Dalam bagian yang berikutnya, perwira atau centurion ini memang tidak dijelaskan siapa dia di dalam Kitab Matius, mengapa demikian? Karena tujuannya untuk menekankan apa yang dikerjakan oleh Kristus itu adalah sesuatu yang sifatnya penuh belas kasihan. Dan nanti respons dari centurion ini, dia merendahkan diri begitu rupa sampai dia mengatakan, “Aku tidak layak.” Seperti yang Yohanes Pembaptis katakan, “Buka tali kasut pun ku tak layak.” Sekarang kita lihat dulu perbandingan dengan Lukas. Di dalam pembacaan sehari-hari, kita perlu baca bagian ayat paralelnya, supaya kita bisa tahu apa yang menjadi penekanan Lukas, apa yang jadi penekanan Matius. Memang dalam konteks modern, kita ini ingin tahu sekali apa yang sesungguhnya terjadi. Kalau orang liberal katakan ini berbeda, berarti ada yang tidak benar ini, ya ‘kan? Ini sebuah kontradiksi. Tetapi justru kita bisa lihat ada kelimpahan yang dicatat Matius dan yang dicatat Lukas. Nanti di dalam Yohanes 4, kemungkinan besar ada peristiwa yang berbeda. Di dalam Lukas, apa yang kita bisa ketahui? Ada orang Yahudi yang justru datang kepada Tuhan Yesus untuk minta disembuhkan, hamba dari perwira atau centurion ini. Orang Yahudi ini sebagai perantara berkata, “Orang ini layak untuk kamu tolong.” Mengapa? Karena ia membangun sinagoge yang ada di Kapernaum.Kalau kita perhatikan situs arkeologi di Kapernaum situ ada satu tempat yang sangat penting, yaitu peninggalan dari pada abad ke-5, jadi tahun 400-an setelah Constantine itu ada sinagoge. Sinagoge itu dibangun abad ke-5, dan dibangun dengan batu kapur, limestone, tetapi persis di bawahnya itu adalah lapisan sinagoge sebelumnya yang dibangun di dalam abad pertama yang menurut Lukas dibangun oleh Centurion ini. Di dalam konteks Matius tidak dicatat ini, bukan karena kontradiksi, tetapi karena mau menyatakan apa yang harus ditekankan di sini. Kalau kita lihat lagi secara arkeologi, orang-orang Israel juga masih ada sinkretisme, kita bisa lihat dari arsitekturnya yang mengkombinasikan cara bangun orang Yunani yang di pilar itu ada Corinthian Column. Corinthian column itu ada tiga jenis ornamen di dalam atas bagian pilar yang berkaitan dengan sinkretisme. Karena ornamen atau hiasannya itu diganti dengan gambar menorah sama shofar atau sangkakala. Menorah itu tujuh lilin yang biasa kita lihat.
Kita kembali melihat Matius itu tidak mempedulikan orang centurion ini baik atau tidak. Justru ditekankan dia ini bukan siapa-siapa, untuk menekankan apa? Respons yang diberikan centurion kepada Kristus.Minggu lalu kita sudah membahas bahwa dalam bagian berikut ini menyatakan dua hal, yakni berbicara mengenai kristologi dan bagaimana respons yang tepat diberikan kepada sang Tuhan itu sendiri. Respons pertama diberikan oleh siapa? Diberikan oleh orang sakit kusta, dia bilang apa? “Engkau dapat Tuhan, Engkau dapat lakukan.” Berarti dia sedang mengatakan atau mengacu kepada dua raja-raja itu, Yesus sendiri adalah Tuhan. Dan respons kedua mengatakan, “Aku tidak layak.” Kita lihat satu per satu. Di dalam ayat ke-5, kita sudah lihat yang mengenai Kapernaum dan perwira, tetapi ada bagian yang penting di sini yang nanti sebelum kita bahas lebih jauh, kita akan lihat satu bagian yang bisa mencerahkan kita untuk memahami bagian yang lain, mengantisipasi penafsiran yang tidak tepat dan tidak bertanggung jawab. Di dalam ayat 5, menurut Matius perwira itu memohon kepada Kristus, “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita.” Jadi kata “tuan” sendiri adalah satu bentuk hormat karena tidak semua orang bisa panggil itu “tuan”. Seperti waktu penjajahan ada panggilan “meneer”. “Meneer” itu panggilan hormat untuk “Tuan”. “Mevrouw” itu bahasa Belanda untuk “Nyonya”. Tetapi kita mengatakan Nyonya Meneer, campuran Indonesia dan Belanda. Yang dipanggil “Meneer” itu yang dihormati, tidak semua orang kita panggil “Meneer”. Kita hanya menggunakan kata “Tuan” itu hanya kepada mereka yang patut untuk dipanggil “Tuan”. Sedangkan centurion ini adalah pemimpin 100 dan dia punya pasukan. Dia bisa saja memaksa Tuhan Yesus, “Saya ini centurion, sembuhkan hamba saya.” “Kalau tidak, mati kamu.” Misalnya demikian. Tapi ini tidak lakukannya, dia memanggil Yesus “Tuan”, jadi ini bentuk merendahkan diri.