Kita melanjutkan pembahasan dari Surat Filipi, mari kita membaca Filipi pasal yang kedua. Kita sudah membahas dan kita akan sekali lagi membahas bagian ayat 12-18, tetapi kali ini kita memberikan fokus ke ayat yang ke-17 dan 18. Saya bacakan dari ayat 12, tetapi pembahasan akan difokuskan ke ayat 17 dan 18, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku”. Saudara, di dalam agama di dunia selalu harus ada fokus atau center, di mana center itu akan berkait dengan hidup. Itu akan berkait dengan bagaimana kita menjalani hidup kita di dunia ini. Di dalam masa lalu, terutama di dalam zaman ketika modern belum ada dan Kekristenan belum ada, maka penyembahan berhala ini jadi pola umum di dalam agama. Saudara bisa menyelidiki sejarah kuno dan Saudara akan sadar bahwa agama-agama itu memang banyak dan beda-beda, tapi mempunyai pola yang mirip. Ada kemiripan yang bisa dibaca dari semua agama pada zaman kuno dan juga ada kemiripan dengan gaya hidup manusia sekarang, di mana kita menjadi lebih sekuler dan tidak lagi mempercayai kuasa supranatural. Jadi manusia itu sebenarnya diikat oleh tipu daya yang cukup mirip secara global. Agama adalah fenomena global dan kemiripan satu agama dengan agama lain juga menjadi fenomena global yang bisa didapatkan di dalam agama di bangsa manapun. Misalnya mereka sama-sama mempunyai berhala yang mereka harap bisa memberikan kesuburan tanah, mereka sama-sama mempunyai berhala yang bisa memimpin mereka berperang. Tapi yang lebih membuat kesamaan itu nyata adalah bahwa semua agama kuno yang menyembah berhala, sama-sama menganggap bahwa berhala mereka tidak secara rela, tidak secara otomatis menginginkan kebaikan di dalam dunia. Beberapa di dalam tradisi dari Agama Yunani dan juga Agama Romawi mungkin mempunyai perbedaan, karena di dalam ajaran agama-agama ini ada dewa-dewa yang bersifat bijak, yang bersifat baik, yang bersifat ingin menolong dan ingin menyatakan keadilan. Tetapi kita tahu bahwa sense ini muncul sejak ada orang-orang yang mulai berpikir tentang hidup, mulai menggali tentang apa itu etika dan mulai menggali tentang apa itu kebajikan. Jadi agama dipengaruhi oleh filosofi apa yang sedang berkembang di sekeliling. Ketika para pemikir mulai berpikir tentang bagaimana manusia harus diperlakukan, bagaimana raja harusnya mempunyai kekuasaan, bagaimana harusnya raja memperlakukan rakyat, ini menjadi tema yang juga masuk ke dalam agama. Sehingga mulai muncul Ilah yang menindak manusia demi keadilan, demi belas kasihan. Ada dewa-dewa yang bertindak karena menyukai orang-orang benar. Ada dewa-dewa yang bertindak untuk menolong orang yang tertindas. Tetapi kebanyakan orang-orang yang beribadah tidak beribadah kepada dewa-dewa sedemikian. Mereka beribadah kepada dewa-dewa yang bukan membuat manusia jadi lebih bijak, membuat manusia menjadi lebih baik, tapi mereka beribadah kepada dewa-dewa yang akan membuat mereka makin terjamin hari depannya lewat harta, lewat hasil panen, atau lewat semua barang yang bisa disimpan untuk memberikan nilai dan penghidupan di masa yang akan datang. Berarti dari dulu manusia sudah terpisah dua jenis, meskipun sama-sama tidak kenal Tuhan. Ada manusia yang tidak kenal Tuhan, yang pikirannya adalah kemanusiaan, berpikir bagaimana manusia harus adil, bagaimana kebajikan harus dipraktekkan, ini saya bicara tentang manusia secara umum, bukan orang Kristen. Tapi ada sebagian manusia yang cuma tahu khawatir dan hanya bisa diredakan dengan banyaknya harta. Sehingga ada di pikirannya cuma uang, yang ada di pikirannya cuma masa depan bagaimana bisa terjamin, yang ada di pikirannya cuma “bagaimana kesenangan bisa didapatkan kalau saya bisa membelanjakan uang banyak-banyak”. Dua kelompok ini entah itu mereka percaya Tuhan atau tidak, ini real. Sifat seperti ini ada di dalam manusia, entah manusia itu beragama sejati kepada Tuhan atau tidak. Orang yang beriman kepada Tuhan pun terbagi dua kelompok ini, ada sebagian yang lebih memperhatikan karakter, lebih memperhatikan belas kasihan, lebih memperhatikan keadilan. Ada sebagian meskipun sudah Kristen tetapi tidak mengerti hal-hal penting ini, cuma tahu bagaimana bisa menikmati hidup dengan banyak harta dan bagaimana masa depan bisa terjamin dengan banyak harta. Saya percaya kedua kelompok orang ini menunjukkan perbedaan secara karakter, yang satu disebut orang yang kerdil, satu lagi disebut orang yang agung. Orang menjadi kerdil karena dia tidak peduli kebaikan dari banyak orang. Orang disebut agung karena dia memikirkan bagaimana banyak orang seharusnya menjadi baik dan mendapatkan kesejahteraan. Ini membedakan orang agung dan orang kerdil. Di dalam pembahasan tentang filsafat Asia, Pendeta Stephen Tong pernah membagikan dua tema ini, ada orang agung dan orang kerdil. Jangan menjadi orang kerdil, jadilah orang agung. Orang yang berjiwa besar selalu akan jadi orang berpengaruh. Orang berjiwa kerdil selalu tidak berguna, dia boleh ada, boleh tidak. Kalau dia hidup, tidak ada yang terlalu senang. Kalau dia mati, juga tidak ada yang terlalu sedih. Dia boleh ada dan orang tidak mendapatkan apa-apa. Dia boleh hilang dan orang tidak rugi apa-apa. Tapi orang agung selalu diinginkan, kalau dia ada, semua senang. Kalau dia tidak ada, semua menangis. Orang-orang seperti Friedrich Schleiermacher dari Jerman, ketika dia mati, yang mengantar peti mati dari gereja ke tempat kuburan itu puluhan ribu orang. Mereka berbaris di jalan sambil menangis, sambil pegang bunga, begitu peti lewat mereka lempar bunga menandakan penghormatan “kami merindukan orang agung seperti engkau, kami tidak lagi punya sumber inspirasi”. Schleiermacher menulis begitu banyak buku yang memajukan kebudayaan, sehingga mereka sedih berpisah dengan orang seperti ini. Tapi orang-orang kerdil, tidak ada yang terlalu peduli. Mereka mungkin cuma menangis karena nama mereka tidak masuk dalam harta warisan dari orang yang sudah mati itu. Selain kekayaannya, orang kerdil tidak dipedulikan. Orang kerdil cuma dipedulikan kalau dia punya harta dan kalau dia punya harta, orang yang dekat ke dia pun cuma mau hartanya dia. Saudara kalau engkau adalah orang kaya, hati-hati memilih teman, siapa yang dekat kepadamu hanya karena harta, jangan senang. Jika engkau punya karakter kerdil, seberapa pun besar uang hanya dapat menarik orang-orang oportunis yang cuma mau mencuri uangmu, yang cuma memanfaatkan keuangan yang kamu punya. Jadilah orang agung bukan orang kaya, sebab orang kaya tidak pernah dicintai, ini sesuatu yang menyedihkan, jika engkau punya harta pas atau bahkan miskin, tetapi engkau punya bijaksana dan keagungan, orang yang dekat kepadamu benar-benar menghargai engkau sebagai manusia. Tapi kalau kau tidak punya karakter apapun, hanya punya mobil mewah, hanya punya rumah mewah, hanya punya harta yang banyak, maka engkau sebenarnya orang yang tidak dihargai. Tidak ada yang peduli engkau, tidak ada yang menghargai engkau. Semua cuma hargai hartamu, hartamu lebih penting dari dirimu, ini kasihan sekali. Saya tidak mengatakan orang harus miskin, tetapi saya mengatakan orang harus punya karakater yang agung. Kalau tidak, tidak ada yang menghargai engkau sebagai manusia. Apakah kita dihargai sebagai manusia? Maka ini jadi sesuatu yang akan membuat kita merenung, orang yang tidak kenal Tuhan pun ada dua kelompok ini. Maka kalau kita mengaku percaya Tuhan, tapi yang kita pikir cuma harta, maka kita dipermalukan oleh orang-orang yang meskipun tidak percaya Tuhan, tetapi mempunyai kebesaran jiwa untuk memperhatikan banyak orang. Saya memang tidak bicara soal keselamatan. Saudara tidak mengatakan orang yang jiwanya agung tapi tidak percaya Tuhan bisa selamat? Tentu tidak. Tapi saya ingin memberikan peringatan, jika engkau terus berjiwa kerdil mungkin engkau bukan bagian dari kelompok yang diselamatkan, ini penting untuk kita waspadai. Sebab jika Tuhan tidak pernah menjadikan keagungan jiwa sebuah kesempatan masuk surga, karena surga terlalu mulia, apalagi orang yang mengaku percaya Tuhan dan berjiwa kerdil. Ini sesuatu yang mesti kita pikirkan “jika saya tidak pernah berguna bagi sesama manusia, saya tidak pernah memberi sumbangsih apapun dengan karakter yang baik, maka saya hanya orang kerdil”. Orang kerdil akan menyembah berhala secara kerdil, “oh dewa-dewa berkatilah panenku, oh dewa-dewa berikanlah aku uang, oh dewa-dewa berikanlah aku kesejahteraan”. Tapi orang agung akan minta ke dewa “berikan negaraku sejahtera, berikan negaraku keadilan, berikan negaraku harta yang didistribusikan secara seimbang”, orang yang doa kepada Athena misalnya di Yunani, meskipun kita tahu Athena adalah dewa kafir, ajaran yang tidak benar. Tetapi orang yang berdoa kepada Athena mengatakan “berkati kota kami, berkati kesejahteraannya, berkati orang-orang yang ditindas. Munculkan mereka, hancurkan para penindas”, ini doa yang baik meskipun tidak diberikan kepada Tuhan yang benar. Tapi orang-orang yang menyembah dewa untuk mendapatkan kesuburan panen, mendapatkan kesejahteraan jiwa, ini orang-orang kerdil. Dan orang kebanyakan menyembah dewa-dewa dengan menganggap bahwa “kesejahteraanku bukan concern-nya dewa. Dewa tidak peduli saya sejahtera atau tidak, maka saya harus memohon supaya mereka peduli. Saya harus barter dengan mereka supaya mereka peduli. Saya berikan persembahan, sesajen, saya berikan harta, saya berikan persembahan supaya bisa ada transaksi. Saya sudah memberi kepadamu oh dewa, sekarang tolong berikan tanahku kesuburan, tolong berikan hasil panen yang baik”, manusia itu kasihan sekali. Karena konsep agama dan penyembahan seperti ini, maka konsep sosial akan dipengaruhi oleh konsep agama.
1 of 4 »