Kembali lagi di dalam tiga contoh yang tadi, kita lihat esensi yang terjadi di dalam tiga tindakan orang munafik ini, yaitu mengacu kepada ahli taurat dan orang Farisi, esensinya itu apa? Sekali lagi kita mengatakan ini bukan karena cinta, tetapi karena citra diri. Kita baca pasal 6: 1, “Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agama di depan hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian kamu tidak beroleh upah dari Bapamu di surga. Apabila engkau memberi sedekah, jangan engkau mencanangkan hal itu seperti yang dilakukan orang munafik di rumah ibadat, di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu sesungguhnya mereka sudah dapat upahnya. Tapi jika engkau memberi sedekah, jangan diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”. Ini satu prinsip yang baik untuk menjaga hati supaya murni, itu tujuannya. Hati yang murni, jadi kalau dia memberi secara tersembunyi, itu responnya cuma satu, dia memberi ini tujuannya apa? Tujuannya adalah untuk pekerjaan Tuhan, gerakan atau dorongan yang Tuhan beri itu ada hanya karena cinta. Karena memang tidak ada untungnya, dia memberi tidak ada yang tahu, tidak ada untungnya secara manusia maksudnya. Tidak ada untung, orang tidak tahu apa yang kita kerjakan, tidak menguntungkan. Tetapi orang yang sejati itu digerakkan karena adanya relasi yang mencintai Tuhan. Tetapi nabi palsu tidak mungkin melakukan ini. Jika mereka melakukan apa pun itu, sebanyak mungkin yang tahu semakin baik. Nabi palsu itu bawa orang bukan kepada Tuhan, mereka membawa orang kepada diri mereka, karena tujuannya memang itu. Sekali lagi, ini menyedihkan karena kalau kita lihat fenomena yang terjadi, orang bukan dibawa kepada Tuhan, tapi kepada oknum, kepada figur untuk dipuja, bukan Tuhan yang disembah. Saya sudah pernah mengatakan ini juga, ini ironi. Saya berikan contoh di dalam Perwil, kalau ada Gordon Ramsey masak, saya cuma tahu dia koki yang baik, yang lainnya mungkin nama-nama chef Indonesia. Kalau kita melihat Masterchef memasak, kita akan mengatakan apa waktu dia potong paprika, waktu dia potong sayur, kita akan mengatakan apa? “Wah, sayurnya luar biasa!” Itu berarti salah fokus. “Tomatnya seperti ini, saya tidak pernah melihat tomat seperti ini.” Ini juga salah fokus. Kita lihat pisaunya, “Pisau seperti ini hanya ada satu di dunia ini.” Ini juga gagal fokus. Tetapi kita kalau lihat ahli masak, kita akan mengatakan apa? “Chefnya luar biasa”, berarti yang lain itu adalah alat yang seharusnya membuat kita yang menonton itu makin memuji yang memasak, itu tujuannya. Oleh sebab itu kita tahu cinta seseorang itu sungguh atau tidak, kita akan tahu. Tetapi tidak mungkin bisa terjadi tanpa kita sendiri mencintai Tuhan, tidak mungkin. Sekarang kalau kita mencintai Tuhan, kita juga punya satu tanggung jawab untuk menyatakan kebenaran itu. Kita mengetahui bahwa ada banyak orang yang tidak sungguh-sungguh di dalam mengerjakan pekerjaan Tuhan. Banyak yang melakukan pencitraan. Saudara bisa observasi, gumulkan juga, tetapi biarlah kita terus memenangkan banyak orang yang kecewa karena pencitraan dari hamba-hamba Tuhan yang palsu. Hamba-hamba Tuhan yang palsu itu pada akhirnya akan banyak membuat orang Kristen itu tersandung. Banyak sekali orang kecewa terhadap hamba-hamba Tuhan. Dan kecewa sama hamba Tuhan itu lebih menakutkan daripada kecewa terhadap orang Kristen yang “secara pelayanan biasa”. Itu bisa pahitnya luar biasa. Orang ini rajin perpuluhan, rajin memberikan sedekah, rajin berdoa, rajin puasa, dalam gereja ada jabatan ini itu, lalu terakhir kita tahu ternyata dia palsu. Sakit hatinya, lukanya dalam. Oleh sebab itu, kita juga punya panggilan untuk memenangkan kembali orang-orang yang kecewa. Karena saya percaya kalau kita mencintai Tuhan, hati kita juga terluka melihat fenomena yang terjadi di depan mata. Hati kita terluka juga karena kita juga kecewa. Ketika kita bicara dengan orang yang dikecewakan, bukan kita yang menguatkan dia, tapi waktu kita bicara dengannya, dia tahu rasa kecewa yang kita rasakan melebihi rasa kecewa yang ada pada dirinya. Justru yang harus kita bagikan adalah mengapa hari ini saya tetap beribadah kepada Tuhan, mengapa saya tetap percaya kepada Kristus, karena apa yang dilakukan hamba Tuhan palsu itu tidak mewakili Kristus. Berarti kita diberi kesempatan menjadi wakil Tuhan, mewakili Dia untuk menyatakan cinta yang sejati, menyatakan kesungguhan di dalam hidup kita. Ini bukan sesuatu hal yang sederhana, karena kalau Tuhan berkenan, kita bisa dipakai oleh-Nya memenangkan banyak jiwa. Memenangkan banyak orang bagi Kristus, membawa kembali orang-orang yang terluka kepada-Nya. Karena memang fenomena ini biasanya terjadi di gereja itu, orang yang kecewa terus kembali dia ambil keputusan, “Kalau begitu, sekarang saya datang ke gereja, langsung pulang. Saya tidak mau menjadi aktivis atau pengurus. Saya mau tenang bergereja di sini. Saya tidak mau terlalu banyak relasi.” Semakin dekat semakin tercium aromanya, bukan aroma wangi tapi bau, ini salah satu contoh yang ekstrem. Contoh ekstrem yang lain, menjadi orang yang selalu curiga, mungkin tidak menghakimi. Orang yang menghidupi kebenaran bisa jatuh ke dalam hal ini, akhirnya jadi orang Farisi, kita juga tidak mau yang demikian. Dua ekstrem ini kita tidak mau. Tetapi responnya justru adalah kita boleh bergumul untuk menyaksikan bagaimana umat Tuhan bertobat di dalam kehidupan mereka, ini yang kita mau saksikan. Dan kita mau terlibat di dalamnya, sekali lagi kita bukan dua ekstrem ini, tidak mau kenal siapa pun atau mau menyalahkan semua orang. Yang kita mau adalah bagaimana sekarang keberadaan kita yang setelah mencintai Tuhan, kita mengerti esensi, kita dilibatkan untuk boleh bersama-sama berjalan, bertumbuh, bertobat di dalam kesucian. Yang kita boleh kerjakan bersama-sama yaitu memenangkan banyak jiwa. Kalau kita melihat bagian ini, kita tahu adanya beban yang Tuhan letakkan di dalam hati kita, dan beban itu harus kita kerjakan. Beban itu akan semakin berat ketika kita makin mencintai Dia. Oleh sebab itu, Ketika kita membaca rintihan suara para nabi, kita akan terbakar hatinya. Yeremia mengatakan, “Aku mencoba untuk menutup mulutku, tidak mau lagi memberitakan tentang Dia. Tapi dalam hatiku, dalam tulangku itu terbakar membara.” Penderitaan yang dialami Yeremia karena memberitakan firman, itu tidak lebih berat daripada penderitaan waktu dia tutup mulut tidak mau beritakan firman. Ini karena Yeremia cinta Tuhan. Dan Yeremia punya kepekaan yang luar biasa waktu dia mendengar pengajaran dari Nabi Hanania. Hal yang sama dirasakan oleh Paulus. Di dalam hati para pengajar yang sejati, dia membara karena apa? Karena dia cinta kepada domba Tuhan, dia cinta kepada umat Tuhan. Dan hamba Tuhan yang sejati, pengajar yang sejati, umat Tuhan yang sejati, orang Kristen sejati, tidak rela domba gembalaan Tuhan itu disesatkan, ini natur gembala. Kalau kita mengatakan, “Sudahlah, tidak apa-apa, kita gembala upahan.” Itu tidak enak didengar, posisi sebagai gembala upahan langsung menjadi antitesis, antiklimaks bagi kita. Kalau kita lihat muka, kalau kita menggunakan standar dunia dalam penggembalaan, kita langsung jadi gembala upahan, gembala palsu. Kitalah nabi palsu itu, kitalah pengajar sesat itu, kitalah orangnya, itu menakutkan. Kalau kita tidak di dalam Tuhan, berarti kita di luar Tuhan. Kalau kita tidak bersama Tuhan, kita adalah musuh Tuhan, cuma dua itu pilihannya.