Sekarang kita akan lihat sesuatu yang lebih besar sedikit saja, yaitu di dalam tiga bagian ini Yesus menyembuhkan orang sakit kusta, menyembuhkan hamba seorang perwira di Kapernaum dan menyembuhkan ibu mertua Petrus. Jadi ada tiga kata glory marginal di dalam masyarakat orang Israel. Yang pertama kusta, itu tidak kudus, tidak murni secara badan, ini orang yang dijauhkan. Lalu yang kedua, orang yang bukan ras Yahudi, mereka sangat rasis waktu itu. Hari ini beberapa yang Ortodoks itu masih demikian, kita itu dianggap rendah. Dan yang ketiga adalah perempuan. Jadi waktu zaman itu di dalam doa-doa mereka tiap pagi, mereka itu bersyukur dan berdoa, “Kami bersyukur kepada Tuhan kalau kami ini diciptakan bukan sebagai Wanita.” Atau “Kami bersyukur kepada Tuhan karena kami diciptakan bukan sebagai orang non Yahudi.” Jadi setiap pagi ucapan syukurnya seperti ini. Kalau kita sekarang, “Puji Tuhan, boleh melihat matahari cerah.” Nanti kita akan membahas lebih jauh

Sekarang kita akan membaca pasal 8:1, kita mau merenungkan dulu mengenai turunnya Kristus dari bukit itu punya signifikansinya apa. Matius 8:1, “Setelah Yesus turun dari bukit banyak orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia.” Bagian yang kita mau bahas lebih dahulu saat ini ialah mengenai Yesus “turun”, berarti Yesus “naik” yaitu di dalam Matius 5:1. Waktu Dia naik, itu menggambarkan new Moses lebih besar dari Moses dan berbicara mengenai Tuhan sendiri. Dan sekarang waktu Dia turun, berarti yang turun ini siapa? Yang turun ini adalah Allah sendiri. Allah yang sedang menyatakan diri-Nya turun. Dan sebetulnya kalau kita lihat di dalam konteks Perjanjian Lama, terminologi Allah yang turun ini menakutkan karena Allah dikenal sebagai Allah karena Dia adalah Allah yang suci, adil, benar. Dan oleh sebab itu tidak sembarangan orang bisa datang ke hadapan-Nya. Buktinya waktu Saudara baca di dalam Keluaran pasal 19, orang Israel sebelum bertemu dengan Tuhan yang menyatakan diri-Nya di Gunung Sinai, mereka disuruh untuk mentahirkan diri terlebih dahulu. Mereka harus cuci baju, mereka harus absen dari hubungan suami istri, mereka harus jaga diri 100%, dan dibatasi tidak boleh melewati area tersebut, karena ada area yang dikatakan maha suci. Dan Tuhan yang Maha Kuasa itu digambarkan dengan gemuruh, api, seperti ada awan yang gelap. Coba kalau di hadapan Saudara gambaran seperti itu, apa yang kita lakukan? Kita akan menyadari betapa kecilnya kita. Indonesia dilewati ring of fire, kita banyak gunung berapi, sedikit-sedikit berapi, volcano, gambarannya seperti itu. Terlalu dekat, kita tahu kita pasti mati. Gambaran Allah yang turun itu selalu memberikan gambaran yang menggentarkan. Kalau kita lihat banyak bagian firman Tuhan, orang-orang yang punya kepekaan ketika menghadap dan berjumpa dengan Tuhan, mereka selalu mengatakan, “Celaka aku.” Seperti Yesaya, “Aku najis bibir.” Petrus mengatakan, “Jauh daripadaku, aku ini orang berdosa.” Dan Musa bertemu Tuhan, dia juga sujud. Yosua juga dan banyak hal yang lain. Jadi ini bagian yang kita sudah lihat, meresponi Tuhan itu sebagai Tuhan dengan rasa gentar, ini yang pertama. Lalu yang kedua, gambaran ketika Tuhan turun, misalnya di dalam bagian Menara Babel. Kejadian 11, waktu Tuhan turun, melihat tindakan manusia dan menjadi hakim. Waktu di dalam peristiwa Sodom dan Gomora, Dia juga menjadi hakim, berarti Allah yang turun itu menjadi gambaran Allah yang adil, Allah yang suci, Allah yang benar. Dan inilah respons yang seharusnya kita berikan kepada Dia, itu appropriate response. Jadi ini bagian pertama.

Tetapi sekarang yang menarik itu karena di dalam Perjanjian Lama tidak terlalu kelihatan perbedaan kedatangan Mesias pertama dan kedua kali. Tetapi kalau kita lihat di dalam Perjanjian Baru, kedatangan Kristus pertama kali itu berbeda dengan kedatangan kedua kali. Kedatangan yang kedua kali inilah yang banyak ditangkap di dalam Perjanjian Lama, kedatangan yang mencekam, kedatangan yang betul-betul menyatakan Dia sebagai Allah yang menghakimi. Tetapi kedatangan pertama kali ini berbicara mengenai Allah yang berinkarnasi, Allah yang merendahkan diri, Allah yang betul-betul menjadi sama seperti manusia dan dengan rupa sebagai seorang budak. Dan inilah yang seharusnya kita harus pahami, Allah menjadi manusia dan sebagai budak. Orang yang mengikut Kristus juga mengambil satu pemahaman yang seperti ini, merendahkan diri di dalam semangat inkarnasi Kristus. Dan kedatangan pertama kali itu bukan hanya menyangkal diri, tetapi menderita bahkan mati sampai di atas kayu salib. Itulah sebabnya di dalam Filipi 3:10-11, Paulus mengatakan, “Yang kukehendaki mengenal kuasa kebangkitan-Nya. Bersekutu di dalam penderitaan, menjadi serupa dalam kematian.” Karena Paulus memahami siapakah Kristus dan dia mau menjadi sama di dalam Kristus, baik dalam penderitaan, kematian sampai kepada kemuliaan. Jadi ini satu konteks. Sekarang di dalam konteks Yesus turun dari bukit, kalau sekarang kita lihat apa yang dilakukan oleh Sang Mesias ini, Allah yang menjadi manusia. Tidak ada orang yang lebih penting daripada Kristus di dalam seluruh sejarah. Orang yang paling penting seharusnya hanya orang tertentu saja yang boleh ketemu Dia. Apakah Kristus sibuk? Seharusnya tidak bisa dibandingkan, sangat sibuk. Tetapi sekarang pada waktu pertama kali Dia turun, apa yang Dia lakukan? Dia menjangkau dan memberi diri-Nya dijumpai oleh orang yang bahkan tidak mau dijumpai oleh siapa pun juga, seperti orang kusta. Kristus berkenan dijumpai dan bahkan Dia menyentuh, menjamah orang kusta ini, berarti Dia mencari yang terhilang, mencari orang yang terpinggirkan, mencari orang-orang yang tidak dipandang oleh dunia. Ini gambaran yang dilakukan oleh Kristus. Kita bukan mengatakan secara keseluruhan, tapi sayangnya kebanyakan gereja melakukan yang terbalik. Bukan hanya gereja, dunia ini memang mengejar yang terbalik. Kalau Tuhan mencari yang hilang, dunia mencari sang pemenang. Dunia mencari uang, kekuasaan, kemuliaan. Kalau gereja menjadi serupa dengan dunia, itu bukan gereja, itu dunia. Di mata Tuhan, kita semua ini seperti orang yang sakit kusta. Tidak ada seorang pun yang kudus, benar, suci, adil. Tidak ada. Kita semua ini di mata Tuhan sama. Oleh sebab itu, manusia yang berdosa akan melakukan pembedaan di dalam pandangan dia. 

« 3 of 7 »