Natal adalah saat perubahan politik, Natal adalah goncangan besar untuk kestabilan kerajaan. Kita terus pikir Natal adalah saat dimana lilin dinyalakan, lalu kita akan nyanyi Malam Kudus, ada bayi kecil. Memang benar ada bayi kecil yang seperti tidak berdaya, yang seumur hidup rendah hati hidupNya dan yang mati di atas kayu salib dengan cara yang menderita. Tapi yang rendah ini akan Tuhan tinggikan, sebab Tuhan sedang intervensi. Maka siapa merayakan Natal harus ingat kondisi perombakan politik yang Tuhan kerjakan. Seorang bernama Richard Pratt mengatakan, “banyak orang berkata kepada saya: pak bagaimana cara untuk mengajarkan ke jemaat bahwa Alkitab itu tidak bersifat politis, bagaimana caranya?”. Richard Pratt mengatakan “mengapa ajarkan ke jemaat kalau Alkitab tidak bersifat politis?”, Alkitab sangat politis. Alkitab sangat membahas tentang politik. Buktinya ada tema-tema yang sangat politis, Allah menyatakan “KerajaanKu akan datang”, Yohanes Pembaptis mengatakan “bertobatlah, sebab Kerajaan Allah akan datang”, Kerajaan Allah akan datang. Yesus Kristus memulai dengan mengatakan hal yang sama “bertobatlah, sebab Kerajaan Allah akan datang”. Kerajaan Allah itu pakai kata kerajaan, lalu di dalam Magnificat, kata pujian Maria dikatakan “Tuhan adalah yang menghancurkan pemimpin-pemimpin dan menaikkan orang-orang miskin”. ini kalimat kalau bukan ditafsirkan politis, ditafsirkan apa? Kita terlalu spiritualisasikan, apapun istilahnya. Kita spiritualisasikan, kita rohanikan semua di dalam Alkitab, sehingga apapun yang kita relevansikan jadi hilang. Pokoknya ini tentang masuk surga, selesai. Masuk surga selesai? Kalau begitu apa simbol-simbol yang berkait dengan politik dan kehidupan kita sehari-hari begitu banyak? Apakah tidak lebih baik kalau kita berusaha pelajari tentang apa yang Tuhan mau kerjakan di dalam dunia? Ini lebih memberikan pengharapan. Maka Natal adalah tentang perubahan, perubahan kerajaan perubahan politik, ini adalah titk awal Tuhan membuat perubahan yang Tidak ada manusia bisa membuat. Tidak ada manusia bisa membuat orang miskin jadi penguasa. Tidak ada manusia bisa membuat orang yang tidak berdaya menjadi pemimpin kita selalu akan pasrah mengatakan “oh Tuhan, kami hanya budak”. Mesir punya pemimpin akan diganti, tapi pasti bukan diganti karena kami, kami hanya budak apa yang bisa kami lakukan? Tapi Tuhan mulai bertindak, Tuhan melihat orang Israel ditindas, Tuhan membuat mereka lebih banyak dari Mesir. Anak mereka banyak, tiap kali ada tangisan bayi pasti bayi orang Israel. Sampai orang Mesir mulai pusing “mengapa di keluarga-keluarga kita semua tenang? Karena banyak anak banyak masalah, kalau anak cuma 1 lebih gampang ditangani, kalau anak cuma 2 lebih gampang ditangani”. Mesir pikir anak sedikit saja, tapi orang Israel terus banyak anak. Ibu-ibu gendong anak di tangan kiri dan tangan kanan, lalu di belakang ada beberapa buntut lagi, ini Israel. Jadi orang Mesir lihat “kamu anaknya berapa?”, “baru 5”, baru? Lama-lama Mesir penuh dengan orang Israel. Ini siapa yang buat? Pasti Tuhan, Tuhan memberikan orang Israel keturunan jauh lebih banyak dari Mesir. Baru Mesir sadar “yang kami tindas sebagai budak, sekarang punya kekuatan bisa melebihi kami”. Ini siapa yang buat? Apa Israel ada rencana begitu? Mereka tidak punya rencana, mereka cuma jalankan hidup hari demi hari dengan menangis “kami mengapa ditindas, kami mengapa jadi budak?”. Lalu mereka doa sama Tuhan “Tuhan, tolong kami”, pelan-pelan Tuhan mulai kerja, mereka jadi banyak. Dan ketika mereka pikir jumlah banyak adalah cara Tuhan menghancurkan Mesir, ternyata tidak. Tuhan suruh mereka tunggu lagi, tunggu berapa lama? Tunggu 80 tahun. Ini Tuhan kurang mengerti momen, “waktu kami sudah banyak, mengapa tidak langsung maju?”. Tuhan selalu kurang suka jumlah yang banyak, tapi ini jangan ditafsirkan GRII Bandung tidak perlu tambah banyak anggota, hati-hati jawaban menafsirkan Alkitab sembarangan. Orang Israel pikir “sekarang saatnya, kalau Mesir begitu ketakutan dengan jumlah kami yang banyak, sekarang kami bisa memberontak”. Tapi Tuhan mengatakan, “tunggu waktuKu”. Kapan waktu Tuhan? Waktu Tuhan itu tergantung Tuhan. Jadi orang mulai belajar dari Kitab Keluaran untuk melihat ke Tuhan. Tuhan intervensi, Tuhan mengubah kondisi, Tuhan menghancurkan tatanan yang stabil, itu kapan? Tidak tahu. Kapan Tuhan mau kerjakan? Kita tunggu, sambil tunggu sambil melakukan apa? Sambil doa, sambil kerja baik-baik, sambil hidup baik, sambil hidup benar, sambil hidup suci, sambil berjuang, sambil tunggu Tuhan. Di dalam Kitab Suci menunggu berkait dengan berjuang. Menunggu bukan pasif, maka orang Israel harus tunggu sampai ada satu bayi Tuhan selamatkan dari kematian yaitu Musa. Musa diselamatkan dengan dirawat oleh Putri Firaun, sampai dia umur 40, dia berniat mau memberontak, tapi Tuhan membuat dia jadi buronan. Dia lari dan selama 40 tahun berikut hanya menjadi gembala dari orang kafir. Terus ada di tengah-tengah kambing dan domba. Akhirnya satu kali Tuhan memanggil “Musa, Aku sudah mendengar seruan umatKu, kamulah yang Aku panggil untuk bebaskan mereka”, inilah saat goncangan muncul. Dan Musa pikir, “dengan kekuatan apa ya Tuhan?”, “Aku akan hantam Mesir dengan tulah demi tulah, sampai akhirnya Aku bunuh anak sulung mereka. Israel adalah anak sulungKu dan jika Mesir tidak bebaskan Israel, Aku akan bunuh anak sulung orang Mesir”. Maka Tuhan hancurkan Mesir, Tuhan membuat mereka ditelan oleh laut, Tuhan membuat Israel lolos. Dan Tuhan hancurkan dinasti Mesir, pemimpin yang besar dari bangsa yang besar demi budak. Di mana ada catatan sejarah seperti ini? Allah bertindak membela budak, Allah bertindak membela orang miskin, Allah bertindak menghancurkan penguasa besar demi memperhatikan orang miskin. Ini penting untuk kita pahami.
Saya harap kita benar-benar tambah dengar Firman tambah mengerti kaitan Firman dengan hidup. Jika firman Tuhan lewat begitu saja, bagaimana mungkin bisa mendapatkan anugerah? Itu sebabnya mari pikirkan baik-baik, Tuhan bebaskan budak dengan menghancurkan pemimpin. Mengapa Tuhan lakukan itu? Karena Dia mau membuktikan “kalau Aku bertindak terjadi hal besar”, itu sebabnya mari harap Tuhan bertindak. Dan kalau Tuhan mau bertindak, akan terjadi hal besar. Saya kadang-kadang berpikir, kita orang Kristen terlalu kurang beriman kepada Tuhan, kita terlalu berpikir Tuhan suka kestabilan seperti dunia ini, pokoknya stabil seperti ini ya seperti ini, dan Tuhan juga akan kerja dengan cara yang stabil-stabil saja. Kita selalu ukur pekerjaan Tuhan lewat kemampuan kita, seolah-olah Tuhan perlu kita, seolah-olah Tuhan harus pakai level kemampuan kita. Kalau kita kurang hebat, ya sudahlah pekerjaan Tuhan tidak bisa berkembang. Tapi ini berarti kita tidak berharap Tuhan bekerja. Ini berarti kita berharap kita yang bekerja, “saya kerja, saya punya kekuatan apa, di situlah hasil. Saya jadi besar maka pekerjaan Tuhan jadi besar”, itu salah. Yohanes Pembaptis punya kalimat yang sebenarnya sangat beriman, dia mengatakan “biar saya makin rendah tapi Tuhan makin tinggi”, artinya adalah dari kerendahanku pun Tuhan bisa kerja tinggikan Kristus lebih dari siapapun. Dari kegagalan dan kelemahan saya pun, Tuhan bisa kerja asal saya rela dipakai Dia. Itu sebabnya kalau kita harap Tuhan kerja, Dia akan kerjakan hal besar, pasti. Dan ini yang kita mau untuk membuat kita menjadi berpengharapan. Ini yang dimiliki Maria, seorang remaja yang belum punya pengetahuan banyak, yang masih begitu muda, yang diremehkan orang, ternyata punya hikmat yang besar, dia adalah pengajar Israel. Israel harus belajar dari dia mengatakan, “Tuhan, Engkau mengangkat orang-orang miskin dan merendahkan orang-orang kaya”, ini bukan perkataan komunisme, ini bukan anti kekayaan. Tapi ini sedang berbicara tentang kekekalan penguasa, siapa bisa berkuasa? Orang penguasa yang punya kekuatan militer, orang yang punya kekuatan uang, ini 2 yang berkuasa. Kalau kamu tidak kuasai militer, kalau kamu tidak kuasai uang, kamu tidak mungkin jadi pemimpin. Ini pengertian diketahui oleh seorang bernama Oktavian, waktu Oktavian mau diangkat menjadi raja, dia mengatakan “saya tidak mau berkuasa jadi raja, saya hanyalah citizen, warga yang punya kelas tinggi, itu saja, saya bukan raja”. “Ayo kamu jadi raja menguasai seluruh Romawi”, Oktavian dengan pura-pura rendah hati mengatakan “saya tidak mau kuasa apapun, saya cuma minta satu kuasa, saya tidak peduli kebijakan ekonomi, saya tidak peduli kebijakan pembangunan, saya tidak mau jadi pemimpin. Cuma berikan saya satu hal”, “kamu mau apa?”, “berikan saya kuasa atas tentara”, ini namanya minta kuasa atas segalanya. Siapa yang menguasai tentara, dia akan menguasai ekonomi. Orang mengatakan “mari kita membuat kebijakan pajak begini”, kalau Oktavian mengatakan “saya tidak setuju”, siapa berani melawan dia? Tentara ada di bawah dia. Itu sebabnya siapa yang menguasai militer, siapa menguasai keuangan, pasti jadi pemimpin. Tapi Tuhan mengatakan “benarkah? Kamu tahu itu dengan pasti?”. Prinsip ini siapa yang ciptakan? Prinsip ini siapa yang buat? Ini sesuatu yang mesti kita mengerti. Tuhan yang membuat prinsip ini kah? Kalau Saudara mengatakan “Tuhan yang mengatur orang kaya pasti jadi penguasa negara, orang dengan militer pasti jadi penguasa negara, yang lain-lain cuma jadi orang rendah yang tidak ada pengaruh”, Tuhan tanya “siapa yang membuat aturan itu? Adakah itu di Taurat? Adakah itu di firman Tuhan?”. Sebaliknya firman Tuhan mengatakan, Tuhan suruh orang-orang penting pulang dengan tangan hampa, Tuhan suruh orang-orang kaya rendah, Tuhan membuat pemimpin-pemimpin turun. Lalu siapa yang Tuhan naikkan? Yang Tuhan naikkan adalah orang-orang miskin, ini firman Tuhan. Saudara mau lebih percaya sistem dunia atau firman Tuhan? Kita mau belajar percaya firman, tapi kita lemah. Namun di saat lemah, Tuhan kembali mengatakan “ingat, Aku akan angkat orang-orang kecil menjadi pengaruh besar. Dan Aku akan turunkan orang-orang jahat yang pengaruh besar di dalam waktuKu”, maka ini yang kita harapkan.