Di dalam zaman modern, ada 2 kelompok filsafat yang sama-sama menggugah kembali apa arti kesadaran. Rene Descartes dan George Berkeley menawarkan filsafat yang sulit diterima karena untuk menerima pikiran mereka berarti saya harus merubah konsep saya tentang realita, semua tentang realita berubah. George Berkeley mengingatkan kita apa yang kita tangkap, persepsi kita, itu yang kita tahu. Kita memahami keberadaan yang independen di luar kita, karena kita mempersepsinya. Maka kalau engkau tidak mengalaminya, apakah keberadaan itu tetap ada? Saudara mengatakan “iya dong, masa tidak ada, keberadaan tetap ada entah saya alami atau tidak”. Saudara bisa memahami kesadaran dengan cara yang secara radikal beda dengan yang Saudara pahami sehari-hari. Ini yang para pemikir itu coba tawarkan, banyak orang mengatakan dunia filsafat adalah dunia tidak penting karena membuat kita memikirkan tentang tema-tema yang tidak langsung bersentuhan dengan hidup. Tapi kalau kita pikir ulang tidak, semua tema penting ini ternyata berkait dengan kehidupan sehari-hari. Maka yang saya mau tawarkan adalah ternyata cara kita melihat realita itu bisa diutak-atik. Cara Saudara memahami keberadaan itu bisa berubah. Misalnya ada orang mengatakan, tentu ini teori yang saya pikir sangat tidak bisa diterima secara Alkitab, tapi ada yang mengatakan bahwa kesadaran kita ini adalah kesadaran yang membangun realita. Karena Saudara sadar sesuatu, maka sesuatu itu ada. Kalau kita punya kesadaran tentang apa, maka bisa ada sesuatu yang muncul dari kesadaran kita ini. Ini omong kosong, cuma ini sesuatu yang mengganggu pikiran. Misalnya, mengapa di sebuah komunitas bisa ada gangguan hantu, lalu di tempat lain bisa lebih skeptis terhadap hantu? Kesadaran orang kota adalah tidak ada hantu, makanya tidak ada hantu. Kesadaran orang di dalam adalah ada hantu, maka ada hantu. Hantu itu adalah proyeksi dari kesadaran kita yang menjadi real. Tapi kalau Saudara baca Alkitab, tentu Alkitab tidak mengajarkan itu karena Alkitab menekankan bahwa realita kita itu tidak bisa ditafsirkan oleh kita sendiri. Kalau tidak ada Tuhan, seperti tadi bisa muncul kesadaran kolektif membentuk realita. Ada itu menjadi ada karena kita sadar sama-sama. Ini menakutkan kalau dipikir lebih lanjut, “iya ya, berarti ada kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif membuat benda-benda menjadi ada. Pantas ada hantu karena semua sepakat hantu itu ada”. Dan makanya hantu itu beda-beda, hantu di Amerika lain dengan hantu di Indonesia. Jadi Saudara tidak perlu masuk ke dalam pseudo science mengatakan keberadaan itu adalah kesadaran kolektif, kita sama-sama sadar maka ada ada. Itu tentu tidak benar. Tapi kalau kita tarik ke Tuhan maka itu agak sedikit nyambung. Ada itu ada karena kesadarannya Tuhan, karena Tuhan yang menyatakannya. Atau dengan kata lain Tuhan yang memproyeksikannya lewat karya penciptaanNya. Karena Tuhan punya kesadaran, maka ada penciptaan, Tuhan yang menyatakannya. Ini dari George Berkeley, “kamu rasa kalau pohon jatuh suaranya keras tidak?”, Saudara mengatakan “iya”, “kalau tidak ada yang dengar, tetap bersuara tidak?”, George Berkeley mengatakan “bersuara”. “Mengapa ada suara independen dari pengalaman kita?”. Karena suara itu tidak muncul karena pengalaman kita, suara itu muncul karena kesadaran Tuhan. Tuhan yang buat. Jadi kalau kita renungkan dari sudut pandang itu, seluruh kesadaran kita adalah kesadaran tentang sesuatu yang Tuhan ciptakan, simple-nya seperti itu. Kalau kesadaran kita adalah tentang sesuatu yang Tuhan jadikan, maka yang Tuhan mau apa itu dijadikan, gunanya untuk apa, itu yang jauh lebih penting dari apa yang kita mau. Yang Tuhan mau lebih nyambung dengan dibandingkan dengan apa yang kita mau. Sehingga perkataan “jadilah kehendakMu” itu menjadi masuk akal. Kalau Saudara mengatakan “jadilah kehendakMu” itu tidak masuk akal, salah mikir. Kehendak Saudara yang tidak masuk akal, yang Saudara ingin itu sangat tidak cocok dengan realita. Banyak kali kita menginginkan hal yang tidak sesuai dengan realita. Saudara berhenti mengingini karena mengingini sesuatu yang Saudara inginkan, tidak real. Keinginan kita tidak real, karena kita tidak mengatur segala sesuatu. Kita bahkan tidak bisa mengatur rambut yang jatuh itu yang mana, kata Tuhan seperit itu. Mengapa tidak real? Pertama, karena engkau tidak mengatur segala sesuatu. Kedua, karena kamu tidak bisa menafsirkan segala sesuatu kalau engkau tidak mengaturnya. Lucu ya kalau kita tafsirkan, padahal bukan kita yang mendesain. Kalau kita lihat dari pembacaan, teori sastra dari Friedrich Scleiermacher, ia mengatakan penulis lempar karya lalu orang tafsir karya dia, penulis bisa belajar dari tafsiran orang terhadap karya dia. Jadi kalau saya khotbah misalnya, Saudara renungkan khotbah saya, lalu Saudara memberikan pendapat tentang khotbah saya, saya bisa belajar dari Saudara. Schleiermacher mengatakan kalau kamu baca karya Aristotle, lalu kamu tulis review “Aristotle mengatakan ini”, lalu Aristotle membaca review itu dia bisa belajar. Karena kebenaran tidak didominasi Aristotle. Tapi ini tidak bisa terjadi pada Tuhan. Saudara tidak bisa mengatakan “tafsiranku atas realita itu seperti ini Tuhan”, lalu Tuhan pikir-pikir “bagus, Aku tidak mikir ke situ, pintar juga kamu”, itu tidak mungkin terjadi pada Tuhan. Itu terjadi pada kita, tapi tidak mungkin terjadi pada Tuhan. Jadi penyelidikan sastra itu indah sekali, hermeneutik itu penting. Maka yang Schleiermacher katakan cuma berlaku untuk manusia.

Mengapa itu terjadi? Karena Schleiermacher mengatakan kebenaran itu akan makin limpah kalau Saudara interaksikan dengan zaman yang beda. Jadi ketika Saudara menulis di zaman Saudara, Saudara have no idea apa yang terjadi di zaman lain. Ketika itu diinteraksikan akan menjadi makin limpah. Maka tulisan kuno itu akan makin limpah daripada tulisan baru. Tulisan kuno lebih limpah karena tulisan kuno punya modelnya sendiri, punya dunianya sendiri, lalu kita interaksi kan dengan zaman kita dan menjadi kelimpahan. Sama dengan Paulus, Schleiermacher mengatakan Paulus akan kaget dengan teologi Paulus. Paulus tulis berapa buku, kalau dibukukan tipis. Lalu buku tentang Paulus segudang, seluruh gudang bisa penuh buku yang menulis tentang Paulus. Kalau Paulus diajak masuk ke perpustakaan khusus teologi Paulus, dia kaget, “ini semua buku tentang apa?”, “tentang engkau Paulus”. Lalu dia akan baca dan dia akan kaget, “benar juga ya, saya tidak berpikir ke situ”. Paulus tidak berpikir ke situ, tapi Roh Kudus sudah berpikir ke situ. Itu sebabnya waktu Saudara menafsirkan realita, Saudara tidak bisa menafsirkannya dengan cara setepat Tuhan, dengan cara selimpah Tuhan, dengan cara sebaik Tuhan. Maka kita perlu realita dipahami dengan cara lain. Kita tidak bisa hidup begini terus, kita tidak bisa ingin apa yang kita ingin terus, kita tidak bisa tafsir apa yang kita mau terus, kita tidak bisa pahami kebenaran sesuai dengan yang kita mau terus, kita mesti ubah. Bagaimana cara mengubahnya? Alkitab mengajarkan realita kita tafsirkan dengan cara yang berubah, kalau kita sadar ada realita Tuhan. Tuhan yang hadir membuat kita merubah diri untuk melihat realita kita. Jadi realita kehadiran Tuhan sangat penting, Tuhan mesti hadir. Makanya pengalaman Israel setelah keluar dari Mesir itu bukan pengalaman freedom. Tuhan mengatakan “tidak, yang kamu perlu bukan bebas dari Mesir, melainkan kehadiranKu”. Maka setelah mereka keluar dari Mesir, mereka tidak langsung jalan ke Kanaan, mereka ke Sinai untuk mengalami realita kehadiran Tuhan. Saudara dibebaskan dari dosa, terus sekarang kemana?”, sekarang engkau harus mengalami realita kehadiran Tuhan, Tuhan mesti hadir dulu di hidup, baru kita benar-benar bebas. Banyak kali kita tidak mau realita kehadiran Tuhan, tapi kita sudah mau lanjut. Ini seperti orang mau belajar piano lalu mengatakan “saya mau main lagunya Liszt. Lalu orang tanya “apakah kamu tahu apa itu not balok?”, “tidak”. “Terus kamu mau langsung main lagunya Liszt?”, “iya”, tidak bisa. Saudara perlu tahap-tahap dasar untuk memahami apa itu musik, lalu tahap-tahap dasar memahami apa itu piano, lalu tahap-tahap dasar memahami bagaimana jarimu bergerak di atas piano dulu. Baru kemungkinan main lagu yang agak lebih sulit. Demikian juga tentang hidup, kita mau punya cita-cita, mau punya keinginan, tapi kita sudah loncat. Banyak orang selalu berpikir begitu, “hidup bahagia andaikata saya begini. Kalau saya kaya hidup akan bahagia, kalau miskin saya akan sengsara”, siapa yang mengatakan itu? Saudara mungkin mengatakan “realistis sajalah pak, orang banyak uang itu bisa lebih gampang melakukan apapun, bisa lebih enak dalam apa pun”. Tapi jawaban dari pengkhotbah adalah apakah lebih enak itu tujuan final dari hidup? Apakah mendapatkan treatment spesial karena banyak uang itu adalah cita-cita hidup. Kalau begitu apa gunanya? karena in the end bukan itu yang kamu nikmati. Kita salah tentang hidup, ini fakta yang harus kita sadari dulu, “saya salah tafsir tentang hidup, maka saya salah tafsir tentang kenikmatan. Dan saya salah tafsir tentang diri, salah tafsir tentang cita-cita dan tentang segala hal. Kalau begitu bagaimana mengubahnya? Mengubahnya bukan cara spekulasi filsafat, itu membuat kita gila. Carl Jung sedang diskusi dengan satu orang perempuan, lalu mereka bicara tentang pengalaman mimpinya perempuan itu. Perempuan itu bercerita “saya mimpi melihat ada sejenis kumbang dari Mesir yang warna hijau, kumbang emas warna hijau, saya mimpi ada binatang ini, terus saya lihat mimpi ini”. Lalu Jung pikir-pikir binatang itu “ini binatang langka sekali, jarang ditemui”. Lalu perempuan itu pergi, Jung masuk ke kamarnya, buka lemari, ada kumbang itu, kalau dia mengatakan “ini kumbang muncul karena kita bicara”, ini gawat. Tapi kalau saya pikir-pikir kalau kita mau meragukan realita, “sepertinya saya memahami realitas salah, saya mesti tafsir ulang”, Saudara bisa masuk ke dalam spekulasi yang tidak habis-habis, lama-lama jadi gila. Realita ditafsirkan macam-macam kemana-mana. Tapi Tuhan menyatakan realita hidup hanya bisa dipahami dengan realita kehadiran Allah. Kesadaranmu akan hidup harus difokuskan ke Tuhan dulu. Ini menjadi kalimat abstrak, apa maksudnya difokuskan ke Tuhan, bagaimana mengenal Tuhan? Saudara, hidupmu itu tidak bisa didefinisikan, tapi bisa diceritakan. Hidupmu tidak bisa dirangkumkan, tapi bisa dituturkan. Ketika Karl Bart ditanya tentang teologinya, dia mengatakan “inilah rangkuman teologi saya Jesus loves me this i know for the Bible tells me so”. Kalau begitu tulis itu saja, mengapa tulis teologi rumit-rumit membuat mahasiswa teologi stres. Tetapi intinya adalah ini rangkuman yang mungkin karena dia libatkan Tuhan. Tapi kalau Saudara diminta untuk merangkum seluruh hidup Saudara, tidak bisa. Hidup kita susah dirangkum, hidup kita lebih gampang diceritakan. Jadi hidup manusia itu adalah hidup membangun cerita, cerita hidupmu. Maka cerita hidup dibandingkan dengan cerita Tuhan bisa klop. Kalau Saudara mau tanya bagaimana mengerti realita Tuhan, bagaimana memahami Tuhan hadir? Jawabannya pahami cerita Tuhan. Saudara tidak bisa rangkum Tuhan hanya di dalam 1-2 kalimat. Cerita penciptaan dan penciptaan kembali ini penting karena Saudara memahami realita kita adalah realita yang akan mengalami penciptaan baru. Karena realita kita akan mengalami ciptaan baru, maka Saudara mengharapkan kehadiran Tuhan akan membawa pembaruan. Kalau Tuhan hadir tidak membawa pembaruan, maka realita kehadiran Allah tidak sepenting yang didengung-dengungkan oleh Kitab Suci. Kalau Tuhan hadir dan segalanya menjadi baru, baru itu penting. Jadi kehadiran yang merubah, kehadiran yang merombak, kehadiran yang memperbarui, itulah kehadiran Tuhan. Dan inilah yang Yesus mau ajarkan kepada murid-murid tentang realita kebangkitan. Kebangkitan itu bukan cuma sekedar dari mati bangkit lagi. Kita pikir hebatnya Yesus adalah Dia mati bangkit lagi. Tapi kalau kita cuma memahami Dia mati bangkit lagi, maka keberadaan Dia tidak sespesial Lazarus yang sudah mati dan dibangkitkan. Kebangkitan Yesus tidak spesial karena selain Dia sudah ada yang lain yang bangkit. Kita sering salah di sini, tapi, Paulus mengatakan, di Roma, kalau Roh yang membangkitkan Yesus ada pada kamu, Roh yang sama akan membangkitkan kamu juga. Jadi yang membangkitkan Yesus itu siapa? Roh Kudus. Yesus membangkitkan Lazarus pakai kuasa siapa? kuasa Roh Kudus. Jadi bangkitnya Yesus karena Roh Kudus. kalau begitu apa yang spesial dari kebangkitan Yesus? Alkitab mengingatkan bangkitnya Yesus itu adalah pernyataan bahwa ciptaan baru sedang dimulai. Ini tidak terjadi pada kebangkitan yang lain, Lazarus bangkit bukan tanda ciptaan baru sudah dimulai. Maka Alkitab menekankan Yesus adalah yang sulung, yang pertama bangkit. Kalau kita tidak mengerti kalimat ini, kita belum sungguh-sungguh memahami iman Kristen. Banyak orang sudah Kristen tahunan, rasa dia sudah mengerti. Waktu diberi tahu hal baru, dia kaget “mengapa saya baru tahu?”, karena kamu tidak serius belajar, engkau tidak serius memahami iman Kristenmu. Yesus bangkit sebagai yang sulung, lalu tanya lagi “sulung? Elia dan Elisa membangkitkan orang, Henok tidak mati.” Kalau begitu Yesus tidak sulung? Itu tidak benar, karena ciptaan baru dimulai dari Yesus, bukan dari Lazarus, bukan dari orang-orang yang dibangkitkan sebelumnya. Mereka bangkit itu revivifikasi, itu artinya tadinya mati, tapi dikembalikan ke sebelumnya, ke hidup. Yesus tidak begitu, Yesus memulai ciptaan baru. Kebangkitan Yesus adalah ciptaan baru dimulai, bukan kebangkitan biasa. Makanya ressurection itu bukan revivification, kebangkitan Yesus itu bukan resuscitation. Kebangkitan Yesus itu bukan kebangkitan dari tadinya mati balik lagi ke hidup. Bukan balik lagi, tapi maju. Jadi orang hidup mati lalu bangkit. Ini sekadar contoh, karena saya tidak punya alat peraga yang cocok, jadi mohon maaf kalau alat peraganya seadanya, seumpama ini simbol hidup, kemudian ini simbol mati. Saya tadinya hidup lalu saya mati. Lalu saya bangkit, bangkit itu apa? Balik lagi ke hidup. Hidup, mati, hidup lagi, ini namanya saya balik lagi ke sini. Tapi Yesus itu lain, Dia hidup, Dia mati, kemudian Dia bangkit, ciptaan baru. Ini yang Alkitab ajarkan, kebangkitan Yesus itu bukan kebangkitan hidup lagi. Kebangkitan Yesus adalah kebangkitan membawa ke ciptaan baru. Makanya Dia yang sulung. Jadi Saudara jangan mengatakan “Yesus itu sulung karena Dia yang pertama bangkit dari antara orang mati”. Begitu orang lain serang “tidak, Dia yang kedelapan”, Saudara sadar “iya ya iman Kristen salah, saya mau menjadi orang agama lain saja”, kamu yang tidak mengerti Alkitab. Banyak orang tidak mengerti Alkitab, sudah pikir dia mengerti, waktu pengertian dia digoncang, dia hancur. Ada orang mengatakan “Yesus itu bukan Tuhan. Buktinya dia lapar”, “iya benar juga ya, ternyata iman Kristen salah, saya buang saja”. Memang Yesus pasti lapar karena Dia manusia. “Jadi dia manusia, bukan Tuhan?”, Dia juga Tuhan. Bagaimana mengertinya? Baca Konsili Kalsedon, kamu orang Kristen hidup di abad 21 masa tidak tahu apa yang sudah terjadi sangat lama di percaya orang Kristen. Orang Kristen sudah bisa rumuskan itu sudah dari abad keempat. Tanya saja apa yang kurang jelas di situ, itu yang lebih baik. Iman Kristen itu bukan iman yang baru sekarang bergumul tentang tritunggal. Maka kita perlu belajar dari tradisi gereja. Jadi pengertian tentang Tuhan sudah dirumuskan, sudah dibagikan, tetapi kita tidak bisa memahaminya dari spekulasi kita sendiri. Kita perlu kembali kepada Tuhan lalu coba pahami “Tuhan, bagaimana aku mengerti Engkau dari pemahamanku akan realita hanya mungkin benar kalau Tuhan rela hadir”. Kemudian dari kehadiran Tuhan, bagaimana saya bisa tahu Tuhan hadir dan merubah? Dari kebangkitan Kristus. Kebangkitan Kristus adalah yang pertama dari semua yang baru yang lain. Jadi Dia yang pertama dan setelah Dia akan ada ciptaan baru. Dia yang pertama dan setelah itu ciptaan baru akan menyebar ke mana-mana. Maka kebangkitan Kristus bukan sekedar hidup lagi, bukan cuma tadinya mati sekarang hidup lagi, jantungnya tadinya berhenti berdetak, lalu 3 hari kemudian mulai berdetak lagi. Hanya itu? Bukan hanya itu, ini adalah realita ciptaan yang baru.

« 2 of 3 »