(Lukas 5: 33-39)
Dalam bagian ini kembali ada konflik antara orang Farisi dan Tuhan Yesus. Dan sama seperti bagian sebelumnya ada dialog antara mereka dengan Tuhan Yesus. Tapi bedanya pada bagian ini Tuhan Yesus bukan saja memberikan penjelasan tentang apa yang Dia lakukan, Tuhan Yesus juga memberikan satu teguran mengenai kesalahan orang Farisi. Dalam bagian pertama dikatakan orang Farisi melihat murid Yesus, lalu mereka mulai membandingkan antara murid Yohanes, murid mereka sendiri dan murid Tuhan Yesus. Langsung mereka lihat ada yang salah, “mengapa murid-muridMu hidup dengan cara yang tidak saleh sama sekali?”. Di dalam latar belakang terjadinya kelompok Farisi adalah satu dorongan dari mereka supaya tuntutan Tuhan kepada imam dijalankan oleh rakyat biasa. Mereka mau seluruh orang Israel dituntut sama besarnya dengan imam, imam menjalankan apa pun harus ada pembasuhan. Imam datang memberikan korban, ada pembasuhan, maka mereka mau ketika orang biasa menghadap makanan mereka harus ada ritual pembasuhan. Mereka mau apa yang dituntut Tuhan dari para imam itu dijalankan dengan ketat oleh seluruh bangsa bahkan dengan keketatan yang lebih besar dari apa yang Tuhan tuntut dalam Taurat. Mengapa mereka ingin tuntutan sebesar itu? Karena mereka rindu Israel diperbaiki oleh Tuhan. Mereka tunggu saatnya, “kapan ya Tuhan waktunya? Kapan Mesias datang? Kapan Tuhan akan usir penjajah? Kapan Tuhan akan berikan Anak Daud untuk bertahta di sini?”. Dan ketika itu belum terjadi, mereka benar-benar giat dalam berseru kepada Tuhan, dan di dalam berdoa, di dalam berpuasa, dan di dalam permohonan yang tidak habis-habis, mereka terus panjatkan kepada Tuhan. Maka mereka terus berdoa dan memohon kapan Tuhan memulihkan dan mereka tuntut seluruh rakyat kerjakan hal yang sama. Karena kalau rakyat tetap hidup dengan cara kafir, maka Tuhan tetap tidak akan memperbaiki Israel. Maka mereka dengan ketat mendorong semua orang mesti ikut cara mereka, mesti ikut dan mesti kerjakan dengan luar biasa.

Tetapi semangat dan kerinduan yang murni sulit sekali diturunkan, yang paling mudah diturunkan adalah tindakan luar. Sehingga orang mengadopsi tindakan luar tetapi tidak mengikuti semangat yang ada di dalamnya. Terkadang pemimpin yang punya begitu banyak pengaruh itu bisa memberikan pengaruh, dan yang paling mudah ditiru adalah kebiasaan yang terlihat di luar. Maka orang mulai membiasakan kebiasaan-kebiasaan di luar, tapi mereka tidak mengadopsi filosofi atau kerinduan yang ada di dalam hati orang yang mengerjakan itu mula-mula. Banyak orang menangkap visi mula-mula lalu meneruskan, tapi akan menemukan bahwa visi mula-mula satu beban yang dikerjakan oleh orang-orang dahulu sulit untuk turun, sulit untuk bisa menyebar terus dari generasi ke generasi. Itu sebabnya golongan-golongan pemurni yang tadinya melawan pengaruh Helenis masuk ke dalam Israel akhirnya berkembang menjadi golongan Farisi. Mereka berkembang menjadi golongan orang yang lakukan semua tindakan lahiriah, seluruh praktek-praktek permohonan kepada Tuhan dengan cara yang kreatif tetapi tidak menerima beban yang sesungguhnya dari orang-orang yang menangis dalam Perjanjian Lama, orang-orang yang menangis supaya Tuhan pulihkan bangsa. Sekarang mereka lakukan hanya sebagai satu tindakan luar. Jadi mengikuti yang kelihatan dan mengikuti tindakan itu mudah, menghakimi tindakan juga mudah. Paling mudah menghakimi tindakan, itu sebanya orang Farisi mulai melihat murid Yohanes berpuasa, murid mereka berpuasa, murid Tuhan Yesus liar seperti orang kafir. Maka kalau Saudara ada di zaman itu, mungkin kita pun akan memandang dengan mata penghakiman kepada murid-murid Yesus. Karena mereka adalah kelompok yang tidak terdidik, kelompok nelayan yang punya kebiasaan kasar, yang waktu berbicara terbiasa bercanda dengan cara kasar. Lalu bandingkan dengan murid orang Farisi yang setiap langkah pun begitu teratur, saya tidak tahu apakah langkah orang suci agak berbeda dengan langkah orang kafir atau tidak. Jadi cara berjalan mereka, cara mereka berpakaian langsung ketahuan ini orang-orang yang terdidik, orang yang mengerti beban agama dari para nabi di zaman dulu. Tapi ketika mereka melihat murid-murid Tuhan Yesus, ini kelompok yang tidak mengerti apa-apa, kelompok orang yang tidak punya pendidikan, dan kelompok orang yang hidupnya begitu mirip dengan orang-orang kampung yang tidak terdidik. Maka mungkin kita pun akan salah dan mengatakan “Yesus, Engkau punya pengikut dari keompok-kelompok yang tidak cocok masuk di dalam pemimpin agama, sedangkan mereka ini adalah kelompok yang sangat cocok, karena mereka mengerti bagaimana hidup di dalam beban rohani yang sejati”.

Apakah berpuasa menandakan beban rohani yang sejati? Di dalam hati orang yang mau berpuasa apakah benar-benar menandakan beban yang sejati lalu mereka mengekspresikannya di dalam puasa atau tidak. Ini cara orang Farisi memandang, kalau ada tindakan berpuasa berarti ini orang baik, kalau ada tindakan melakukan yang Tuhan tuntut bagi imam, ini kelompok baik. Meskipun awalnya mereka tidak setuju dengan kelompok Yohanes Pembaptis, tetapi sekarang mereka angkat kelompok Yohanes Pembaptis sebagai kelompok yang beda dengan kelompok Yesus. “Kelompok Yohanes Pembaptis berpuasa, kelompokku berpuasa, kelompokMu makan melulu, kelompok rakus yang tidak tahu bagaimana menyangkal diri, yang tidak tahu bagaimana mempunyai pengharapan di dalam dukacita yang besar. Maka mereka memandang dengan kebiasaan tradisi mereka. Dan kebiasaan tradisi Farisi itu luar biasa, mereka mempunyai kreatifitas di dalam menafsirkan Taurat dan mempunyai banyak peraturan-peraturan yang belum ada sebelumnya. Mereka menetapkan peraturan gaya hidup paling keras dan paling ketat untuk dijalankan di hadapan Tuhan. Tapi mengapa di Kitab Injil mereka selalu menjadi musuh Tuhan Yesus? Mengapa mereka selalu berlawanan dengan Kristus?

Ternyata kita lihat di dalam Injil dibongkar segala kerusakan mereka. Mereka adalah orang-orang yang meskipun mengikuti segala tata cara agama, tetapi mereka kekurangan iman dan telinga untuk mendengar. Itu sebabnya di dalam Perjanjian Lama, Tuhan terus melatih Israel untuk mendengar “dengarlah Firman Tuhan, dengarlah hai Israel, dengarlah ketika Aku sedang berbicara kepadamu, ketika Aku sedang memanggil engkau. Dengarlah untuk menjalankan apa yang Aku tetapkan di dalam Taurat”. Tuhan terus melatih Israel untuk melatih pendengaran, mendengar Firman, mendengar apa yang Tuhan mau. Dan di Dikatakan mereka yang mendengar adalah mereka yang murni hatinya, mereka mempunyai kemurnian hati sama seperti Tuhan itu murni, mereka murni hatinya mau mendengar Firman maka mereka akan mendengar Firman. Bagaimana hati mereka menjadi murni? Karena Firman Tuhan, lalu bagaimana mereka bisa dengar? Karena hati mereka murni. Jadi karena hati mereka murni sehingga mereka bisa mendengar Firman atau Firman Tuhan membuat hati mereka murni? Alkitab tidak beri tahu mana yang duluan mana yang belakangan, Alkitab memberitahukan bahwa efek dengar Firman adalah hati seseorang dimurnikan. Efek dari hati yang murni adalah dia akan dengar dengan limpah lagi. Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan “siapa yang punya akan diberikan terus sampai limpah, siapa yang tidak punya, apa yang dia pikir ada pun akan diambil”. Jadi berbahagialah orang yang mendengar, karena engkau mendengarkan apa yang Tuhan nyatakan dan engkau mau mendengarnya karena Tuhan sudah menyatakan Firman itu, dan karena engkau mau mendengarkan maka engkau akan menjadi makin limpah. Siapa mempunyai diberikan sehingga berkelimpahan. Jadi Alkitab mengajarkan untuk orang belajar mendengar, belajar mendengar itu sangat sulit. Saudara bisa belajar mendengar dan mengerti, tapi tidak ada perubahan hidup, itu bukan mendengar. Saudara bisa mendengar dan menangkap konsep yang masuk ke dalam kepala, tetapi ketika hidup tidak cukup untuk menjadi pendengar yang sedemikian. Banyak orang yang mempunyai pikiran yang begitu dalam tetapi punya tindakan yang begitu dangkal. Banyak orang yang punya konsep begitu canggih dan hebat, tetapi ketika dihadapkan dengan realita hidup, seluruh konsep hancur, seluruh konsep dibuang dan hanya menjalani insting dosa yang memang sudah dimiliki dari dulu. Begitu banyak orang seperti ini, begitu masuk dalam kehidupan realita baru tahu segala idealisme yang dipunya ternyata tidak bisa dijalani. Itu sebabnya banyak orang perlu berlutut di hadapan Tuhan dan mengatakan “ampuni aku Tuhan, aku bukan pendengar Firman karena setiap konsep aku pahami, setiap pengertian membangun kerangka yang luar biasa canggih dalam pikiran saya, tapi hidupku nol. Aku tidak bisa jalankan hidup sebagaimana yang Tuhan perintahkan kepadamu”.

Banyak orang menjadi batu sandungan sebab begitu punya konsep yang kaya dan limpah tapi ternyata tidak sanggup menjalani hidup berdasarkan konsep itu. Banyak orang seperti ini, maka mereka perlu belajar mendengar. Lalu banyak orang setelah mendengar langsung membuat satu penyaringan “apa yang saya perlu untuk menjalankan cita-citaku sendiri, aku ambil dari Tuhan. Apa yang aku rasakan tidak perlu, aku tolak dari Tuhan. Aku hanya terima sebagian karena sebagian ini sangat perlu untuk aku menjalankan apa yang aku mau”. Kelompok ini akan sulit mendengarkan Firman karena hati mereka tidak murni. Hati tidak murni karena mereka sudah punya tujuan, sudah punya cita-cita, sudah punya kehendak yang tidak mau ditundukan kepada Tuhan. Jadi siapa yang murni hati, dia akan berlimpah di dalam pengertian Firman, sebab Tuhan tidak mengijinkan manusia boleh menjalani hidup dalam prinsip standar awal yang berlaku di dalam setiap saat, selalua da dinamika dalam pimpinan Tuhan. Dan siapa peka mendengar Firman Tuhan, dialah yang akan berjalan di dalam langkah yang Tuhan mau. Berapa banyak Firman sudah kita dapatkan? Berapa banyak kalimat dari Tuhan kita dengar? Dan itu membuat kita berubah. Berapa banyak kalimat ajaran dari Tuhan yang sudah meruntuhkan seluruh kedagingan kita yang sudah kita terima. Kalau kita hanya menjadi pendengar, tapi tetap tidak ada perubahan, maka kita perlu belajar lagi untuk mempunyai seni mendengar lebih baik. Dikatakan ketika engkau membaca Alkitab tidak cukup engkau hanya mengerti makna mula-mula saja, tidak cukup engkau mengerti teologi apa yang sedang disampaikan, tetapi harus ada perjumpaan dengan Pribadi Allah yang menyatakan diri dan ini membuat kita gentar. Membuat kita gentar karena kita tahu Tuhan sedang berbicara dan aku sedang diberikan karunia untuk menyadarinya. Tuhan sedang berbicara dan aku diberikan karunia untuk benar-benar tersentuh oleh Firman itu. Lalu ketika Tuhan berfirman dan kita dengar, apakah yang terjadi? Salah satu hal yang terjadi adalah perasaan kita menjadi sinkron dengan perasaan Tuhan.

Satu hal yang menunjukan seberapa besar rohanimu bertumbuh adalah seberapa besar hatimu sinkron dengan hati Tuhan. Apa yang Tuhan senang, itu pun membuat sukacita di dalam hati. Apa yang Tuhan marah itu pun membuat kita marah. Apa yang membuat Tuhan sedih dan berduka, itu pun membuat kita sedih dan berduka. Itu sebabnya Alkitab sangat menekankan kepekaan mendengar jauh lebih penting dari pada kebiasaan, kepekaan mendengar lebih penting dari pada apa pun yang dibakukan, kepekaan mendengar jauh lebih penting dari kebiasaan apa pun yang pernah dilakukan karena kebiasaan apapun harus disesuaikan dengan kepekaan mengikuti Tuhan. Maka Tuhan melatih, memberikan pelatihan besar kepada murid, yaitu kepekaan untuk mendengar Firman, kepekaan untuk berespon dengan benar kepada Firman Tuhan. Maka ketika orang Farisi mengatakan “murid Yohanes berpuasa, salah atau benar?”, ini salah satu argumen mereka yang kuat, kalau Yesus bilang “tidak perlu berpuasa”, murid Yohanes berpuasa berarti Dia menyerang Yohanes. Tapi Tuhan Yesus mengatakan “murid Yohanes berpuasa karena Pengantin Pria belum datang. Pengantin Pria sudah datang, tidak perlu berpuasa. Pengantin Pria diambil lagi baru berpuasa”. Orang Farisi berpuasa karena sudah terbiasa melakukan begini, melakukan begini karena menunggu Sang Mesias. Mesias sudah datang, tapi mereka tetap disuruh menunggu dan mereka ketat menunggu, mereka tidak peduli siapa yang datang. Jadi orang Farisi seperti itu, “kami berpuasa, kapan Engkau datang Anak Daud”, “sudah datang’, “tidak peduli. Kami berpuasa, kapan Engkau datang Anak Daud?”, mereka menegur murid Tuhan Yesus “mengapa kamu tidak berpuasa”. Maka Tuhan Yesus balik menegur mereka dan mengatakan “tidak seorang pun tempel kain baru ke kain yang sudah lapuk. Tidak seorang pun yang taruh anggur baru ke kantong yang sudah lapuk”, ini peribahasa yang diambil dari tulisan para rabi. Kalau kita baca, kita kurang mengerti maksudnya apa, tapi kalau kita punya pengetahuan dari latar belakang orang Yahudi di abad pertama, ini kalimat merupakan sindiran Yesus terhadap kalimat pepatah mereka sendiri. Di dalam pepatah Yahudi ada pepatah seperti ini, engkau pakai tinta baru jangan tulis di kertas, di papyrus atau di media yang sudah lapuk, begitu tinta baru dituliskan engkau hanya akan menyaksikan kertas yang hancur. Engkau punya anggur, engkau harus taruh di dalam kantong sampai keduanya menjadi tua, barulah engkau meminum anggurnya. Ini dua pepatah yang berbeda, pepatah pertama mengatakan kalau ada yang indah jangan ditaruh di tempat yang bobrok, kalau engkau taruh di tempat yang bobrok, tempat itu akan hancur. Lalu yang kedua, anggur kalau diminum makin tua itu makin bagus, anggur lama itu yang baik, anggur lama itu yang bagus. Dan orang Farisi itu atau para rabi mempunyai pepatah Taurat ketika engkau masukan dalam diri itu seperti orang menaruh anggur dalam botol. Jadi kita adalah botolnya, anggur itu Taurat. Anggur dimasukan dalam botol, tunggu sampai lama, makin lama makin enak, Taurat dimasukan ke dalam badanmu, tunggu sampai lama, makin lama makin sedap. Ini artinya orang yang mengaplikasikan Taurat makin lama dia taati, makin kelihatan indahnya. Makin lama engkau menaati Firman, makin limpahnya. Engkau mengerti Firman Tuhan setelah bergumul berapa lama lalu menjalankannya dengan setia, baru kelihatan indahnya setelah puluhan tahun menjalankan Firman itu. Ini kailmat yang bagus sekali. Tapi Tuhan Yesus pakai ini untuk menyindir mereka kembali. Mereka seolah mengatakan “anggur yang baru itu jelek, anggur lama itu bagus. Siapa yang sudah minum anggur lama tidak mungkin diajar oleh anggur baru”, ini juga satu pepatah Yahudi. Sehingga orang Yahudi akan mengatakan “saya sudah lebih pengalaman dari Engkau, siapa Engkau sehingga mengajar saya? Engkau anggur baru”, maka Yesus mengatakan “itulah kamu, kamu anggur lama maka engkau menolak anggur baru. Tapi jangan lupa anggur baru ini memang tidak cocok untuk tempat yang lama. Penafsiran yang sejati yang Aku beritakan itu tidak cocok untuk kekakuanmu”.

Jadi pada bagian ini Yesus sedang menyindir kekakuan mereka, mereka begitu kaku sehingga ketika Tuhan menyampaikan Firman, mereka abaikan demi kantong anggur mereka, demi kebiasaan mereka, demi anggur tua yang mereka pikir adalah yang terbaik. Kapan kita mau meruntuhkan konsep kita dan mau mendengarkan Firman Tuhan yang sejati? Hanya ketika kita punya kemurnian hati mengatakan “aku mau mengikuti jalanMu”. Pada zaman begitu banyak orang Kristen pintar dengar tapi tidak pintar mengubah hidup, pintar dengar tapi tidak pintar mengubah konsep, pintar mendengar tapi tidak pintar mencari cara untuk boleh hidup yang diperkenan Tuhan. Terkadang kita pun demikian, mengerti kalimat-kalimat bagus tetapi tidak pernah menjalani dengan setia apa yang kita percaya. Murid-murid Tuhan Yesus mungkin tidak mengerti apa itu perdebatan para rabi, mungkin dia tidak mengerti kalimat-kalimat yang Tuhan Yesus gunakan untuk serang orang Farisi, mereka seperti orang bodoh yang melihat Guru mereka berdebat dengan orang Farisi. Lalu orang Farisi bungkam, tapi mereka sendiri tidak mengerti mengapa orang Farisi bungkam. Mereka juga tidak mengerti kalimat yang Yesus pakai itu sebenarnya sindiran dari ajaran rabi mereka sendiri. Mereka terlalu bodoh untuk mengerti banyak hal. Tapi mengapa Tuhan pakai orang-orang bodoh ini utnuk menjadi rasul? Mengapa Tuhan memakai mereka menjadi pengabar Injil yang pertama? Jawabannya cuma satu, karena Tuhan melatih mereka untuk mendengar. Mungkin mereka bodoh, tapi mereka mau belajar dari Tuhan bagaimana mendengar Firman. Mungkin mereka tidak berpengetahuan, tapi mereka belajar bagaimana Firman Tuhan harus diresponi dengan keseluruhan pikiran, perasaan, hati dan seluruh hidup yang dicerminkan dari hidup yang berbuah. Maka Tuhan Yesus mengatakan kepada mereka “engkau tidak akan pernah mendengarkan Firman”, karena di ayat 39 dikatakan “yang sudah minum anggur tua tidak inggin minum anggur baru”. Yang sudah dibentuk satu konsep tidak mudah runtuhkan konsep, yang sudah punya kekerasan untuk pegang sesuatu tidak mudah untuk lepas.

Saya tidak minta Saudara untuk melepas apa yang Saudara pegang dengan teguh. Saya ingin Saudara tahu apa yang Saudara sedang pegang dengan teguh. Apakah yang engkau pegang dengan teguh menjadi halangan untuk Firman Tuhan datang? Apakah yang engkau pegang teguh itu menjadi halangan bagi Firman Tuhan untuk mengubah hatimu? Apakah engkau membuat suatu barrier bagi dirimu sendiri sehingga Firman Tuhan tidak bisa menyentuh hatimu dan mengubah engkau? Ini adalah pertanyaan yang harus kita jawab. Tapi apa yang kita pegang kalau itu memang kebenaran yang Tuhan mau kerjakan saat ini, maka itu pasti tercermin di dalam hati dan perasaan yang mengadopsi hati dan perasaan Tuhan. Maka para murid sedang dilatih untuk memiliki itu. Mereka bersukacita karena Sang Mesias ada bersama dengan mereka. Tapi mereka nanti akan dilatih berpuasa, bukan dilatih berpuasa dengan cara tidak makan, tapi mempunyai perasaan yang sangat duka, maka mereka benar-benar tidak mau makan, inilah puasa yang sejati. Maka Kristus naik ke kayu salib dan mati, para murid akan kehilangan Sang Pengantin itu. Pada waktu itu mereka akan berduka, pada waktu itu mereka akan berpuasa. Biarlah kita belajar dari Firman Tuhan bagaimana mendengar, bagaimana mempunyai hati yang murni, bagaimana mempunyai kepekaan terhadap perasaan, isi hati dan rancangan Tuhan di dalam sejarah untuk bisa mengambil seluruh kebenaran Firman Tuhan, menikmatinya di dalam hidup dan membuat itu menjadi kekuatan yang tidak habis-habis untuk memimpin kita berjalan di dalam hidup ini.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)