, tapi ini yang mereka pikir. Waktu Tuhan mengatakan “Aku benci bangsa-bangsa lain”, Israel mengatakan “iya, bangsa-bangsa lain memang parah”. Tuhan mengatakan “Aku benci engkau melakukan ketidak-adilan”, orang Israel mengatakan “iya, memang kalian parah”. Mereka sendiri tidak sadar bahwa mereka melakukan ketidak-adilan. Maka waktu Tuhan membuang mereka, mereka kaget “mengapa kami dibuang?”, “karena kamu sama parahnya dengan bangsa lain”. Ketika Israel gagal fokus kepada korban, mereka mengerti sistem agama mereka sebagai sistem yang lebih jahat dari pada sistem agama kafir. Karena agama kafir dianut oleh orang-orang yang merasa dirinya tidak layak dan Tuhan tidak ada interest sama mereka, mereka mesti sogok dewa, mereka mesti berikan sesuatu, mereka mesti sembah, mereka mesti toreh-toreh badan, mereka mesti membuat diri mereka menderita supaya dewa mulai perhatikan, ini agama kafir. Tapi Agama Israel adalah agama pembenaran diri, “saya sudah lebih hebat dari bangsa lain karena Tuhanku pilih saya bukan kamu”, ini kejahatan yang membuat mereka tidak mengerti dan sistem Israel menjadi sistem yang sangat eksklusif. Sistem mereka itu sistem close, “kami kelompok Israel, yang lain itu bukan. Ayo kita senang-senang sendiri, kita bergaul sendiri, kita membatasi pergaulan di dalam kelompok kita sendiri”. Saudara hati-hati, di dalam Kekristenan KTB bisa seperti ini, “ini kelompok kami lebih spesial, jangan ada orang lain masuk”. Maka saya tidak mau persekutuan wilayah jadi seperti ini, “kami sudah punya kelompok, jangan ada tambahan orang, kami nyaman dengan teman-teman kami, tambahan orang membuat jadi kacau. Lagi pula kami sudah membaca Alkitab dengan komitmen yang kuat, kami sudah saling sharing, kami sudah mengerti teologi, kalau tambah orang baru yang bodoh-bodoh seperti ini nanti jadi apa kelompok kami?”, ini mirip Israel. Apakah KTBmu KTB self-righteous? Apakah persekutuanmu persekutuan self-righteous? Apakah gerejamu gereja pembenaran diri? Kalau iya, ini lebih parah daripada penyembahan berhala. Karena orang penyembahan berhala merasa dirinya tidak layak dan tidak diperhatikan, lalu mohon-mohon perhatian. Tapi orang yang self-righteous, pembenaran diri, merasa dirinya sudah baik, bahkan lebih baik dari yang lain. Orang ngerasa diri lebih baik dari yang lain, mereka tidak punya sense pelayanan, “untuk apa melayani kamu? Kamu lebih rendah dari saya. Saya lihat kamu hina, saya ejek kamu, saya hina kamu, saya ledek kamu, saya tidak anggap kamu setara dengan saya”, akhirnya dunia menjadi kacau karena pembenaran diri. Sistem sosial yang dipengaruhi oleh penyembahan berhala plus dipengaruhi pembenaran diri ini sekarang yang merasuk di dalam zaman modern. Kalau Saudara tanya bagaimana dengan zaman modern kita, agama apa yang paling mempengaruhi? Zaman modern kita adalah kesimpulan atau kristalisasi dari segala kekacauan penyembahan berhala dan segala kekacauan pembenaran diri di masa yang lampau. Kemarin waktu pelayanan di Nias, waktu saya akan pulang hari Jumat, ada hujan besar. Lalu saya lihat sungai yang tadinya begitu bersih mengalir ke laut yang begitu bagus. Daerah itu bagus sekali, lautnya begitu bagus, indah sekali. Warna sungainya begitu jernih, Saudara bisa lihat apa yang terjadi di dalamnya. Tapi begitu hujan, semua kotoran lumpur dari atas masuk, seluruh bagian di muara dan laut menjadi coklat tua. Saya lihat kotor sekali, ini adalah hasil kesimpulan dari begitu banyak kotoran yang sekarang dikumpulkan di satu tempat. Zaman modern adalah zaman yang sedang menuai seluruh taburan dari penyembahan berhala dan konsep self-righteous. Agama-agama yang merasa diri jadi lebih baik dari orang lain atau agama-agama yang merasa diri tidak diperhatikan dan mesti memohon-mohon supaya dewa perhatikan, sekarang masuk ke dalam zaman modern. Sehingga meskipun zaman modern menolak agama, tapi mereka tidak bisa menolak buah dari pohon yang sudah ditabur yang sudah ditanam dari zaman dulu. Sehingga sekarang kita mendapatkan buahnya. Orang tidak lagi membangun masyarakat sosial yang memperhatikan satu sama lain, sebaliknya orang membangun masyarakat sosial yang hanya menuntut orang untuk menjilat orang untuk memberikan penyembahan, siapa yang ditinggikan dia akan senang kepada orang yang meninggikan. Siapa yang disogok akan merasa senang dengan orang yang menyogok. Siapa yang merasa diri paling baik, tidak mau bergaul dengan yang lain dan merasa diri eksklusif. Akhirnya masyarakat kita jadi masyarakat yang tidak mau diganggu karena “aku punya urusan sendiri. Kecuali engkau mau menunjukkan kerendahan hati dan menyogok, menjilat dan memberi diri rendah hancur-hancuran datang kepada saya, baru saya mau membuka diri kepada kamu”. Zaman kita adalah zaman dimana orang punya pendirian awal adalah tutup diri bukan buka diri. Mengapa tutup diri? Karena lingkungan sudah begitu parah. Waktu kita sadar betapa parahnya lingkungan, kita sadar kita mesti kembali kepada ajaran yang benar. Ajaran benar diperlukan oleh lingkungan sosial kita, bukan hanya oleh kita. Maka Paulus mengatakan hal yang sangat indah di dalam Surat Filipi, dia mengatakan, “mari sambil berpegang pada Firman kehidupan, saya yang sudah berkorban bagi kamu, bisa melihat kamu pun bisa punya jiwa berkorban bagi saya”. Ayat ke-17 Paulus mengatakan “sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadahmu, aku bersukacita dengan kamu sekalian”. Paulus mengatakan “ini yang harus saya lakukan, mengorbankan diri bagi kamu dengan penuh sukacita”. Mengapa Paulus mau korbankan diri demi pertumbuhan iman mereka? Karena itu yang Paulus tahu dari ibadahnya, “ibadahku kepada Tuhan membentuk aku sedemikian. Sebab Tuhan yang kupercaya bukan Tuhan yang membuat aku merasa self-righteous, membenarkan diri, tapi Tuhan yang aku percaya membuat aku merasa dicintai. Tuhan yang aku sembah membuat aku merasa diterima. Tuhan yang aku sembah membuat aku sadar ada Tuhan yang memperdulikan hidup saya”. Ini tema Kristen, dan tema ini tema yang harus diperjuangkan di dalam hidup sosial kita. Jangan pengaruhi lingkungan dengan konsep yang salah tentang Kristen, karena dunia kita sudah terlalu menderita dengan penyembahan berhala dan pembenaran diri. Jangan jadikan Kekristenan versi kita sebagai another version of self-righteous, versi lain dari pembenaran diri atau versi lain dari penyogokan dewa-dewa. Penyembahan adalah penyogokan. Sekarang Gereja Karismatik banyak memamerkan seperti ini, penyogokan berhala. Tuhan jadi berhala yang disogok. “Jika Tuhan menerima puasa saya dan juga permohonan saya, hidup saya akan sejahtera”. Di dalam satu pembinaan untuk remaja yang saya lakukan di daerah Gunung Sitoli kemarin, ada satu pertanyaan di kertas, mereka tulis pertanyaan. Salah satu pertanyaan begini “saya sudah cukup lama berdoa, mengapa Tuhan belum jawab-jawab? Mengapa Dia belum jawab? Saya sudah panggil Dia tapi mengapa Dia belum datang juga?”. Lalu saya cukup keras menjawab itu dan mengatakan “Dia bukan pembantu, Dia bukan pelayan restoran yang bisa kamu panggil dengan bell, itu salah dan konsepmu harus berubah”. Bagaimana mengubahnya? Saya ingatkan, kita jangan berubah menjadi penyembah berhala “memang aku tidak layak, Tuhan tidak tidak bisa datang kepadaku, aku terlalu hina, maka Tuhan tidak perlu datang kecuali aku perlu. Nanti setelah aku perlu, aku mengemis-ngemis dengan cara apa?”, jangan. Engkau harus tahu bahwa Allah adalah Allah yang berkuasa atas engkau, tapi juga mencintai engkau. Keseimbangan ini akan membuat engkau sehat. Jadi daripada bergumul tentang apa yang kamu minta dapat atau tidak, lebih baik kamu bergumul tentang kesehatan jiwamu. Apakah jiwamu sehat? Apakah jiwamu berada di dalam kestabilan dan keagungan? Saya mengatakan sehat bukan berarti sakit jiwa dan sehat. Saudara bukan orang sakit jiwa pun Saudara bisa mengalami sakit secara jiwa, bukan karena penyakit psikologis atau penyakit psikis, tapi karena Saudara tidak mengalami ketenangan dari iman Kristen. Waktu diuji secara psikiatri, diuji secara psikologis, mungkin Saudara fine, baik-baik saja. Tapi ada gangguan di dalam jiwa kita karena kita tidak mengenal Tuhan yang menerima kita dan yang berotoritas atas kita. Maka mengakui Dia sebagai Tuhan dan membuat kita tunduk kepada Dia. Dan juga mengakui Dia sebagai Juruselamat yang mencintai kita, membuat kita akrab dan dekat dengan Dia. Ini menyeimbangkan konsep transenden dan konsep imanen dalam diri manusia manusia, manusia perlu dua ini. Dan menyadari Allah yang memberikan korban tapi memperlakukan korban itu dengan hati-hati, ini menyatukan konsep transenden dan imanen. Tuhan yang jauh dan agung, Tuhan yang dekat dan mengasihi, semua satu di dalam diri orang Kristen. Paulus mengatakan “saya menyembah Tuhan dan saya menyadari Tuhan rela jadi korban bagi saya, maka sekarang saya pun mau mencintai kamu dan saya rela menjadi korban bagi kamu. Tapi engkau harus melakukan hal yang sama dengan saya, dengan penuh sukacita”. Di dalam iman Kristen, pengorbanan yang kita kerjakan untuk orang lain selalu jadi pengorbanan yang menyukakan hati kita. Kita mengatakan “saya boleh lakukan ini, saya jadi makin mirip Tuhan”. Paulus sedang dipenjara dan ketika orang Filipi sedih karena Paulus dipenjara, dia mengatakan “saya dipenjara karena saya mengerjakan hal yang digerakkan oleh cinta saya kepadamu. Mengapa saya dibelenggu? Karena cinta saya kepadamu. Maka saya tidak mengeluh dengan keadaan saya, karena keadaan ini mendekatkan saya dengan kemiripan dengan Kristus. Kristus menderita karena cintaNya, demikian aku menderita dengan cintaNya”. Tidak ada perasaan lebih menyenangkan dari pada kita seperti orang yang kita kagumi dan cintai. “Mengapa saya boleh hidup dengan cara hidup yang mirip Kristus? Saya sangat bersukacita karenanya”. Maka mari kita ubah konsep, mari kita menjadi orang-orang yang mengerti bahwa inti dari iman Kristen adalah korban.