Maka hal yang harus kita lakukan ada dua tahap. Tahap pertama adalah kalau kita sulit menemukan padanan-padanan dari bagian ini dengan konteks kita, dengan konsep kita, “saya tahunya Tuhan memberi kelimpahan. Saya tahunya Tuhan membuat yang kering jadi limpah, padang gurun jadi tempat yang sejahtera”. Sekarang saya menemukan Tuhan Yesus melakukan hal kebalikan yaitu pohon yang potensi mengeluarkan buah justru dibuat kering, apa yang terjadi, apa yang sedang dilakukan? Ini membuat kita bingung sehingga kita akan coba lihat kalau begini konteks apa yang sedang dibicarakan yang mirip dengan teks kuno. Apakah ada teks lain di dalam Perjanjian Lama yang polanya juga begini? Saya tahunya Tuhan memberi sejahtera, mengapa sekarang Tuhan memberi kekacauan? Waktu kita lihat ke belakang, ke dalam Kitab Perjanjian Lama, kita langsung dapat pencerahan dari kitab nabi-nabi. Saudara tahu nabi-nabi itu kontroversial, Yesaya di dalam Yesaya 24 ketika teman-temannya mengatakan “Tuhan membawa damai, Tuhan membawa Sejahtera”, dia mengatakan “tidak ada sejahtera. Engkau mengatakan damai, saya melihat kelaliman. Engkau mengatakan damai, saya melihat aniaya, saya melihat penderitaan, saya melihat sesuatu yang membuat saya kurus merana. Maka setelah teman-teman Yesaya mengatakan “damai di bumi, terpujilah Tuhan. Tuhan yang memberikan berkat”, Yesaya mengatakan “kurus merana aku”, ini Yesaya 24. Yeremia juga mengatakan hal yang sama, teman-temannya mengatakan “damai sejahtera, damai sejahtera”, Yeremia mengatakan “tidak ada damai sejahtera”. Teman-temannya mengatakan “terpujilah Tuhan di baitNya”, Yeremia mengatakan “bait ini akan dihancurkan”, mengapa bait dihancurkan? Ini pola yang mulai membuat kita bisa menempatkan perikop yang kita baca ini dengan tepat. Ternyata ada juga yang kontroversial di Perjanjian Lama, ada nabi-nabi itu kontroversial, mereka berbicara mengatakan “Israel akan dibuang, Israel akan dibuang”, mengapa akan dibuang? Harusnya mereka mendapatkan keadaan baik. Karena Tuhan sudah marah sama Israel. Tahu Tuhan marah, Tuhan sering marah-marah, di Kitab Hakim-hakim Tuhan marah. Tapi tidak pernah ada ancaman pembuangan. Ancaman pembuangan adalah ancaman yang diancamkan Tuhan lewat nabi-nabi dengan jelas sekali. Tapi sebelumnya tidak pernah seperti itu. Tuhan kirim musuh, Tuhan kirim orang-orang yang akan memberikan keadaan susah, mendisiplin Israel, tapi tidak pernah pembuangan. Dan tidak pernah mereka mengatakan Bait Suci akan dihancurkan sebelumnya. Nabi-nabi yang mengatakan Bait Suci akan dihancurkan, sistem ibadah yang Tuhan rancang dari Gunung Sinai sekarang akan berakhir, ini sulit diterima. Maka kalau Saudara membaca Kitab Suci dengan tenang, dengan baik, dengan sungguh-sungguh mau tahu ceritanya, sungguh-sungguh mau tahu apa yang terjadi, Saudara sungguh-sungguh dapat berkat. Ini paradoks membaca Kitab Suci, makin kita ingin tahu bagaimana Kitab Suci berbicara untuk hidup kita langsung, kita tidak dapat berkat. Tapi makin kita serius memahami kisahnya, kita makin mungkin dapat berkat. Inilah satu paradoks di dalam menafsirkan Kitab Suci. Ketika kita melihat di dalam Kitab Nabi-nabi ada kemiripan, langsung kita mulai dapat sense dari apa yang Matius ingin katakan. Ternyata Matius ingin mengajarkan kita bahwa Yesus adalah Nabi, Dia Nabi yang sedang punya pesan sangat penting. Dia punya pesan yang sangat harus kita perhatikan, yang hanya bisa kita pahami di dalam konteks dari nabi-nabi di dalam Perjanjian Lama. Kalau begitu apa pola yang mirip? Kita menemukan pola kacau itu menjadi tema utama dari seruan nubuat nabi-nabi. Nabi-nabi justru mengatakan tindakan Tuhan, tangan Tuhan akan membawa kekacauan, tangan Tuhan akan membawa kematian, tangan Tuhan akan membawa derita, tangan Tuhan akan membawa sengsara. Kita tidak mengatakan “ada setan membuat sengsara, Tuhan akan tolong”, bagaimana minta tolong kalau Tuhanlah pembawa sengsara ini? Ini yang sangat sulit dimengerti. Banyak orang tidak refleksikan ini baik-baik, sehingga ketika mengalami kesulitan langsung pikir ini ada kuasa jahat di dalamnya. Tapi orang mulai berpikir kalau Tuhan adalah yang membuat pekerjaan yang menghasilkan sengsara, menghasilkan kelaparan, menghasilkan aniaya, menghasilkan kematian, berarti Tuhan itu jahat. Ini mulai muncul, Tuhan jahat kah? Kalau Tuhan jahat mengapa saya punya pengharapan, kalau Tuhan jahat, saya habis, apakah benar Tuhan jahat? Tidak, Alkitab mengatakan Tuhan baik, mana mungkin Dia jahat. Lalu kalau Dia baik, mengapa Dia bertindak jahat? Apakah ini bisa dibilang tindakan jahat? Ini membingungkan sekali. Banyak bagian di dalam Kitab Suci membuat merenung dan mungkin membuat kita kehilangan iman. Kalau Saudara membaca Kitab Suci dan Saudara ditopang oleh anugerah Tuhan untuk tetap beriman, Saudara akan dapat kekayaannya. Tapi kalau belum apa-apa kita langsung kehilangan iman, kita akan mendapatkan keadaan kacau dan tidak mendapatkan kesempurnaan dari rencana Tuhan dinyatakan kepada kita. Perhatikan baik-baik, ketika Allah memberikan pernyataan kepada orang Israel, “Aku adalah penyebab hancurnya kamu, Aku adalah penyebab rusaknya kamu, Aku akan buang kamu. Aku adalah penyebab Bait Suci hancur”, orang Israel berdoa “Tuhan jangan begitu, ampuni kami, kasihani kami”. Di situ mereka sadar bahwa respon yang tepat untuk pekerjaan Tuhan demikian adalah doa. Ketika Tuhan menyatakan murkaNya, maka Israel berdoa. Nabi-nabi berkhotbah kepada Israel mengerikan sekali, “Tuhan akan hancurkan kamu”. Setelah itu nabi-nabi berdoa kepada Tuhan, respons ditengah kesulitan dan penderitaan adalah doa. Ini yang kita seringkali tidak lihat. Doa adalah satu respon umat di tengah pekerjaan yang kacau yang Tuhan izinkan terjadi di tengah-tengah mereka. Waktu Tuhan hancurkan umatNya dengan murkaNya, karena umatNya tidak setia, maka orang-orang saleh mulai berdoa. Itu sebabnya kalau gereja tidak punya jiwa atau keinginan doa yang baik, gereja itu adalah gereja yang sulit sekali menghadapi apapun yang buruk. Termasuk orang Kristen, termasuk kita ini secara individu. Kalau kita tidak biasa merespon apapun dengan doa, kita sulit akan menjadi orang Kristen yang menghadapi situasi buruk. Di dalam kondisi paling sengsara, orang-orang saleh berdoa minta dapat akses kepada Tuhan. Maka ketika mereka mengalami situasi paling buruk, mereka doa, tapi isi doanya apa? Pertama-tama mereka mengatakan “Tuhan singkirkan yang jahat. Berikan mereka kekalahan, hancurkan musuh”, dan kadang-kadang Tuhan izinkan itu terjadi. Mereka doa minta musuh dihancurkan dan musuh dihancurkan. Tapi di dalam pembuangan itu tidak terjadi. Waktu para nabi berdoa “Tuhan berikan kelegaan”, Tuhan tidak beri kelegaan. “Tuhan hancurkan Babel”, Tuhan tidak hancurkan Babel. Justru Tuhan pakai Babel untuk menghancurkan Israel, Tuhan murka kepada umatNya. Lalu apa yang didoakan oleh umatNya? Saudara perhatikan umatnya mulai berdoa, misalnya kita lihat di dalam kitab-kitab nabi-nabi, Yesaya, Yeremia, mereka mulai menatap dengan ratapan yang mengatakan “kami menantikan Engkau hadir”. Ini sesuatu yang menakjubkan, dari kekacauan mereka minta Tuhan melanjutkan pekerjaanNya dengan hadir, from chaos to Holy present, sesuatu yang aneh, dari kacau mereka minta “Tuhan nyatakan kehadiranMu, Tuhan kami mau kondisi ini diperbaiki bukan dengan kondisi baru, bukan itu, itu tidak cukup bagi kami. Kami minta Tuhan memberkati kami dengan hadir”. Inilah yang kita lihat di dalam semua khotbah nabi-nabi yang membicarakan fenomena alam. Misalnya ketika Yoel berkotbah, langit akan sangat gelap, matahari jadi kelam, bulan jadi seperti darah. Tapi setelah itu dikatakan Tuhan akan hadir. Misalnya ini dikatakan Yesaya bahwa ketika goncang langit, maka itu adalah tanda Tuhan akan segera hadir. Ini merupakan satu permintaan yang indah sekali, di tengah kekacauan, di tengah keadaan kalut, di tengah penderitaan yang mereka harapkan adalah Tuhan hadir, “Tuhan jika Engkau memberikan keadaan kacau, kami minta keadaan ini segera dilanjutkan dengan kehadiranMu”. Saya terharu setiap kali mendengar memahami pengertian ini, sebab kita punya rohani jauh sekali dari apa yang Alkitab ajarkan. Kerohanian kita adalah kerohanian solusi dari problem, ada problem kita minta solusi. Dan solusinya selalu solusi tanpa Tuhan. Pokoknya ada Tuhan atau tidak itu tidak relevan, yang penting solusi. Tapi nabi-nabi itu dilatih oleh Tuhan sampai lelah mendoakan solusi karena solusinya tidak ada. Mereka mengatakan “Tuhan, kapan ada pemulihan?”, Tuhan mengatakan tidak, bahkan kadang-kadang Tuhan menyuruh mereka berhenti berdoa. Tuhan mengatakan kepada Yeremia, “berhenti berdoa”, “mengapa berhenti berdoa? Saya ingin umatMu dipulihkan”, tapi Tuhan mengatakan berhenti berdoa. Tuhan melatih mereka untuk mendoakan sesuatu yang lebih besar. Apakah Saudara pernah mendoakan hal besar? Jangan cuma hal kecil terus. Hal besar itu apa? Apakah Saudara sadar bahwa doa itu merupakan sebuah akses Saudara bisa membawa Tuhan ke bumi? Saudara dalam doa bisa memohon supaya Tuhan bisa datang. Kalau Saudara bisa berdoa minta Tuhan datang, mengapa tidak minta itu? “Tuhan, hadirlah”, itu yang seharusnya diminta. Maka di dalam sengsara, Tuhan melatih orang-orang suciNya. Orang-orang yang jahat tidak Tuhan latih, Tuhan binasakan mereka. Tapi orang-orang suci Tuhan latih, latih apa? Dilatih berharap. Apa yang diharapkan? Yang diharapkan adalah kehadiran Tuhan, “Tuhan, maukah Engkau hadir? Kalau kondisi buruk, kehadiranMulah yang bisa membuat semuanya baik. Tuhan hadirlah dan kami akan tenang kembali. Tuhan hadirlah dan kami akan bersukacita”. Inilah yang dimiliki di dalam Kitab Nabi-nabi. Jadi polanya kita lihat sangat indah sekali, pertama mereka minta “Tuhan pulihkan keadaan”, ternyata tidak dipulihkan. Maka yang kedua yang muncul, yaitu kesalehan berdoa, minta Tuhan hadir. Mereka mulai berdoa mengatakan “meskipun keadaan buruk, harap Tuhan rela hadir. Meskipun kami ada di pembuangan, harap Tuhan rela hadir di situ”. Dan berkali-kali Tuhan menjawab bahkan di pembuangan pun Tuhan hadir. Bahkan di dalam peristiwa Ester, Tuhan bekerja lewat kondisi yang sangat tidak mungkin. Tuhan bekerja di tanah asing, Tuhan bekerja bagi orang-orang milikNya. Inilah yang kita lihat jadi pola dari para nabi, “Tuhan, keadaan sudah sangat kacau”, “apa yang kamu minta?”, “saya minta Tuhan hadir, saya minta Tuhan datang di tengah-tengah kami. Saya minta Tuhan tinggal bersama dengan kami”, kalau Tuhan tinggal, apakah semuanya baik? “Saya tahu kalau Tuhan hadir, hatiku akan tenang kembali”. Ini seperti anak kecil, anak kecil minta papa mamanya ada bersama dia “mama di mana? Mama di sini dong”, lalu ketika mamanya hadir semuanya baik. Apakah kondisi baik? Tidak. Saya ingat satu film tentang Perang Dunia ke-1, yang sangat mengharukan sekali, ketika ada 1 tentara harus pergi untuk membawa pesan ke satu tempat, supaya tempat itu tidak maju menyerang. Dia pergi lari, lalu di tengah-tengah di sebuah kota di Prancis, dia terpaksa harus sembunyi karena hampir tertangkap oleh tentara musuh, mau ditembak oleh tentara dari musuh. Dia masuk ke dalam sebuah rumah, di rumah itu ada seorang ibu sedang menggendong anaknya, mati-matian jaga supaya anaknya tidak menangis, takut nanti anaknya membuat suara yang membuat tentara datang. Lalu dia melihat keindahan, anak itu tenang sekali di pelukan ibunya. Anak itu tidak peduli kondisi politik. Apakah pemerintahan yang selama ini memerintah bisa kuat lagi? Tidak tahu. Apakah ada harapan di depan? Tidak tahu. “Yang satu saya tahu, mamaku sedang gendong saya dan itu cukup bagi saya”, ini anak kecil. Kita harusnya punya jiwa itu kepada Tuhan, “saya tidak tahu ke depan jadi apa, tapi Tuhan hadir. Kehadiran Tuhan itu melegakanku, kehadiran Tuhan itu menghiburku”. Ini juga yang diinginkan Musa, Musa ketika naik ke Gunung Sinai, ketika dia lihat orang Israel sulit sekali untuk diberikan penjelasan, mereka menyembah berhala lalu mengatakan “ini Tuhan”, berhala kok Tuhan. Lalu Tuhan marah terhadap mereka dan Musa mengatakan “Tuhan, izinkan aku memandang kemuliaanMu”. Apa yang Musa mau lihat? Musa mau lihat Tuhan rela hadir. Tuhan hadirlah dengan kemuliaanMu. Bolehkah aku memandang kemuliaanMu?”, dan Tuhan mengatakan “engkau hanya lihat belakangKu”. Musa minta sesuatu yang Tuhan belum kabulkan, tapi dia minta. Agustinus mengatakan hal yang sama di Confession, “saya mau doa supaya Tuhan hadir. Apa pun dampak dari kehadiran Tuhan, jadilah. Kalau Tuhan hadir membuat saya mati, matilah. Kalau Tuhan hadir membuat limpah, limpahlah. Kalau Tuhan hadir membuat kacau, kacaulah. Tapi Tuhan hadirlah”, ini yang didoakan di dalam Confession. Saya mengkalimatkan ulang, bukan kalimat kutipan. Demikian juga di dalam Kitab Suci kita, nabi-nabi berseru mengatakan “Tuhan hadirlah. Saya sudah minta supaya Israel dipulihkan, tapi sepertinya tidak dikabulkan. Saya minta Tuhan ampuni, tapi sepertinya belum terjadi. Tapi Tuhan, jangan tidak hadir, relalah hadir”. Dan meskipun Tuhan tarik kehadiranNya dari Bait Suci, Tuhan tarik kehadiranNya dari para imam, Tuhan tarik kehadiranNya dari Yerusalem, tapi Tuhan masih mau bicara lewat para nabi. Ini membuktikan permohonan para nabi supaya Tuhan hadir, dikabulkan oleh Tuhan.