(Lukas 14: 25-35)
Ketika Yesus melanjutkan kembali perjalananNya, mereka juga mendapatkan berita dari Tuhan Yesus bahwa tidak seorang pun layak ikut Yesus kalau dia tidak putuskan keterkaitannya dengan keluarga, dengan diri dan dengan kenikmatan. Ini berita yang berulang-ulang di Injil Lukas. Dalam pasal-pasal sebelumnya, apsal 8, 9, 13, ada penjelasan tentang keharusan untuk pikul salib, keharusan untuk lebih dedikasi dari yang lain. Termasuk pada bagian ini, banyak orang ikut berjalan bersama Yesus, dengan harapan akan segera tiba di Yerusalem dan Kerajaan Tuhan dinyatakan dengan Yesus menjadi Raja. Tapi Yesus mengatakan “tidak, Aku pergi ke Yerusalem untuk dimatikan di atas kayu salib, menjadi tebusan bagi banyak orang. Maka kalau engkau mau berjalan bersama Aku, engkau harus tahu bahwa Aku sedang pikul salib”. Salib adalah tujuan final, mau ikut Yesus, ikut Yesus menuju ke salib, ikut Yesus bukan menuju ke Yerusalem Baru. Pada waktu itu banyak orang berpikir Yesus akan mendirikan KerajaanNya dengan memulainya di Yerusalem. Tapi justru Yesus mengatakan di Yerusalem Dia akan difitnah, ditangkap dan dimatikan. Tapi murid tetap ikut. Maka untuk memberikan pengertian lebih jelas, Yesus mengatakan kepada mereka yang berbondong-bondong mengikuti Dia, “kalau kamu tidak benci keluargamu, kamu tidak layak untuk Aku”. Ini kalimat yang membingungkan, mengapa Yesus memberitakan ini, mengapa Yesus mengatakan “engkau harus membenci”, padahal di bagian-bagian lain Yesus mengajarkan cinta kasih. Apakah Yesus salah mengajar di sini, atau Dia sudah terlalu emosi lalu Dia mengatakan “bencilah keluargamu”, apa yang dimaksud dengan benci? Kata yang dimaksudkan untuk pengertian ini sangat sulit dicari padanannya di dalam Bahasa Indonesia. Kita bisa mengatakan benci, tapi yang dimaksud di sini bukan benci dengan perasaan emosi besar, “karena saya pentingkan diri dan saya tidak suka kamu, maka saya membenci engkau”, bukan itu yang dimaksud.
Dalam bagian ini kata benci selalu berkait dengan komitmen perjanjian. Dikatakan dalam Perjanjian Lama, “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau”, mengapa benci Esau, apakah Esau punya salah begitu besar? Bukan, tapi Tuhan mengatakan “komitmenKu adalah kepada Yakub, bukan kepada Esau”. Kata komitmen kepada Yakub bukan kepada Esau, inilah yang memakai kata benci itu. Pernyataan komitmen, “aku berkomitmen kepada istriku, maka perempuan lain, saya anggap nothing, saya anggap sampah, saya anggap sebagai sesuatu yang tidak perlu dikagumi atau tidak perlu diberikan perhatian”, ini yang dimaksud dengan benci. Maka kata benci selalu berkait dengan perjanjian, “aku berjanji kepada Tuhan membenci yang lain”, “aku berjanji kepada suamiku, aku membenci yang lain”, “aku berjanji kepada istriku, aku membenci yang lain”, inilah yang dimaksud. Komitmen perjanjian yang mengabaikan apa pun kecuali komitmen kepada dia yang kepadanya kita sudah ikat perjanjian. Jadi ini tidak ada kaitan dengan dendam, ini bukan lawan dari kasih, ini bukan antitesis dari pengajaran Yesus mengenai mengasihi. Kita perlu belajar dengan hikmat, apa yang disebut dengan dedikasi, apa yang disebut dengan cinta, apa yang disebut dengan kasih, apa yang disebut dengan benci, semua harus kita miliki pengertian dengan tepat dan akurat. Apa yang dimaksud dengan benci? Yang dimaksud adalah saya berjanji kepada Tuhan maka yang lain saya abaikan. Saya tidak anggap penting relasiku dengan yang lain, karena relasiku dengan Tuhan ini yang paling penting. Dan di dalam setiap pengajaran selalu ada konteks yang benar. Konteks yang tepat membuat kita mengerti apa yang dimaksudkan di dalam satu ajaran dari Alkitab. Dan didalam bagian ini Yesus sedang tidak berkata untuk kita melarikan diri dari keluarga, lalu berpaut kepada Yesus sebagai bentuk pelarian, bukan. Karena pada bagian ini Yesus mengajarkan adanya kerelaan untuk diputus. Attachment kita yang nikmat dengan yang lain kita putus demi belajar attachment baru dengan Tuhan. Maa pada bagian ini ada 2 hal yang kita pelajari. Hal pertama adalah tuntutan Tuhan untuk memutuskan attachment dengan yang sangat kita sukai. Dan yang kedua adalah melatih diri untuk punya attachment bersama dengan Kristus. Kita akan lihat yang pertama, bagaimana saya memutuskan diri dengan keluarga, dengan attachment yang baik yang saya miliki? Hal pertama yang harus kita miliki sebelum memberikan dedikasi sepenuhnya kepada Kristus adalah kita harus punya hidup yang baik dulu. Kita harus punya keluarga yang baik, keluarga yang baik yang membuat kita nyaman di dalamnya, inilah keluarga yang harus saya tinggalkan, saya harus rela mengatakan tidak kepada keluarga saya untuk mengatakan iya kepada Tuhan. Kalimat ini jarang dimengerti banyak orang. Banyak orang mengutamakan keluarga, “istriku, suamiku, anakku, Tuhan nomor 2”, itu tidak ada dalam pandangan Tuhan. Saudara dan saya terlalu sering dengar pesan Kristen yang diberikan bumbu nikmat, yang kadarnya dikurangi sedikit, sehingga kita jarang dengar keketatan Alkitab. Tuhan mengatakan “engkau harus cinta Tuhan lebih dari apa pun. Lebih dari istrimu, lebih dari anakmu, lebih dari orang tuamu, lebih dari siapa pun”, ini cinta yang Tuhan tuntut. Dan kalau Saudara tidak setuju ini, saya minta Saudara membuktikan bagaimana menafsirkan ayat-ayat yang baru kita baca. Jika engkau tidak cinta Tuhan dengan derajat sangat jauh lebih dari pada engkau cinta suamimu, cinta istrimu, cinta keluargamu, cinta orang tuamu, cinta anakmu, engkau tidak layak untuk Tuhan. Yesus tidak mengatakan “kalau engkau cinta Aku dengan cinta yang kurang besar, Aku akan latih engkau. Kalau engkau terlalu cinta diri atau keluarga lebih dari Aku, Aku akan ampuni dan beri kesempatan”, tidak. Yesus mengatakan dengan tegas “engkau tidak layak jadi murid”. Tuhan tidak mengatakan “jika engkau orang Kristen, kadang-kadang akan pikul salib”. Tidak. Tuhan mengatakan “jika engkau mau jadi muridKu, engkau harus pikul salib”. Dan Calvin bertanya berapa sering kita ingat? Karena kita seringkali merasa hidup yang berat membuat kita mau lari dari Tuhan. Siapa mau ikut Tuhan harus punya komitmen sejati kepada Tuhan. Tuhan tidak mau komitmen yang rendah, Tuhan tidak mau attachment yang sembarangan, Tuhan tidak mau kita menjadi pengikut yang santai, yang tidak ada komitmen, yang tidak pernah siap untuk memaksa diri ikut Tuhan. Di dalam retreat hamba Tuhan kemarin, Pak Stephen Tong mengatakan kalimat yang bagus sekali “saya sejak muda mengetatkan diri untuk mencintai Tuhan. Saya sejak muda memaksa diri untuk mencintai Tuhan. Saya tidak mau diri jadi santai, saya tidak mau diri jadi longgar demi Tuhan saya. Saya ketatkan diri untuk Tuhan”.
Maka pada bagian ini Yesus mengingatkan “kamu harus belajar pikul salib”. Dan salib pertama yang harus kita putus adalah kenikmatan berada di dalam relasi dekat, di dalam keluarga, suami, istri, anak atau pun orang tua. Ini bukan untuk orang yang keluarganya rusak. Banyak orang yang keluarganya rusak ingin lari dari keluarga lalu mengikuti Tuhan sebagai bentuk pelarian. Keluarga akan menjadi baik kalau semua orang menjalankan bagiannya dengan setia kepada Tuhan. Kita terlalu egois, pentingkan diri dan kepentingan diri selalu merusak masyarakat, merusak keluarga, merusak gereja. Siapa yang hanya punya program untuk menyenangkan diri, dia tidak layak hidup. Orang yang cuma mau senangkan diri tidak boleh punya hak hidup di buminya Tuhan, perkataan ini bukan dari saya tapi dari Tuhan. Maka para suami, pikulah salibmu, jadikan keluarga yang taat kepada Tuhan dengan menjadikan diri contoh. Kalau diri jadi contoh, orang akan taat Tuhan dengan lebih baik. Tapi kalau diri tidak menjadi contoh, Saudara sedang merusak panggilan yang Tuhan percayakan kepada Saudara. Maka mari para suami dan para calon suami, kerjakan ini sebaik diri. Latih diri untuk menjalankan panggilan Tuhan demi adanya keluarga yang baik. Banyak orang yang membayar sesuatu dengan mengabaikan dosa yang dia kerjakan, itu salah. Di dalam sidang sinode, Pdt. Stephen Tong mengatakan “dimana kamu jatuh, disitu kamuharus bangkit”. Kalau kamu jatuh di dalam seks, kamu harus menang dari seks. Kalau kamu jatuh dalam keuangan, kamu harus bertobat dan menang di dalam keuangan. Jangan jatuh di satu tempat lalu menangkan itu dengan kerjakan hal yang lain, tidak nyambung. “Saya jatuh di dalam seks, tapi saya melayani Tuhan”, tidak bisa, Tuhan tidak akan terima pelayanan pelarian seperti ini. Saudara harus bereskan hidup baru boleh melayani, kalau hidup tidak beres tidak boleh melayani, karena pelayanan bukan pelarian. Para istri belajar tunduk kepada Tuhan, belajar taat. Engkau membangkang otoritas suami, sebenarnya sedang membangkang otoritas Tuhan. Kalau ada yang salah dengan suami, beri masukan sebagai orang yang tunduk, jangan beri masukan sebagai orang yang equal, apalagi sebagai seorang yang menggurui. Perempuan yang terlalu banyak ceritakan kesulitan, terlalu mudah mengeluh, itu perempuan yang kurang baik. Maka biarlah para perempuan menjadi perempuan yang anggun, perempuan yang takut akan Tuhan, yang berhiaskan perhiasan yang disebut kesalehan. Jalankan ini dan keluarga Saudara akan menjadi keluarga baik. Untuk menjadi baik itu mudah, caranya cuma satu, matikan diri biarkan Kristus hidup. Ini simple. Tapi kita selalu remehkan itu, kita selalu punya pendapat lain, kita selalu pikir Tuhan kurang pintar, Tuhan kurang bijak, Tuhan kurang ahli, Tuhan kurang belajar, Tuhan kurang mengerti pergumulan saya, maka saya jalankan cara saya. Silahkan jalankan dengan caramu dan engkau akan menemukan semuanya hancur, karena kita terlalu keras kepala tidak mau ikut Tuhan. “Tuhan, berikan saya anak”, sudah dapat anak, anak disayang luar biasa, Tuhan dilupakan. Siapa yang beri anak? Tuhan. Lalu siapa yang dilupakan setelah anak ada? Tuhan. Bayangkan berapa kurang ajarnya kita.
Maka waktu keluarga menjadi baik, langsung datang ujian yang berikut. Apakah engkau cinta keluarga baik ini lebih dari Tuhan atau engkau rela memutuskan kenyamananmu dengan keluarga ini demi ikut Tuhan? Ini langkah yang kedua. Saudara mesti ingat dengan baik-baik, Yesus tidak mengatakan “engkau punya keluarga rusak, tinggalkan keluargamu, datang ke Tuhan”, tidak. Yang Tuhan katakan adalah “perbaiki keluargamu baik-baik, ketika keluargamu menjadi baik, ini menjadi tempat nyamanmu”. Tempat nyaman yang membentuk identitasmu, membentuk kenyamanan dan keamanan dan ketenangan. Waktu keluarga menjadi tempat nyaman, Tuhan mengatakan “jangan cinta keluargamu, cinta Tuhan lebih dari keluarga”. Cinta Tuhan lebih dari istri, cinta Tuhan lebih dari suami, cinta Tuhan lebih dari anak, cinta Tuhan lebih dari orang tua. Ini yang Tuhan tuntut. Kalau kita punya keluarga baik, ingat baik-baik, Tuhan sedang tanya siapa yang engkau cintai lebih, Tuhan atau keluargamu sendiri? Dan Saudara yang berada di dalam keluarga yang baik tahu berapa sulitnya ini. Biarlah ini menjadi pengertian yang kita miliki sama-sama. Yesus mengatakan “jika engkau tidak benci keluargamu”, ini berarti Saudara bukan membenci dengan emosi, tapi yang dimaksudkan adalah komitmenku kepada Tuhan. Dan komitmen kepada Tuhan tidak bisa diputuskan oleh apa pun yang lain. Tapi ketika ini menjadi tempat yang sangat nikmat, kita berani mengatakan “saya haru tinggalkan ini demi komitmen saya kepada Tuhan. Tuhan di atas segalanya”. Jangan jadikan ikut Tuhan sebagai pelarian, tapi ikut Tuhan menjadi satu beban salib yang harus saya pikul, karena keluarga saya harus di down grade, diturunkan tempatnya dari hatiku. “Hatiku bukan milik istriku, hatiku bukan milik suamiku, hatiku bukan milik anakku, hatiku bukan milik karierku, hatiku milik Tuhan”. Dan waktu kita bilang ini, itu salib yang berat. Kalau Saudara dengan mudah mengatakan “Tuhan nomor satu, istri nomor dua, karena saya benci kamu, istriku”, bukan itu yang dimaksud di sini. Ada salib waktu mengatakan itu, keluarga saya abaikan dulu, dan itu salib yang besar sekali.
Maka Yesus mengatakan kalimat berikutnya “siapa diantara kamu mau pergi perang lalu tidak hitung biaya?. Siapa yang pergi perang mesti hitung biaya. Siapa diantara kamu yang bangun menara penjaga untuk kebun dan tidak perhitungkan biaya? Kalau kamu tidak hitung kekuatan, kamu ambil langkah, kamu tidak tahu bagaimana menang karena kamu tidak hitung”. Banyak pendengar Yesus adalah petani, maka banyak dari mereka yang mengerti bahwa untuk membuat taman, kebun mereka aman, mereka mesti membuat menara pengawas. Dan banyak kali waktu membangun menara pengawas hanya sebagian, kemudian berhenti, karena dananya tidak ada. Tidak ada dana karena salah hitung. Lalu Yesus memberikan contoh lain, “siapa diantara kamu mau pergi perang tapi tidak hitung kekuatan dulu?”. Tidak ada orang yang pergi perang hanya modal iman, iman pun harus penuh perhitungan. Itu sebabnya kita bersyukur di dalam semua kegiatan di Reformed, Pak Tong suruh kita punya perhitungan yang ketat sekali, dia mau detail, bukan “yang penting iman”. Maka Yesus mengatakan “siapa pergi perang dengan modal nekat? Tidak ada”, semua pergi dengan perhitungan, kalau saya punya 10.000 tentara, didatangi 20.000 tentara, kira-kira saya bisa menang atau tidak. Semua pemimpin, jenderal-jenderal penting masa lalu, semua punya perhitungan yang hebat sekali. Dulu ada seorang bernama Alexander Agung, bawa 40.000 tentara Makedonia berhadapan dengan 200.000 tentara Persia. Lalu jenderalnya mengatakan “tuan, tahu tidak mereka ada 200.000?”, “tahu”, “masih tetap mau perang?”, “Persia harus ditaklukan”. Maka dia sarankan “bolehkah kita bayar lagi tentara bayaran untuk memperluas tentara ini?”, Alexander mengatakan “tidak, jangan andalkan tentara bayaran”, “tapi mereka 200.000, kita hanya 40.000, bagaimana bisa menang?”. Alexander mengatakan “mereka terlalu sedikit”, semua orang kaget, mengapa terlalu sedikit? Alexander memberikan alasan, dia bukan pemimpin yang asal ngomong “pokoknya nekat saja, nanti juga jadi”, tapi ada perhitungan. Dia mengatakan “Persia ada 200.000, tapi semua bertarung karena keharusan untuk taat kepada raja. Kita bertarung karena mau bebaskan manusia”, semua langsung tergerak. Mereka berperang karena terpaksa, kamu berperang karena rela, itu berbeda. Coba tanya, siapa mau tinggalkan keluarganya, tinggalkan kenyamanan bangsanya lalu pergi berperang dengan kemungkinan mati sangat besar? Siapa cukup gila mau kerjakan itu tanpa tujuan baik? Saya kasi kamu tujuan, kamu berperang untuk bebaskan manusia. Semua dengan berani berperang dan akhirnya menang. Ini namanya perhitungan, bukan modal nekat. Maka Yesus bertanya “kamu sudah siap perang?”, “sudah”, “apa modalmu?”, “saya berperang dengan giat”. “Apa kekuatanmu?”, “kekuatan saya adalah keluarga saya”, Yesus mengatakan “kamu sama seperti orang yang tidak hitung biaya, kamu akan membuat menara tapi tidak tuntas, kamu akan berperang tapi kalah”. Siapa mengandalkan kenyamanan keluarga, tidak sanggup berperang bagi Kristus. Yang diandalkan harus Kristus. Maka dedikasiku kepada Tuhan, komitmenku kepada Tuhan harus lebih besar dari pada komitmen kepada yang lain.
Mari dengar kotbah ini menjadi kotbah awal tahun untuk kita dorong diri kita melayani Tuhan lebih giat. Tuhan layak dilayani oleh komitmen hati yang total. Jangan sembarangan. Orang yang giat melayani Tuhan tidak mungkin Tuhan tinggalkan. Siapa diantara orang-orang yang pernah melayani Tuhan dengan giat, lalu memberikan kesaksian “Tuhan sudah melupakan saya”, tidak ada. Itu sebabnya pelihara keluarga yang baik, didik keluarga menjadi baik, pelihara kasihmu kepada keluarga. Tapi semua harus ada di bawah cinta kasih dan komitmen kita kepada Tuhan Yesus. Biarlah Tuhan Yesus menjadi segalanya. Biarlah apa yang kita kerjakan untuk Dia, apa yang ktia persembahkan semua untuk Dia, apa yang kita lakukan di dunia ini semua untuk Dia. Kalau Dia yang ditinggikan oleh apa yang kita kerjakan, maka damai sejahteraNya akan memerintah di dalam diri kita. Di dalam Lukas dikatakan jika kita memuliakan Allah di tempat yang maha tinggi, maka damai sejahtera akan penuh di bumi, tempat kita hidup. Di dalam Yohanes dikatakan siapa menghormati Yesus dan melayani Dia, dia akan dihormati oleh Bapa. Bapa tidak menghormati ketika Saudara terlalu mengutamakan keluarga dan diri, tapi Bapa akan sangat menghormati ketika Saudara berani mengutamakan Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita, mengutamakan Tuhan dan menikmati hidup yang menaati Dia.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkotbah)