Message kedua yaitu hal tentang nama Tuhan patut dihormati, meja Tuhan tidak boleh dihina. Allah itu Raja yang besar, semesta besar, dan namaNya ditakuti. Itu message kedua yang harus dibawa umat Tuhan didalam hidupnya. Maleakhi 1:6-8. Message kedua yang harus disampaikan sebagai umat Tuhan yang pulang dari pembuangan adalah nama Allah itu patut dihormati. Mereka sudah tidak menghormati umat Tuhan dan akhirnya terjadilah penghancuran oleh Babel, dan Babel sama sekali tidak menghormati Tuhan. Babel menghancurkan Bait Allah dan kemudian mengambil perkakasnya dan lain-lain, melakukan banyak sekali kerusakan, dan disitulah sebenarnya nama Tuhan tidak dihormati. Dan ketika mereka pulang, Tuhan memberikan satu message “dirikanlah Bait Allah dan kemudian lakukanlan persembahan yang baik”, tetapi apa yang mereka lakukan? Karena jepitan ekonomi mereka merasa “sudahlah, begini saja sama Tuhan. Yang penting ada persembahan, ada korban, asap di Bait Allah mengebul terus, yang penting ada terus korbannya. Mau binatangnya cacat, yang penting binatang dan tidak haram. Domba yang kakinya cacat sedikit juga tidak apa-apa”, karena mereka lupa satu message yang penting yaitu nama Tuhan patut dihormati. Tindakannya apa? Tindakannya adalah kalau persembahan lakukan yang baik, jangan beri yang timpang, yang sisa, yang sudah mau mati dan kemudian “pokoknya memberi”. Karena komparasinya adalah kita kasi itu kepada orang, di sini dikatakan kepada bupati atau pemimpin politik, raja tidak mengatakan “bagus ya kamu memberi saya persembahan seperti ini”. Bupati pun minta sesuatu yang perfect. Lalu kita memberikan kepada Tuhan “begini saja tidak apa-apa, yang penting saya masih bisa makan, karena saya terjepit, mau bagaimana lagi. Maka berikan saja yang asal-asalan, itu tidak masalah”. Ternyata masalah, karena waktu itu dijalankan berarti kita sedang mengirimkan message kepada dunia ini bahwa “tidak apa-apa memberikan yang jelek kepada Tuhan. Dia itu pengasih dan pemurah. Yang penting kita memberi, sudah syukur kita beri”, itu message yang akan disampaikan. Jadi kalau kita berpikir tindakan kita tidak menyampaikan message apa-apa, Saudara salah besar. Karena kita sedang menyampaikan satu message bagaimana kita menganggap Tuhan kita itulah yang akan kita kerjakan di dalam hidup kita sehari-hari. Itulah yang ditegur. Atau yang lain, bukan karena terjepit ekonomi tapi berpikir “kalau yang bagus bisa dijual dengan harga mahal. Saya punya 2 domba, untuk Tuhan yang cacat saja, yang tidak akan laku dijual. Yang penting secara aktivitas saya memberi, secara aktivitas saya menyatakan ibadah saya kepada Tuhan. Tapi di sini Tuhan mengatakan, jangan lupa semuanya itu adalah ada message dari Tuhan yang harus kita sampaikan. Berarti message-nya apa? “Tidak apa-apa, kalau ada yang bagus, ada yang jelek, beri kepada Tuhan yang jelek saja. Tidak ada yang tahu, kalau tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu. Apalagi orang lain tidak akan tahu. Kita beri yang biasa-biasa, jelek, cacat tidak masalah”. Berarti apa yang Saudara sampaikan dengan message itu? Berarti Tuhan boleh dihina. TUHAN itu Raja di sorga, di bumi kita urus urusan bumi saja, Tuhan tidak perlu tahu, yang penting ada terus. Dan itulah yang menjadi teguran sangat besar. Maleakhi 2: 7 “Sebab bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya, sebab dialah utusan TUHAN semesta alam. Tetapi kamu ini menyimpang dari jalan, kamu membuat banyak orang tergelincir dengan pengajaranmu dan kamu merusakan perjanjian dengan Lewi, firman Tuhan semesta alam”. Tuhan bisa dihina dengan cara tidak dihormati dalam cara apa? Dengan berada di dalam ajaran yang salah. Saudara jangan mengatakan “semuanya sama, yang penting mengajarkan kebaikan”. Di sini komplain berat Tuhan, Maleakhi 2, “kalau kamu stay di dalam ajaran yang salah dan imam kamu mengajarkan hal yang salah berarti kamu merusakan perjanjian. Kamu pikir Aku bisa diberi tahu oleh semua orang dengan cara yang salah dan Aku terima, disalah-mengerti orang?”, tidak. Tuhan itu tidak menerima diriNya disalah-mengerti. Maka ajaran sesat, ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab itu adalah penghinaan terbesar kepada Tuhan, itu adalah hoax terbesar. “Tuhan itu begini”, tapi Alkitab tidak mengatakan begitu, maka di sini Tuhan marah sekali “kalau bisa tidak perlu kebaktian, tutup saja pintunya”. Karena percuma kamu mengajar di satu tempat yang katanya kebaktian, lalu mengajarkan orang untuk menyimpang ke kiri dan ke kanan, itu sama saja tidak menghormati Tuhan. Karena harusnya bibir seorang imam memelihara pengetahuan dan orang mencari pengajaran dari mulutnya sebab dia adalah utusan Allah. Maka kita dalam 1 Petrus dikatakan imamat yang rajani. Satu hamba Tuhan berkhotbah dan ada umat, tapi Saudara juga dipanggil menjadi imamat yang rajani yang akan menyampaikan pengajaran firman Tuhan dengan benar. Dan kalau kita sampaikan asal-asalan karena kita mengertinya minimalis, kita tidak mau tahu, kita pas-pasan saja pokoknya tahu Tuhan itu baik. Saudara dan saya akan mendapatkan teguran ini. Kita lupa memberitahukan message kepada dunia ini bahwa “ini Tuhan yang benar, ini Tuhan yang sejati, karena Dia begini begini dan saya mengenal Dia”, itu yang harusnya ada dalam hidup kita. Tapi kita pikir “sudahlah, yang penting seminggu sekali ke gereja, baca Kitab Suci, baca renungan di HP, 5 menit selesai, itu sudah cukup. Saya tidak jahat, saya tidak berzinah, saya tidak korupsi, saya tidak mencuri, itu sudah cukup”. Tapi Saudara lupa Saudara akan menyampaikan ajaran yang menyimpang. Dan Saudara mengatakan “Tuhan, saya menghormati Tuhan”. Tuhan bilang “omong kosong”. Kalau mau dilihat lagi ayat di atasnya “lebih baik Aku tutup pintu kebaktian, lalu Aku lempar kotoran sisa dari persembahan itu ke kamu”. Ini kalau bukan potret yang sangat nyinyir dan kita tidak dapat nyinyirnya Maleakhi, kita akan hopeless. Karena kita sudah dimarahi begitu besar dan kita tidak sadar, berarti kita tidak ada harapan. Tapi inilah teguran yang keras dan teguran yang keras ini diberikan Tuhan di akhir Perjanjian Lama. Karena kita tidak bisa melakukannya sendiri dan kita harus menanti Sang Anak Daud yang akan membersihkan hati kita. Karena itu teguran ini baru dinyatakan di dalam Maleakhi, kitab terakhir Perjanjian Lama.