“Katakan sepatah kata saja, hambaku itu akan sembuh.” Mengapa dia bisa tahu gitu? Ini berbicara mengenai personal experience dari centurion yang memberikan dia sebuah insight, memahami natur Kristus sebagai Tuhan. Saya katakan demikian supaya kita jangan sembarangan cari contoh dari pengalaman pribadi (personal experiences). Lalu centurion ini menjelaskan, “Aku sendiri seorang bawahan dan di bawahku ada prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: ‘Pergi!’ Maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: ‘Datang!’, maka ia datang, atau pun kepada hambaku: ‘Kerjakan ini!’ Maka ia mengerjakannya.” Sang prajurit ini tahu dia adalah bawahan. Dan sebagai bawahan, dia mendengar yang paling utama siapa yang memberikan perintah, jawabannya yaitu Kaisar sendiri. Kaisar berbicara, bawahannya akan taat, bawahannya lagi akan taat, sampai kepada dia. Jadi dia menempatkan diri di dalam satu chain of command. Satu rangkaian perintah yang tak terputus dari Kaisar sampai kepada yang paling bawah. Dia menempatkan diri sebagai seorang bawahan. Dan di dalam profesinya sebagai bawahan, dia harus mempunyai ketaatan. Sekarang dia bilang kepada Kristus, berarti dia refer Kristus ini sebagai Tuhan, Saudara, dan dia sendiri juga panggil “Tuan”. Kata “Tuan” itu sendiri nanti kalau Saudara baca di dalam seluruh bagian Matius, itu sebetulnya me-refer sampai kepada person dari Kristus sebagai Tuhan, nanti ya bagian ini. Dan memang ya kata “Tuan” yang diterjemahkan “Tuhan” itu dalam bahasa Inggris juga “Lord” ya, dalam bahasa Ibrani, Yunani, nanti “Adonai”, “Kurios”, begitu dan seterusnya ya. Nah jadi di dalam bagian ini kita bisa lihat ya, ada chain of command. Dan waktu perwira ini mengatakan kepada Kristus, “kamu ngomong sepatah kata saja, maka hambaku itu akan sembuh,” ini menempatkan Kristus sebagai yang paling puncak di dalam chain of command dan dia taat. Kalau gambarannya Kaisar memberikan perintah dan bawahan taat, sekarang ini tempatkan Kristus sebagai Tuhan. Sebagai Tuhan sendiri dan waktu Tuhan berbicara, ciptaan (creation)akan taat. Kita mengamati di sini ada iman yang besar muncul dari “orang yang tidak kenal Tuhan”, “orang yang bukan umat perjanjian”. Sehingga di dalam pengalaman pribadi yang dialaminya, dia boleh semakin mengenal pribadi Kristus.
Dan saya percaya di dalam hidup, kita kadang bisa merenungkan mengenai cinta Tuhan kepada kita, melihat keajaiban Tuhan dalam pekerjaan. Misalnya, sebagai seorang businessman, kita lihat bagaimana gereja bertumbuh, kita terpukau. Karena kita tahu susah sekali, seperti menjalani bisnis. Tetapi di dalam anugerah Tuhan, gereja bisa tumbuh cepat sekali. Kita bisa lihat suatu hal yang bisa memberikan kita satu kekuatan. Sebagai guru misalnya, sebagai tenaga pengajar, kita waktu mengajar orang-orang sabar tidak? Tidak terlalu ya, apalagi semakin banyak yang tidak peduli. Semakin banyak dosen kalau mengajar yang penting silabus selesai, tanda tangan ada, lulus tidak lulus terserah. Atau dosen saat mengoreksi dan membaca koreksian kok rasa kurang bisa memahami apa yang ditulis, padahal menggunakan Bahasa Indonesia juga, agak jengkel juga. Pertanyaannya apakah saya terlalu bodoh karena tidak mengerti bahasa Indonesia atau ada sesuatu yang masalah di sini? Contoh lain, misalnya tentang jurnal, waktu saya lihat referensi di bawah dan mencari sumber asli. Ternyata tulisan tersebut diterjemahkan word to word dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Pertama ini sudah translation plagiarism. Plagiat dalam translasi itu tidak boleh dalam akademik, itu blacklist, itu tidak bisa. Dan yang kedua, coba masuk akal tidak ya, secara struktur bahasa Inggris dan Indonesia itu beda ya, kita tidak bisa tiba-tiba word to word. Makanya pantas saya tidak mengerti karena ini terjemahan word to word. Jadi ini provoking emosi ya. Tapi kita harus tetap sabar supaya jadi berkat. Tetap memberi masukan, mengedukasi dalam prosesnya. Kristus dalam menuntun, membimbing kita, kita itu seperti domba-domba yang ignorance, domba yang nakal, tetapi Kristus mengajar kita dengan penuh kesabaran. Biasanya di dalam kelas berisi 15 orang, satu kali ngajar itu tidak mudah. Dari pertemuan pertama, saya sudah jelaskan plagiarism itu-ini-itu-ini-itu, komplit. Lalu saya selalu bicara ini untuk menolong orang-orang yang lagi ambil S-1, “Draft-nya kasih dulu, supaya saya bisa baca.” Draft-nya sudah terkumpul, coba bayangkan 90% plagiat. Ini plagiatnya sampai ekstrim, ini benar-benar copy paste. Hati rasanya sudah tidak tahan. Singkat cerita, saya minta ini direvisi semua. Dari 15 orang itu mungkin cuma satu yang tidak revisi, yang lain semuanya plagiat, yang paling parah sampai 90%. Saya cuma mengatakan di sini terdapat indikasi plagiat tinggi. Banyak di antaranya yang koreksi. Sampai ada paper orang itu yang masih terindikasi plagiat 89%. Hati ini tidak bisa tahan, saya ngomong lagi dari awal, “Kamu ini bisa DO, ini bisa SP. Kalau itu dipublikasikan kamu bisa masuk penjara. Ini hukuman pidana ini bukan hanya perdata.” Tetap saja masih begitu. Siapa bosnya di ini, saya kembalikan ke mereka dan mereka ambil keputusan. Kita lihat ini provoking kita sebagai guru. Nanti kita sebagai orang tua, anak-anak kayak algojo pecahin barang, kita tidak bisa langsung main hukum, harus ada kesabaran. Di dalam bagian-bagian personal experience kita, akhirnya apa? Kita bisa melihat satu bagian yang membuat kita, kalau kita merenungkan firman, membuat kita bisa memahami kesabaran yang Tuhan beri kepada kita. Dalam aspek itu, di dalam segala waktu kita bertumbuh.