Bapak/Ibu/Saudara sekalian, ketika kita melihat satu hal yang baik, satu hal yang indah, kita bisa mengambil waktu cukup lama untuk menikmatinya. Suatu kali saya lihat sebuah lukisan Van Gogh yang judulnya Café Terrace at Night, gambarnya teras di pelataran begitu saja. Awalnya terlihat seperti bar biasa begitu, tetapi dilihat lagi suasana yang digambarkan begitu indah. Padahal Van Gogh hidup pada masa yang paling susah waktu di Belanda, ada kemiskinan, kemelaratan, dia juga depresi, tapi warna-warna yang dipakai warna-warna yang colorful. Tidak ada kesan bahwa dia itu depresi. Kemudian saya baca-baca lagi, ternyata lukisan yang terlihat sederhana seperti di pinggir pelataran sebuah bar begitu, itu ternyata adalah Last Supper-nya versi Van Gogh. Jadi di sana ada dua belas orang, lalu ada seorang pelayan yang bawa nampan lagi melayani itu ditafsirkan sebagai Tuhan Yesus. Dan semakin lama kita melihat satu karya yang indah kita bisa makin terpukau. Semakin kita menyelami, semakin tertarik, bukan karena mekanistiknya. Di sekolah, kita terbiasa dengan model menghafal semalam, hari itu ujian bagus besoknya sudah hilang, maka di dalam konteks Indonesia, banyak sekali orang yang kelihatan nilai bagus tapi pemahamannya tidak ada, sebentar saja lupa semuanya. Nah mirip dengan orang-orang yang belajar bahasa, orang-orang Indonesia bisa menghafal bahasa seperti di-recite, maka tidak heran nanti nilai-nilai Bahasa Ibrani itu bagus-bagus. Tapi tidak lama kemudian hilang, lupa. Jadi itu kekuatan hafalan. Namun tentu saja ada orang yang menikmati, dia terpukau lalu mengingatnya. Inilah salah satunya mengapa ibu-ibu itu lebih ingat sesuatu. Menurut riset, setiap hal itu dikaitkan dengan perasaan ya, jadi tidak pernah lupa. Ini bahaya juga Saudara, karena kalau tidak pernah dilupakan, bagaimana ada pengampunan, masih terus teringat yang lalu-lalu. Maka para suami hati-hati waktu ditanya-tanya sesuatu ya, karena kita sudah lupa sharing, dia ingat. Kamu dulu cerita ini begini dan begitu ya. Apalagi tanya-tanya mantannya dulu bagaimana, oh itu bahaya ya. “Nggak, saya cuma tanya tidak ada maksud apa-apa,” kita harus ada kepekaan. Contoh lain, ketika kita merasa terpukau berarti ada perasaan dan mencintai, dan tidak pernah dilupakan lagi. Sama seperti kita baca firman, kalau kita terpukau, terberkati, mencintai, maka kita tidak pernah lupa, akan ingat terus firman itu. Nah ini salah satu poinnya ya. Jadi kalau bicara lukisan saja kita boleh terpukau, ada keindahan, ada beauty, dan kita bisa ingat, harusnya lebih lagi dengan firman Tuhan.
Keindahan firman Tuhan ini sebetulnya ada beberapa lapisan ya, karena memang ada gap juga di dalam penerjemahan sehingga kadang mengalami kesulitan untuk memahami keindahan secara tulisan. Kalau misalnya puisi, itu ‘kan ada keindahannya. Di dalam Bahasa Indonesia saja waktu kita SD belajar puisi ya, misalnya ada rima, belakangnya A-B-A-B; ada bunyi yang sama diulang. Jadi dari kata-katanya pun sudah ada keindahan. Sehingga kalau misalnya kita nyanyi tidak sembarangan ambil suku kata. Terputus di tengah bukanlah sesuatu hal yang baik, ada keindahan-keindahan yang hilang. Salah satunya keindahan nada, ada tone atau pronunciation. Bagian berikutnya yang hilang adalah struktur. Ketika kita baca begitu saja, kita akan kehilangan keindahan struktur. Apalagi kita baca sambil mengantuk ya, kalau dijadikan kewajiban maka tidak ada perasaan cinta, akhirnya lupa yang dibaca. Seperti Saudara yang lagi kuliah harus membaca paper akan ada perasaan mengantuk atau boring, atau lagi tidak ingin membaca. Saudara baru baca satu paragraf saja sudah lupa apa yang barusan dibaca ya. Apalagi kalau tulisannya dalam bahasa asing, bahasa Indonesia paling tidak akan mengerti. Kadang membaca Alkitab juga bisa jadi demikian karena ini sebuah kewajiban. “Tadi baca apa ya? Tapi yang penting hari ini saya sudah baca Alkitab,” akhirnya seperti melegakan hati nurani sedikit. Saya pikir ini sesuatu gejala yang kita juga alami sehari-hari.
Jikalau kita membaca begitu saja, kita akan kehilangan keindahan di dalam struktur, dan nanti juga kehilangan isi di dalam. Dalam konteks bahasa asli akan kehilangan keindahan tata bahasa dan lain-lain, ini memang agak teknis, tetapi kita mau coba melihat saja mengenai struktur. Kita melihat satu struktur yang lebih besar di dalam Matius 8 mengenai hamba seorang perwira. Pada minggu-minggu sebelumnya, saya sudah menjelaskan tentang struktur Khotbah di Bukit, itu berbicara mengenai otoritas Kristus di dalam menyatakan pengajaran yang lebih besar dari Musa, bahkan menyatakan Dia itu adalah Allah sendiri. Ini yang sudah kita bahas. Dan bagian yang kedua bicara mengenai mukjizat yang Dia lakukan kepada tiga orang, yaitu orang kusta yang tidak kudus secara fisik, orang non-Yahudi yang tidak kudus secara etnis, dan ibu mertua dari Petrus yang tidak kudus secara gender. Dan kita bisa melihat nanti angin ribut diredakan, orang kerasukan setan disembuhkan, itu berbicara apa? Menegaskan otoritas Kristus yang menyatakan diri sebagai Allah di dalam pengajaran dan sekarang sebagai alat di dalam pelayanan. Tapi hari ini pertama-tama saya akan ajak kita melihat kerangka yang sedikit lebih luas lagi. Mari kita membaca Matius 4, dan nanti kita juga akan lihat bagian yang terakhir dari Matius 9. Saudara juga di dalam pembacaan ini bisa mencoba untuk membaca berulang-ulang sampai Saudara menemukan sebuah pola. Ketika mengetahui polanya, karena sudah terbiasa membaca dan semakin cinta dan akan menggali terus-menerus. Kita akan lihat di dalam Matius 4:12-17, 23-25, “Tetapi waktu Yesus mendengar, bahwa Yohanes telah ditangkap, menyingkirlah Ia ke Galilea. Ia meninggalkan Nazaret dan diam di Kapernaum, di tepi danau, di daerah Zebulon dan Naftali, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya, Tanah Zebulon dan tanah Naftali, jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain, bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.’ Sejak waktu itulah Yesus memberitakan, ‘Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!’” Ayat 23-25, “Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu. Maka tersiarlah berita tentang Dia di seluruh Siria dan dibawalah kepada-Nya semua orang yang buruk keadaannya, yang menderita pelbagai penyakit dan sengsara, yang kerasukan, yang sakit ayan dan yang lumpuh, lalu Yesus menyembuhkan mereka. Maka orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Mereka datang dari Galilea dan dari Dekapolis, dari Yerusalem dan dari Yudea dan dari seberang Yordan.”