Mirip dalam bagian ini Saudara, kita bisa melihat personal experience dari centurion ini membuat dia makin mengenal Kristus, membuat dia semakin tahu siapa Kristus dan kebesaran-Nya. Sekarang yang mau ditekankan oleh Matius ialah mengenai ketaatan. Otoritas yang diakui dan ditaati. Kristus berkata, “Saya akan jalankan.” Ini muncul dari siapa? Orang yang “tidak kenal Tuhan”. Sekarang kalau kita renungkan di dalam konteks orang Kristen, kira-kira kita semua sudah mengamini, bahwa Gereja itu penting, saat teduh itu penting, doa itu penting, belajar firman itu penting. Semuanya penting. Firman Tuhan lebih dari segala sesuatu di dalam dunia ini? Amin. Tetapi ketika ada sesuatu hal seperti, tibalah masa liburan anak sekolah, ini waktu kita jalan-jalan. Kalau jalan-jalan itu, apa yang kita lakukan? Supaya tetap ibadah apa solusinya? “Puji Tuhan sekarang memang ada ibadah online.” Tetapi kita melihat ini sebenarnya ini bukan prioritas. Ada perjalanan bisnis yang sangat penting, ya apa boleh buat, bisnis juga panggilan Tuhan. Ini semua jadi begitu. Liburan kita menikmati ciptaan Tuhan, kita bisa ibadah di padang atau ibadahnya di bus, di dalam bus rame-rame. Ada sesuatu yang off di sini, mengapa Saudara? Karena memang secara teori, kita tahu yang paling penting apa, secara praktis itu ada gap. Justru di dalam bagian ini dari orang yang secara kategori ini orang yang tersisihkan, marjinal, justru dari dirinya ada satu teladan yang taat sempurna, tidak peduli ada hujan badai angin topan apa pun, dia datang. Seorang bawahan di dalam centurion yang sudah terbukti disiplinnya, kalau ada gunung meletus pun dia datang. Kalau diperintah sama Raja saat perang, “Kamu maju duluan!” “Ok, infantri maju dulu!” Mereka yang jadi infantri tahu, kami maju pasti mati. Maju tidak? Maju. Tentu ya ini rajanya juga otoriter ya, “Kamu tidak maju, keluarga mati semua.” Mereka tetap akan maju. Sekarang bagaimana dengan kita sebagai orang yang mengikut Kristus, kita mengaminkan otoritas Kristus tidak? Kristus katakan apa? Ini bicara mengenai khotbah di bukit. Kristus sudah berbicara, dan sekarang apa respons kita? Cintai kebenaran, haus lapar akan kebenaran dan seterusnya, membawa damai dan cuci hati dan lain sebagainya. Ya, tapi ‘kan realitanya tidak begitu. Hidup ini penuh dengan ini-itu-ini-itu-ini-itu dan akhirnya intinya tidak lakukan aja, selalu ada pembenaran.
Setelah centurion ini memberikan satu tanggapan seperti itu, Yesus mendengar dan merasa terpukau. Bukan kaget, ini amazed seperti sesuatu yang wonderful, sesuatu yang beautiful. Waktu kita lihat, kita akan terus terpukau. Makanya orang datang ke museum bukan cuma sekali ya. Kebetulan saya masuk ke Museum Van Gogh waktu studi di Belanda. Di sana melihat gambar Cherry Blossom, “Hmm, bagus.” Besoknya datang lagi, lihat lagi tidak? Lihat lagi, mau mampir lagi. Lihat lukisan Sunflower yang terkenal itu, tapi Sunflower-nya hari ini masih dipinjam di musium lain rasa agak sedih, padahal sudah pernah lihat. Lalu berikutnya datang lihat lagi? Lihat. Dan kalau makin lihat kadang-kadang orang bisa lihat agak lama, nikmati, lalu lihat lukisan lain. Jadi, sesuatu yang sudah kita lihat, tapi kita mau lihat lagi, mengapa? Karena ada sesuatu yang indah di situ. Yesus terpukau karena melihat sesuatu yang indah, beautiful. Justru yang dilihat di sini iman dari seorang centurion.
Kita singkatkan saja bagian berikutnya di ayat 10, “Aku berkata kepadamu, ini sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel.” Kalau lihat di dalam Matius 15, kalimat ini muncul dengan parafrase yang lain. Kita menemukan justru iman yang besar itu diwakili oleh centurion yang bukan orang Yunani, dan satu lagi oleh perempuan Kanaan. Jadi dua hal ini ironis sekali lagi, iman yang besar justru muncul dari orang yang bukan dari kaum pilihan. Bagian berikutnya, ayat 11-12, “Aku berkata kepadamu, Banyak orang datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” Bapak/Ibu/Saudara sekalian, waktu merenungkan bagian ini kita akan melihat satu ironi. Mengapa? Justru banyak orang Israel hari itu yang secara keturunan dianggap sebagai umat pilihan Tuhan. Di dalam konteks sekarang justru kita perlu menempatkan diri kalau kitalah yang sebenarnya ditegur di dalam bagian ini. Banyak orang Kristen itu dianggap sebagai anak-anak Tuhan, dianggap sebagai umat Tuhan dan umat pilihan. Tetapi pertanyaannya, apa betul semua orang yang mengaku KTP-nya Kristen, itu semua adalah umat Kerajaan Tuhan? Jawabannya, belum tentu. Harapannya iya, tapi faktanya tidak demikian. Kita tahu sesuatu yang tidak ideal di sini, dan justru ini menjadi satu teguran. Karena apa? Orang-orang yang dari jauh itu pada waktunya akan datang dan duduk bersama dengan Abraham, Ishak dan Yakub waktu sebelum Kristus datang. Nanti waktu Kristus mati dan bangkit gambarannya perjamuan kudus, duduk makan bersama Kristus. Itu gambaran berikutnya, tapi dalam konteks ini masih dalam Abraham, Ishak dan Yakub.
Jadi, satu kesimpulan yang kita bisa lihat di sini adalah, “Hell is not a doctrine used to frighten unbelievers.” Ini yang dikatakan Burner dan saya kutip sebagai kesimpulan dan menjadi bahan renungan kita semua. Jadi neraka itu bukan satu doktrin yang dipakai untuk membuat orang-orang tak percaya takut. Bukan itu. “It is a doctrine used to warn those who think themselves believers.” Ini adalah doktrin untuk mengingatkan mereka yang berpikir bahwa mereka sendiri itu adalah umat percaya. Neraka adalah hukumannya. Justru untuk siapa diberitakan? Untuk orang yang pikir mereka umat percaya. Dan pada bagian ini, ayat 13, Yesus berkata kepada perwira itu, “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya. Jadi kita melihat di bagian terakhir ini ditutup dengan satu pernyataan otoritas Kristus sebagai Tuhan dan menjadi jawaban dari petisi centurion yang tidak layak itu, yang marginal itu secara kasta sosial masyarakat orang Yahudi. Tetapi mereka inilah yang dicari, yang dimenangkan oleh Tuhan, merekalah digambarkan domba terhilang itu. Oleh sebab itu fokus gereja itu bukan hanya menggembalakan yang di dalam. Tentu kita bersyukur kalau umat Tuhan datang ke sini dan kita menggembalakan, menumbuhkan iman kita. Mungkin ada yang dari pindah kota, beda gereja datang, di satu sisi kita bersyukur, tapi panggilan kita bukan hanya di dalam. Panggilan kita juga keluar. Dan di dalam konteks ini, Tuhan Yesus bertemu perwira ini di mana? Di jalan. Di luar. Berarti apa? Ini juga menjadi satu gambaran ya untuk kita juga melihat ada orang-orang yang ada di sekitar kita, mungkin itu rekan kerja, mungkin itu sesama mahasiswa, mungkin itu orang yang kita kenal – inilah orang-orang yang perlu dimenangkan. Kita perlu bergerak, bukan dalam konteks KKR Regional. KKR itu memang kita pergi ke luar, tapi juga tetap melayani orang-orang yang di dalam, mengapa? Karena yang dikumpulkan adalah orang-orang Kristen yang diinjili kembali, itu konteksnya. Tapi yang kita bisa renungkan adalah bagian kita sendiri yang perlu menjadi berkat, menjangkau orang yang terhilang, di dalam konteks belas kasihan Tuhan.
Biarlah Bapak, Ibu, Saudara sekalian, hati kita digerakkan sekali lagi untuk datang kepada Tuhan, meminta pertolongan Tuhan. Dan pada akhirnya kita punya hidup yang boleh jadi berkat dan senantiasa terpukau oleh kedalaman firman dan setiap hari diperlengkapi dengan membaca firman, sehingga kita kaya dalam kontes spiritual, dan kita boleh memberkati banyak orang.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)