- Khotbah Tematik
- 14 Nov 2018
Iman dan Belas Kasihan
(Matius 25: 31-46)
Waktu Matius menekankan tentang akhir zaman, Matius merasa perlu memasukan kalimat Tuhan Yesus yang sangat keras ini supaya orang tahu iman tidak bisa disebut iman kalau tidak ada belas kasihan menyusulnya. Iman bukan iman kalau perasaan egois menjadi mendominasi. Iman bukan iman kalau kita tidak pernah peduli orang lain. Ada orang yang sepanjang hidup hanya peduli diri, diri disakiti bisa marah sampai tujuh turunan, diri diberi yang baik dia bisa baik sekali dengan orang itu. Tapi dia tidak terlalu peduli kebenaran, tidak terlalu peduli keadaan orang sekeliling dia. Untuk orang-orang seperti itu, Tuhan akan menegaskan “Aku tidak melihat iman di dalam hatimu”. Tapi ketika Saudara mengatakan “saya mengakui Yesus itu Juruselamat, bukankah di dalam Roma dikatakan jika engkau mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan dan percaya di dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari kematian, maka kamu akan diselamatkan. Bukankah pengakuan ini menyelamatkan”. Tapi dalam surat dari orang yang sama, di Efesus 1, Paulus mengatakan bahwa iman itu diberikan supaya kita mampu melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Dia mau supaya kita hidup di dalamnya. Maka mari kita ingat baik-baik ada antinomian, orang yang sembarangan hidup dengan mengatakan “saya sudah selamat, Tuhan sudah selamatkan saya. Tuhan tidak akan lakukan apa pun yang jahat kepada saya. Kalau saya berbuat jahat, Tuhan tidak akan membalaskannya. Saya tidak terima pengertian bahwa Tuhan akan membalaskan yang jahat kepada saya. Saya tidak terima pengertian bahwa apa yang saya tabur itu yang akan saya tuai juga. Itu tidak ada dalam Alkitab”. Orang yang ngaco seperti itu tidak mengerti kalimat-kalimat yang jelas dari Alkitab, apa yang kamu tabur akan kamu tuai, apa yang kamu hasilkan di dalam hidup akan kamu telan. Siapa yang menabur dalam kebencian akan menuai konflik yang menghancurkan. Siapa yang menabur apa, dia akan menuai apa dari Tuhan, kalimat ini jelas sekali. Maka orang yang mengatakan “saya sudah selamat, Tuhan sudah memiliki saya. Tidak ada hal apa pun yang jelek akan terjadi pada saya”, itu dia sedang membohongi diri. Dia sedang menikmati Tuhan dengan dusta yang dia kenakan kepada diri terus. Jangan jadi teolog palsu untuk diri, kasihan dirimu. Dirimu dapat orang bidat yaitu dirimu sendiri yang menjadi teolog untuk mengingatkan dirimu tentang teologia yang luar biasa kacau.”Hai diriku, Tuhan tidak peduli dirimu jahat atau tidak. Hai diriku, Tuhan itu pemurah dan penyayang”. “Tuhan menyatakan berkatNya kepada saya, Tuhan memperbaiki saya, tapi Tuhan tidak peduli apakah perbaikan itu saya jalankan atau tidak”, itu bukan firman Tuhan. Maka kelompok antinomian perlu diberikan pengarahan bahkan teguran keras sekali lagi. Mengapa antinomian bisa muncul? Salah satunya adalah efek dari pengajaran Paulus. Apakah Paulus memaksudkan ini? Tidak sama sekali, tapi manusia hanya mau dengar apa yang dia mau dengar, dia tidak peduli yang lain, pokoknya apa yang disenangi itu yang didengar, yang tidak disenangi akan disaring. Paulus mengajar dengan sangat baik, tapi orang salah mengerti ajaran Paulus. Dari mana kita melihat ada orang bisa salah mengerti ajaran Paulus? Pertama dari surat Yakobus, Yakobus sangat menekankan Abraham diselamatkan bukan karena iman saja. Abraham diselamatkan karena mengorbankan anaknya, taat sama Tuhan. Mengapa ini seperti konflik dengan Paulus? Yakobus tidak konflik dengan Paulus, Yakobus konflik dengan orang yang mengikut Paulus tapi yang menangkap ajarannya dengan salah. “Yang penting iman. Hidup saya rusak, itu tidak masalah. Saya tidak pernah menolong orang, itu tidak masalah”. Ini penting, Alkitab menegaskan yang tidak pernah menolong orang seumur hidup, dia belum selamat. Kalimat ini keras sekali dari Matius. Di dalam kalimat dari Paulus sering disalah-mengerti orang. Paulus mengatakan “kalau kamu sudah beriman, kalau mati pasti selamat”, itu benar. Tapi Paulus juga menegaskan tinggalkan hidupmu yang lama. Bukankah Paulus mengatakan orang-orang yang melacur, orang-orang yang membenci terus-menerus, orang-orang yang berzinah, orang-orang seperti ini tidak mendapat bagian dari Kerajaan Allah? Itu kalimat Paulus. Tapi banyak orang tidak peduli kalimat itu, karena lebih suka menekankan “iman itu membuat saya selamat, pokoknya kalau saya mengaku beriman, saya pasti selamat”. Maka Kekristenan mendapatkan kekacauan karena salah dengar. Dan salah dengar bukan karena yang bicara, tapi salah menangkap. Kalau salah dengar itu adalah salah pengkhotbah, maka Yesus bersalah, karena murid-murid tidak mengerti-mengerti atau salah mengerti. “Guru, kapan aku boleh duduk di sebelah kanan?”, “kamu mau duduk di sebelah kanan?”, “iya”, “saya juga mau duduk di sebelah kiri”. Siapa sebelah kanan siapa sebelah kiri? “saya” kata Yakobus, Yohanes di sebelah kiri. “Jadi kami boleh duduk di sebelahMu?”, Yesus mengatakan “bisakah kamu meminum cawanKu?”, “bisa”, mereka tidak mengerti cawannya apa. Cawannya adalah pengorbanan Yesus di kayu salib. Mereka berani sekali mengatakan “bisa”. Tapi coba lihat siapa di sebelah kanan kiri Yesus, apakah Yakobus dan Yohanes? Kalau mau konsisten seharusnya mereka menawarkan diri. Ketika Yesus disalib apakah mereka mengatakan “Guru, itu di sebelah kanan biarkan saya saja”, tidak. Yohanes tetap dekat di situ tapi tidak menawarkan diri “saya mau disalib di sebelah kiri”, semuanya diam, semuanya salah mengerti perkataan Yesus. Demikian juga ketika orang salah mengerti perkataan Paulus, gereja berada di dalam kekacauan. Orang menjadi kejam satu dengan yang lain, gereja tidak ada persekutuan, orang tidak peduli siapa di sekelilingnya, orang tidak lagi punya belas kasihan, orang tidak lagi tergerak kalau saudaranya kesulitan. Semuanya cuma pentingkan diri, semua pentingkan kenyamanan, karier, kenikmatan keluarga. Menjadi marah kepada Tuhan karena ada yang kurang pada diri, tapi tidak pernah pedulikan lingkungan, ini gereja yang kacau. Maka Paulus tidak boleh disalahkan, sebab Paulus menyatakan dengan seimbang apa yang perlu tentang keselamatan. Tetapi orang yang mengerti akhirnya membentuk komunitas Kristen yang sangat aneh yaitu komunitas Kristen yang egois, kejam, hanya peduli diri tidak pedulikan yang lain. Untuk itu Yakobus merasa perlu untuk meluruskan pengajaran yang disalah-mengerti.
Demikian juga yang kedua adalah di surat Petrus. Petrus mengatakan “tentang akhir zaman yaitu tentang penghakiman, saudara kita Paulus sudah berbicara banyak tentang hal ini”. Banyak diantaranya yang sulit, bukan karena Paulus ribet ngomongnya. Paulus adalah orang yang pilih bahasa paling sederhana. Saudara kalau bandingkan Surat Korintus, Roma dan Galatia bandingkan dengan Yakobus, Petrus, Yudas dan Ibrani, bahasanya jauh lebih sulit surat-surat umum tadi. Ibrani, Yakobus, Petrus, Yudas lebih tinggi bahasa Yunaninya dari pada surat-surat Paulus. Paulus tidak rumit, Paulus membahasakan tema-tema sulit dengan bahasa yang sederhana. Tapi tema dia memang sulit, tema yang dia bahas memang sangat sulit. Maka Petrus mengatakan “orang-orang yang salah mengerti membalikan apa yang diajarkan oleh Paulus tentang akhir zaman untuk kebinasaan mereka sendiri”, ini kalimat yang keras. Kamu salah mengerti Paulus, maka kamu bisa binasa. Lalu Matius juga ingat perkataan Yesus yang sangat penting untuk menyeimbangkan orang-orang yang salah mengerti Paulus. Sekali lagi, ini bukan konflik antara Yakobus dengan Paulus, atau Petrus dengan Paulus, atau Matius dengan Paulus. Ini adalah antinomian versus legalis yang sedang dihantam oleh Alkitab. Mengapa orang bisa menjadi antinomian? Karena salah mengerti Paulus, “saya merasa kalau saya sudah beriman kepada Yesus, saya pasti selamat”. Tapi iman itu bukan cuma pengakuan, iman adalah perubahan hidup. Yohanes mengatakan “kamu harus lahir kembali dari atas. Lahir kembali dari roh”. Dan Paulus mengatakan “siapa ada di dalam Kristus, dia adalah ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu yang abru lihat sudah datang”. Jadi Paulus sangat menekankan kehidupan baru. Paulus sangat menegaskan bagaimana orang berubah setelah percaya. Tanpa perubahan, percayanya dia adalah percaya yang kosong. Beberapa tahun yang lalu ketika Pak Agus masih rutin berkhotbah sekali sebulan di tempat ini, saya mengingat kalimatnya “saya tidak tahu berapa banyak orang yang hadir kebaktian di tempat ini yang benar-benar sudah menjadi milik Kristus”, kalimat itu menakutkan tapi perlu diucapkan. Biar kita mengerti panggilan menjadi Kristen tidak sesederhana ucapan kalimat di mulut tanpa ada kerinduan untuk memperjuangkan perubahan. Saya tidak mengatakan orang harus sempurna, tidak ada orang yang sempurna, tapi kerinduan untuk berubah dan perjuangan mati-matian untuk berubah akan menghasilkan sesuatu. Kita tidak mungkin berhasil hidup suci sampai sempurna, tetapi perjuangan kita akan menghasilkan sesuatu. Itu sebabnya di dalam Injil Matius sangat ditekankan tentang bagaimana menjadi orang Kristen yang tidak antinomian. Kamu mungkin tidak legalis karena kamu tidak melihat menjalankan Taurat sebagai syarat keselamatan, tapi kamu harus melihat bahwa belas kasihan adalah bagian dari iman. Iman menghasilkan belas kasihan. Jika hati tidak pernah tergerak oleh belas kasihan, kamu berada dalam keadaan belum milik Tuhan.
Maka Matius memasukan kalimat Yesus yang sangat penting mengenai penghakiman terakhir. Dan di dalam bagian ini Yesus menyatakan sesuatu yang sangat mirip dengan Yehezkiel 34. Yehezkiel 34 berbicara tentang Tuhan yang akan menjadi Gembala. Tuhan mengatakan “Aku marah kepada gembala-gembala di Israel”. Dan yang dimaksudkan dengan gembala di sini bukanlah gembala sidang gereja, yang dimaksudkan gembala adalah pemimpin sebuah bangsa. Tuhan marah kepada pemimpin Israel karena mereka adalah gembala yang buruk. Di Yehezkiel dikatakan “Aku sendiri akan menjadi Gembala”, ini membingungkan, jadi siapa yang menjadi gembala? Yehezkiel mengatakan Allah, tapi yang kedua Daud. Jadi Daud atau Allah yang jadi gembala? Allah tapi juga Daud. Bagaimana bisa mengerti ini? Di dalam Injil Matius dikatakan semua dimengerti dalam diri Yesus. Yesus adalah Allah dan Dia juga Anak Daud. Dialah yang melanjutkan tahta Daud, Dia juga yang adalah Allah sendiri menjadi Gembala di tengah-tengah Israel. Maka Sang Gembala yang baik ini akan ditempatkan Tuhan di tengah Israel, dan dia akan mulai menghakimi domba-domba dengan cara yang sangat baik. Dikatakan Dia akan menghakimi domba-domba, Dia tidak ingin mendapat keuntungan dari mereka. Dia akan berikan diriNya menjadi korban. Bahkan dikatakan Sang Gembala ini akan mengawasi antara domba dan kambing. Jangan salah mengerti domba dan kambing, sehingga kita mengumpakan kambing itu jelek dan domba itu bagus. Siapa domba? Umat pilihan. Siapa kambing? Orang reprobat. Reprobat itu identik dengan kambing, sedangkan orang pilihan identik dengan domba. Kalau kita pikir kambing jelek dan domba bagus, kita akan kaget karena dalam Taurat yang boleh diberikan sebagai persembahan selain domba, kambing juga boleh. Tuhan mengatakan “pilih domba atau kambing yang berumur setahun, yang tidak cacat”, domba dan kambing sama. Mengapa disamakan di dalam Taurat? Maksud Yehezkiel adalah ada domba yang besar yang adalah pemimpin kelompok, domba alpha male, itu yang diterjemahkan kambing dalam Alkitab kita. Jadi ini tidak bicara domba dan kambing dalam jenis berbeda, ini berbicara tentang kelompok yang berbeda. Ada domba atau kambing, sama saja, yang merupakan pemimpin kelompok yang kejam. Ada domba atau kambing yang merupakan bawahannya. Jadi siapa yang alpha male, ini yang Tuhan pisahkan. Ketika Yesus mengatakan “Aku akan pisahkan kambing dengan domba”, ini bukan pisahkan berdasarkan spesies, ini pemisahan berdasarkan pemimpin kejam dengan yang bawahan biasa. Ini pemisahan di dalam Kitab Yehezkiel, harap kita mengerti ini. Kambing dan domba sama-sama dipakai untuk korban, kambing dan domba sama-sama dipakai oleh orang Israel sebelum mereka keluar dari Mesir. Kambing dan domba tidak Tuhan bedakan dengan jenis, tapi mengapa Yehezkiel mengatakan “aku akan pisahkan antara kambing dan domba”. Dalam bahasa asli adalah “aku akan pisahkan antara dia yang memimpin dengan dia yang dipimpin”. Tentu yang dimaksud adalah yang memimpin dengan kejam. Domba atau kambing yang punya badan lebih besar atau tanduk yang lebih panjang. Yang dibedakan adalah dia yang menjadi pemimpin dengan dia yang di bawah, ini pembedaannya di dalam Yehezkiel. Lalu dikatakan “Sang Gembala (yaitu Allah sendiri) Dia akan berbelas-kasihan kepada Israel. Yang pergi jauh akan Dia panggil”, ada domba-domba yang terserak jauh akan dipanggil kembali. Dia akan cari domba-domba ini sampai usaha yang paling akhir, satu yang hilang akan kembali. Tidak ada satu pun yang sudah lenyap yang tidak dipanggil kembali. Ini kalimat yang mengharukan sekali. Pemimpin Israel tidak mempedulikan ketika Israel dibuang ke Babel. Tapi Sang Gembala sejati akan mengumpulkan umat pilihanNya sampai tidak ada satu pun yang luput. Ini sebabnya ketika Yesus mengatakan ke orang Farisi, ini adalah ilustrasi tentang 100 domba ada 1 yang hilang. Lalu Yesus mengatakan “siapa di antara kamu yang kalau punya 100 domba, hilang 1 tidak dicari?”, ini kalimat yang aneh. Karena pada waktu itu gembala tidak akan cari 1 domba yang hilang kalau punya 100. Orang yang punya 100 domba dianggap orang yang cukup kaya. Dan kalau ada 1 domba yang hilang, mereka tidak mau cari. Mereka tidak mau cari karena resiko dimakan serigala atau bertemu singa itu cukup besar. Alkitab mesti dipahami di dalam konteks Alkitab yang lain. Kalau Saudara sembarangan tafsirkan Alkitab berdasarkan konteks sendiri, akan banyak kesulitan. Jadi konteks Yehezkiel 34 inilah yang dikenakan Tuhan Yesus kepada orang Farisi, “hei kamu pemimpin agama, kalau kamu punya 100 domba kemudian 1 hilang, siapa yang tidak cari?”, kalau pun tidak ada yang mencari, tidak akan ada yang mengaku.
Jadi Yesus sedang refer ke Yehezkiel 34. Di dalam Yehezkiel 34, gembala Israel, pemimpin Israel sudah sembarangan memimpin, hanya cari keuntungan. Akhirnya dombanya terserak, tercerai-berai kemana-mana. Tapi ketika Tuhan datang menjadi Gembala, Tuhan cari mereka satu per satu, Tuhan panggil mereka dan satu pun tidak akan dibiarkan hilang. Lalu di Yehezkiel bagian terakhir dikatakan “Aku akan mengadili mereka dengan adil. Aku akan adili mereka satu per satu antara domba dan pemimpinnya”, di dalam terjemahan kita disebut domba dan kambing. Jadi kambing atau domba yang perkasa dengan kambing atau domba yang kurang perkasa, yang mungkin ditindas. Ini yang menjadi pengadilan dari Tuhan. Dan ini yang Yesus bagikan, Yesus memulai dengan mengatakan “apabila anak manusia datang dengan kemuliaannya”, anak manusia yang dimaksud dalam Kitab Yehezkiel adalah Yehezkiel. Tuhan berkata kepada Yehezkiel, “hei anak manusia dengar, hei anak manusia katakanlah, hei anak manusia lakukanlah ini”. Jadi Yesus mengarahkan pendengarnya kepada Kitab Yehezkiel. Tapi anak manusia bukan hanya khas dari Yehezkiel, anak manusia juga ada dalam Kitab Daniel yaitu sang raja yang akan mendapatkan tahta dari Tuhan. Maka Yesus mengatakan “apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya”, datang itu dari sorga ke bumi, “dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaanNya”. Dimana tahta kemuliaanNya? Di sorga atau di bumi? Sorga, tapi di sini dikatakan “apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya, Dia akan bersemayam di atas tahtaNya”, tahtaNya di mana? Di bumi. Jadi tahta Tuhan di sorga atau di bumi? Dua-duanya. Di dalam bagian ini dikatakan Anak Manusia akan datang ke bumi dan bertahta di bumi. Seluruh raja, seluruh presiden, seluruh negara akan mengakui “ini pemimpin kami”. Sekarang banyak orang menghina Kekristenan, Saudara harus doakan dan ingat suatu saat Yesus akan bertahta, semua yang menolak akan dihakimi. Semua yang menolak Dia sebagai Raja, akan dihakimi. Tapi dalam bagian ini penghakiman tidak diberikan kepada orang yang menolak, tapi terlebih dahulu kepada orang yang mengaku menerima Tuhan Yesus. Yesus datang di dalam kemuliaanNya, Dia bertahta di tahta kemuliaanNya di bumi ini, lalu semua bangsa dikumpulkan di depanNya, kemudian Dia mulai memisahkan domba dari kambing. Yang kuat dan lemah dipisahkan, kemudian Dia mulai menghakimi, siapa yang lebih dulu dihakimi? Alkitab mengatakan Dia lebih dulu menghakimi sebelah kananNya dengan kalimat-kalimat yang begitu indah. Dia mengatakan “hai kamu, mari, engkau sudah diberkati BapaKu, terimalah kerajaan”. Jadi waktu Tuhan datang nanti, Dia bertahta, Dia akan bagi-bagi kerajaan. Ini kalimat yang penting yang harus kita pahami dari konsep eskatologi Yahudi, waktu Tuhan datang, Dia akan menentukan bagian-bagian mirip dengan ketika Israel ditentukan tanah oleh Musa. Banyak sekali pola yang digambarkan mirip dengan kehadiran Yosua, Yosua menerobos ke Kanaan lalu bertahta di situ. Demikian Sang Yosua, Perjanjian Baru yaitu Yesus, Dia akan menerobos ke bumi dan bertahta di situ. Bumi akan menjadi Kanaan baru dari Sang Yesus atau Yosua yang baru ini. Yosua yang lama menerobos Kanaan, sampai mati belum taklukan Kanaan. Yosua yang baru, Dia akan akan terobos Kanaan ini, yaitu seluruh bumi, dan memenangkan bumi dengan efektif. Jadi ini Yosua yang tidak gagal. Setelah Yosua masuk, dia membagi-bagi tanah. Yesus mengutus murid-murid ke seluruh dunia untuk memenangkan kerajaanNya dengan penginjilan dan cinta kasih, dan pengembangan dalam budaya, bukan dengan perang. Setelah final, Tuhan datang, Tuhan kumpulkan, kepada yang domba Dia mengatakan “hai kamu, mari terima kerajaan yang disediakan bagimu sejak dunia dijadikan”. Jadi ini adalah kerajaan yang akan diberikan, kemudian orang-orang itu bingung “mengapa kami bisa dapat?”. Lalu Yesus mengatakan alasannya “sebab ketika Aku, Sang Raja ini, lapar, kamu memberi Aku makan. Ketika Aku, Sang Raja ini haus, kamu memberi aku minum. Ketika Aku orang asing, kamu memberikan aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian. Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku. Ketika Aku dalam penjara, kamu mengunjungi Aku”, ini kalimat-kalimat yang mengherankan. “Kami menantikan Engkau datang, sekarang Engkau datang dan mengatakan Engkau berhasil mendapatkan kerajaan ini karena perbuatan baikmu, karena belas kasihanmu”, ini sangat jelas dinyatakan oleh Kitab Suci, kita tidak mungkin salah tafsir di sini. “Kamu dapat kerajaan ini karena belas kasihanmu”. Lalu mereka bingung “Tuhan, kapan aku mendapatkan kesempatan untuk berbuat baik kepadaMu?”. Ayat 37 dikatakan orang-orang benar itu akan menjawab dia. orang-orang benar? Jadi benar itu karena iman atau belas kasihan? Kita harus mengatakan karena iman dan iman tidak bisa lepas dari belas kasihan. Sama seperti kalau Saudara ditanya “kamu dapat kafein dari kopi atau dari air?”, lewat kopi, tapi kopi tidak mungkin dikunyah, Saudara akan meninumnya dengan air, sehingga saudara akan menerima air dan kopi. Maka kalau dikatakan iman dan belas kasihan itu satu atau terpisah? Satu, tidak bisa pisah. Tidak ada orang yang beriman yang tidak punya belas kasihan. Dan tidak ada orang boleh mengaku beriman kalau dia tidak punya belas kasihan. Bagian ini sangat jelas, orang-orang benar itu, mengapa benar? “mengapa kami boleh mendapatkan hal-hal ini?”. Orang-orang benar itu bertanya “Tuhan, bilamana kami melihat Engkau lapar dan memberi Engkau makan, atau haus dan memberi Engkau minum. Bilamana kami melihat Engkau orang asing dan memberi tumpangan, atau telanjang dan memberi pakaian. Bilamana kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan mengunjungi Engkau? Kami tidak sadar sudah melakukan itu untuk Engkau”, karena mereka lakukan berdasarkan belas kasihan. Mereka tidak kerjakan untuk selamat. Orang legalis mengerjakan Taurat untuk selamat, orang benar mengerjakan karena ini memang benar. Jadi mereka tidak mengerjakan karena nanti akan mendapatkan kerajaan, lalu berbelas-kasihan kepada orang lain. Itu bukan berbuat baik, tapi investasi. Mana ada manusia boleh menjadi manusia tanpa belas kasihan”, itu yang mereka pikir. Dan mereka tidak melihat ada yang spesial dari menolong orang. Mereka sudah berbuat baik kepada orang lain dan tidak melihat ini spesial. Mengapa orang bisa mempunyai belas kasihan? Karena terus-menerus melihat keluar, bukan terus lihat ke dalam. Saudara kalau terus melihat ke dalam, akan susah punya belas kasihan. Kita tidak sadar dunia sekeliling kita sedang menderita karena kita cuma ingat derita sendiri. Saudara harus bangun, kalau cuma melihat diri akan sulit berbelas-kasihan, dan itu mungkin tanda kita belum beriman. Coba jangan cuma lihat diri “saya hidupnya sulit, hidupnya berat, penuh kesulitan”, tapi kita sadar orang lain punya kesulitan seperti apa. Kita nyaman di dalam tempurung yang baik ini, tempurung kelapa yang nikmat ini, dan melupakan kesulitan yang lebih parah di luarnya. Mari kita menjadi orang-orang yang keluar dari belas kasihan terhadap diri. Jangan terus mengatakan “saya orang yang sangat malang”, akhirnya susah berbelas-kasihan. Bagaimana berbelas-kasihan kalau kita merasa diri kita perlu dikasihani terus? Yesus memisahkan yang domba dengan yang perkasa, yang lemah dan yang perkasa. Yang lemah tidak merasa diri lemah, yang lemah merasa diri diberkati, “saya ada kelimpahan, saya bisa berbagi kepada orang lain”. Karena iman itu berarti saya menyadari Tuhan sudah menyelamatkan saya. Kalau Tuhan adalah bagian saya, saya tidak akan kurang. Itu dikatakan di dalam Mazmur 23, “Tuhan, kalau Engkau gembalaku, saya tidak akan kurang”. Kalau begitu siapa yang mengaku diri sudah benar karena iman, dia harus mengakui Tuhan sudah memelihara dengan limpah.
Di dalam bagian ini dikatakan orang benar itu tidak sadar mereka sudah berbuat baik. Mereka cuma pikir “kalau ada orang lapar, harus kami tolong”. Ada orang sedang dipenjara, maksudnya penjara bukan Saudara harus kunjungi untuk PI, maksudnya adalah ada orang difitnah atau ditindas atau yang masuk penjara karena kesalahan atau kelicikan dari orang yang penting, ini adalah orang yang menjadi korban. Dan mengunjungi mereka akan membuat Saudar beresiko dianggap sama. Misalnya Saudara mengunjungi Pak Ahok, “berarti kamu mirip dia ya, kamu sama dengan dia”, itu kemungkinan bisa terjadi. Jadi mengunjungi orang yang diperlakukan yang tidak adil dan kemungkinan dianggap sama dengan dia, itu bahaya. Tapi orang-orang ini merasa “orang ini tidak salah tapi dipenjara, saya mesti kuatkan dia”. Mengunjungi orang sakit, mengapa harus dikunjungi? Karena orang sakit perlu untuk dikuatkan. Kita berdoa untuk orang yang sakit, orang itu merasa sudah sangat diberkati. Orang dengan kemanusiaan seperti ini adalah orang yang ditebus oleh Tuhan. Tuhan menebus kita untuk menjadikan kita manusia, kata Hans Rookmaaker. Tuhan menebus kita supaya kita menjadi manusia sebenar-benarnya, bukan manusia yang jatuh dalam dosa sebelum keadaan kita ditebus. Maka orang-orang ini mengatakan “kami tidak pernah tahu kapan Engkau lapar, dipenjara, sakit, sedang jadi orang asing”. Orang asing di dalam tradisi Yahudi itu perlu ditolong dan Tuhan membiasakan orang Israel untuk menolong orang asing. Kalau ada orang tidak tahu bagaimana harus hidup, orang Israel akan tampung “sebelum kamu mampu, tinggal dulu bersama saya”. Orang asing maksudnya adalah orang yang terpaksa tinggal di negara orang lain karena mungkin diculik, karena kalau dulu antar kerajaan berperang, orang akan bawa orang lain untuk dijadikan budak. Mungkin dia jadi budak, setelah itu lepas dan tidak tahu harus kemana. Atau mungkin ada kelaparan di negaranya dan dia tidak tahu harus kemana. Ini mirip dengan para refugee. Saya tidak mengatakan kita dengan cara polos dan sembarangan melakukannya, tapi kita mesti digerakan oleh belas kasihan dan juga bijaksana untuk menampung orang-orang seperti ini. Ini yang ditekankan oleh Tuhan, mari latih diri untuk punya belas kasihan. Waktu diri punya belas kasihan, karena diri boleh melihat orang lain sebagai objek dari cinta kasih Tuhan maka kita akan mengerjakan apa yang dikerjakan oleh orang-orang ini. Ini bukan hal yang berat, Saudara tidak disuruh untuk mengubah Indonesia di dalam satu malam, Saudara juga tidak disuruh untuk mengubah Kerajaan Israel menjadi baik, tapi Saudara disuruh untuk mulai melakukan sesuatu di dalam lingkup hidup yang kita temui. Kita tidak disuruh untuk menolong semua orang miskin di dunia, tapi kita diminta untuk berbagian di dalam konteks yang kita sendiri miliki. Kita berkait atau bersentuhan dengan siapa, orang itu yang akan mendapat berkat. Tuhan Yesus tidak menyembuhkan semua orang kusta, tapi siapa yang bersentuhan dengan Tuhan Yesus, itu yang disembuhkan. Tuhan Yesus bisa menyembuhkan semua orang kusta, tapi Dia tidak mau melakukan itu. Dia ingin berinteraksi dalam konteks yang BapaNya percayakan kepada Dia. Dia sembuhkan orang sakit kusta yang BapaNya percayakan kepada Dia. Dia bangkitkan orang mati yang BapaNya percayakan kepada Dia untuk bertemu dengan Dia dalam kehidupan di bumi ini. Banyak orang mengatakan “ini terlalu ideal, saya tidak sanggup mengubah wajah Indonesia”, Saudara tidak perlu mengubah wajah Indonesia, cuma bereskan satu jerawat saja di wajah Indonesia ini, dan jeramat itu adalah relasi yang Saudara temui atau konteks hidup yang Saudara sendiri jalani. Ada orang yang perlu bantuan, tumpangan, pertolongan, mari kita belajar untuk buka mata kita, termasuk dengan jemaat kita di sini. Biar kita melihat siapa yang perlu mendapatkan bantuan dan kita dengan bersegera mau berbaik hati dan tergerak untuk berbagian. Mereka mengatakan “kami tidak pernah melakukan itu”, Raja itu menjawab “waktu engkau lakukan untuk orang paling kecil, engkau lakukan untuk Aku”. Yesus mengidentikan diri dengan orang terkecil di dunia, di dalam jemaatNya. Heran, kita selalu ingin mengidentikan diri dengan orang besar. Saudara kalau dibilang “suaramu mirip Stephen Tong”, langsung bangga. Kita selalu ingin diidentikan dengan yang lebih besar. Tapi tidak ada yang lebih besar dari Tuhan, Tuhan tidak mau mengidentikan diri dengan yang lain. Tapi heran, Tuhan rela mengidentikan diri bahkan ingin diidentikan dengan yang paling kecil. Jadi Tuhan ingin diidentikan dengan orang ini, itu sebabnya Dia tidak keberatan disalib. Apakah kita pernah berpikir mengapa Raja ini mau disalib? Karena Dia mau mengidentikan diriNya dengan yang paling rendah di dunia ini. Maka Dia mengatakan “jika engkau beriman kepadaKu, mengapa gaya hidupKu tidak ada padamu? Jika engkau menyebut Aku Tuhan, mengapa belas kasihanKu tidak ada padamu? Jika engkau menyebut Aku raja, mengapa concern-Ku tidak ada pada concern-mu?”. Tuhan Yesus mengatakan “Aku yang agung dan mulia ini rela disamakan dengan mereka yang paling rendah. Kalau kamu tolong yang paling rendah, kamu sudah melakukan untuk Aku”. Mari kita ubah culture gereja kita yang terlalu kagum dengan apa yang dikagumi oleh dunia. Mari belajar untuk mengagumi Tuhan yang meminta kita untuk memperhatikan mereka yang rendah di dalam dunia ini. Dan ini yang ditekankan di bagian ini.
Bagian berikutnya, Raja itu menjawab “engkau melakukan untuk saudaraKu yang paling hina, engkau melakukannya untuk Aku”. Dan sekarang Dia berpaling ke sebelah kiri, ini mungkin penghakiman yang membanggakan bagi mereka. Tuhan sudah mengatakan yang bagus-bagus ke bagian kanan, lalu berpaling ke yang kiri. Yang kiri mengatakan “kalau mereka saja mendapatkan kerajaan, kita dapat apa? mereka itu kan orang-orang rendah”, karena ini domba-domba pemimpin, itu domba-domba biasa. “Orang biasa mendapat kerajaan, kami dapat apa?”. Kalau diumpamakan, yang sebelah kanan adalah jemaat, sebelah kiri adalah gembala sidang dan majelis. Sang gembala mengatakan “jemaatku dapat kerajaan, saya dapat apa ya?”, langsung kipas-kipas. Begitu Tuhan berpaling, langsung merasa “saya sudah tahu, pasti saya akan mendapatkan 3 kali lipat atau tujuh kali lipat. Mereka saja dapat seperti itu, apalagi saya”. Tapi ketika Tuhan berpaling, Tuhan mengatakan “enyahlah dari hadapanKu”. Kalimat pertama langsung mengejutkan, “Tuhan, apakah Engkau tidak salah ngomong?”. Dia juga mengatakan “enyahlah dari hadapanKu, hai sekalian orang-orang terkutuk”, langsung dibilang terkutuk. “Enyahlah ke dalam api kekal yang telah disediakan untuk iblis dan malaikat-malaikatnya”. Banyak orang mengatakan ini tidak bicara tentang keselamatan, ini bicara soal pahala. Nanti kalau kamu sudah selamat, kamu tidak berbuat baik, tidak punya belas kasihan, nanti tetap selamat. Kalau kamu sudah selamat dan berbelas kasihan, kamu akan dapat pahala. Ini masalah upah. Tapi upahnya dimana? Di sini tidak dikatakan “hai kamu orang-orang terkutuk, kamu akan kurang mendapat pahala karena kamu kurang berbelas-kasihan. Yang penting kamu sudah beriman, kamu sudah selamat. Iman menyelamatkan, tidak berbelas-kasihan pun tidak apa-apa”. Di sini dikatakan “enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk iblis”. Benar-benar ketat, untuk kita tidak salah mengerti, “upahmu adalah tempatnya iblis, kamu sama dengan setan”, keras sekali. “Masa saya sama dengan setan?”, “iya, kamu mirip setan. Karena ketika Aku lapar, kamu tidak memberi makan. Ketika Aku haus, kamu tidak memberi minum. Ketika Aku orang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian. Ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak mengunjungi Aku. Sekarang tempatmu di neraka”, “kalau kami tahu tolong Engkau bisa membuat kami mendapat kerajaan, dan kalau kami tahu tidak tolong itu akan membuat kami masuk neraka, kami pasti sudah tolong. Tapi Engkau tidak pernah muncul untuk kami tolong”, ini yang mereka katakan, “Engkau kan orang hebat. Tuhan, Engkau Raja dan kami adalah bupati-bupatiMu. Kami orang hebat. Engkau orang hebat, mengapa Engkau tidak menyatakan diri kepada kami?”. Tapi Tuhan mengatakan “Aku sudah menyatakan diri sebagai orang yang paling kecil di antara kamu”. Adakah pemimpin politik yang memerhatikan orang paling kecil? Tidak, semua pemimpin politik tempatnya di neraka kalau mereka tidak peduli rakyat. Kalimat ini untuk pemimpin politik dan orang Kristen, “hei orang Kristen, kamu yang merasa diri hebat, kamu yang merasa sudah dimiliki oleh Tuhan, dimana belas kasihanmu? Kalau kamu tidak punya belas kasihan, kamu bukan milikKu, enyahlah ke neraka”, demikian dikatakan oleh Sang Raja ini. Raja ini tidak mengatakan “Aku tidak kasi kamu pahala”, Dia mengatakan “kamu ke neraka”. “Saya sudah mengenal Engkau”, “tapi kamu tidak punya belas kasihan”. Maka serangan untuk antinomian sangat keras dalam Alkitab. Jangan rasa engkau aman kalau engkau tidak ada perubahan dari hati keras menjadi belas kasihan, dari egois menjadi perhatikan orang lain. Kalau perubahan ini tidak ada, kita bukan milik Yesus. Kalau perubahan ini mulai muncul, baru kita tahu “Yesus adalah Tuhan saya dan saya mau teladani Dia”.
Bagian ini memperingatkan kita supaya tidak menjadi sama dengan para kambing ini. Lalu mereka masih membela diri “kalau kami melihat Engkau, pasti kami tolong”. Tapi Yesus tidak suka dengan gaya mereka yang menekankan pentingnya mereka sehingga Yesus tidak pernah dianggap akan mengidentikan diri dengan orang-orang paling rendah. Yesus mengatakan dengan tegas “waktu Aku kesulitan, kamu tidak menolong”, “kapan Tuhan?”, “yaitu waktu kamu tidak melakukan untuk orang paling kecil di tengah-tengah kamu”. Marilah kita jadi orang Kristen yang menyadari bahaya dari legalis, tapi juga menyadari bahaya dari antinomian. Jangan masuk dalam keadaan aman yang mengatakan “kalau saya milik Tuhan, penghakiman Tuhan tidak akan menyentuh saya”. Penghakiman kaan terlebih dahulu kena kepada yang mengaku percaya tapi palsu. Mari tumbuhkan belas kasihan di dalam hati, mari belajar seperti Kristus, mari belajar untuk melihat bagaimana tindakan saya adalah tindakan untuk bahagia orang lain yang memerlukannya dan nama Tuhan dipermuliakan karenanya. Jangan kejar perbuatan untuk dapat upah, tapi biarlah kita minta kepada Tuhan hati yang penuh belas kasihan yang tulus, yang asli, yang benar-benar mudah tergerak oleh kesulitan sesama. Dan biarlah kita menjadi orang yang tidak tenggelam di dalam kesulitan diri, yang terus-menerus melihat diri sebagai orang yang harus dikasihani, tapi mulai melihat diri sebagai orang yang harus memberi berkat kepada orang lain. Kiranya Tuhan menolong dan memampukan kita. Pada hari ini kita belajar bahwa akhir zaman adalah mengenai belas kasihan dimunculkan. Orang kejam dihancurkan dan orang berbelas-kasihan akan Tuhan munculkan. Kiranya Tuhan memimpin dan memberkati kita menjadi orang-orang yang penuh belas kasihan.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Injil Lukas
- 7 Nov 2018
Apa yang menghalangi kita menantikan kedatangan Tuhan?
Ayat-ayat ini adalah bagian dari ucapan akhir zaman dari Tuhan Yesus. Dan ucapan akhir zaman di Kitab Suci selalu berbentuk nubuat apokaliptik. Dan ini merupakan cara menulis atau genre yang harus ditafsirkan dengan benar. Karena bagian-bagian apokaliptik atau yang berisi nubuat bukan semacam teka-teki untuk ditafsirkan dan dirumuskan secara akurat. Setiap nubuat itu seperti lukisan yang indah, yang memberikan makna yang melampaui kata-kata namun memberikan penjelasan di dalam kerangka utama yang jelas. Kerangka utamanya jelas, tapi detailnya tidak jelas. Hal utamanya jelas tapi aspek-aspek detailnya itu sangat kabur. Inilah yang disebut dengan nubuat apokaliptik. Kitab Wahyu adalah nubuat yang bersifat apokaliptik. Yesaya 24-27 adalah bentuk yang sama, di dalam kata-kata Tuhan Yesus tentang akhir zaman kita temukan ada cara perkataan dan pembahasan yang sama juga. Jadi Yesus sedang menyatakan bahwa diriNya adalah Sang Nabi sejati. Dan sama seperti nabi-nabi besar dalam Perjanjian Lama, di dalam tulisan-tulisan mereka yang sangat banyak itu, ada bagian-bagian penghakiman bagi Yerusalem, demikian juga Yesus menyatakan hal yang sama, ada penghakiman bagi Yerusalem. Yesus sebagai Nabi harus menegur dan bahkan menjatuhkan hukuman bagi Yerusalem yang tidak setia. Sama seperti Yesaya menubuatkan Babel akan datang menghancurkan Yerusalem, Yeremia menyatakan Babel lewat Nebukadnezar menghancurkan Yerusalem. Kemudian Yehezkiel juga menubuatkan hal yang sama bahwa Roh Allah akan pergi, kemuliaan akan meninggalkan Bait Suci bahkan meninggalkan Yerusalem, dan itulah kesudahan Yerusalem karena akan dihancurkan oleh Babel. Kalimat-kalimat ini menjadi pola dalam Kitab Nabi-nabi dan di dalam Perjanjian Baru orang Yahudi mempunyai pengertian bahwa ketika akhir zaman akan terjadi, akan terjadi reenactment of biblical stories, penghidupan kembali, pertunjukan kembali. Akan ada sesuatu yang mirip dengan Perjanjian Lama dinyatakan, sehingga orang akan tahu kesudahannya sudah mendekat. Inilah yang disebut dengan apokaliptik, akan ada penghidupan kembali dari cerita-cerita Perjanjian Lama. Itu sebabnya dikatakan ketika Raja, Mesias itu akan datang, Dia akan didahului oleh Yohanes Pembaptis. Dan Yohanes Pembaptis disebut sebagai Elia yang akan datang. Mengapa dikatakan Elia yang akan datang? Karena ada penghidupan kembali kisah Perjanjian Lama di dalam zaman ketika Tuhan akan pulihkan segala sesuatu. Reformasi, terutama di dalam pemikiran Martin Luther, juga sangat banyak membahas tentang apa itu akhir zaman. Dan mereka tidak mau orang berpikir bahwa akhir zaman hanya melulu tentang kehancuran. John Calvin misalnya, di dalam commentary-nya tentang Injil Yohanes, berkali-kali memberikan penjelasan bahwa akhir zaman adalah tentang pemulihan. Bahkan dia mengatakan bahwa Yohanes adalah seorang yang mempunyai cara berpikir Ibrani Yahudi, meskipun dia menulis memakai bahasa Yunani, tapi kosa kata tertentu dalam bahasa Yunani mesti ditafsirkan dalam Kitab Septuaginta Perjanjian Lama. Misalnya ketika Yohanes mengatakan tentang pengadilan, penghakiman,harus dipahami dengan cara orang Yahudi memahami penghakiman. Dan bagi orang Yahudi penghakiman adalah titik yang sangat penting untuk memunculkan keadaan yang baik. Mengapa Tuhan memberikan air bah? Untuk membersihkan bumi sehingga ada kesempatan manusia hidup lagi. Mengapa Tuhan Yesus harus dihukum? Supaya ada harapan orang-orang yang harusnya mati bisa hidup di dalam Tuhan. Mengapa ada penghakiman Tuhan? Supaya ada harapan akan bumi yang baru. Jadi penghakiman dan juga keadaan judgement yang akhir selalu akan memberikan keadaan yang baik setelahnya. Ini yang ditekankan oleh John Calvin sehingga gambaran Tuhan yang menghakimi hanya menyatakan marahNya Tuhan, itu sebenarnya ditentang baik oleh Luther maupun Calvin.
- Injil Lukas
- 24 Oct 2018
Berita Penting dari Kebangkitan Kristus
Yesus menampakan diri kepada para murid, dan Dia menunjukan hal yang sangat penting. Dia menunjukan bahwa Dia adalah Kristus yang bangkit secara fisik. Kebangkitan secara fisik ditekankan dalam Kitab Suci. Kitab Suci tidak memberikan ruang untuk kita menafsirkan bahwa kehidupan roh tanpa tubuh itu lebih penting. Itu tidak ada dalam berita Kitab Suci. Kitab Suci tidak mengajarkan setelah kita mati, kita selama-lamanya hidup sebagai roh, harap ini diingat baik-baik. Ajaran platonis, ajaran yunani, dan juga ajaran dari gnostik, ajaran dari kelompok-kelompok neo-platonis sangat mempengaruhi ajaran Kristen dengan ide yang kacau seperti ini. Jadi kalau Saudara berpikir kehidupan kita di dalam kekekalan adalah roh tanpa fisik, Saudara sedang percaya ajaran gnostik, proto-gnostik, atau neo-platonik atau platonik atau pythagorean dan juga ajaran yunani mulai dari Yunani Klasik dan juga Yunani Kuno, tapi bukan dari Kristen. Kekristenan tidak percaya bahwa nasib manusia dan hidup final adalah dalam bentuk roh. Alkitab mengajarkan nasib final atau keadaan sempurna nanti ada di dalam kebangkitan tubuh, bukan roh. Sehingga ketika Saudara mati, roh Saudara pergi ke Tuhan di sorga, itu pun masih penantian. Sorga tempat penantian? Iya. Dan realita final yang sempurna adalah kebangkitan tubuh. Itu sebabnya di dalam 1 Korintus 15, Paulus menegaskan bahwa kebangkitan Kristus adalah yang pertama dari yang banyak, ini yang sulung. Karena Kristus bangkit, kamu pun akan memperoleh kebangkitan. Paulus tidak mengatakan “karena Kristus bangkit kamu akan memperoleh hidup kekal”, karena hidup kekal bisa dipahami dengan cara yang salah. Apa hidup kekal? “hidup kekal itu roh saya kekal selamanya”, bukan. Hidup kekal adalah kebangkitan, maka Paulus mengaitkan hidup kekal dengan kebangkitan. Dan dia mengatakan “sia-sia kamu jadi orang Kristen kalau kamu tidak percaya Yesus bangkit”, dengan kata lain Paulus sedang mengatakan “sia-sia kamu jadi orang Kristen kalau kamu tidak percaya kebangkitan”. Apa itu kebangkitan? Kebangkitan itu dari keadaan mati menjadi bangkit, bukan dari satu mode ke mode lain. Ulat jadi kupu-kupu itu bukan bangkit, karena kupu-kupu tidak dibangkitkan dari ulat, kupu-kupu bermetamorfosis dari ulat. Manusia tidak bermetamorfosis jadi roh. Manusia diberikan tubuh dan akan, bahkan harus mempercayai kebangkitan tubuh. Sehingga perkataan Paulus harus kita pahami dengan benar, yang tidak percaya kebangkitan tubuh meresikokan iman Kristen menjadi sia-sia. Paulus mengatakan “sia-sia iman Kristenmu, sia-sia kami berjuang, sia-sia kamu percaya kepada Yesus, jika kamu tidak percaya Yesus bangkit maka kamu tidak percaya kamu akan bangkit”, dan dengan demikian sia-sialah iman Kristen. Ini berita yang jelas, kalimatnya tidak missleading, kata-kata yang dipakai tidak double meaning. Tapi heran, orang Kristen tidak mengerti waktu membacanya.
- Injil Lukas
- 17 Oct 2018
Titik awal pemulihan Kerajaan Allah
Kita sangat bersyukur karena melihat bagaimana Injil Lukas memberikan kisah mengenai Kristus. Mulai dari awal pelayananNya hingga waktu Dia sudah bangkit. Dan kalau Saudara melihat kisah perjalanan Kristus, selalu ada penyertaan dari crowd, orang banyak. Setiap kali ada orang banyak menyertai pelayanan Kristus sejak awal. Dari awal Dia melayani, Dia sudah memberikan begitu banyak khotbah, tanda-tanda dan begitu banyak hal yang membuat banyak orang tertarik untuk datang kepada Dia. Maka Saudara akan melihat ada sesuatu yang sangat beda, pada waktu Dia memulai pelayananNya, crowd, orang banyak semua ikut. Ketika Dia bangkit dan menyatakan diri, hanya sekelompok kecil orang yang mengenal Dia dengan sangat dekat, yang ikut. Sebelum ada ribuan orang ikut Dia, sesudahnya menurut kesaksian Paulus, paling banyak hanya sekitar 500an. Jadi ada perbedaan yang sangat besar Kristus melayani sebelum mati dan setelah Kristus bangkit. Mengapa hal ini terjadi, mengapa setelah Kristus bangkit Dia menyatakan diri kepada sedikit orang? Tanda Dia menyatakan diri senantiasa berkait dengan satu tema yaitu makan bersama. Lukas mencatat peristiwa makan bersama, Yohanes juga mencatat peristiwa makan bersama. Bahkan Lukas mencatatnya dua kali, Yohanes mencatatnya dalam satu peristiwa, ketika murid-murid sedang memancing ikan dan tidak mendapat, Yesus menyuruh mereka unutk melemparkan jala ke tempat lain. Setelah mereka mendapatkan banyak ikan, mereka baru sadar bahwa yang menyuruh mereka adalah Yesus. Setelah itu Yesus pun mengajak mereka makan bersama dan mengajak bicara personal kepada Petrus. Demikian juga dalam Injil Lukas ada peristiwa makan bersama dengan dua orang, hanya bertiga. Dua orang murid yang mau pergi ke Emaus, lalu mereka dan Yesus makan bersama, tapi mereka belum mengenal Yesus. Yesus berkhotbah kepada mereka dan mata mereka belum terbuka. Yesus menyatakan kebenaran firman kepada mereka dan mata mereka belum terbuka. Namun di ayat yang kita baca hari ini, dikatakan bahwa setelah Yesus memecah-mecahkan roti, baru mata mereka terbuka. Apa yang Injil mau sampaikan, mengapa memecah-mecahkan roti begitu penting?
- Injil Lukas
- 2 Oct 2018
Tawaran yang lembut dari Injil
Kitab Lukas seringkali menulis Yesus melanjutkan perjalanan, lalu dalam perjalanan kemana, ada perjalanan yang Dia lakukan menuju kepada satu tujuan. Dan tujuan yang Yesus lakukan ketika Dia berjalan, sebelum Dia mati, adalah masuk ke dalam perjamuan bersama para murid. Jadi di Yerusalem, perjamuan malam, ditangkap, diadili, mati dan bangkit. Dan sekarang ketika Yesus menyatakan diri kepada murid-murid yang sedang berjalan ke Emaus, Lukas dengan cara yang sangat indah menuliskan pola itu dirangkum dari ayat-ayat 13-35. Yaitu Yesus berjalan dengan para murid, kemudian berakhir dengan makan bersama. Kita akan bahas berjalan dulu di hari ini, dan 2 minggu dari sekarang kita akan membahas ketika Yesus makan bersama murid. Pola ini menunjukan bahwa Yesus menyatakan diriNya hidup, dan Yesus yang sama dinyatakan sebelum Dia mati adalah Yesus yang sama yang menyatakan diri sekarang. Ini cara Lukas untuk menekankan ada yang sama dari Yesus sebelum Dia mati dengan setelah Dia bangkit, ini adalah Yesus yang sama. Sebelum Dia mati, Lukas menuliskan kehidupanNya dengan cara perjalanan sampai makan malam terakhir, maka di pasal 24 Lukas melukiskan hal yang sama, perjalanan sampai pada makan malam. Tetapi makan malam itu tidak terjadi sampai final, karena Yesus menghilang dari tengah-tengah mereka. Berarti kehadiran Yesus di tengah murid belum menjadi final di Kerajaan Allah. Akan banyak orang dipanggil Tuhan, percaya kepada Dia dan suatu saat akan berkumpul sama-sama, saat ini belum terjadi. Maka Yesus mengatakan “kita akan bersama lagi”, bersama seluruh umat yang akan dipanggil kemudian. Ketelitian seperti ini harus kita miliki waktu kita membaca Kitab Suci, karena Kitab Suci penuh dengan pesan kalau kita teliti membacanya. Maka jangan membaca Alkitab dengan penghargaan hidup lebih besar dari pada pesan dari Alkitab. Seringkali kita begitu mengagumi hidup kita dan pergumulan kita, sehingga kita baca Alkitab demi mendapatkan jawaban untuk pergumulan kita. Itu tidak salah, tapi itu harus menjadi urutan kedua dari cara kita membaca Alkitab. Maka Saudara bisa melihat di sini, di ayat 13-32, digambarkan para murid berjalan dengan Yesus, lalu diakhiri dengan mereka makan bersama Tuhan Yesus. Mengapa pola ini dipakai oleh Lukas? Karena Lukas menggambarkan bagaimana Yesus yang sudah bangkit menyatakan kerajaan itu kepada murid. Yesus sudah bangkit dan Dia harus menyatakan diri kepada para murid. Dan di dalam kisah Lukas, Yesus belum menyatakan diri kepada para murid. Yesus menyatakan diri kepada para murid di dalam catatan Lukas pertama kali adalah di dalam perjalanan menuju Emaus, kepada dua orang murid. Di sini ada keunikan yang luar biasa, Lukas dengan teliti mencatat apa yang Yesus mau sampaikan, bagaimana cara Dia mendeklarasikan kerajaan yang sudah datang karena Dia sudah bangkit. Ternyata cara Dia menyatakan kerajaanNya tidak dengan cara yang penuh kemegahan, tetap tersembunyi.
- Injil Lukas
- 18 Sep 2018
Kesaksian Kebangkitan yang Menebus
Ada begitu banyak hal yang mengagumkan di dalam cara Lukas menuturkan kisah kebangkitan Yesus. Dan cara ini adalah cara yang bisa kita lihat banyak terdapat di Perjanjian Baru. Cara di mana semua pesan yang disampaikan berkoneksi dengan Perjanjian Lama. Yesus sebagai penggenap Perjanjian Lama harus kita pahami dengan tepat, karena kita tidak akan lihat kebesaran Yesus, keagungan Dia dan juga hebat dan mulianya Dia, jika kita tidak menelusuri pergumulan dari Perjanjian Lama terlebih dahulu. Kalau Saudara dan saya tidak lihat bagaimana Perjanjian Lama memutuskan tentang pengharapan Israel, tentang bagaimana Israel berjuang untuk menjadi umat Tuhan, bagaimana mereka gagal dan bagaimana janji Tuhan tetap diberikan, dan bagaimana rencana Tuhan pulihkan itu kita pahami. Maka kita melihat bahwa semua janji yang besar dari Tuhan dan semua pengharapan Israel, semua pergumulan yang mereka kerjakan itu akan mencapai puncak di dalam kematian dan kebangkitan Yesus. Kematian dan kebangkitan Yesus tidak boleh dilekatkan pada cerita yang lain, tidak boleh dilekatkan pada tradisi yang lain, tidak boleh dilekatkan pada worldview yang lain, hanya melalu cerita Perjanjian Lama, tradisi Perjanjian Lama dan worldview yang dibangun oleh Perjanjian Lama saja, kita bisa melihat bahwa Yesus yang mati dan bangkit memuncakan Kerajaan Allah dinyatakan di bumi. Bagian ini sangat indah karena waktu Saudara membaca ada kisah yang seperti mengulangi kembali kisah Kejadian. Ini yang sudah kita lihat ketika membaca tentang penyaliban Yesus.
- Injil Lukas
- 18 Sep 2018
Kematian Kristus yang Agung
Peristiwa kematian Yesus adalah peristiwa yang sangat agung di dalam sejarah. Tapi peristiwa yang banyak tidak dimengerti. Orang Kristen menganggapnya penting, tetapi tidak semua orang Kristen tahu mengapa kematian Yesus penting. Tidak semua orang Kristen mengerti apa yang Alkitab coba nyatakan di dalam peristiwa kematian Yesus. Seluruh Perjanjian Lama dirangkum dalam bagian ini. Kalau kita belajar mencintai membaca Alkitab, kita akan mendapat banyak sekali kelimpahan dari membaca bagian-bagian yang ada. Saudara tidak bisa menggantikan pembacaan Alkitab dengan belajar satu atau dua doktrin. Kita tidak bisa menggantikan pembacaan Kitab Suci dengan membaca satu dua poin pengakuan iman saja. Kita harus mengenal seluruh kisah Kitab Suci, dari Kejadian sampai Wahyu berkali-kali untuk mendapatkan gambaran seperti ini. Saya sudah membaca dari Kejadian sampai Wahyu sudah puluhan kali, Saudara harus coba lakukan itu. Setiap tahuan harus selesai satu kali baca, tahun depan baca lagi satu kali. Dan saya temukan setelah saya membaca delapan satu sembilan kali bolak-balik, baru saya mendapatkan gambaran yang jelas. Tapi ada orang satu kali baca pun belum, lalu mengatakan “kok saya tidak bisa mengerti Kitab Suci? Mengapa kalau saya dengar khotbah sepertinya limpah sekali, tapi kalau saya baca sendiri, mengapa saya tidak mendapat apa-apa?”. Tapi kalau Saudara membaca seluruhnya, lalu kembali lagi membacanya, ketika sadar pada bagian yang kita tidak mengerti sebelumnya, mulai ada pencerahan mengapa kalimat ini ditulis”. Saya mengalami ini, ini pengalaman pribadi yang juga akan menjadi pengalaman komunal, karena ini pengalaman dari gereja Tuhan, bukan hanya saya. Banyak orang mulai mengalami ada banyak hal menjadi semakin jelas karena keseriusan dalam membaca Kitab Suci.
- Khotbah
- 18 Sep 2018
Janganlah menipu diri
(Bilangan 22: 2-20)
Kita menjadi orang yang dengan ahli menipu diri kita sendiri atau kita menjadi orang yang dengan tidak sadar menipu diri kita sendiri. Kita bisa melakukan hal ini dengan berkata “saya tidak seperti itu. Saya tahu kebenaran, saya tahu bagian-bagian dari firman Tuhan, saya lumayan rajin ke gereja, saya rajin baca Alkitab, saya sering ikut PA”. Ada satu hal yang membedakan apakah kita di dalam mendengarkan firman atau mencari tentang apa yang Alkitab katakan, sebenarnya yang kita cari kebenaran atau pembenaran? Karena dua hal ini membuat kita berada dalam jalur yang berbeda jauh karena orang yang self deception ini bukan orang yang tidak mengenal firman, orang yang bukan malas membaca Alkitab, tapi orang yang mungkin rajin membaca Alkitab, orang yang rajin mencari teologi yang benar. A.W. Tozer pernah mengatakan bagaimana mendeteksi kita tidak menipu diri sendiri dan kita tahu siapa diri kita sebenarnya, beberapa hal yang bisa kita tanyakan kepada diri kita adalah apakah yang paling banyak menyita waktu kita, itu akan memperkenalkan diri kita sebenarnya siapa. Apa yang menyita paling banyak uang kita, itu akan memperkenalkan diri kita siapa. Apa yang kita kagumi, itu sebenarnya akan memperkenalkan diri kita siapa. Bahkan apa yang kita tertawakan, itu akan memberitahukan kepada kita, kita siapa. Jadi kita tidak bisa mengatakan “saya tidak seperti itu”, sebenarnya kita bisa survei pada diri kita sendiri, apa yang paling banyak menyita waktu, apa yang paling banyak menyita uang, apa yang paling kita kagumi, apa yang kita tertawakan, kira-kira itu menjadi gambaran yang lebih clear tentang siapakah diri kita. Ini adalah suatu hal yang sangat mengkhawatirkan, kita kalau ditipu orang lain bisa marah-marah, tapi kalau kita ditipu oleh diri sendiri, kita lebih sering melakukannya. Karena kita mungkin tidak mau fakta yang terjadi, kita tidak mau kebenaran, tapi kita sangat ingin pembenaran. Dan inilah yang terjadi pada kehidupan Kristen kita.
Dalam bacaan Bilangan 22: 2-20, mungkin kita tidak terlalu melihat Bileam itu salahnya apa. Ketika dia didatangi oleh utusan Balak, dia mengatakan “nanti tunggu kalau Tuhan mengatakan sesuatu, baru saya bisa beri tahu kamu”. Kemudian Tuhan berkata kepadanya, dan Bileam mengatakan sama persis, “saya tidak bisa pergi karena begini begini”, maka mereka pulang. Mereka kemudian kembali dengan membawa upeti yang lebih besar lagi. Kita mungkin tidak melihat motivasi yang lain, dan dia mengatakan “meskipun diberi istana emas atau perak pun, saya tidak bisa pergi. Saya tidak bisa melakukan perbuatan dari yang kecil sampai besar, tanpa Tuhan memberi tahu apa”. Kita sepertinya melihat ini tidak ada satu kesulitan, melihat Bileam baik-baik saja, dia juga lumayan kenal Tuhan. Ayat 8 “sesuai dengan apa yang difirmankan Tuhan kepadaku”. Self deception tidak dimulai dari orang yang tidak mengenal Tuhan. Atau kalau kita mengatakan dalam lingkungan Kristen, self deception tidak mulai dengan orang yang tidak mengerti siapa Yesus, apa itu Alkitab, pengenalan akan Allah. Tapi justru dimulai oleh orang yang ada pengetahuan, ada pengertian. Bileam bisa mengidentifikasi “bangsa ini Allahnya pasti Tuhan”, karena di dalam zaman itu semua bangsa punya allahnya masing-masing. Maka dia bisa mengenali kalau ada suatu bangsa dari Mesir, ini kemungkinan besar adalah orang Israel, dan orang Israel punya Allah adalah TUHAN. Dia bisa punya pengertian yang lumayan tepat siapa Allahnya orang Israel dan kemudian ketika orang-orang suruhan itu datang “baik, tunggu dulu, saya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap bangsa ini tanpa seizin Tuhannya, maka saya tanya dulu”. Bileam lumayan punya akses, dia mengatakan “kamu tunggu di sini, nanti kalau Tuhan memberi tahu sesuatu, saya beri tahu kamu”. Dan ternyata betul, Tuhan mendatangi dia terlebih dahulu dan Tuhan memberikan firmanNya. Kita tidak mungkin mengatakan Bileam tidak tahu siapa Tuhan, dia tahu tapi yang masalah adalah tahunya tahu apa? Tapi ternyata pengetahuannya tidak membuat dia mengenal Tuhan secara utuh. Karena kalau kita bandingkan, ketika orang Israel hampir menyeberangi Sungai Yordan, sebelum mereka menyeberang ada beberapa daerah, ada daerah yang mengizinkan mereka lewat, ada daerah yang tidak mengizinkan mereka lewat. Salah satunya adalah daerah Moab ini dan Midian. Maka kalau Bileam tahu orang Israel punya Tuhan seperti apa, tetapi ternyata pengetahuan itu tidak membuat dia bisa berespon dengan benar. Kita bandingkan dengan beberapa kitab berikutnya, dan sebenarnya jarak waktunya tidak begitu jauh, yaitu antara respon Rahab. Rahab juga tahu ini adalah bangsa yang dikeluarkan oleh Allahnya dari Mesir, ke padang gurun, melewati lautan yang besar, dibelah menjadi dua, tidak mungkin tidak berespon apa-apa. Rahab langsung berubah teologi dan kemudian berespon dengan tepat. Self deception dimulai dengan menyetujui apa yang telah dikhotbahkan. Sok tahu tentang Tuhan adalah langkah yang paling cepat untuk kita menipu diri kita sendiri. Karena kita bukan menjadi orang yang terhakimi ketika mengatakan “kamu tidak tahu Tuhan ya?”, “saya tahu”, tapi ternyata kalau itu tidak membuat kita digerakan mengenal Tuhan dan berespon dengan tepat, maka itu akan menjadi titik awal yang mudah untuk kita masuk dalam self deception.
Lalu hal kedua, ketika kita masuk dalam satu langkah ini “saya tahu Tuhan”, kita bisa salah dalam sindiran Tuhan kita bisa anggap jadi konfirmasi. Peringatan Tuhan, kita bisa anggap jadi satu legitimasi. Kita bisa pilih-pilih mana yang kita mau, dan itu dari Tuhan, dari Alkitab, tapi kita tidak melihat seluruh konteks sehingga kita lihat itu sebagai sindiran yang kita ubah menjadi konfirmasi. Kalau kita lihat di ayat 19 & 20, masih tidak terlalu kelihatan. Tapi mari kita lihat lebih teliti, karena di bagian lain kalau Saudara memperhatikan, seperti yang A.W Tozer ingatkan, apa yang sangat kita inginkan, kita kagumi, kita fokus di dalam hidup, itulah yang akan memperkenalkan siapa kita. Meskipun di bagian awal kita bisa menyembunyikan dengan pengetahuan, pengenalan akan Tuhan, ketaatan, etos pelayanan, Bileam tidak menerobos salah satunya, dia oke-oke saja, Tuhan bicara baru dia lakukan. Tapi ini ternyata tidak bisa menyembunyikan dari apa yang diinginkan hatinya. Karena kalau Saudara baca dalam Yudas 11, 2 Petrus 2: 15-16, Bileam sebenarnya menginginkan upah yang Balak sudah tawarkan. Di sini tidak terlalu kelihatan, tapi kita bisa lihat di bagian lain. Kita bisa melihat bagaimana diri itu bisa menipu sampai diri itu tidak tahu, seolah-olah. Bahkan orang lain tidak merasa dia melakukan hal itu, ini kan motivasi di dalam yang tidak ada orang yang tahu. Tapi self deception ini membuat sindiran dianggap menjadi konfirmasi. Bileam tidak bisa lihat lagi bahwa Tuhan tidak mau dia melakukan itu dan kemudian ketika dia disuruh pergi, dia langsung pergi, segera dipelanai keledainya, segera pergi. Lalu kemudian bangkitlah murka Tuhan, di sini kita baru tahu sebenarnya Tuhan tidak mau dia melakukan itu. Kalau orang tidak cinta kebenaran, kebenaran itu bukan menjadi sesuatu yang diharapkan di dalam hidupnya, Tuhan itu bukan menjadi hal yang betul-betul dicintai. Maka semua hal yang dikatakan oleh Tuhan akan dipakai sebagai alasan untuk membenarkan diri sendiri. Kita bisa serang orang lain pakai ayat, kita bisa nasihati orang lain pakai ayat dengan tujuan orang itu berubah atau kita bisa menasihati orang lain dengan memakai ayat firman Tuhan dengan tujuan menyerang dia? Dari luar tidak ada perbedaan, dari luar sepertinya kita sangat mengenal Tuhan, dari luar kita sangat mengerti teologi, dari luar kita akan sangat betul-betul punya kerohanian yang sangat baik. Tapi sindiran yang kita anggap sebagai konfirmasi ini sangat membahayakan. Self deception kalau sampai tahap kedua, kita akan melihat semuanya sebagai tools yang kita bisa pakai untuk membentengi diri sendiri atau menyerang orang yang tidak sepaham dengan kita menggunakan senjata yang paling rohani yaitu Tuhan. Ini seringkali jatuh dalam pergumulan kita. Kita menunggu saat lowong dimana ada sesuatu kita bisa masuk di celah. Dan kita mendapatkan pembenaran untuk yang kita maui. Dan Tuhan tahu Dia sedang dimanipulasi oleh Bileam. Dia tahu bahwa Bileam akan menggunakan kesempatan ini untuk mengatakan “Tuhan yang suruh, saya tidak melakukan apa-apa”. Tapi kalau kita melihat cerita sampai ke belakang, nanti kita akan tahu bahwa sebenarnya Tuhan itu bukan Tuhan yang hanya senang kalau kita hanya pertimbangkan dosa atau tidak berdosa, tertulis atau tidak tertulis. Tuhan ingin kita betul-betul mengenal Dia sehingga mengerti isi hatinya dan melakukan apa yang seharusnya.
Kalau kita melihat di sini, Bileam kan profesional, kalau disuruh dia akan pergi, dibayar lagi. Kita sering mengatakan kalau profesional itu ada bayaran, “saya kan dukun profesional. Ada yang order dan dia bayar, saya tidak melanggar apa-apa. Maka saya pergi. Lagi pula saya tidak salah kalau menginginkan bayaran”. Maka kata profesional seringkali kita kunci dalam dibayar atau tidak. Kalau kita kerja “profesional sedikit dong”, artinya “kamu sudah saya bayar, kamu jangan tidak kerja apa yang seharusnya”. Lalu kita bisa kontrakan ini dengan yang non-profesional yaitu pelayanan. “Di gereja kan tidak perlu pakai profesional, karena tidak ada bayaran, ini pelayanan”. Ini kesalahan pengertian profesional yang kita semua mengerti. Profesional bukan kita dibayar maka kita kerja, profesional bukan karena gajinya semakin tinggi maka kita kerja makin baik. Profesional kata dasarnya adalah profess, mengaku. Mengaku kita adalah sesuatu maka kita lakukan yang kita akui itu dengan semaksimal mungkin yang kita bisa, itu profesional. Kita mengaku, seumpama kita mengaku kita adalah manusia, maka kita harus melakukan apa yang sepatutnya, seharusnya, sebesar-besarnya kita sebagai manusia. Atau kita mengaku kita sebagai orang Kristen, maka kita harusnya kerjakan apa yang perlu, yang maksimal, yang seharusnya sehingga menunjukan apa yang kita profess itu kita jalankan. Maka kalau kita salah mengerti di dalam masalah profesi ini, apa yang kita mengaku apa dan kita kemudian lakukan apa, bisa jadi Senin-Jumat kita maksimal melakukan persiapan, tapi begitu masuk Minggu, kita mengatakan “saya guru Sekolah Minggu, saya tidak lakukan persiapan apa-apa karena ini tidak dibayar. Yang profesional kan Senin-Jumat, yang Minggu kan pelayanan”. Kalau kita bagi hidup kita menjadi dua seperti itu, kita akan menjadi orang yang bisa menipu diri sendiri. Jadi bapak itu profesional tidak? Jadi bapak itu bukan profesional, kita kan pikirnya karena bapak tidak dibayar. Tapi kalau Saudara profess “saya bapak, saya ibu, saya papa, saya mama”, sudahkah kita melakukan hal yang perlu untuk melakukan jabatan itu? Saya rasa tidak. Kalau kita mengatakan “saya ini anak, saya ini menantu, saya ini mertua”, sudahkah kita lakukan hal yang semaksimal mungkin di dalam kata itu dengan semaksimal mungkin yang saya bisa usahakan? Saya rasa tidak. Hal-hal seperti itu go with the flow dan kita melihat hidup kita ada beberapa yang kacau di tengah jalan karena hal-hal itu tidak kita tangani dengan benar, karena kita pikir profesional itu dibayar. Seperti Bileam, “kalau saya dibayar saya jalani saja. Permintaanya seperti itu, saya tidak melanggar apa-apa. Dia yang datang mencari saya, ini kan rejeki”. Karena kita cuma mengerti point reference dari profesional adalah uang. Tetapi Tuhan mau kita mengerti point of reference dari profesional adalah Allah yang menentukan kita berbuat apa. Tuhan mau kita mengerti profesionalitas kita di dalam point of reference kebenaran, di dalam point of reference takut kepada Tuhan, sehingga kalau seperti ini Saudara tidak mungkin menjadi orang yang menipu diri. Saudara mahasiswa, apa yang Saudara perlu kerjakan sebagai mahasiswa? Pelajar, apa yang Saudara perlu kerjakan sebagai pelajar? Dosen, apa yang perlu Saudara kerjakan sebagai dosen? Pengurus, apa yang perlu Saudara kerjakan sebagai pengurus? Diaken, sebagai istri, sebagai suami, sebagai orang tua, hal-hal ini kita seringkali tidak tangani dengan profesionalitas di hadapan Tuhan. Ini yang perlu kita perhatikan, kita melihat bahwa firman Tuhan seringkali memberikan peringatan-peringatan, tapi yang kita ambil cuma konfirmasi-konfirmasi. Karena kita memang sudah masuk step kedua dalam menipu diri kita yaitu cuma mau ambil pembenarannya saja.
Kalau kita maju lagi maka kita akan melihat bahwa di dalam ayat seterusnya yaitu ayat 31-35, perikop ini cuma ada tiga tokoh yaitu Bileam, malaikat Tuhan dan keledai. Saudara bisa lihat siapa yang keledai dan siapa Bileam, karena seharusnya dia adalah pelihat yang melihat sesuatu yang orang lain tidak bisa lihat. Seharusnya Bileam tahu kalau dia profesional, dia adalah pelihat, seharusnya dia jauh bisa melihat dari yang lain. Tapi ternyata keadaannya berbanding terbalik, tiga kali malaikat Tuhan menghalangi jalan Bileam, tiga kali keledainya menghindar karena keledainya melihat dan tiga kali Bileam memukul keledainya karena dia tidak melihat. Self deception itu bisa sangat mengerikan karena Bileam tidak melihat, keledainya melihat, Bileam tidak peka, keledainya lebih peka. Maka kita bisa bukan hanya merasa lebih pintar dari orang lain, kita bahkan bisa lebih buta dari pada orang lain yang memberikan peringatan kepada kita. Kita bisa menganggap orang lain yang memperingatkan kita adalah halangan. Peringatan dianggap sebagai halangan. Kita bisa begitu kejam dengan orang yang memberikan kita peringatan. Kita bisa begitu kejam dengan orang-orang yang Tuhan tempatkan untuk menolong kita keluar dari kekacauan yang bisa dihindari, karena kita sudah masuk dalam step ketiga dalam menipu diri yaitu peringatan kita anggap sebagai halangan. Pertama tadi sindiran dianggap konfirmasi, sekarang peringatan dianggap sebagai halangan. Dan ini adalah kesulitan yang sulit sekali, hasilnya terjadi di perikop ini. Di sini Bileam bahkan dikatakan di ayat 29 “Jawab Bileam kepada keledai itu: “Karena engkau mempermain-mainkan aku; seandainya ada pedang di tanganku, tentulah engkau kubunuh sekarang”, ini mengerikan sekali. Sesuatu yang dipakai untuk menghindarkan dia dari kesulitan besar, tapi dia mengatakan “kalau ada pedang, engkau akan kubunuh”, dan kita bisa sedemikian kejam dengan orang-orang yang memperingatkan kita. Suami dikasi tahu istri, suami mengatakan “kalau ada pedang, aku bunuh kamu”, demikian sebaliknya. Orang tua diberi tahu anak, jawabnya “papa ini sudah hidup lebih lam dari kamu”. Atau sebaliknya anak tidak menghormati orang tua karena tidak terima peringatannya, tidak lagi mengerti profess apa, kalau anak mestinya bagaimana sebagai anak, kalau orang tua mesti bagaimana sebagai orang tua. Mertua dan menantu, banyak cekcok yang tidak perlu. Karena kita tidak mengerti apa yang kita profess lagi, kita lakukan apa yang seperlunya, kemudian kita mengambil langkah ketiga, menganggap peringatan itu sebagai halangan. Dan sebenarnya malaikat Tuhan mengatakan “kalau keledaimu tidak ada dan ada pedang, pasti kamu yang mati, dia yang hidup”. Self deception di hadapan Tuhan, kalau Tuhan yang menilai, mengerikan. Ini tidak kelihatan tapi sangat mematikan, karena Tuhan sendiri melihat ini adalah hal yang patut dijatuhi hukuman yang besar. Karena kalau di hadapan Tuhan ada keledai dan Bileam, Tuhan akan mengatakan “Aku lebih pilih keledainya yang hidup dan kamu mati”. Ini adalah bagian yang lebih parah lagi, dalam step ketiga yaitu peringatan dianggap sebagai halangan.
Setelah malaikat Tuhan menampakan diri dan Bileam mengatakan “aku telah berdosa”, kita pikir dia bertobat. Step keempat di dalam self deception adalah sulit bertobat. Jangan pikir ayat 34 ini adalah pertobatan, ketika dia mengatakan “aku sudah berdosa, karena aku tidak tahu kamu di sini. Maka kalau begitu aku pulang saja kalau tidak boleh”. “Maka sekarang, jika hal itu jahat di mata-Mu, aku mau pulang”, tapi malaikat mengatakan “jangan, pergi saja”. Kalau begitu ini bukan kesalahan Bileam, kesannya seperti itu. Tapi kalau kita lihat dalam kata “aku berdosa”, yang dimengerti Bileam bukan “aku sudah melawan, menentang, melanggar Engkau”, Bileam cuma mengerti “aku sudah salah jalan”, salah jalan sedikit karena tidak ketemu yang benar. Beda jauh. Orang bisa menyesal “saya sudah salah jalan”, tapi tidak merasa dia langgar, dia cuma merasa tersesat saja, tidak merasa berdosa sekali, cuma salah belok. “Salah belok tidak perlu dipermasalahkan, bukan melanggar, membunuh, semua orang pernah membuat kesalahan. Saya cuma nyasar sedikit, kalau tidak boleh, ya saya pulang saja”. Bilangan 23 dan seterusnya, memang Bileam tidak mengutuki karena tidak bisa, tapi dia tidak salah. Saudara akan melihat sulit bertobat akan mengakibatkan bencana besar. Karena kalau Saudara baca dalam Bilangan 31: 16 “Bukankah perempuan-perempuan ini, atas nasihat Bileam, menjadi sebabnya orang Israel berubah setia terhadap TUHAN dalam hal Peor, sehingga tulah turun ke antara umat TUHAN”, Bileam setelah tiga kali bertemu Balak, tidak bisa mengutuk karena Tuhan memang tidak membuat dia bisa mengutuk. Tapi setelah itu apakah selesai? Tidak, karena dia ingin uang, uang itu harus didapat. Caranya tidak boleh melanggar firman Tuhan, maksudnya dia disuruh pergi tapi tidak mengutuk, maka dia tidak mengutuk. Tapi dia mencari alternatif lain, dia hanya memberikan saran bagaimana membuat orang Israel berdosa, yaitu jangan suruh mereka untuk melanggar, ajak mereka pelan-pelan, kirim perempuan-perempuan, lalu tidur dengan mereka, sehingga kalau mereka melanggar dengan sendirinya, Tuhan pasti akan menghukum mereka. Dan itu yang dilakukan Bileam. Bilangan 25, Israel betul-betul menyesatkan dirinya sendiri dengan mengikuti perempuan-perempuan yang mengajak mereka tidur bersama, menyembah berhala. Itu dari saran Bileam, karena Balak tidak kepikiran itu. “Saya tidak melanggar Tuhan, saya mengikuti jobdesc. Tapi saya boleh kan melakukan sesuatu yang tidak melanggar?”, Bilangan 31, dia tetap melakukan apa yang diinginkan oleh Balak dan dia memperoleh uang yang banyak. Karena Yudas 11 dan 2 Petrus 2: 15-16, Bileam adalah salah satu contoh orang yang mengejar upah lalu lakukan apa yang seharusnya dia lakukan untuk dia akhirnya bisa membuat itu terjadi. Orang yang jatuh dalam self deception akan sulit bertobat. Mungkin kita akan melihat di dalam ayat 34-35 sepertinya dia sadar kalau dia salah, tapi apakah dia bertobat? Tidak, dia cuma berputar, kalau tidak boleh lewat sini, maka dia akan mencari jalan lain, re-route, untuk melakukan hal yang sama. Re-route untuk melakukan hal yang sama yang memang dia inginkan. Dan itulah hasilnya kalau kita self deception, menipu diri sendiri. Kita akan masuk dalam lingkaran tidak bisa bertobat lagi. Meskipun kita kelihatannya tidak melanggar saat apa pun. Saudara dan saya sebagai orang Kristen bisa ke gereja dengan tidak melanggar apa pun, tapi kita bisa putar balik, selalu cari cara, celah-celah dimana kita bisa masuk. “Saya tidak salah, pintunya terbuka sendiri”, kita memang ingin pintunya terbuka. Bukankah kalau pintunya terbuka sendiri berarti harus kita tutup? Tapi kita tidak melakukan itu.
Kalau begini bagaimana caranya supaya kita terhindar dari hal seperti ini? Saya meminjam istilah dari Pdt. Jadi, “lalu kabar baiknya apa, bagaimana supaya kita tidak kena?”. Hal pertama, Saudara tidak bisa melakukan satu, dua, tiga lalu terjadi sesuatu, tidak bisa. Kita mesti datang kepada Tuhan dan mengatakan “Tuhan, saya mau mengenal Tuhan. Tuhan yang sesungguh-sungguhnya dengan segala macam perspektif yang ada, Tuhan yang begitu kaya”. Kalau kita bilang kita mengenal Allah, caranya bagaimana? Kenallah Kristus, karena Dialah yang diutus. Kristus mengenal Bapa maka kita lihat bagaimana Kristus berespon kepada Bapa, semuanya betul. Karena Dia mengenal dengan benar, Dia tidak datang ke dunia hanya untuk menjalankan jobdesc, Dia melakukan kehendak Bapa, “yang kulakukan adalah kehendak Bapa. Yang Kukatakan bukan dari diriKu sendiri, tapi apa yang dari Bapa. Yang Kukerjakan adalah seperti yang Bapa kerjakan”, ini akan menghindarkan kita dari self deception. Karena kita mulai belajar betul-betul mau mengenal Allah secara seluruhnya, Allah yang begitu baik, Allah yang begitu banyak perspektif. Dan kalau kita melihat Kristus, Dia tidak pernah jalankan mauNya sendiri, karena kemauanNya diikat oleh rencana Tuhan. Banyak kesempatan, pintu terbuka banyak sekali, tapi Dia tolak satu per satu. Kalau Tuhan Yesus dicobai, Dia bisa mengatakan “setan yang bilang, pakai kutip ayat”, tapi tidak begitu, Dia tolak kesempatan yang terbuka yang bisa membuat Dia jatuh. Lalu kemudian kita sebagai orang yang tidak terjebak dalam hal self deception adalah mari kita hargai semua peringatan sebagai pre-judgement, ini yang sering Pak Stephen Tong katakan. Karena kalau kamu diberi peringatan, tidak bertobat, seumpama saya diperingati oleh orang tua saya “kamu harus begini-begini”, kemudian saya berpikir “ini halangan, saya tidak mau dengar”, maka pre-judgemnet ini kalau saya tolak, saya tetap melakukan apa yang saya mau. Nanti yang akan judge bukan orang tua lagi, tapi judgement-nya datang dari Tuhan langsung, dan sosial. Kalau saya melakukan yang salah, pasti terus ada judgement, somehow, somewhere, di suatu hari nanti. Tapi Tuhan juga akan memberikan judgement-nya secara sosial pada saat saya hidup sekarang. Maka biarlah pre-judgement selalu kita anggap bukan sebagai halangan, tapi sebagai pre-judgement supaya kita terhindar dari sesuatu yang akhirnya mencelakakan kita dan nama Tuhan. Keempat, kita tidak boleh melihat “ini kan hanya, hanya nyasar. Saya kan hanya sedikit salahnya, saya kan hanya begini saja. Saya kan tidak melanggar, saya cuma mengambil kesempatan yang terbuka”, tidak, karena di hadapan Tuhan kita tidak bisa berpolitik. Kita tidak bisa mempolitisir Tuhan karena kita tidak bisa mengunci Tuhan dalam satu atau dua kalimat di Alkitab, “tuh kan, tidak ada di dalam Alkitab, Tuhan tidak mengatakan begitu di Alkitab”. Karena kita dididik mengenal Dia secara pribadi maka kita tidak bisa hanya sekedar boleh atau tidak boleh. Relasi itu tidak bisa sekedar boleh atau tidak boleh. Suami istri, orang tua anak kalau hanya berdasarkan boleh atau tidak boleh, itu relasi yang berbahaya sekali. Karena kita hanya memanfaatkan boleh atau tidak boleh itu sebagai celah-celah dimana kita masih bisa benar, karena kita cuma mencari pembenaran.
Kita melihat orang-orang ini yang ditempatkan Tuhan di sekitar kita, kita betul-betul hargai, peringatan Tuhan, pre-judgement dari Tuhan lewat mereka semua. Dan biarlah kita betul-betul menjadi orang Kristen yang sejati.
- Injil Lukas
- 18 Sep 2018
Tuhan, mohon ingatlah aku
Kita sampai pada bagian ketika Yesus disalib dan ini merupakan bagian yang sangat penting dalam Kitab Suci. Ini adalah puncak perjanjian antara Tuhan dengan Abraham dan ini juga merupakan puncak dari perjanjian antara Tuhan dan Israel. Tidak banyak yang menyadari ini, tapi Kitab Suci terutama kitab Injil berusaha memberitahukan kepada para pembacanya bahwa inilah puncak dari perjanjian itu. Saudara dan saya pernah membaca perjanjian antara Tuhan dan Abraham, di sinilah puncaknya. Saudara dan saya pernah membaca tentang perjanjian antara Tuhan dan Israel, di sinilah puncaknya. Saudara dan saya pernah membaca apa yang Tuhan pernah nyatakan di Gunung Sinai, inilah puncaknya. Bagaimana mungkin salib jadi puncak dari seluruh perjanjian ini? Mengapa Tuhan bekerja dengan cara seperti ini? Mengapa Yesus dipaku? Itu adalah klimaks dari perjanjian antara Allah dan manusia. Semua ini kita tidak mengerti, kecuali kita melihat gambaran Kitab Suci secara utuh, baru kita bisa tahu bahwa penyaliban Kristus adalah suatu yang Tuhan sudah rencanakan menjadi puncak yang akan membedakan antara ciptaan lama dan ciptaan baru. Ciptaan baru yang Tuhan sedang kerjakan menjadi sempurna di dalam Kristus. Saudara kalau membaca dalam Injil Yohanes, Yohanes sangat menekankan peristiwa hadirnya Yesus di dunia sebagai peristiwa perjanjian baru, perjanjian baru yang digenapi oleh Kristus, ciptaan baru sekarang sudah terjadi. Injil Yohanes berkali-kali bicara tentang ciptaan yang baru, berbicara tentang bagaimana Tuhan memberikan anugerah ketika Kristus datang membuat segalanya menjadi baru. Di dalam Kitab Wahyu dikatakan Allah sendiri yang berfirman, “lihat Aku menjadikan segalanya baru”. Jadi Tuhan membuat semuanya jadi baru. Kalau begitu kita perlu tahu mana batasan dari keadaan ciptaan lama yang sedang merosot karena dosa dengan ciptaan baru yang sedang dipulihkan dalam kemuliaan Tuhan. Yang lama sedang merosot dan yang baru sedang dipulihkan.
- Injil Lukas
- 15 Aug 2018
DIA menderita untuk kita
Kita sudah sampai pada bagian ketika Tuhan Yesus menuju kayu salib. Ini adalah bagian yang sangat mengharukan karena Yesus harus memikul salibNya dalam keadaan sangat sulit. Dia sudah mendapatkan hukuman cambuk yang anggapan dari Pilatus akan membuat orang Yahudi berhenti menuntut penyaliban Yesus. Cambuk yang dialami Yesus sangat berat, sebab ini adalah cambuk Romawi, bukan cambuk Yahudi. Cambuk Yahudi adalah cambuk yang hanya boleh mendapatkan cambukan maksimal sampai 40. Tapi cambuk Romawi tidak demikian, cambuk Romawi sering kali dilakukan dengan cara kompetisi. Para tentara Roma akan menunjukan kemampuannya mencambuk lebih dari yang lain. Cambuk yang berat dengan ujung yang banyak tali, di ujungnya ada tulang, gigi dari binatang buas dan ada juga kait yang sangat tajam, sehingga waktu ini dicambukan ke badan, badan akan terkoyak oleh karena banyaknya benda-benda tajam di ujung tanduk ini. Lalu tentara akan mencambuk dengan kekuatan besar sampai mereka tidak sanggup lagi. Dan mereka akan adu, terakhir teman mereka mencambuk sampai 100 kali, “saya akan lewati rekor itu, saya akan sampai 105 kali”, jadi mereka akan menunjukan kehebatan dengan mencambuk. Ini bukan cambuk 40 kurang 1, ini adalah cambuk yang bisa mematikan orang. Dengan harapan setelah orang Israel melihat punggung Yesus yang sudah tercabik, mereka akan tenang dan pulang ke rumah masing-masing. Pilatus berharap orang-orang haus darah ini sudah puas waktu lihat darah Yesus dari punggungNya mengalir begitu banyak. Tapi ketika Pilatus mengatakan “lihat Manusia ini”, ini bisa kita lihat di dalam Injil Yohanes, setelah Pilatus mengatakan demikian, seluruh rakyat berteriak makin keras “salibkan Dia”. orang-orang itu sangat kejam karena mereka sudah dilanda kebencian mau menyingkirkan Yesus dari dunia ini, sehingga mereka terus teriak “salibkan Dia, salibkan Dia”. Peristiwa penyaliban Yesus adalah peristiwa yang paling memberikan dukacita. Ini memberikan dukacita bukan karena penderitaan yang Dia alami adalah penderitaan yang paling besar, tapi penderitaan yang Dia alami adalah penderitaan yang paling rela berkorban dan paling penting. Di seluruh dunia tidak ada pengorbanan paling besar dibandingkan pengorbanan Yesus karena apa yang Dia lakukan merubah sejarah, apa yang Dia lakukan memberikan berkat limpah sekali kepada banyak orang. Sehingga Saudara harus mempunyai perasaan hati yang mengagumi apa yang Yesus sudah lakukan.