Di dalam pengertian tentang Perjamuan Kudus, ada satu tema yang sangat penting, ini menjadi bagian yang diperdebatkan juga di dalam reformasi terutama di dalam periode awal yaitu mengenai kehadiran Tuhan. Tuhan adalah Allah yang senantiasa hadir dan Perjamuan Kudus memberikan kepada kita pengalaman makan bersama, menikmati kehadiran Tuhan. Inilah kehadiran yang sangat diperlukan untuk dipahami ada dalam Perjamuan Kudus. Di dalam tradisi Reformed, salah satu pendapat yang ditentang baik oleh Katolik maupun oleh Lutheran dan Calvin sendiri adalah melihat Perjamuan Kudus hanya sekedar mengingat peristiwa lama. Itu merupakan sesuatu yang memang Tuhan katakan, “perbuatlah ini untuk mengingat Aku”. Tetapi yang kita perlu pahami juga adalah waktu Tuhan mengatakan “perbuatlah ini untuk mengingat Aku”, Tuhan juga menyerahkan roti dan mengatakan “inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu”. Berarti ketika kita menikmati Perjamuan Kudus, pada saat itu kita sedang menikmati kehadiran Tuhan. Kehadiran yang dinyatakan lewat cara yang lain dengan khotbah. Khotbah menyatakan Tuhan hadir lewat bicara, lewat kata-kata, tapi perjamuan menyatakan Tuhan hadir lewat media yang bisa disentuh yang kita bisa makan dan kita bisa minum yaitu roti dan anggur. Itulah sebabnya salah satu tradisi yang sangat penting, tetapi yang mungkin terlupakan adalah tradisi perdebatan mengenai Perjamuan Kudus. Biasanya orang akan mengatakan “jangan suka berdebat. Mari kita hidup di dalam harmoni. Kalau kita mau akrab, kita tidak saling beda pendapat itu baru bagus.” Tapi kadang-kadang kita lupa bahwa untuk kesatuan tanpa ada perdebatan, kita sedang menunjukkan kemunafikan. Kemunafikan karena kita tidak menunjukkan posisi kita demi perdamaian. Kita tidak merasa perlu untuk mempertahankan posisi kita demi damai. Itu berarti apa yang kita rasa tidak perlu diungkapkan, tidak perlu dipertahankan, itu tidak penting. Kalau Saudara tidak berdebat tentang satu hal, itu berarti hal itu Saudara anggap tidak penting, dan ada banyak hal yang tidak perlu diperdebatkan. Memang ada banyak hal yang tidak perlu dipertengkarkan. Tapi kalau kita tidak punya bijaksana untuk tahu mana penting mana tidak, kita akan berdamai untuk hal yang penting dan kita akan ngotot untuk hal yang tidak penting, ini kebodohan. Pertengkaran yang tidak perlu terjadi karena kita pertahankan hal yang tidak penting, itu bodoh. Tetapi hal penting yang harus dipertahankan tidak boleh dibiarkan tanpa diperdebatkan. Ini pendapat yang dimiliki oleh para Reformator. Itu sebabnya mereka mengkritik pemikiran dari tradisi Katolik yang terlalu menekankan kekuasaan dari para pemimpin gereja. Kekuasaan di dalam menyampaikan kebenaran, kekuasaan di dalam menyatakan mana yang perlu untuk keselamatan dan kekuasaan yang akhirnya merebut otoritas yang harusnya dimiliki oleh Kitab Suci. Ketika orang-orang Reformasi protes dengan menyatakan seharusnya firman Tuhan yang disebarkan bukan ajaran gereja yang tidak punya kekuatan di dalam tafsiran firman Tuhan dan di dalam tradisi yang benar. Ketika ini ditekankan akhirnya ada pembelaan mengatakan “kalau kita tidak pegang apa yang dikatakan oleh Paus dan gereja, maka kamu akan tafsirkan Alkitab dengan sembarangan”. Tetapi Calvin melawan ini dengan mengatakan Kristen yang sejati tidak hanya ngotot terhadap tafsiran sendiri. Alkitab ditafsirkan secara bersama-sama, Alkitab ditafsirkan secara komunal. Ini adalah buku untuk sebuah komunitas dan komunitas itu bertanggung jawab untuk menafsirkannya bersama-sama, bertanggung jawab untuk saling cek apakah tafsiran yang diajarkan itu benar atau tidak. Inilah yang ditekankan di dalam Reformasi. Jadi bukan karena kita mengatakan sola scriptura hanya Alkitab saja, maka tafsiran kita yang menjadi benar, itu bukan sola scriptura, itu namanya sola saya, sola tafsiranku. Itu sebabnya kita perlu untuk menafsirkan Kitab Suci di dalam sebuah komunitas yang saling menyeimbangkan. Dan karena itu untuk saling menyeimbangkan perlu ada perdebatan kalau ada beda pendapat. Kalau yang satu mengatakan Perjamuan Kudus itu cuma sekedar mengingat, maka yang lain akan mengatakan jangan mengatakan sekedar mengingat. Karena meskipun Tuhan mengatakan mengingat, kehadiran Tuhan itu penting dan kalau kita tidak menikmati perjamuan karena ingin menikmati kehadiran Tuhan, kita akan kehilangan makna Perjamuan Kudus. Kadang-kadang kita tidak mengerti mengapa harus ikut Perjamuan Kudus atau kadang-kadang orang memberi arti yang lain dari Perjamuan Kudus. Maka kita mesti kembali ke Kitab Suci mengenai apa yang harus dipahami melalui sebuah Perjamuan Kudus.
Di ayat ini, ada 2 hal yang mau ditekankan. Pertama, ada kerinduan untuk persekutuan. Persekutuan di dalam keadaan akrab di mana orang-orang yang saling mengasihi terlibat di dalamnya. Perjamuan Kudus adalah tentang kesatuan di dalam Kristus. Di dalam 1 Korintus 11, Paulus menekankan pentingnya kesatuan gereja melalui saling menerima. Jangan ada 2 kelompok orang yang mengadakan perjamuan. Kelompok pertama adalah orang yang perjamuan dengan makanan yang baik, makanan orang kaya. Yang satu lagi adalah perjamuan dengan makanan sederhana, roti yang murah. Paulus mengatakan “kalau ini yang kamu lakukan, Tuhan akan hukum kamu, Tuhan akan hukum kamu dengan penyakit bahkan dengan kematian”. Paulus mengatakan, “jika kamu makan perjamuan tanpa mengakui tubuh Tuhan”, maksudnya tanpa mengakui Saudara seiman “kamu akan dihukum oleh Tuhan”. Kita biasanya menafsirkan kalau mau ikut perjamuan harus suci dulu, jangan berdosa supaya nanti ketika pegang roti tidak dihukum. Tapi 1 Korintus 11 tidak sedang bicara itu, melainkan sikap kita terhadap saudara seiman yang lain. Kadang-kadang kita tidak sadar bahwa perlakuan kita terhadap sesama itu adalah nilai etika yang Tuhan berikan tekanan untuk dihakimi. Saya tidak mengatakan hal-hal yang lain juga tidak perlu untuk diseimbangkan atau dijaga. Tapi cara kita perlakukan sama itu adalah inti dari hukum Tuhan sebenarnya. Kasihilah sesamamu dan itu yang Paulus katakan menjadi inti dari segala aturan dan hukum Taurat. Jadi ketika makan ada keakraban, undangan dari Tuhan untuk orang-orang yang saling mengasihi bersekutu. Maka persekutuan itu penting. Dan kita seringkali membuat reduksi persekutuan itu hanya sekedar keramahan wajah ketika menyambut orang. Saya pikir ini adalah penilaian yang sangat terburu-buru dan terlalu dangkal. Kita meletakkan pengertian persekutuan di dalam ekspresi citra yang menunjukkan keramahan tapi tidak asli. Saya tidak mengatakan semuanya tidak asli. Tapi kita sangat senang menerima orang yang punya pencitraan yang bagus. Tapi kita tidak mengerti bahwa persekutuan itu perlu pengorbanan lebih daripada sekedar hanya tindakan yang sepele. Saya tidak meremehkan tindakan sepele, senyum yang simpel, kemudian menyapa orang itu tentu adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Tapi kita tidak bisa memberikan penilaian bahwa itu saja cukup. persekutuan yang sejati adalah persekutuan dimana kita rela ikut kerepotannya orang. Orang mengalami repot dan kita mau repot bersama mereka. Orang mengalami kesulitan dan kita mau sulit bersama dengan mereka, ini persekutuan. Jadi persekutuan yang sejati adalah persekutuan dimana orang tidak melihat bahwa diriku dan dirimu itu adalah 2 kelompok yang berbeda. Kita ini satu, apa yang terjadi padamu adalah sesuatu yang akan berefek pada saya. Dan ini persekutuan yang dinyatakan kehangatannya lewat perjamuan. Perjamuan tidak hanya mengekspresikan keakraban, maksudnya kita saling bicara satu sama lain ketika perjamuan dibagikan, Saudara bicara dengan orang yang melayani lalu tanya “bagaimana kabar?”, tidak ada pembicaraan seperti itu mungkin di dalam Perjamuan Kudus. Tapi di dalam perjamuan kita menyadari bahwa kesatuan dari jemaat Tuhan itu terjadi karena Tuhan merindukannya. Tuhan yang rindu supaya kita bersatu di dalam Dia. Ini dikatakan Lukas, ada longing. Kalau Saudara tanya apakah Tuhan memiliki kerinduan, memiliki keinginan yang belum tercapai yang Dia ingin capai. Yesus mengatakan iya, yaitu persekutuan. Persekutuan dengan orang-orang yang ditebus oleh Dia. Dan ini yang ditekankan di dalam bagian pertama. Jadi ada kesadaran akan pentingnya sebuah persekutuan. Kesadaran akan pentingnya persekutuan ini seringkali adalah kesadaran yang cuma separuh. Kita tidak sadar bahwa kesadaran yang utama di dalam persekutuan adalah kehadiran Tuhan. Tuhan Yesus adalah tokoh utamanya untuk sebuah persekutuan bisa berjalan perlu ada kehadiran Tuhan. Persekutuan bukan cuma sekedar usaha kita untuk menjadi satu dengan orang, usaha kita untuk menolong orang. Tapi persekutuan adalah sesuatu yang secara asli dimiliki karena Tuhan. Saudara akan mengalami kesehatian dengan orang lain karena sama-sama mencintai Tuhan. Atau lebih tepat lagi, Saudara akan menemukan kesehatian dengan orang lain karena sama-sama dicintai oleh Tuhan. Tuhan mencintai kita dan itu yang membentuk kesatuan di dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya kesadaran akan kehadiran Tuhan itu sangat penting. Di dalam penyelidikan filosofi di abad 20, disadari bahwa manusia itu sadar dirinya hidup, tapi kesadaran itu bukan kesadaran yang melihat ke dalam. Saudara tahu Saudara hidup bukan karena Saudara merenung ke dalam. Saudara tahu Saudara hidup karena Saudara berinteraksi dengan sesuatu di luar Saudara. Saudara sadar Saudara ada karena ada yang lain di luar keberadaan Saudara. Kita tidak bisa merasa diri hidup jika kita tidak berinteraksi dengan sesuatu di luar kita. Ini tema tentang keberadaan, kesadaran diri. Tapi Saudara tidak bisa menyadari segala sesuatu all at once, sekaligus. Kita mempunyai kesadaran dan konsentrasi berpikir kepada sesuatu, bukan kepada segala hal. Saat ini misalnya Saudara sedang berkonsentrasi kepada apa yang saya katakan. Saudara tidak mungkin mempunyai kemaha-konsentrasian. Kita perlu kesadaran akan Tuhan dan ini sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Tapi kesadaran akan Tuhan ini tidak bisa dilakukan dengan hanya memahami kehidupan di dalam pemahaman kita sekarang. Kesadaran akan Tuhan akan membuat kita memahami keadaan kita di sekeliling kita dengan cara yang beda. Atau dengan kata lain, kesadaran bahwa Tuhan hadir akan merubah cara kita menyadari lingkungan kita. Saudara akan sadar lingkungan Saudara dengan cara yang beda, jika Saudara sadar ada Allah. Kesadaran akan kehadiran Allah merubah cara Saudara menyadari lingkungan sekitar Saudara. Atau dengan kata lain, cara Saudara menafsirkan lingkungan Saudara akan diubah lewat kehadiran Tuhan. Tuhan yang hadir akan membuat Saudara berubah. Saudara akan beda mempersepsi lingkungan Saudara. Inilah yang kita lihat diajarkan oleh Kitab Suci. Kitab Suci mengajarkan kita akan kesadaran realita kehadiran Allah, bukan kesadaran akan realita lalu selesai. Inilah yang diajarkan Tuhan melalui inkarnasi Kristus. Kristus yang berinkarnasi membuat kita bersentuhan dengan realita hidup dengan cara yang baru. Tapi, yang Yesus tawarkan kepada banyak orang tidak nyambung, terutama kepada orang Farisi, karena mereka mengharapkan sesuatu untuk menambahkan kehidupan mereka. Mereka mengharapkan cherry on top, mereka merasa bahwa makanan mereka sudah oke dan sekarang tinggal tambahin ceri sedikit. Tapi Tuhan Yesus datang dan mengatakan “menumu salah”. Menunya apa? menunya roti “akulah roti yang turun dari sorga”, ubah menumu. Ini membuat orang kaget “kalau begitu bagaimana kita harus hidup?”, ubah cara kamu memahami hidup. Yesus datang untuk membuat kita berubah. Kadang-kadang khotbah itu terlalu dangkal bukan karena kurang pintar yang kotbah, bukan karena kurang intelektual atau kurang pelajaran, tetapi karena tidak memahami radikalnya kehadiran Yesus. Yesus itu tokoh radikalis, Dia datang merubah segala sesuatu. Dia merubah cara berpikir, pengharapan, dan realita sama sekali.