Itu sebabnya ketika kita memahami Taurat dengan cara seperti ini, kita akan mengagumi Taurat dengan memberikan penghargaan besar sekali kepada Taurat. Taurat mengajarkan kepada orang percaya untuk menghargai orang-orang yang dianggap rendah. Taurat mengajarkan kepada orang percaya untuk menghargai orang asing supaya mereka pun bisa menjadi bagian dari umat Tuhan. Taurat memberikan ajaran kepada anak-anak untuk memberikan penghormatan kepada orang tua. Taurat mengajarkan kepada orang tua untuk menjadi teladan di dalam mengajarkan Taurat kepada anak-anak. Taurat mengajarkan kepada pemerintah bagaimana harus bersikap kepada rakyat. Taurat mengajarkan kepada rakyat bagaimana harus bersikap di bawah pimpinan seorang raja. Taurat mengajarkan kepada keluarga-keluarga bagaimana harus bersikap di tengah-tengah masyarakat. Taurat mengajarkan kepada orang-orang yang menjadi umat Tuhan bagaimana harus memperlakukan orang-orang yang sedang sakit atau dalam keadaan jelek. Ini semua menunjukan bahwa Tuhan ingin ada masyarakat yang baik, yang penuh sejahtera, yang penuh dengan kedamaian. Namun orang Israel salah memahami Taurat. Karena mereka berpikir bahwa “semakin kami menaati Taurat, semakin identitas kami dimunculkan”. “Siapa kamu?”, “Israel”, “mengapa kamu jadi Israel?”, “karena kami jalankan Taurat”. Menjalankan Taurat menjadi identitas yang dikerjakan dan akhirnya dimiliki. Identitas yang di-acquired, “saya mencapai, saya coba capai dan setelah saya capai, saya menjadi orang itu”. Ini adalah identitas yang ditawarkan oleh dunia. Saudara ditawarkan untuk menjadi orang yang lebih orang dari orang lain. Ini yang ditawarkan dunia ini, saya harap Saudara menyadari betapa besarnya tipu yang diberikan oleh dunia kepada kita. Kita diberikan pengertian-pengertian yang secara umum kita terima tapi kita tidak sadar ini sangat memberontak dan sangat salah di dalam pandangan Alkitab. Saudara akan diberitakan bahwa Saudara adalah manusia yang kurang manusia, kurang unggul sebagai manusia. “Jika engkau mau menjadi manusia, engkau harus punya daya saing, engkau harus punya kelebihan, engkau harus punya keunggulan, engkau harus punya cara hidup yang mengalahkan orang lain”. Ketika Saudara study, Saudara mesti menjadi the best, yang paling baik supaya engkau menjadi orang yang dengan identitas yang lebih baik. Ini semua salah. Tapi orang yang memahaminya dengan cara yang salah, akhirnya melawan konsep ini dengan mengatakan menjadi baik itu tidak penting, ini terjadi di dalam Kekristenan. Saudara harus kejar nilai yang baik, tapi tandanya Saudara tidak melekatkan identitas di situ adalah nilai baik tidak membuat engkau sombong dan nilai bobrok tidak membuat engkau putus asa. Tapi nilai bobrok membuatmu pecut dirimu dengan keras, ini yang penting. Siapa yang punya nilai jelek? Kalau Saudara tidak cambuk punggungmu, saya yang akan cambuk. Identitas tidak ada di nilaimu, yang ada adalah penilaian tanggung jawabmu. Saudara kerja itu menunjukan tanggung jawab, Saudara studi itu menunjukan tanggung jawabmu di dunia ini. Tapi tanggung jawab itu dikerjakan setelah Saudara punya identitas lebih dulu. Taurat adalah tanggung jawab bagi orang percaya, tapi identitas itu datang dari Injil. Injil adalah pemberi identitas, tanpa Injil orang akan cari indentitas melalui tanggung jawab mereka dan ini yang merusak. Kalau orang banyak uang, apakah itu salah? Tidak. Kalau orang sombong karena banyak uang salah atau tidak? Salah. Mengapa orang yang punya banyak uang bisa sombong? Karena dia pikir uang adalah identitas dia. Kalau sukses boleh atau tidak? Boleh. Sukses itu dosa atau tidak? Tidak. Mengapa orang sukses itu sombong? Karena dia pikir identitas dia ada di sukses. Identitas tidak ada di situ, demikian juga dengan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi berpikir bahwa identitas mereka adalah kesucian dan kesalehan karena menaati Taurat. Taurat bilang apa? “engkau harus memberi perpuluhan”, “saya tidak hanya memberi perpuluhan, saya memberi duapuluhan”. Tapi orang Farisi merasa “karena kami melakukan itu maka kami punya identitas lebih tinggi dari yang lain”, ini problem. Sehingga Taurat itu tidak boleh dijadikan alasan untuk orang punya identitas. Begitu Taurat dijadikan alasan untuk orang punya identitas, dia akan menjadi rusak dan dia tidak mungkin masuk ke dalam umat yang hanya karena belas kasihan Tuhan boleh menjadi umat Tuhan. Itu sebabnya Paulus mengingatkan “bahwa kamu menjadi selamat, menjadi orang Kristen karena mengerjakan Hukum Taurat. Kamu menjadi selamat karena roh di dalam Kristus”, inilah Injil. Jadi Saudara bisa pikirkan ini dengan tarik kehidupan kita sekarang, jika Saudara tidak pernah kenal Kristus, Saudara adalah manusia tanpa identitas. Lalu Saudara akan mencari identitas dari segala hal yang mulia, baik dari keturunan atau dari pekerjaan atau dari pengakuan atau dari keluarga atau dari mana pun. Ada orang yang bingung identitasnya begitu kosong, dia merasa kalau dia bisa gaet perempuan cantik menjadi pacarnya, identitasnya akan naik. Ada orang yang kebingungan, tidak tahu bagaimana identitas dia sebenarnya, lalu dia cari dalam pekerjaannya, cari uang sebanyak mungkin. Lalu setelah uangnya bertambah banyak, dia merasa “inilah makna menjadi manusia, inilah posisi agung yang saya sekarang sudah capai”. Atau orang sudah kosong dan bingung, dia mencari identitasnya lewat agama, “kalau saya rajin agama, rajin beribadah, rajin membaca Alkitab, punya kemampuan lebih dari yang lain, saya adalah manusia”, manusia karena berjuang, manusia karena melakukan ini atau melakukan itu. Tapi ini adalah urutan yang terbalik. Saudara harus punya identitas dulu baru punya tanggung jawab. Bukan mengerjakan tanggung jawab demi sebuah identitas. Tapi sekarang kita lihat dunia menawarkan hal yang terbalik, Saudara harus kerja mati-matian baru nanti mendapatkan gelar, Saudara harus kejar ini dulu baru nanti dapat pengakuan. Pengakuan muncul belakangan. Tapi kalau pengakuan itu diidentikan dengan identitas, ini akan merusak.