Maka ketika kita beriman kepada Tuhan kita harus pakai jalur Kristus, beriman lewat percaya pada Kristus. Kalau ada orang bertanya “apa pentingnya beriman kepada Kristus”, jawabannya karena Kristus adalah yang membawa Allah ke dalam ciptaan ini. Dia yang menyatukan Allah dengan ciptaan, sehingga kita tahu bagaimana harus bersikap di tengah ciptaan ini. Tapi ketika orang mengaku mengenal Tuhan dan mau bunuh Yesus, sebenarnya orang ini tidak kenal Tuhan. Tuhan yang palsu membuat moral menjadi standar yang sangat mudah dikompromikan. Mengapa tuhan palsu yang dikenal? Karena dikenal lewat jalur non-Kristus. Maksud non-Kristus adalah non-wahyu. “Bagaimana kamu kenal Tuhan?”, “lewat wahyu”, “wahyunya mana?”, wahyu utama adalah Kristus. Maka kalau orang kenal Tuhan tanpa Kristus, itu berarti kenal Tuhan tanpa wahyu yang resmi. Adakah wahyu yang tidak resmi? Banyak, misalnya kitab suci yang diturunkan setelah Wahyu, itu pasti wahyu yang tidak resmi. Kalau ada kitab diturunkan berapa ratus tahun setelahnya, kalau ada kitab diturunkan di abad 20, itu palsu karena tidak diturunkan lewat wahyu yang resmi, pernyataan Tuhan dari sorga ke bumi. Mana wahyu Tuhan yang resmi? Wahyu yang tertulis yaitu Alkitab dan wahyu yang sempurna yaitu Kristus. Jadi siapa yang percaya Kristus harus lewat jalur Alkitab. Tapi siapa percaya Kristus lewat jalur lain, percaya Allah lewat jalur lain bukan Kristus, dia bukan orang yang mengenal Allah yang sejati. Dan dia akan merelatifkan moral karenanya. Maka Saudara bisa lihat orang yang mengabaikan kitab demi mendapatkan wahyu, dia akan merelatifkan moral. Dia akan mengatakan “Tuhan sudah berfirman kepada saya, saya boleh menikah dengan orang yang berbaju merah”, orang lain mengatakan “bukankah kamu sudah menikah, kamu sudah punya istri”, “kalau ada wahyu baru dari Tuhan, itu jadi relatif. Karena ada wahyu langsung, wahyu langsung mengabaikan yang tidak langsung, karena ada revisi”. Ketika itu dinyatakan moral menjadi relatif, ini tidak benar, “tidak benar menurut siapa? Ini Tuhan yang bicara langsung, kalau Tuhan bicara langsung, semua jadi relatif”. Dan inilah kekacauan yang terjadi, kalau engkau tidak kenal Allah lewat Kristus, engkau akan relatifkan moral. Kalau engkau tidak kenal Kristus lewat firman, engkau akan relatifkan moral. Siapa berkajang pada penglihatan, dia berbahaya merelatifkan moral. Saya tidak mengatakan moral paling utama, moral tidak bisa menyelamatkan kita. Tapi Injil Tuhan tidak menegasi moral, Injil Tuhan tidak membuat kita menjadi orang yang tidak bermoral, Injil Tuhan tidak membuat kita menjadi orang yang tidak bisa bedakan mana salah mana benar. Injil Tuhan tidak menjadikan kita orang yang memihak kepada pembunuh lalu membunuh orang benar. Injil Tuhan tidak membuat kita menjadi orang amoral. Tapi lihat yang terjadi, para pemimpin agama, tua-tua dan orang banyak yang ikut-ikutan semua menjadi amoral, “mari bebaskan pembunuh, mari bunuh orang benar”, inilah kekacauan yang terjadi. Harap Tuhan selamatkan kita dan lindungi kita dari kekacauan sedemikian.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)