Tidak ada lingkungan sosial yang tidak bersifat religi, tidak ada lingkungan sosial yang tidak diwarnai dengan kuat sekali oleh agama. Maka ketika agama penyembahan berhala, yang disembah, yang diberikan oleh orang-orang kerdil mengatakan “Tuhan, berkati harta kami, berkati kami dengan kesejahteraan”. Apa yang kamu cari dari Tuhan? “Sejahtera kaya, sejahtera sehat, pokoknya Tuhan berkati dengan sejahtera kaya, sejahtera sehat”. Sudah minta bagaimana? Apakah dewa peduli? Tidak, karena itu sejahteramu, itu hartamu, tidak ada kaitan dengan dewa. “Dewa jangan khawatir, saya akan berikan uang, saya akan berikan persembahan, saya akan berikan buah, saya akan berikan makanan, ayo bertransaksilah dengan saya. Berikan saya sejahtera, berikan saya sehat, berikan saya kaya, nanti saya akan menyumbang untuk kuilmu, nanti saya akan tolong untuk memberikan buah, berikan persembahan, berikan daging, berikan makanan supaya engkau bisa dapat sesuatu asal engkau memberkatiku”, transaksional seperti ini. Maka manusia merendahkan diri demi dapat uang, merendahkan diri demi dapat sejahtera, menyembah dengan tundukkan diri, muka sampai ke tanah supaya kantongnya penuh. Sekarang saya tanya, adakah harga diri di dalam orang seperti ini? Tidak. Maka karena orang berjiwa kerdil dan tidak punya harga diri, raja dapat memerintah dengan kekuasaan besar sekali. Semua orang punya jiwa menunduk, setiap raja datang, semua tunduk, mengapa? Karena raja bisa berpotensi matikan rakyatnya, raja bisa berpotensi sejahterakan rakyatnya. Maka sistem yang bersifat sangat hierarkikal antara raja dan rakyat ini terjadi karena agama penyembahan berhala mempengaruhi lingkup sosial. Apakah sekarang bisa muncul raja seperti itu lagi? Sulit. Kalau dia tidak punya kekuatan militer yang cukup, maka dia tidak mungkin mendapatkan sembah sujud dari seluruh rakyat. Kecuali rakyat kembali di dalam agama kuno, dimana mentalitas dari rakyat adalah mentalitas kerdil, “yang penting kantongku cukup, aku akan melakukan apapun. Aku akan kompromikan imanku, aku akan kompromikan karakterku, biar aku cuma sampah yang menjilat atasan, asalkan aku dapat uang”. Saudara jangan menjadi penjilat demi uang, pertahankan karaktermu, pertahankan Kekristenanmu, pertahankan imanmu. Kalau engkau tidak punya iman, engkau tidak punya karakter, engkau tidak punya harga dalam dirimu, engkau tidak guna hidup meskipun hartamu banyak. Itu sebabnya sujud kepada dewa-dewa sedemikian membuat orang mengerti satu hal, tidak ada satu pun di luar saya yang peduli saya. Saya mesti berjuang sendiri atau menjilat. Saya mesti sujud menyembah atau saya fight for my life, saya berjuang supaya saya hidup”. Dan ini sistem yang membuat manusia cedera, membuat manusia keras, membuat manusia kasar, membuat manusia tidak mengerti apa itu cinta kasih. Orang menjadi keras satu sama lain, semua cuma peduli penghidupan sendiri, “saya akan urus diriku sendiri dan saya tidak peduli dengan engkau. Pokoknya saya ya saya, kamu ya kamu. Karena di dalam sistem alam ini hanya ada dewa-dewa yang tidak peduli tentang saya. Saya pun mesti sogok mereka. Kalau kamu mau sejahtera, sogok juga dia”. Jadi siapa yang hidup di dunia dengan sistem seperti ini, dia akan mengalami sengsara besar tanpa dia sadari. Sistem masyarakat sangat merusak dan membuat kemanusiaan hilang arti, hilang makna. Jadi penyembahan berhala tidak se-simple yang kita pikir “orang menyembah patung itu bodoh, patung kok disembah”, bukan cuma itu. Yang menjadi problem adalah seperti sembahanmu demikian juga engkau, ini konsep dari Mazmur. Seperti yang engkau sembah, demikian kamu. Maksudnya adalah apa yang mengikat engkau di dalam sistem agamamu, itu juga yang akan mengikat engkau di dalam sistem sosialmu. Dari sini kita tahu tidak ada harapan bagi dunia kecuali mereka kembali kepada Tuhan yang sejati. Apa bedanya, Tuhan yang sejati juga perlu disogok, bukankah Israel perlu bawa korban? Tidak, karena korban itu simbol. Korban itu bukan sogokan untuk Tuhan. Di dalam Kitab Yesaya, Tuhan pernah mengatakan “kalau Aku lapar, Aku tidak perlu korbanmu. Aku perlu keadilan, Aku perlu cinta kasih, Aku perlu belas kasihan”. Di dalam Kitab Mikha, Tuhan mengatakan “Aku sudah muak dengan korban persembahanmu Israel, biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air”. Tuhan mengatakan “hei Israel, bertindak adil, bertindak belas kasihan. Aku tidak terima persembahanmu”. Mengapa Tuhan tidak terima persembahan? Karena diberikan dengan konsep kafir. “Tuhan, ini ada korban, ini sapi yang paling gemuk, yang paling sehat. Ini kambing yang paling enak, kami panggang untuk Engkau. Sekarang kami sudah memberikan Engkau makan siang, sekarang berkati kami”. Tuhan mengatakan “enyalah kamu”, sebab korban bukan untuk makannya Tuhan. Kita tahu di dalam skema Kitab Suci bahwa korban itu menyimbolkan diri Tuhan sendiri. Pernyataan Tuhan paling tinggi itu adalah Kristus dan Kristus oleh Yohanes Pembaptis disebut “inilah Anak Domba Allah”. Jadi korban itu melambangkan Tuhan. Tuhan rela jadi korban demi kita, konsep ini tidak ada di dalam agama manapun. Kalau ada orang tanya “apa bedanya agama Kristen dengan agama lain?”, saya mengatakan engkau harus lihat bahwa apa yang diajarkan iman Kristen tidak pernah ada dalam agama manapun dalam sejarah. Tidak ada dalam Islam, tidak ada dalam Budhis, tidak ada dalam Hindu, tidak ada dalam penyembahan berhala, tidak ada di dalam ajaran manapun dan karena itu tidak ada agama dan ajaran manapun yang akan memberikan berkat bagi masyarakat sosial. Kalau Tuhanmu pun rela berkorban bagimu, maka sistem yang engkau dapat bukan sistem “aku harus memberi apa bagi Tuhan”, tapi sistemnya adalah sistem “mengapa aku menerima banyak dari Tuhan?”. Tuhan bukan cuma memberikan tanah yang subur, Tuhan juga berikan diriNya karena Dia begitu peduli dengan dunia ini. Saudara tidak perlu sogok Dia, justru Dia minta Saudara dengan keras supaya Saudara peduli hidup orang lain. Tuhan begitu peduli hidup manusia sehingga Dia marah kalau ada orang bertindak tidak adil kepada yang lain. Tuhan yang seperti ini akan menginspirasi manusia sepanjang sejarah untuk membangun masyarakat sosial yang lebih baik. Ada orang mengatakan “jangan bangga jadi orang Kristen karena sekarang negara-negara kaya bukan lagi Kristen. Coba lihat Dubai, coba lihat Arab, coba lihat perkembangan di dalam dunia Islam, bukankah kemajuan dari hotel-hotel tinggi, bangunan-bangunan paling tinggi, tempat pesiar paling mewah, yacht paling mahal, semua ada di negara ini?”, saya mengatakan “jangan lihat dari harta, jangan jadi orang kerdil. Lihatlah keadilan, adakah keadilan di situ? Adakah kesejahteraan? Adakah orang miskin di situ yang dengan kerja keras bisa naik menjadi orang yang berkecukupan? Adakah raja-raja yang hartanya bisa dikontrol, bisa dikendalikan, bisa disuruh lapor, bisa dipertanggungjawabkan? Tidak, seluruh negara seperti punya raja dan seluruh rakyat tidak pernah mendapatkan berkat yang harusnya mereka dapat dari Tuhan lewat tanah di negara mereka. Yang ada di negara-negara itu adalah ketidak-adilan, kejahatan yang luar biasa besar. Jangan katakan ada negara lain yang bisa menjadi baik tanpa Kekristenan, itu omong kosong. Jika agama yang mempengaruhi sebuah negara adalah agama yang tidak percaya kepada Tuhan yang rela kirim Kristus, maka negara itu tidak dapat berkat. Saudara harus berdoa supaya Kekristenan kembali menjadi pengaruh besar di sebuah bangsa, bahkan di banyak bangsa. Karena tidak ada bangsa bisa maju. Maka Saudara mari pikir sistem penyembahan berhala membuat kita menjadi kerdil karena kita tahu dewa-dewa yang mesti disogok, dewa-dewa yang tidak peduli kita, nobody care about you, tidak ada yang peduli tentang engkau. Kalau engkau mau dapat perhatian dewa, engkau harus punya kemampuan untuk dekat kepada dia, kamu harus punya daya sogok yang besar, kamu harus punya modal transaksi untuk bisa berhubungan dengan dia. Ini sesuatu yang membuat kita berpikir dalam relasi antar manusia perlu ada transaksi seperti ini. Kamu mau menikah, kamu mesti memberi harta yang banyak. Banyak budaya-budaya di Indonesia termasuk di budaya di dalam daerah yang mayoritas Kristen, masih pakai bayaran luar biasa mahal untuk menikah. Calvin pernah mengatakan “membuang banyak uang untuk sebuah pernikahan adalah dosa besar”. Pernikahan tidak perlu banyak uang. Dan Kekristenan harus berani merubahnya. Saudara kalau tanya mengapa banyak orang akhirnya nikah Islam? Islam cuma memberi perangkat sholat, selesai. Orang Kristen mesti kumpulkan 100 babi, ini apa? Saudara mesti menangis, karena kita tidak bisa lihat Kekristenan makin berdampak di negara ini kalau Kekristenan itu adalah Kekristenan sekarang ada di mayoritas suku-suku Kristen. Suku-suku Kristen bertobatlah kamu! Jika kamu tidak menjadi orang yang menunjukkan Kekristenan sejati, engkau pun akan disingkirkan oleh Tuhan. Saya sangat sedih melihat apa yang terjadi, kita lakukan KKR Regional mati-matian, tapi seperti melakukan seperti tidak ada dampak. Saya pergi KKR Regional dengan Karawaci, lalu mereka sharing ke saya “pak, mengapa keadaan di sana semakin buruk? Apa yang kita sudah lakukan? Bertahun-tahun kita pergi, bertahun-tahun kita keluarkan uang, bertahun-tahun mati-matian khotbah, mengapa semakin buruk? Apa yang terjadi?”, saya tidak mengerti. Adakah pengharapan bagi Indonesia? Saya pun tidak tahu. Apakah sampai kita mati, Indonesia jadi lebih baik atau jadi lebih buruk? Saya tidak tahu. Tapi kita mau berjuang setiap sistem agama yang salah akan membangun sistem sosial yang salah. Sistem agama yang bersifat transaksional akan membangun sistem sosial yang juga bersifat transaksional.

« 2 of 4 »