- Khotbah
- 26 Apr 2019
Berbicara sebagai Utusan Kerajaan Allah
31 Maret 2019
(Efesus 4: 17-32)
Vik. Dewi Arianti
Dari awal Alkitab mencatat bahwa Tuhan berfirman maka semuanya jadi, Tuhan menciptakan manusia dan kemudian manusia itu dimaksudkan untuk bertambah banyak. Sebelum manusia bertambah banyak, Tuhan terlebih dahulu memberikan firmanNya secara spesifik diberikan kepada makhluk ciptaan yang namanya manusia. Maka Allah berfirman kepada Adam dan Hawa, kemudian mereka diberikan suatu tugas untuk mengelola bumi ini. Tapi ternyata apa yang difirmankan oleh Allah ini tidak dijalankan oleh Adam dan Hawa sehingga mereka gagal. Dan kemudian hanya satu generasi setelahnya, Kain dan Habel, terjadi pembunuhan yang luar biasa sadis. Kain mengatakan kepada saudaranya “marilah kita pergi ke padang”, dan di situ dia membunuh adiknya. Darah Habel berseru-seru mempertanyakan keadilan Tuhan, dan di situlah Tuhan menegur Kain. Kemudian kita masuk terus dalam perjalanan kisah Alkitab, maka kita akan menemui kisah Nuh. Nuh menyatakan firman Tuhan dan ternyata sekian banyaknya manusia pada zaman itu, tidak ada satu pun yang mendengarkan kalimat-kalimat yang dikatakan oleh Nuh, yang adalah dari Tuhan. Hanya Nuh dan keluarganya yaitu 8 orang yang masuk ke dalam bahtera dan diselamatkan. Setelah keluar dari bahtera, manusia beranak-cucu, bertambah banyak, dan mereka sepakat satu dengan yang lain, berkomunikasi satu dengan yang lainnya untuk mengajukan satu proyek yang luar biasa hebat, membangun suatu gedung yang tinggi, menara sampai ke langit. Tapi semua komunikasi, perkataan mereka hanya untuk menentang Tuhan. Dari situlah Tuhan memilih satu umat, umat yang dimaksudkan karena Tuhan mau manusia menjadi banyak. Manusia yang banyak ini harus menguasai bumi, maka dipilihlah satu umat dan Tuhan memilih Israel. Namun di dalam perjalanan selanjutnya, Israel keluar dari Mesir, menerima firman Allah di Gunung SInai. Tapi setelah masuk ke Kanaan, setelah ratusan tahun kemudian mereka menjadi orang yang mulutnya memuji Tuhan, telinganya mungkin masih mendengar Tuhan, tapi hatinya jauh. Lalu kalau kita lihat lebih lanjut apakah Tuhan langsung membuang Israel? Tidak, Tuhan masih menyatakan firmanNya kepada Israel melalui nabi-nabi yang diutus. Sampai akhirnya dalam Kitab Yesaya kita menemukan bahwa mereka tak kunjung bertobat dan Tuhan mengatakan hanya akan sisa tunggul Isai yang akan diperbaharui. Maka akan ada kaum sisa dan tunggul Isai itu nanti akan memunculkan sesuatu yang baru, yang adalah Israel sejati. Dan kita tahu dalam Perjanjian Baru itu adalah di dalam Kristus, Tunggul Isai Anak Daud, di dalam Kristuslah menjadi satu perwakilan yang baru. Tadinya di dalam Adam, kepala yang pertama, manusia harus banyak tapi gagal. Kemudian sepanjang sejarah, dari Kejadian sampai Matius, maka kita melihat inilah Israel sejati, umat di dalam Kristus, kepala yang baru, yang mau dijadikan banyak memenuhi seluruh bumi. Karena waktu Tuhan Yesus naik ke sorga Dia mengatakan “pergilah ke seluruh dunia, jadikan segala bangsa muridKu dan ajarlah apa yang Kukatakan kepadamu”. Ini menjadi satu paralel. Di dalam menjalankan sejarah dari Kejadian sampai Perjanjian Baru, dan bahkan sampai sekarang, Allah menjadikan segala sesuatu dengan berfirman.
Ketika Allah merencanakan rencanaNya dari Adam sampai Kristus, Allah tak henti-hentinya memakai satu mode namanya berfirman. Dan ketika Kristus Sang Kepaal berkomunikasi dengan tubuhNya, Allah tak henti-hentinya memakai satu mode yang namanya berfirman. Sehingga kita bisa menjumpai dalam Roma 10: 17, iman timbul dari pendengaran akan firman Kristus. Allah menyatakan kehendakNya dari penciptaan, menjadikan segala sesuatu dengan berfirman, Allah menyatakan kehendakNya dengan pewahyuan, revelation, dengan firman. Maka lewat firman, Allah berbicara dan berkata-kata. Dan perkataan bicara Allah adalah bicara yang sangat jelas. Bicara Allah bukan bicara yang tersembunyi, meskipun Allah tidak kelihatan tapi dalam satu PA Pdt. Jimmy pernah mengatakan “Allah itu tidak kelihatan, tapi firmanNya jelas. Berhala itu kelihatan tapi tidak ada firman, kalaupun ada firman, firmannya tidak jelas”. Kalau Saudara meneliti agama-agama tradisional, agama-agama daerah, Saudara akan menjumpai pendeta-pendeta mereka mengatakan “iya, Allah berkata kepadaku”. Tapi ada satu ciri, kalau itu bukan firman dari Tuhan, firmannya tidak bisa diakses untuk semua orang. Lain dengan Allah yang menyatakan diri dalam Alkitab. Allah yang menyatakan diri dalam Alkitab adalah firmanNya bisa diakses oleh semua orang, bahkan bisa diterjemahkan dalam berbagai macam bahasa supaya tidak ada satu suku yang rasanya tidak punya hak untuk mendapatkan akses itu. Dan mungkin ini sangat berbeda jauh dengan agama-agama lain, dan juga kebanyakan agama-agama tradisional. Semakin secret, makin tak terbaca, makin rahasia, maka semakin merasa mendekat kepada Tuhan dan semakin suci rasanya. Tapi ini kontra yang sangat besar, yang kita harus tahu bahwa Allah menggunakan firman itu dengan jelas, dengan maksud supaya kita mengerti apa yang dimaksudkan Tuhan. Karena Allah memaksudkan firmanNya menjadikan sesuatu. Allah tidak berfirman lalu menghilang, apa yang kita dengarkan masuk kiri keluar kanan. Allah menggunakan firman untuk menjadikan segala sesuatu. Dan Allah menggunakan firman supaya manusia melakukan segala sesuatu. Maka manusia yang adalah gambar dan rupa manusia, Allah menciptakan manusia bukan hanya share otoritas. Saudara bisa kreatif karena dishare Allah itu kreatif, maka Saudara dan saya dishare kreativitas. Allah itu menguasai langit dan bumi, maka kita di-share taklukanlah bumi, burung di udara dan ikan di latu. Kita di-share otoritasnya. Tapi ada satu hal yang kita juga di-share oleh Tuhan, yaitu kita di-share untuk bisa berkata-kata. Ketika kita bisa berbicara, bisa berbahasa, bisa berkomunikasi, bisa mengutarakan pendapat kita kepada orang lain, itu adalah sesuatu yang di-share oleh Tuhan. Maka kalau di-share oleh Tuhan, apa yang kita keluarkan dari mulut tidak boleh menjadi satu hal yang mutlak menjalankan rencana kita. Karena kita di-share, kalau di-share kita harus mengikuti yang men-share. Kalau Tuhan men-share otoritas maka tidak bisa otoritas diraup semua untuk kita. Kalau kita bisa berbahasa, berkomunikasi, berkata-kata, tidak mungkin kita lakukan memanipulasi kata-kata dan bahasa itu untuk grup dalam kepentingan kita. Dalam Buku Relasi, Tim Lane & Paul Trip mengatakan kerusakan berbicara atau komunikasi adalah ketika manusia mengambil hak Allah yang mutlak itu, ketika di-share dia pikir “ini milik saya. Komunikasi punya saya, bahasa punya saya, apa yang keluar dari mulut saya punya saya”. Maka di situ sebenarnya, menurut Tim Lane dan Paul Trip, Saudara dan saya sudah mencuri kemuliaan Allah. “Bicara itu adalah hak saya”, ini masalahnya, disini mulai terjadi kerusakan komunikasi dan relasi, karena terjadi battlefield di sini yaitu kerajaan kita vs kerajaan Allah. Kita kalau dikatakan di-share oleh Tuhan maka yang keluar tidak boleh dimanipulasi untuk diri sendiri. Maka ada konflik, kerajaan kita, kita pikir kerajaan kita dan kerajaan Allah. Lalu kemudian kita bisa juga konflik, “kerajaan saya, kerajaanmu. Kerajaan saya, kerajaan kalian. Kerajaan saya, kerajaan mereka”, karena kita pikir bicara itu adalah hak prerogatif kita. Kita take it for granted diciptakan bisa berbicara. Coba perhatikan di dalam Alkitab, adakah ciptaan lain yang bisa berbicara selain manusia? Tidak ada, semua tidak ada berbicara yang Allah berikan kepada kita. Kalau kita tidak mengerti kesulitan ini, maka kita akan masuk dalam cara komunikasi yang baik-baik, yang penting jujur. Apa itu baik-baik? Tidak sampai berantem, tidak mengeluarkan semua, tahu diri, berbijaksana sedikit. Atau kita masuk dalam nasehat “yang penting jujur, untuk apa munafik. Lebih baik saya, langsung bicara jujur”. Jujur itu tidak cukup.
Mengapa jujur tidak cukup? Mari kita lihat di dalam Efesus 5: 15-21. Salah satu aspek yang membuat runyam dunia kita adalah misalnya dalam relasi suami istri, orang tua anak, anggota gereja, tuan dan hamba, bos dan pegawai, apa pun juga adalah hal berbicara. Karena kita pikir itu milik kita. Sehingga apa yang kita nyatakan akan menjadikan sesuatu. Tuhan berfirman dan sesuatu terjadi. Maka ketika kita berkata-kata, kalau kita pikir itu adalah milik kita, kita akan menjadikan kerajaan kita, bukan kerajaan Allah. Kalau begitu bagaimana kita bicara kalau kita tahu bicara ini adalah share-nya dari Tuhan? Hal pertama yang harus kita tahu adalah bicara punya fungsi konstruktif. Saudara bisa perhatikan dari yang tidak ada menjadi ada. Apakah berarti kita bisa membuat dari tidak ada menjadi ada? Bukan seperti itu. Saudara bisa melihat ideologi itu dari tidak ada menjadi ada, karena perkataan. Ide, kita tidak bisa seperti Tuhan, creatio ex nihilo. Tapi Tuhan men-share-kan itu kepada kita, apa yang kita omongkan bisa membuat sesuatu menjadi ada. Karena kita sudah menjadi dosa, kita bisa saja membuat dari sesuatu tidak ada menjadi ada, yaitu masalah, dari tidak ada masalah menjadi ada masalah. Karena memang perkataan membuat sesuatu terjadi, tadinya tidak ada gosip jadi ada gosip. Sifat ini, kontruksi, membangun sesuatu, entah itu bagus atau jelek, tergantung apa yang kita komunikasikan. Kalau kita tahu kita di-share oleh Tuhan, Saudara meng-construct apa dalam perkataan yang Saudara keluarkan. Meng-construct kerajaanmu sendiri atau meng-construct kerajaan setan, atau meng-construct Kerajaan Tuhan dalam dunia ini? Ini hal yang mesti kita gumulkan baik-baik, di atas dasar inilah kita berbicara. Karena harusnya dalam berbicara kita ada Kerajaan Tuhan, ada rancangan Tuhan, ada kehendak Tuhan. Fungsi ini mesti kita perhatikan baik-baik, ini bukan seperti “saya takut kalau dikata-katain mama saya, nanti kualat”, ini versi bajakannya, kalau diomongi sesuatu nanti kualat. Tapi karena memang Tuhan memaksudkan dari perkataan itu akan timbul sesuatu. Ideologi bukan hal yang cuma diawang-awang, belum terjadi. Saudara bisa perhatikan dalam keadaan sosial kita akhir-akhir ini, ideologi memang hanya perkataan, tapi itu akan menjadikan sesuatu. Sama seperti ketika Saudara mendengarkan khotbah “ah, khotbahnya hanya ngomong saja”, Saudara jangan lupa khotbah akan meng-construct sesuatu. Dan kalau yang dikhotbahkan adalah firman itu akan meng-construct sesuatu dalam hidup Saudara. Kalau Saudara lewatkan terus satu mode yang Tuhan pakai untuk meng-construct sesuatu dalam pikiran kita, maka Saudara melewatkan anugerah Tuhan.
Hal lain, kalau begitu bagaimana kita berbicara? Tim Lane dan Paul Trip punya ide yang baik sekali, saya pikir ini sesuatu yang ingin saya share kepada Saudara yaitu kita berbicara, kalau kita di-share dari Tuhan, maka kita berbicara seperti kita adalah utusannya Tuhan. Kita adalah ambasador dari Kerajaan Allah. Kalau kita adalah utusan Kerajaan Allah, maka apa yang keluar dari mulut kita? Berita Kerajaan Allah, berita kehendak Allah, bukan kita menunggangi pakai agenda kita, memanipulasi itu kemudian kita bisa muter dan berbicara, itu manipulasi sekali. Kalau kita berbicara, apakah kita mengadakan kehendak Allah? Bukankah ini dosa Adam? Adam di-share bisa berbicara, kemudian di Taman Eden, dia bertemu ular, dia tidak bicara apa-apa. Seharusnya dia mengatakan “ular, mengapa kamu di sini? Seharusnya kamu keluar, kamu tidak ada bagian di sini”, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Mungkin karena Hawa terlalu cerewet, ngomong terus sama ular, omongannya tidak menandakan dia utusan Kerajaan Allah. Respon Hawa adalah respon kebanyakan ngomong tapi bukan keluar sebagai utusan Kerajan Allah, trap, masuk dalam dosa. Adam, utusan Kerajaan Allah, tapi tidak bicara. Dibiarkan saja, ketika ditawari Hawa, langsung saja diambil. Ini adalah satu poin critical yang kita perlu mengerti baik-baik. Kita di-share perkataan Tuhan dan ketika kita bicara, kita adalah utusan Kerajaan Allah. Maka dari sini Saudara bisa mengetahui bahwa jujur itu tidak cukup. Etis, sopan itu tidak cukup. Jangan salah logika “kalau begitu tidak perlu jujur dan sopan”. Tidak cukup tidak sama dengan tidak perlu. Kalau jujur tidak cukup, jadi harus bagaimana? Harus jujur included mendatangkan Kerajaan Allah. Saudara harus jujur yang mendatangkan Kerajaan Allah, Saudara harus etis, sopan yang mendatangkan Kerajaan Allah. Karena kalau kita hanya berhenti di jujur, berhenti di etis, Saudara tidak meng-construct apa pun juga, apakah begitu? Tidak, Saudara sedang meng-construct di tiga poin ini, entah Saudara meng-construct Kerajaan Allah, kerajaan kita sendiri atau kerajaan setan. Jadi tidak mungkin kita tidak meng-construct apa-apa, waktu kita tidak bicara dan bicara. Ini adalah hal yang penting sekali karena Tuhan Yesus pun waktu berada dalam dunia, Dia tidak pernah bicara sebagai bukan seorang utusan. Dia selalu mengatakan “apa yang Aku katakan adalah dari Bapa, bukan dari diriKu sendiri”. Ini adalah suatu hal yang mungkin kita luputkan, “jelas saja, Yesus kan menjadi manusia, jadi Dia harus dari Tuhan”, bukan. Dia tahu jelas bahwa Dia adalah utusan, Mesiah, yang diutus, yang diurapi. Dia tahu Dia utusan, tidak boleh bicara sembarangan, maka yang dikatakan adalah semua kehendak BapaNya. Mari kita buka beberapa ayat Yohanes 7: 16-18 “jawab Yesus kepada mereka: “Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku. Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diri-Ku sendiri. Barangsiapa berkata-kata dari dirinya sendiri, ia mencari hormat bagi dirinya sendiri, tetapi barangsiapa mencari hormat bagi Dia yang mengutusnya, ia benar dan tidak ada ketidakbenaran padanya”. Ini sangat jelas, kalau Saudara dan saya bicara atas kemauan kita sendiri, bicara atas dirinya sendiri, berarti mencari hormat bagi dirinya sendiri. Ini seperti yang saya katakan tadi, mencuri kemuliaan Allah ketika kita berbicara karena dari kita sendiri. Dari meng-goal-kan apa yang kita mau, tidak peduli Tuhan maunya apa, “utusan itu tidak terlalu penting, yang penting saya ngomong apa, jujur saja. Pokoknya saya keluarkan semuanya, supaya saya lega”, itu sama sekali tidak mendatangkan konstruktif apa pun. Tuhan Yesus saja berbicara dengan cara semua mode utusan. Kita lihat beberapa hal lagi Yohanes 8: 26-29. Kalau kita sebagai gambar dan rupa di-share bisa berkata-kata dari Tuhan, maka ketika Tuhan Yesus datang ke dalam dunia, Dia adalah rupa Allah yang sempurna, Adam kedua, Adam terakhir yang menjadi perwakilan kita, maka Dia pun tidak lepas dari mode cara berbicara yang memang Tuhan desain yaitu mode utusan. Tuhan Yesus tidak pernah berbicara dari diriNya sendiri, perkataan Kristus adalah perkataan Adam terakhir yang menjadi wakil dari Allah, utusan. Utusan apa? Utusan penebusan dan pendamaian. Berkali-kali Tuhan Yesus mengatakan “apa yang Aku dapat dari Bapa”, sehingga punya point of reverence yang sangat kuat. Karena banyak orang mengklaim “aku ini utusan, aku dengar dari Tuhan, aku sudah membaca Alkitab 100x, aku ini utusan Tuhan”. Tapi kalau utusan Tuhan tidak punya point of reverence dalam hatinya adalah dari Bapa, maka kemungkinan besar dia akan menjadi utusan yang salah, atau utusan yang self-claim, self-appointed utusan. Tidak diutus tapi mengaku diutus. Di dalam Perjanjian Lama, kalau Saudara buka Yeremia 23, Saudara tahu ada nabi yang diutus dan ada nabi yang tidak diutus. Tapi nabi yang tidak diutus itu bicaranya lancar sekali dan kelihatannya bagus. Memang begitu, karena Yeremia 23:30, Allah mengatakan nabi itu mencuri firman dari temannya. Jadi bisakah yang diomongkan itu kelihatannya bagus tapi dia bukan utusan yang benar? Bisa, karena Alkitab mengatakan seperti itu. Yeremia 23: 21 “Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat”. Ayat 30 “Sebab itu, sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan para nabi, demikianlah firman TUHAN, yang mencuri firman-Ku masing-masing dari temannya”. Kalau Saudara dan saya mengerti kita adalah utusan dan mungkin Tuhan mengirimkan orang lain untuk mengingatkan kita dengan metode utusan juga, maka Saudara perlu standing point atau point of reverence yang betul yaitu kita mengerti biblical mindset, apa yang Tuhan rencanakan, Kerajaan Allah itu sebesar apa. Dan ini pasti growing, tidak mungkin 1 atau 2 kali kebaktian Saudara langsung tahu semua. Begitu growing, kita tahu satu biblical mindset, karena kita bisa mengantisipasi utusan yang tidak diutus oleh Tuhan. “Tapi dia bicaranya benar dari Alkitab”, sudah dijelaskan dalam Yeremia, dia mencuri firman dari temannya. Ada terjadi kasus seperti itu. Kita juga bisa self-appointed, “saya sudah berdoa dan rasanya saya mesti ngomong sama kamu”, kira-kira itu berapa persen self-appointednya? Saudara mesti mengeceknya dengan biblical mindset, karena kalau tidak kita akan salah gunakan kata-kata dari Alkitab. Saudara bisa memakai ayat menjadi peluru bagi orang lain. Kalau ada khotbah yang didengar oleh suami istri, suami pasti mengumpulkan peluru, sampai di rumah, amunisinya keluar semua, semua ayat keluar. Orang kalau hanya comot-comot tidak melihat biblical mindset, dia tidak tahu Kerajaan Allah sebesar apa, pasti hanya kerajaan dia yang ditegakkan. Waktu mendirikan kerajaannya, dia bisa pinjam peluru orang, caranya pinjam peluru Alkitab yang paling bagus. Atau alat pembenaran diri, kalau tidak jadi peluru bisa jadi perisai. Kita mudah sekali memakai segala tools yang adalah anugerah Tuhan. Atau Saudara memakai Alkitab sebagai buku primbon, kalau mau ujian, buka Alkitab. Mau cari pacar, buka Alkitab. Mau buka usaha, cari ayat. Itu terlalu mengerikan, itu mempoksa Alkitab. Kita bukan hanya miss-use, kita melecehkan firman Tuhan. Dan ini adalah hal yang sangat mengerikan karena kita ini utusan, utusan tidak boleh melecehkan yang mengutus kita. Saudara dosanya besar sekali. Seorang ambassador yang berkhianat, itu dosanya besar sekali. Kalau kita adalah ambasadornya Tuhan, dan kita mengkhinatai message Kerajaan Allah, kita bisa bersilat lidah dalam semua ayat, dan kita kocok-kocok kemudian keluar. Kita utusan yang mengkhianati Kerajaan Tuhan. Dan sebagai utusan harus berbicara yang mendatangkan Kerajaan Allah. Bukankah ini message Yohanes Pembaptis atau kalimat pertama Tuhan Yesus “bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”. Mengapa kalimat ini penting, message-nya apa mendatangkan Kerajaan Allah?
Mendatangkan Kerajaan Allah itu ada 2 komponen, pertama ada teguran pertobatan. Tetapi kalau orang ditegur “bertobatlah”, berarti apa harapan Saudara? Dia bertobat. Kalau dia sudah bertobat, dia kembali, kita harus terima. Jadi ada komponen kita mau menerima. Dari apa yang kita ucapkan, kita mau terima kalau dia kembali. Tapi ada komponen peringatan bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat. Kerajaan Allah ini suatu frase yang bagi kita biasa-biasa saja, tapi bagi orang yang sedang bermusuhan, 2 kearajan, kalau dibilang “Kerajaan Allah sudah dekat”, dan di sini bukan Kerajaan Allah, Saudara seharusnya gemetar. Karena berarti kerajaan musuh sudah dekat, kita benar-benar bisa mati kalau kita tidak jalan damai, kita tidak menyerah, atau kita tidak berperang habis-habisan, kita pasti mati. Maka ini berita yang menakutkan sekaligus menenangkan “bertobatlah”, ada kesempatan kita tidak dilibas oleh Kerajaan Allah. Tapi ada juga kalanya habis kesempatan, kita akan dilibas oleh Kerajaan Allah. Maka sebagai utusan, kita punya message mendatangkan Kerajaan Allah adalah memanggil sebanyak mungkin orang untuk menerima Kerajaan Allah. Kita mau orang bertobat, kita mau orang berbalik, kita mau mendatangkan Kerajaan Allah yang menerima banyak orang, sehingga perkataan kita adalah perkataan punya aspek penerimaan. “Kalau terima terus, nanti bagaimana? Nanti kita tidak berani tegur orang”, bukan seperti itu. Ada poin yang lain yaitu kita kemungkinan bisa diperingati orang “Kerajaan Allah sudah dekat, kamu mesti berhati-hati”. Ini satu-satunya kesempatan, kalau itu sudah datang, tidak ada kesempatan. Kita menerima bukan karena takut konflik “sudahlah, kita berdamai saja dengannya, jangan ribut sama dia. Nanti repot, panjang urusannya”, tapi karena kita punya fungsi Kerajaan Allah sudah dekat. Tapi ada fungsi lain, tidak setiap kali ngomong sama orang terus-terusan menegurnya, ini kesulitan besar, karena Saudara punya tugas memberitakan penerimaan. Orang kalau bertobat, terima. Kalau Saudara terus meragukan pertobatan orang lain, Saudara tidak akan pernah menerima orang kembali, karena selalu tidak ada penerimaan, sulit sekali. Mendatangkan Kerajaan Allah, satu sisi bicara kita harus menerima, karena kalau dia ditegur dan bertobat, dan Tuhan mau menerima dia, hak apa kita tidak terima dia. Tapi satu sisi kita juga berani konfront karena Kerajaan Allah sudah dekat. Entah kamu dikonfront Kerajaan Allah nanti atau kamu meneriman peringatan saya. Karena kalau tidak, kamu akan habis, tidak mungkin ada kesempatan. Dan kalau kita utusan, kita mendatangkan Kerajaan Allah, maka seperti Tuhan Yesus di dalam komunikasi bicaraNya, Saudara dan saya mesti belajar poin ketiga yaitu utusan itu kontekstual, memperhatikan orang yang mendengar message kita. Kontekstual berarti kapan utama, kapan minor, kapan duluan, kapan belakangan, itu tidak boleh terbalik. Seperti ketika Tuhan Yesus berbicara dengan Petrus, sebelum menyangkal dan sesudah menyangkal. Dua tone yang sangat berbeda. Message-nya penerimaan dan peringatan, “bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”, ini dilakukan juga oleh Tuhan Yesus ketika Dia ada di dalam dunia, yaitu ketika Petrus mengatakan “Engkau tidak akan mati, itu tidak boleh terjadi”, Dia melakukan teguran yang sangat keras “setan, enyahlah engkau. Tapi ketika Tuhan Yesus sudah bangkit, bertemu dengan Petrus, Dia tidak mengulangi mode yang sama. Dia tidak mengatakan “setan, apakah kamu bertobat? Aku sudah bangkit”, tapi Dia mengatakan “Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”. Dan di situ Saudara bisa tahu betapa tepatnya message sebagai utusan itu bicaranya tepat. Amsal mengatakan “perkataan yang tepat seperti apel emas di pinggan perak” itu luar biasa bagusnya. Dan ini memang tidak mudah, berbicara seperti ini perlu anugerah, perlu hikmat. Dan sekali lagi, kita perlu betul-betul menyadari 2 poin itu, kita bicara mendatangkan Kerajaan Allah karena kita di-share, bukan milik kita sepenuhnya. Kedua, kita adalah utusan, utusan tidak boleh bicara sembarangan. Utusan harus cocok dengan apa yang menjadi kehendak pengutusnya, ambasador harus cocok dengan negara yang mengutus, jangan menjadi pengkhianat.
Di dalam prinsip-prinsip ini, saya akan membawa Saudara ke dalam pengertian yang Efesus bahas, tetapi dari angle atau perkataan, bicara ini. Efesus 5: 22 sampai Efesus 6: 9. Kita akan melihat 3 pasang relasi yaitu suami istri, orang tua anak, tuan hamba. Mari kita melihatnya di dalam kerangka yang tadi dibagikan oleh Tim Lane & Paul Trip. Kalau Saudara tidak memakai kerangka itu, ketika Saudara membaca ini, Saudara akan segera mengoleksi peluru. “Dia kurang tunduk sih. Melakukan hal kecil saja tidak bisa, apalagi untuk mengasihi”, Saudara akan segera mengoleksi peluru, peluru untuk membalas lawan bicara kita. Kalau orang tua dan anak, “jadi papa bisanya hanya membangkitkan amarah, bagaimana bisa saya patuh sama dia”, Saudara akan segera koleksi peluru. Tapi kalau Saudara melihat ini dalam kacamata kita di-share, kita berbicara dari Tuhan dan kita adalah utusan, mari kita lihat sama-sama. Suami istri adalah orang yang bisa bicara satu dengan yang lain, dengan kedekatan tapi di dalam satu kerajaan. Suami istri kalau berantem sebenarnya satu idenya yaitu perang kerajaan suami dan kerajaan istri, “aku ikut kamu atau kamu ikut aku”. Tapi kalau kita lihat komunikasi atau bicara suami istri, tahu kalau bicara on behalf of Kerajaan Allah. Sama, istri juga tahu dia sedang bicara kepada suaminya sebagai utusan Kerajaan Allah yang setia kepada yang mengutus yaitu Tuhan, maka kita akan mendapatkan satu bicara yang baik. Mostly, saya tidak bilang semua, kebanyakan suami itu bicaranya kalau sudah marah. Karena suami normalnya bukan cerewet, tapi diam. Nanti bicaranya kalau sudah penuh, meledak amarahnya. Jadi mode komunikasinya hanya marah, karena tidak pernah tahu dia adalah utusan, tahunya hakim, tuan harus ditaati “tunduklah pada suamimu”, selesai kalau begitu. Mengapa banyak kekacauan dalam relasi suami istri? Karena mode suami seperti itu. Mode istri, sama yaitu seperti yang Amsal bilang, istri yang cerewet itu menetes terus. Memang itu tidak mendatangkan banjir bandang, tapi menetes itu menyebalkan dan merusak. Saudara taruh apa pun di bawah tetesan itu nantinya akan rusak. Kalau menetes terus, modenya sama yaitu kerajaan saya. Maka suami istri apa yang harus dikomunikasikan? Apa yang harus dibicarakan? Saya bicara kepadamu sebagai orang yang dicintai oleh Tuhan dan mencintai Tuhan. Sama, suami bicara kepada istri sebagai orang yang mengasihinya, dan istri bicara juga sebagai orang yang tunduk pada suaminya. Dan itu adalah satu kerajaan, jangan berantem. Kalau dua kerajaan pasti berantem karena interest “saya atau kamu yang menang:. Itu tidak bisa. Mode utusan, mode message Kerajaan Allah, Saudara kalau menangkapnya, sebelum Saudara bicara akan dipikir dulu, “ini modenya apa ya”. Saudara akan terhindar dari menyimpan peluru terlalu banyak. Itu betul-betul hal yang membahayakan. Kemudian relasi orang tua dan anak, anak mendengarkan orang tua dan tahu orang tua adalah utusan, paling tidak mereka hidup lebih lama dari kita, mereka punya wisdom yang lebih lama dari kita, mari kita dengar terlebih dahulu. Jangan langsung dibantah, mengatakan “sudah tahu semuanya”, sebenarnya belum tahu. Sebagai anak kita mesti mengerti orang tua, meskipun orang kita percara atau tidak percaya kepada Tuhan, kadang Tuhan menaruh otoritas orang tua di atas kita, maka kita mesti mendengarkan mereka. Memang tidak harus semuanya ditelan, karena mesti dipikirkan mode Kerajaan Allah. Waktu orang tua berbicara kepada anak juga sama, yaitu jangan membangkitkan amarah anak. Kalau kita bicara tidak memakai mode utusan, kita menasehatinya begitu terus, selalu apa yang kita mau. Karena apa yang kita omongkan selalu ada unsur what, apa yang kita bicarakan, why, mengapa kita mengatakan itu, dan how, ngomongnya kapan, bagaimana intonasinya. Itu hal yang termasuk di dalam poin berbicara. Dan kalau orang tua tidak memerhatikan 3 poin ini, untuk anak juga, kita akan membangun komunikasi yang saling membangkitkan amarah. Karena 2 kerajaan, kerajaan orang tua yang lebih senior, atau kerajaan yang lebih muda, kerajaan anaknya sendiri. “Kamu tidak tahu apa-apa, masih muda”, seperti itu pasti gagal. Atau sebaliknya, anak merasa “mami terlalu jadul, terlalu kolot, sekarang tidak begini, zaman sudah berubah”, 2 kerajaan. Tapi kalau 1 kerajaan, sama-sama orang tua bicara sama anak “ini tentang Kerajaan Allah, saya diutus dalam rumah ini bicara sama kamu”. Sebaliknya “ini tentang Kerajaan Allah, saya diutus dalam rumah ini untuk bicara mendengarkan orang tua atau memberi masukan kepada orang tua”, sebagai utusan dari Kerajaan Allah. Maka Saudara punya 1 mindset yaitu kita sama-sama adalah 1 kerajaan. Dan ini akan menghindarkan banyak hal. Lalu relasi tuan dan hamba, ini juga sama. Dan yang tidak ada di Surat Paulus adalah zaman dulu tidak ada medsos. Saudara di media sosial itu sangat penting, apa yang Saudara upload, masukan dalam status, apakah itu membuat Saudara dan saya dikenali sebagai utusan Kerajaan Allah atau tidak. Apakah kita meng-construct society dengan message Kerajaan Allah atau kita meng-construct society dengan our ego, kerajaan saya. Banyak kata yang sia-sia karena kita merasa kata-kata milik kita, kita bicara tidak meminjam mulut orang lain “saya bebas melakukan apa saja, terserah saya update status, ini akun saya, apa masalahnya? Tapi jangan lupa Saudara sedang meng-construct sesuatu, apakah meng-construct Kerajaan Allah atau meng-construct masalah?
Biarlah kita punya message yang penting, punya martabat yang mulia, punya kasih yang tulus, punya bijaksana yang kontekstual, dan punya kejujuran yang anggun seperti Kristus.
- Surat Roma
- 26 Apr 2019
Injil dan Keadilan
24 Maret 2019
(Roma 1: 16-21)
Pdt. Jimmy Pardede
Di dalam ayat 17 dikatakan kebenaran Allah itu dari iman kepada iman. Dan Paulus mengutip dari Kitab Habakuk, orang benar akan hidup oleh iman. Kita sudah membahas di dalam minggu lalu bahwa Injil tidak bisa dilepas dari pengertian Kitab Yesaya, dari pengharapan bangsa-bangsa akan Tuhan yang mau pulihkan segala sesuatu. Injil bersifat luas, Injil adalah berita keselamatan karena Tuhan sudah berencana mau hadir. Tuhan yang tidak kelihatan, Tuhan yang seperti sudah tarik diri, Tuhan yang seperti tidak lagi peduli kehidupan di bumi, berjanji akan datang dan memulihkan semua, inilah Injil. Injil akan menjadi kabar baik bagi orang yang merindukan perbaikan di bumi, bukan bagi orang yang rindu lari dari bumi. Injil adalah kabar baik bagi orang yang menantikan keadilan tapi tak kunjung mendapatkan keadilan. Injil adalah kabar baik dari orang-orang yang mengharapkan belas kasihan, tapi terus melihat kekerasan. Injil adalah kabar baik bagi orang yang penuh kasih, tapi terus menemukan benci di dunia ini. Jadi Injil adalah perbaikan yang Tuhan janjikan untuk seluruh ciptaan. Kalau Saudara lihat di Roma 8, seluruh ciptaan, di dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut seluruh makhluk, tapi kata yang dipakai yaitu tisis itu bisa juga dimengerti sebagai seluruh ciptaan. Roma 8 mengatakan seluruh ciptaan sedang berada dalam keadaan menderita. Apa yang membuat ciptaan ini menderita? Karena seluruh ciptaan tidak seperti seharusnya. Mengapa ciptaan berjalan tidak seharusnya? Karena dosa. Ketika kita hidup di tengah-tengah himpitan ketidak-adilan, ditengah-tengah kesulitan karena kejahatan, korup, keadaan kacau dan rusak, kita merindukan Tuhan untuk bertindak. Dan ini yang dimiliki para nabi, mereka rindu Tuhan bertindak. Mereka tahu tidak ada lagi yang bisa bertindak, mereka tahu tidak ada lagi yang bisa diharapkan, mereka tahu tidak ada lagi yang bisa dipegang janji dan perkataannya. Sehingga baik pemimpin agama dan raja sudah mengecewakan para nabi. Para nabi berseru dengan mengatakan “raja-raja sudah menyeleweng, para pemimpin agama sudah rusak hidupnya, maka tidak ada orang yang bisa diharapkan”. Tapi Saudara bisa baca di dalam Kitab Yesaya, di Kitab Habakuk, setiap kali nabi-nabi ini berseru kepada Tuhan, Tuhan menjanjikan raja yang adalah manusia. Mereka mau berharap kepada Tuhan, Tuhan tidak pernah berhenti “berharap” kepada manusia. Tentu Tuhan tidak perlu berharap kepada manusia, tapi Tuhan tidak pernah menarik tanggung jawab yang Dia berikan kepada manusia untuk menangani segala sesuatu yang ada di bumi. Ketika para nabi mengatakan “Tuhan, bertindaklah”, Tuhan mengatakan “Aku akan bangkitkan raja, Aku akan bangkitkan pemimpin, Aku akan bangkitkan hambaKu, Aku akan bangkitkan Dia yang adalah keturunan Daud”. Jadi Tuhan tidak pernah berhenti memakai manusia, meskipun para utusanNya yaitu nabi sudah berhenti berharap kepada manusia. Jangan berharap kepada manusia. Tapi heran, Tuhan berjanji akan perbaiki semua lewat kehadiran manusia yang diangkat itu. Manusia yang diangkat adalah Mesias. Janji Tuhan di dalam kitab nabi-nabi awalnya begitu tersebar pengertiannya, kadang-kadang nabi-nabi mengatakan ini dan itu yang berkait dengan keselamatan, tapi semuanya masih begitu tersebar. Ada satu nabi yang memunyai pengertian Injil sangat berkait dengan keadilan, itu adalah Habakuk. Di dalam Kitab Habakuk, Habakuk terus berseru “Tuhan, mengapa keadilan menghilang dan Tuhan seperti tidak peduli. BangsamaMu dianiaya dan Engkau seperti tidak melihat. Keadilan berjalan terbalik dan Tuhan seperti tidak peduli. Seolah Habakauk berseru, “mana mungkin saya lebih peka dari pada Tuhan. Kalau saya ingin dunia ini adil, mengapa Tuhan tidak ingin? Kalau saya ingin umat Tuhan menjalankan keadilan, mengapa Tuhan seperti tidak ingin melakukan itu?”. Tapi Habakuk tahu tidak mungkin dia lebih baik dari pada Tuhan, tidak mungkin dia lebih benar dari Tuhan, tidak mungkin dia lebih saleh dari pada Tuhan, tidak mungkin dia lebih ingin adil dari pada Tuhan. Ini yang menjadi pergumulannya, dia tahu Tuhan lebih adil dari pada dia, tapi mengapa tidak tergerak? Banyak pertanyaan yang kita miliki dan mungkin kita pendam tentang Tuhan.
Tapi Alkitab menunjukan orang-orang saleh tidak takut untuk mengungkapkan pemikiran mereka dalam doa. Orang-orang yang mulai curiga mengapa Tuhan bertindak begini, mereka tidak takut untuk tanya kepada Tuhan, “Tuhan, mengapa Engkau tidak bertindak?”. Mereka adalah orang-orang yang jujur berbicara kepada Tuhan dan kejujuran mereka adalah kejujuran yang sangat saleh. Orang saleh yang jujur itulah para nabi. Kalau kita menjadi jujur mungkin kita akan menunjukan ketidak-salehan kita. Tetapi waktu Alkitab menunjukan bahasa dari pada nabi, para nabi itu memanjatkan apa yang menjadi seruan hati mereka. Nabi-nabi itu ingin supaya Tuhan tahu derita mereka. Apa yang membuat mereka menderita? Elia dan Elisa dipakai Tuhan dalam keadaan krisis. Krisis apa yang sedang terjadi? Krisis politik. Pemimpin pada waktu itu, baik Ahab maupun keturunannya begitu menyimpang dari Tuhan. Mereka adalah pemimpin politik yang menjalankan politiknya berhala, yang menjalankan politiknya Baal dan Asytoret. Mereka tidak peduli Tuhan, karena itu sistem negara mereka ubah untuk berhala mereka. Nabi-nabi seperti Elia dan Elisa mengerti bahwa kalau Tuhan mengarahkan umat untuk datang kepada Dia, Tuhan menginginkan supaya umat datang kepadaNya dan menjadikan Dia segalanya di dalam kehidupannya. Krisis Israel bukan hanya penyembahan berhala, krisis Israel adalah krisis politik, karena politiknya dikaitkan dengan berhala. Politik dan agama itu sangat berkait. Di dalam zaman modern politik dan agama pasti terpisah, politik sangat sekuler. Tapi Saudara harus tahu mental atau jiwa di dalam politik adalah agama, meskipun bukan agama seperti Islam, Budhisme dan lain-lain. Karena di dalam zaman modern banyak berhala palsu mengambil tempat agama. Berhala seperti uang, kesenangan hidup dan lain-lain. Ketika negara tidak punya arah yang diatur oleh konsep Kristen, maka negara itu akan menjadi kacau. Dan kalau negara kacau, konsep pengadilannya jadi kacau, sistem pemerintahan jadi kacau, undang-undang akan jadi kacau, pemimpin-pemimpin akan menurunkan kekacauan dan seluruh rakyat menjadi kacau. Maka di tengah-tengah kekacauan seperti ini, nabi-nabi berseru bukan hanya untuk menyerukan ketidak-adilan politik, tapi langsung menggabungkan seruan politik dengan agama. Seruan politik dan agama disatukan oleh para nabi. Sehingga Saudara sulit satukan yang mana yang mengurus politik, yang mana yang mengurus agama. Elia mengatakan bahwa Raja Ahab sudah bersalah menghancurkan seluruh bangsa. Apa yang Raja Ahab lakukan? Menyembah berhala. Penyembahan berhala merusak seluruh bangsa. Konsep keadilan, kebenaran dan juga ketentraman dalam masyarakat sudah diganti oleh keadilan, kebenaran dan ketentraman yang berpihak pada berhala. Elia punya tugas yang sangat besar, dia harus bereskan ini semua. Waktu dia gagal, dia berseru kepada Tuhan “Tuhan, saya minta mati saja kalau begini”. Kegagalan sangat besar yang Elia rasakan karena dia sulit ubah pemerintahan dan keadaan yang terjadi di Israel. Padahal Tuhan sudah pakai dia besar sekali. Tuhan sudah izinkan dia turunkan api dari langit, Tuhan sudah izinkan dia menjadi orang yang dengan kuasa sorga membawa orang kembali kepada Tuhan, tapi itu tidak cukup. Elia mengatakan “Tuhan, saya minta mau mati saja. Karena saya tidak melihat negara ini ada harapan di depan”, Tuhan mengatakan “turun dari gunung dimana kamu sekarang berseru kepada Tuhan. Turun dari Gunung Sinai, kemudian kamu pergi untuk urapi beberapa orang. Urapi Raja Israel, Raja Yehuda, urapi raja dari Aram, lalu urapi Elisa menjadi penerusmu”. Mengapa Tuhan mengatakan masih ada harapan? Karena Elia masih akan dilanjutkan pelayanannya. Raja-raja akan berubah, politik yang baru akan muncul dan Elia akan punya penerus. Kalimat yang paling menghibur Elia meskipun tidak tercatat, yang saya bisa tafsirkan adalah kehadiran Elisa. Elia sangat terhibur karena ada Elisa. Karena waktu Tuhan menyuruhnya untuk melantik penerusnya, dia tahu Tuhan belum berhenti bekerja. Tuhan masih mau bekerja, Tuhan masih mau memanggil orang-orang Israel untuk datang kepada Tuhan, menyembah Tuhan dan memperbaiki seluruh konsep hidup mereka yang salah. Setelah mereka datang kepada Tuhan, mereka akan diperbaiki. Tapi bagaimana cara mereka datang kepada Tuhan? Dengan pemimpin yang baru, harapan yang baru, dengan nabi yang baru. Tuhan masih mau bekerja dan Tuhan bangkitkan orang-orang ini. Maka pemanggilan Elisa adalah peristiwa yang sangat penting, dari Elia turun ke Elisa. Dan dua orang ini mengubah banyak hal di tengah-tengah Israel. Waktu Saudara melihat Elia diakhir hidup dan juga Elisa, Raja Israel tetap kacau hidupnya tapi belajar untuk menghormati Tuhan. Saudara bisa lihat Ahab di awal mau membunuh Elia, lama-kelamaan di bagian akhir hidupnya begitu takut dengan Elia. Raja-raja berikutnya mulai menghormati agama. Ketuhanan yang dipercayai para nabi mulai dihormati oleh para raja. Kita tidak mungkin melakukan pelayanan di bumi ini sampai pelayanan 100% sempurna, itu tidak mungkin. Dan Tuhan memberikan kita kekuatan, karena waktu Tuhan membangkitkan Elia dan Elisa masuk dalam akhir hidupnya, mereka memunyai pengaruh untuk membuat pemerintah mulai tunduk, meskipun tidak sepenuhnya. Jadi jangan taruh harapan terlalu tinggi, sehingga kalau kita nanti sudah melayani Indonesia menjadi negara yang lebih hebat lebih dari pada Jenewa di bawah Calvin, misalnya. Tapi Saudara juga jangan tidak berharap “negara sudah kacau seperti ini, biarkan saja”. Saya paling tidak suka kalau bicara dengan orang yang terlalu negatif atau terlalu positif. Yang terlalu negatif itu menyebalkan, apa pun tidak beres “ah, sudahlah”, saya pun akan mengatakan “ah, sudahlah, saya juga tidak mau ngomong sama kamu lagi”. “Ah, sudahlah. Coba lihat semuanya sudah korup, kecuali saya. Saya sudah tidak bisa percaya siapa pun”, kalau Saudara terlalu negatif, Saudara sedang berada dalam dustanya setan. Setan membuat Saudara tidak bisa melihat pekerjaan Tuhan di tengah dunia ini. Tapi kalau terlalu positif juga jelek, “bagaimana pemerintahan kita?”, “baik 200%, gereja 150%. Pokoknya semuanya baik”. Tapi kalau ditanya “apakah ada kekacauan yang seharusnya diperbaiki?”, “tidak, semuanya sudah oke”, orang ini juga tidak terlalu bisa dipakai Tuhan, “apa yang perlu dikoreksi?”, “tidak ada”. Saudara kalau minta masukan sama orang, “apa masukan untuk saya?”, “tidak ada, kamu sudah sangat bagus”, ini yang positif. “Apa masukan untuk saya?”, “ah, sudahlah, kamu tidak ada harapan”, ini terlalu negatif, keduanya tidak bagus. Tuhan tidak mau kita terlalu berharap, tapi Tuhan juga tidak mau kita tidak berharap. Tuhan tidak mau mengganti raja yang baru atau mengganti keadaan yang baru dengan pengharapan mesianik, hanya Yesus yang bisa membuat kedamaian sejati. Tapi Tuhan juga tidak mau kita tidak berharap akan adanya perbaikan di dalam keadaan yang berikut. Para nabi seperti Elia dan Elisa bekerja dengan giat dan meskipun Israel Utara pada akhirnya akan hancur, pada waktu mereka melayani, mereka mulai menanamkan takut akan Tuhan di dalam hati raja yang masih menyembah berhala. Apakah raja jadi menyembah Tuhan? Tidak juga, tapi mereka mulai gentar dan takut kepada prinsip-prinsip Tuhan yang Tuhan percayakan kepada mereka. Saudara mau apa? Presiden berikutnya Kristen? Dua calon ini tidak ada yang Kristen. Tapi kita akan mengatakan orang Kristen harus berjuang sedemikian sampai mereka menghormati prinsip-prinsip Kristen meskipun mereka tetap tidak mau jadi Kristen. Ini tugas orang Kristen. Elia dan Elisa mengerjakan tugas itu. Maka perhatikan kalau Saudara baca di bagian awal pelayanan Elia dengan di akhir, sikap raja kepadanya beda sekali. Ketika Elisa akan mati, raja bahkan mengatakan “bapaku, engkaulah kekuatan Israel, penunggang kuda dan pasukan berkuda Israel. Waktu Elisa akan mati, raja menghormati dia. Waktu Elia akan masuk dalam akhir pelayanannya, raja menghormati dia. Apakah raja berubah dan jadi menyembah Tuhan? Mungkin tidak. Pengharapan Israel adalah pengharapan yang kadang-kadang cerah kadang-kadang redup, sampai Mesias yang sejati datang. Pengharapan ini terus dinanti sampai Kitab Habakuk.
Habakuk adalah seorang dengan kepekaan luar biasa, dia mengatakan “Tuhan, saya mau menyatakan keadilan, tapi bagaimana caranya? Saya mau Tuhan yang kerjakan, tapi bagaimana caranya? Sebab Tuhan seperti tidak peduli, Tuhan seperti membiarkan ketidak-adilan terjadi”, itu yang ditangisi oleh Habakuk. Tapi Tuhan berfirman kepada Habakuk, pada pasal 2 Tuhan berfirman “Aku akan kerjakan sesuatu yang belum pernah dilihat orang sebelumnya”. Ini salah satu hal yang sering Tuhan janjikan kepada para nabi “Aku akan kerjakan hal yang baru, hal yang melampaui pikiranmu”. Dan kalau Saudara melihat di dalam Injil, hampir semua yang Yesus lakukan membuat orang kaget dan menyadari ini hal yang baru. Saudara bisa lihat ini di dalam Injil, waktu Yesus menyembuhkan, mereka mengatakan “hal ini belum pernah terjadi sebelumnya”, waktu Yesus mengusir setan, mereka mengatakan “hal ini belum pernah kita lihat terjadi di tengah-tengah Israel, hal ini belum pernah kita jumpai sebelumnya”. Kalimat-kalimat itu sebenarnya adalah kalimat kunci untuk kita memahami bahwa Yesus adalah penggenap dari Perjanjian Lama. Maka kita perlu mengubah cara membaca Alkitab kita menjadi lebih teliti dan tidak difokuskan pada satu fokus yang sebenarnya tidak sejati. Saya terus mengulangi ini bahkan mungkin agak kontroversial, fokus Alkitab bukan keselamatan pribadi kita. Setiap kali Saudara membaca Alkitab dan fokusnya adalah keselamatan pribadi, banyak yang akan miss. “Yang penting saya sudah selamat dan masuk sorga”, lalu apa kaitan Injil dengan keadilan? “Injil dan keadilan itu khotbah moral, saya tidak mau khotbah moral, saya maunya khotbah Injil”, apa itu khotbah Injil? Khotbah Injil adalah khotbah saya selamat karena apa. Saya akan memberi tahu khotbah Injil adalah khotbah Kristosentris, yang berpusat pada Kristus. Tapi yang sering dimaksudkan orang dengan berpusat pada Kristus adalah berpusat pada keselamatan, itu dua hal yang berbeda meskipun tidak bisa dipisah. Saudara selamat karena Kristus, tapi yang Tuhan tuntut untuk dikhotbahkan bukan khotbah yang berpusat keselamatan, tapi khotbah yang berpusat pada Kristus. Dan Kristus memberikan semua termasuk keselamatan, tapi kata semua perlu kita ketahui, semua berarti melampaui hanya keselamatan. Memang benar Tuhan memberi keselamatan, tapi Tuhan memberikan begitu banyak hal lain yang luput kita baca karena kita terlalu fokus pada keselamatan.
Kalau Saudara tidak berfokus pada keselamatan tapi Saudara juga mengabaikan keselamatan, itu juga salah. Saudara tahu Saudara selamat, sekarang gerak, gerak dalam pengertian apa yang Tuhan mau kerjakan di dunia ini. Para nabi seperti Habakuk mulai berseru “Tuhan, dimana keadilan? Aku ingin Tuhan nyatakan”. Tapi kalau Tuhan mau menyatakan, caranya apa? Di pasal 2 Tuhan mengatakan “Aku akan kerjakan hal yang baru, yang belum pernah dilihat orang sebelumnya. Aku akan lakukan cara yang kontroversial yaitu bangkitkan Babel”. Babel adalah kerajaan yang menyembah berhala, tapi Tuhan membuang Israel karena menyembah berhala. Sekarang Tuhan mau membuang Israel pakai Babel yang adalah penyembah berhala, kira-kira adil tidak? Ini pikiran Habakuk, kalau Tuhan bangkitkan Babel yang adalah penyembah berhala untuk menghukum Israel karena menyembah berhala, bukankah itu tidak adil? Dimana keadilan? Itu seperti pencuri yang dihukum oleh maling. Tapi heran, di tengah-tengah pasal 2 itu Tuhan mengatakan kepada Habakuk “orang benar akan hidup oleh percayanya”, jadi percaya apa? Percaya Tuhan akan menjalankan keadilan meskipun dengan cara yang tidak adil. Tapi Tuhan mengatakan terus tunggu, terus percaya. Ada bagian di dalam Kitab Suci dimana Tuhan minta kita terus percaya dan Tuhan akan jawab nanti. Dan kita bersyukur nantinya itu sudah datang di Perjanjian Baru. Banyak pertanyaan yang Habakuk miliki, Tuhan sudah jawab di zaman kita. Sayangnya kita tidak bergumul dengan pertanyaan Habakuk, sehingga jawaban diberikan dan kita tetap anggap itu sepele, “inilah jawabannya”, “tapi apa pertanyaannya?”. Para nabi mengatakan “keadilan bisa ditemukan dimana?”, Tuhan belum jawab pada waktu itu, Tuhan mengatakan “Aku akan kirim Babel untuk hukum orang yang tidak adil di Israel”, orang tidak adil di Israel akan dihukum oleh orang Babel yang sama tidak adilnya. Orang di Israel jahat dihukum oleh Babel yang sama jahatnya, sampai kapan ini terjadi? Habakuk terus bergumul dan Tuhan tidak beri tahu. Tuhan hanya mengatakan orang benar hidup karena percayanya. Percaya itu mengandung banyak sekali unsur, percaya itu Saudara mengamini setiap kalimat Tuhan sebagai sesuatu yang terbukti kebenarannya meskpun belum sekarang. Iman adalah percaya kepada kata-kata Tuhan sebagai sesuatu yang akan terbukti kebenarannya meskipun belum sekarang. Ini namanya beriman. Iman berarti meyakini Tuhan tidak pernah lupa kata-kataNya. Iman itu berarti mengetahui Tuhan tidak kurang kuasa untuk menjalankan kata-kataNya. Bagaimana orang bisa beriman? Dalam 3 apek tadi, tahu bahwa Tuhan berbicara dan pasti jadi meskipun belum sekarang, tahu bahwa Tuhan tidak akan lupa perkataanNya dan tahu bahwa Tuhan tidak mungkin kurang kuasa untuk menjalankan perkataanNya. Maka Habakuk telan semua yang dia gumulkan dan dia mengatakan kalimat “meskipun pohon ara tidak berbuah…” dan lain-lain, yang kita sering kutip kalau keadaan sedang sulit. Mengapa Habakuk mengatakan itu? Karena 3 hal tadi, Tuhan pasti jalankan perkataanNya, Tuhan tidak mungkin melupakan perkataanNya, Tuhan tidak mungkin kurang kuasa menjalankan perkataanNya.
Dan siapa yang melihat kegenapannya? Paulus. Paulus mengutip Habakuk seolah-olah mengatakan “apa yang Habakuk mau lihat, saya sudah lihat”. Tahu tidak apa yang Habakuk harapkan? Yang Habakuk harapkan adalah ada keadilan Tuhan. Bagaimana keadilan dinyatakan? Satu bangsa dihakimi bangsa lain. Israel dihakimi Babel. Babel jahat, dihakimi oleh Persia. Persia jahat, dihakimi oleh Makedonia. Makedonia jahat, dihakimi oleh Romawi. Romawi jahat, dihakimi oleh orang Goth, Visigoth, Ostrogoth dan Franc. Lalu Tuhan bangkitkan Turki, Seljuk untuk hancurkan Romawi. Seljuk jahat, Goth jahat, Visigoth jahat, Orstrogoth jahat, Franc jahat, siapa yang hancurkan mereka? Tuhan hancurkan bangsa memakai bangsa lain, ini sampai kapan? Paulus mengatakan ini berita yang luar biasa, Injil adalah yang menyatakan kebenaran Allah. Bagaimana cara Injil menyatakan kebenaran Allah? Injil menyatakan kebenaran Allah pada akhirnya yang menghancurkan dan yang dihancurkan menjadi satu. Siapa yang menghancurkan? Tuhan. Siapa yang dihancurkan? Bangsa-bangsa yang jahat. Tuhan hancurkan bangsa jahat memakai bangsa jahat. Nanti bangsa jahat ini harus dihancurkan lagi. Sampai kapan? Paulus mengatakan Injil itu kekuatan Allah yang menyelamatkan, menyelamatkan dengan cara penghakiman dan korban disatukan. Siapa yang akan mendapatkan hantaman akhir? Yesus. Siapa yang seharusnya memberikan hantaman? Tuhan. Maka Tuhan memberikan DiriNya menjadi manusia, lalu penghakiman Tuhan tiba atas Dia. Di sini Paulus menyadari yang menjadi tidak adil bukan hanya karena satu manusia diserang oleh manusia lain, ada orang jahat diserang oleh orang jahat, maka tidak adil. Paulus menyadari bahwa ketidak-adilan yang sejati bukan hanya antar manusia, tapi antara manusia dan Tuhan. Paulus memunyai pengertian yang sangat jenius di ayat-ayat selanjutnya bahwa yang jadi korban itu bukan Habakuk. Orang benar yang mendapat kesulitan karena ketidak-adilan, yang sekarang sudah menjadi korban itu Tuhan. Tuhan adalah korban ketidak-adilan manusia. Tentu Tuhan tidak bisa menjadi korban dengan pengertian Dia menderita, tapi Saudara bisa lihat di ayat-ayat selanjutnya yang tidak adil itu adalah seluruh manusia, karena seluruh manusia tidak memberikan penyembahan kepada Tuhan sebagaimana mereka seharusnya. Dan tidak mau kenal Dia sebagaimana mereka seharusnya mengenal. Tuhan adalah Tuhan yang terus menyatakan diri, pasal 18 & 19, tapi manusia membalasnya dengan tindakan yang tidak adil. Adil dan tidak adil itu harus berdasarkan prinsip. Dan prinsip itu tidak boleh sifatnya subjektif yang hanya dimiliki oleh satu pihak dan tidak dimiliki oleh pihak yang lain. Keadilan adalah sifatnya Tuhan. Bukan persetujuan masyarakat, bukan persetujuan antara seorang dengan orang yang lain. Adil adalah sifatnya Tuhan. Atribut Tuhan adalah Tuhan itu Tuhan yang benar, Tuhan yang adil. Dan Tuhan yang adil adalah Tuhan yang menyatakan berkat dan yang menyatakan bahagia melalui ibadah. Tuhan adil karena Dia menyatakan diri kepada manusia. Keadaan adil kalau kita menerima pernyataan Tuhan, kita ibadah kepada Tuhan, itu baru adil. Di dalam Kitab Habakuk, Paulus menemukan berita yang luar biasa indah yang Paulus terjemahkan dengan sangat baik, adil itu bukan suatu bangsa diserang bangsa lain jadi tidak adil, lalu bangsa yang lain diserang bangsa lain lagi. Adil berarti apa yang Tuhan nyatakan dan yang manusia responi berada dalam keharmonisan, itu baru adil. Dan Paulus mengatakan di ayat selanjutnya, Tuhan menyatakan diri, Tuhan tidak lalai menyatakan diriNya, Tuhan tidak lalai untuk berlaku adil pada manusia. Kalau mau mengatakan Allah itu tidak adil, harus tahu dulu apa yang membuat Allah itu adil. Allah adalah Allah yang adil kalau Dia terus menyatakan diri kepada kita dan memanggil kita kepada Dia. Ini keadilan Allah di tengah manusia yang sudah berdosa. Dan bagaimana cara manusia dipanggil oleh Tuhan? Dengan cara menerima kebaikan dari Tuhan. Saudara dan saya pasti pernah menerima kebaikan dari Tuhan. Dan salah satu kebaikan dari Tuhan yang sangat besar itu adalah hidup. Adam diciptakan lalu dihembuskan nafas hidup dan dia menjadi makhluk hidup. Hidup sebagai manusia adalah belas kasihan Tuhan. Maka jangan pernah mengatakan kepada Tuhan, “saya kan tidak pernah mau hidup”, Saudara bisa ngomong seperti itu pun karena Saudara sudah hidup, Saudara bisa punya pendapat mana bagus mana tidak itu pun karena Saudara sudah hidup. Kalau Tuhan tidak pernah memberi hidup, tidak mungkin ada begini. Kesempatan hidup adalah anugerah besar yang tidak pernah dimiliki oleh mimbar ini, bunga ini. Tapi dia tidak pernah menyesal tidak hidup, karena dia memang tidak hidup. Orang yang pernah menyesal tidak hidup adalah orang yang pernah hidup. Siapa diantara orang hidup yang maunya mati saja? Tidak ada orang mau mati, orang mau hidup. Karena hidup itu berkat. Dan Tuhan tidak lalai untuk menyatakan diri untuk memelihara hidup manusia meskipun di dalam waktu terbatas, karena manusia sudah jatuh dalam dosa. Kalau manusia jatuh dalam dosa dan dikatakan upahnya adalah maut, harusnya hidup tidak pernah berlangsung lagi. Tapi Tuhan masih memberikan hidup, Tuhan masih menyatakan diri, Tuhan masih memberikan apa pun yang bisa menopang kita untuk hidup. Itu adalah Tuhan yang sedang berlaku adil. Tuhan sedang melakukan apa yang harusnya Dia lakukan di dalam relasi Dia dengan ciptaan ini. Tuhan tidak pernah lalai di dalam tugas yang Dia berikan kepada ciptaan. Tapi apa yang harus dilakukan manusia? Manusia harus berespon dalam pengenalan dan penyembahan. Mengenal Tuhan dan menyembah Tuhan. Setelah Tuhan menopang kita dengan hidup, kita harus mencari Dia. Tapi kita tidak mencari Dia, kata Paulus, kita malah mencari berhala. Di dalam keadaan kita sedang mencari berhala, kita sedang tidak adil kepada Tuhan. Dan waktu terjadi ketidak-adilan versi Paulus yaitu Tuhan diperlakukan tidak adil oleh manusia, apa yang Tuhan lakukan? Tuhan menyeimbangkan keadilan ini dengan menghukum manusia yang adalah Kristus. Kristus adalah satu-satunya cara bagi kita untuk berada di dalam keadilan dengan Tuhan meskipun kita sudah berlaku tidak adil kepada Dia. Ini menarik sekali untuk kita pahami, di dalam sejarah bapa-bapa gereja dan juga abad pertengahan, ini tema yang banyak digali dan kita bisa belajar banyak dari para tokoh ini. Salah satu tokoh yang bernama Anselm mengatakan bahwa ketika Tuhan memanggil manusia kembali, gambaran antara Tuhan dan manusia itu tidak mungkin dikacaukan oleh setan. Setan tidak bersumbangsih apa pun di dalam mengacaukan atau memperbaiki. Setan tidak ada urusan dengan kita dan Tuhan. Ini adalah urusan kita tidak adil sama Tuhan. Meskipun konsep keadilan Anselm itu agak beda dengan kita dan kita kurang setuju penjelasan dia tentang ketidak-adilan. Konsep ketidak-adilannya sangat berkait dengan zamannya, dimana ada tuan tanah dan budak, kita tidak lagi punya sistem seperti itu. Tapi kita tidak bisa lupa bahwa kita sudah berlaku tidak adil kepada Tuhan. Lalu kita terus teriak-teriak “Tuhan, Engkau tidak adil”, kalau saya jadi Tuhan, saya akan mengatakan “kamu yang dari awal hidupmu tidak adil”. Dan kita tidak berpikir bahwa kita tidak adil, karena kita tidak berpikir bahwa Tuhan menginginkan relasi dengan kita karena Dia mencintai kita. Orang tidak mungkin disakiti oleh yang tidak dia kasihi. Dan Tuhan menciptakan manusia, Tuhan mengasihi yang Dia ciptakan. Meskipun Dia tidak pilih semua, ini konsep lain yang kita pelajari di dalam pasal 5 atau 6. Tuhan mengasihi manusia, Tuhan ingin manusia kembali. Waktu manusia mengabaikan berkatNya, manusia berlaku tidak adil kepada Tuhan. Jadi jangan pakai versi keadilan kita sendiri, tapi pakai versi keadilan Tuhan karena keadilan adalah sifatnya Tuhan. Dengan demikian kita sadar bahwa kita senantiasa tidak adil kepada Tuhan dan kalau begitu ini perlu diseimbangkan.
Karena kalau di dalam Habakuk, satu bangsa dihancurkan bangsa lain, tidak adil. Bangsa ini perlu dikoreksi lagi, dihancurkan oleh bangsa lain. Sekarang kamu yang tidak adil sama Tuhan, siapa yang hancurkan kamu? Tuhankah yang akan menghancurkan kita. Tapi Paulus mengatakan “puji Tuhan, Dia tidak memutuskan untuk menghancurkan kita. Dia memutuskan untuk hancurkan AnakNya menjadi korban”, inilah Injil. Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, pihak yang dirugikan adalah Tuhan, pihak yang menawarkan damai adalah Tuhan, pihak yang membayar adalah Tuhan yang menjadi manusia. Indah sekali. Paulus mengatakan inilah yang diharapkan oleh Habakuk, sekarang sudah terjadi. Orang benar akan hidup oleh iman dan dia akan melihat segala keteraturan dan harmoni relasi antara Tuhan dan manusia terjadi. Dan dari situ baru kita mulai menggumulkan bagaimana dengan keadilan yang lain antara satu manusia dengan yang lain, keadilan ini mulai dijalankan juga dalam prinsip kasih di dalam Tuhan. Roma membahas semua ini bahwa Tuhan menghukum semua orang karena ketidak-adilan ini, tetapi di pasal 3 mengatakan meskipun semua orang sudah berdosa, Tuhan masih memanggil orang menjadi umat. Dan umat inilah yang akan mendapatkan anugerah, relasi yang diperbaiki dengan Tuhan. Dan Paulus mengatakan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan, aku tidak malu karena Injil sebab Injil menyelamatkan orang percaya, baik orang Yahudi maupun orang Yunani. Siapa pun dari seluruh bangsa. Di dalam Habakuk dikatakan Israel sudah jahat, Babel juga jahat, semua jahat. Kalau semua jahat, sekarang Tuhan tawarkan kesempatan yang sama kepada semua bangsa yang jahat. Tidak ada lagi bangsa pilihan, tidak ada lagi Israel lebih baik dari pada bangsa lain, Israel sudah sama rusaknya dengan Babel, Babel sama rusaknya dengan Asyur, Asyur sama rusaknya dengan Mesopotamia, sama rusaknya dengan Makedonia, sama rusaknya dengan Roma, sama rusaknya dengan Malaysia, dan sama rusaknya dengan Indonesia. Sama rusaknya dengan semua bangsa, semua bangsa rusak. Kalau semua bangsa rusak, sekarang Tuhan tawarkan perdamaian dengan semua tanpa perbedaan lagi. Di sini lah yang Paulus nyatakan “aku tidak malu akan Injil karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan siapa pun yang sudah berdosa”. Mari kembali kepada Tuhan dan mari tahu jalan Tuhan adalah jalan yang paling baik. Orang benar akan hidup oleh iman.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Surat Roma
- 5 Apr 2019
Tidak malu akan Injil
(Roma 1: 16-17)
Banyak sekali pengertian yang penting dari ayat-ayat ini. Ini adalah ayat-ayat yang sangat padat, karena waktu kita membaca baik ayat-ayat 16 & 17 da banyak kandungan firman yang penting, baik dari Kitab Yesaya maupun dari Kitab Zakharia. Ada begitu banyak hal yang sangat penting, yang Saudara bisa lihat ada di dalam 2 ayat yang pendek ini. Saya ingin menyoroti dari sudut pandang Yesaya dari ayat ini. Sebenarnya ini adalah kutipan dari Yesaya, kalau Saudara membaca ayat 16 dikatakan bahwa Paulus tidak malu akan Injil. Kalau Saudara lihat di Kitab Suci kita, di ayat 16 dikatakan “sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil”. Sayangnya “keyakinan yang kokoh dalam Injil ini bukan terjemahan yang akurat” dan kalau Saudara menjadi ragu imannya mengapa Alkitab kita punya terjemahan yang tidak akurat, saya harus memberi tahu Saudara bahwa terjemahan itu sulit untuk terus akurat karena ada banyak bahasa atau kata yang tidak punya padanan yang sama. Jadi ketika orang mau menerjemahkan satu kata, dia harus membawa interpretasi juga untuk masuk ke dalam penerjemahan. Jadi saya lihat ada kelimpahan meskipun ada kekurangan dari terjemahan-terjemahan yang ada. Dan salah satu yang harus kita ingat kata aslinya adalah ayat 16, karena di dalam ayat 16 Paulus mengatakan “aku tidak malu karena Injil”. Apakah yang memalukan dari Injil? Bagi komunitas Kristen Injil tidak memalukan, Injil adalah berita yang sangat kita kagumi, Injil adalah berita yang paling kita senangi. Tapi dalam konteks kehidupan yang lebih luas, Saudara tidak mungkin menyatakan Injil dengan bebas tanpa dipandang asing, aneh ataupun kontroversial. Ketika Injil dinyatakan, Injil itu akan memunyai unsur yang tadi, ada yang aneh dari Injil menurut dunia ini, ada yang sulit dipahami dari Injil oleh dunia ini, juga ada yang kontroversial dari Injil yang sulit diterima oleh dunia ini. Dan kita tetap harus menyatakan identitas kita sebagai orang Kristen dengan memberitakan Injil. Waktu Saudara memberitakan Injil, Saudara mungkin dianggap aneh, kontroversial atau apa pun itu, tapi Saudara perlu menjelaskan Injil di dalam kerangka Kristen yang besar, baru Injil itu jadi kabar yang baik. Injil tidak bisa jadi kabar baik kalau dipaksakan masuk dalam kerangka pikir dunia yang sebenarnya tidak punya tempat untuk Injil. Saya sangat senang ketika membaca buku Christian Worldview dari Bartholomew dan Goheen, di situ ada banyak pengertian yang sangat penting berkait dengan Injil. Seringkali kita mengabaikan bahwa Injil itu berkait dengan cara berpikir. Satu-satunya cara untuk memberitakan Injil dengan efektif adalah Saudara menantang worldview orang lain. Ada cara berpikir yang salah dari agama-agama yang ada sekarang, ada cara berpikir yang salah dari orang atheis, ada cara berpikir yang salah dari orang-orang yang menyembah berhala, ada cara berpikir yang salah dari orang naturalis dan skeptis, dan ini yang harus kita bongkar. Waktu kita bongkar betapa tidak konsistennya worldview mereka baru kita bisa menyampaikan Injil dan membuat orang mengerti bahwa berita Injil itu ada di dalam kerangka worldview Kristen yang begitu indah. Ada satu kalimat yang sangat penting dari Tim Keller, tugas orang Kristen bukan sampai meyakinkan orang untuk percaya Yesus, kita tidak sanggup melakukan itu. Tugas orang Kristen dalam penginjilan adalah memberitakan Injil dengan sedemikian sehingga orang yang menolak pun akan berharap itu benar. Kalau Saudara memberitakan Injil, orang boleh tidak percaya, tapi mereka berharap itu benar, “andaikan yang kamu katakan itu benar, tapi saya tetap tidak mau percaya”.
Waktu kita mengerti Injil dengan cara yang benar, baru Saudara mengerti apa yang Paulus katakan dalam Roma 1: 16, “aku tidak malu karena Injil, apa yang memalukan tentang Injil?”. “Injil itu tentang Yesus yang tersalib, kalau Yesus disalib itu yang diberitakan, itu memalukan”. Tapi saya akan memberitahukan kepada Saudara, salib tidak lagi bermakna memalukan untuk zaman kita sekarang. Mengapa salib tidak lagi memalukan di zaman kita sekarang? Karena itu adalah metode penghukuman yang sangat memalukan, tapi sudah lewat. Tidak ada orang yang menganggap salib itu memalukan, karena salib bukan realita yang kita alami sekarang. Tidak ada orang yang disalib lagi. Siapa di antara Dan di dalam tradisi Kristen yang sudah menyebar ke seluruh dunia, salib tidak lagi memalukan seperti di abad pertama. Sekarang salib sudah jadi simbol Kristen, Saudara tidak akan malu memakai kalung salib. Salib tidak lagi menjadi hal yang memalukan. Saudara taruh plang salib yang besar di gereja, dan tidak ada yang memalukan dari itu. Tapi pada zaman abad pertama itu lain, salib adalah hal yang sangat memalukan. Salib adalah lambang penghinaan, kebodohan, Saudara disalib berarti Saudara adalah orang yang gagal, orang bodoh, orang yang tidak punya kekuatan, orang yang akan dihinakan, dan orang yang sepanjang keturunan setelah Saudara akan mengingat bahwa Saudara adalah orang yang menyebabkan nama buruk untuk keluarga Saudara. Jadi salib begitu hina pada zaman dulu. Kalau salib begitu hina, apakah berarti Injil sama dengan salib? Ini pertanyaan penting yang harus kita pahami. Kalau Saudara membaca Surat Roma, entah sadar atau tidak, Saudara tidak akan menemukan satu pun kata salib di Surat Roma. Dari Roma pasal 1-16, dari ayat pertama sampai terakhir tidak ada kata salib. Apakah Paulus tidak percaya lagi salib? Tentu tidak, karena Paulus tetap memberitakan tentang pengorbanan, korban, darah, kematian di dalam Surat Roma. Jadi apakah Injil sama dengan salib? Tidak tentu. Injil mengandung salib di dalamnya, tapi Injil bukan hanya tentang berita salib. Kalau begitu Injil itu berita apa? Apa yang perlu kita ketahui dari kata Injil? Waktu Paulus mengatakan di dalam ayat 16 “aku tidak malu oleh karena Injil”, orang yang membaca Kitab Perjanjian Lama dan sangat familiar dengan Kitab Yesaya, mengetahui bahwa Paulus sedang mengutip Kitab Yesaya. Di dalam hal apa Paulus mengutip Kitab Yesaya? Dalam pemberitaan tentang Injil. Di dalam Kitab Yesaya pemberitaan tentang Injil sudah dimulai dari pasal 40. Kalau Saudara membaca dari pasal 40, Saudara akan mendapat pengertian tentang berita kabar baik yang dimaksudkan oleh Paulus.
Di dalam Yesaya 40, kabar baik yang dia maksudkan adalah kabar bahwa Tuhan kembali bertahta. Tuhan kembali bertahta, Tuhan tidak membiarkan orang Israel berada di dalam keadaan dibuang, Tuhan tidak membiarkan orang Israel berada di dalam keadaan terus-menerus kalah, ini tema dari Yesaya. Jadi kalau Saudara membaca Kitab Yesaya, Saudara akan menemukan ini, Saudara akan menemukan bahwa Yesaya sedang berbicara tentang kemenangan Tuhan. Yesaya sedang berbicara bahwa Israel tidak akan dibiarkan kosong terus, kalah terus dan ditundukan oleh Babel terus-menerus. Ini penting untuk kita pahami. Berita Injil atau berita kabar baik yang Paulus maksudkan adalah berita bahwa Tuhan mau menyelamatkan Israel dengan pengertian Tuhan mau memulihkan mereka kembali. Itu sebabnya Paulus mengutip tentang “aku tidak malu akan Injil” dan ini sangat menjelaskan bagian-bagian dari Yesaya. Kita harus ingat, sebagai bangsa yang terus-menerus dicekoki pengertian bahwa Bait Suci itu paling penting, Bait Suci adalah tempat kehadiran Tuhan, tanpa Bait Suci Israel tidak punya agama. Maka mereka akan sangat heran ketika Bait Suci itu hancur. Cara membaca Alkitab itu sebenarnya merasakan apa yang orang-orang di Alkitab rasakan, atau paling tidak merasakan apa yang pembaca mula-mula rasakan. Ini pengertian penting untuk kita membaca kitab apa pun sebenarnya. Jadi Saudara harus benar-benar tahu apa yang menjadi pergumulan, apa yang Paulus anggap indah tapi mengapa kita tidak melihat itu indah. Di dalam Yesaya yang menjadi bacaan Paulus, di dalam perkataan “aku tidak malu akan Injil”, dikatakan bahwa Israel itu sedang malu di pembuangan. Karena mereka seperti dibuang Tuhan. Yesaya 45: 17, “Israel diselamatkan oleh Tuhan dengan keselamatan yang selama-lamanya. Kamu tidak akan mendapat malu dan tidak kena noda sampai selamanya dan seterusnya”, ini kabar kesukaan dari Tuhan. Jadi Tuhan mengatakan kepada Israel, “kamu tidak akan malu lagi”. Apa yang memalukan dari Israel? Mereka dibuang oleh Tuhan, Tuhan tidak pedulikan mereka lagi, Tuhan sudah membuang mereka. Maka Tuhan mengatakan di dalam Yesaya 45: 17 “kamu tidak akan dipermalukan sampai selamanya”. Sebelumnya di ayat 15 dikatakan “Aku adalah Allah yang menyembunyikan diri”. Jadi Tuhan seperti tidak kelihatan, Tuhan tidak menunjukan diriNya, tapi Tuhan berjanji Israel tidak akan kena noda sampai selamanya dan tidak akan kena malu sampai selamanya. Bahkan di dalam Yesaya 49: 23, Yesaya mengatakan “raja-raja akan menjadi pengasuhmu”. Bayangkan untuk orang di pembuangan, Yesaya mengatakan “raja-raja akan menjadi pengasuhmu lalu permaisuri akan menjadi inangmu. Mereka akan sujud kepadamu dengan muka sampai ke tanah, akan menjilat debu kami. Maka engkau akan mengetahui Akulah Tuhan. Dan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Aku tidak akan mendapat malu”. Siapa yang menanti-nantikan Tuhan tidak akan mendapat malu. Kamu berharap kepada Tuhan, kamu tidak akan dipermalukan. Jadi apa yang membuat Israel dipermalukan? Yang membuat mereka dipermalukan adalah mereka terbuang. Mereka dibuang oleh Tuhan dan mereka merasa sangat dipermalukan oleh karenanya. Mereka menyebut nama Tuhan tapi Tuhan tidak kuasa menolong mereka, sepertinya. Mereka berbangga kepada Allah yang adalah Allah langit dan bumi, tapi mereka ditaklukan Babel dengan dewa-dewanya. Sehingga di pembuangan mereka sangat malu, mereka tidak berani angkat muka dan mengatakan “kami adalah umat pilihan”. Mereka berada dalam keadaan terhina dan hal yang paling membuat mereka terhina adalah fakta bahwa Tuhan tidak peduli mereka. Tuhan sudah buang mereka dan membiarkan mereka dipermalukan, mereka menjadi tertawaan, mereka menjadi cela, mereka dihina dan Tuhan seperti tidak peduli. Orang Israel sedang berada dalam keadaan yang sangat sulit. Kalau Saudara ada di dalam keadaan ini, kalau Saudara menjadi orang Israel di dalam pembuangan, kehilangan segala hal yang Saudara sangat banggakan, Saudara merasa sangat malu, Saudara merasa sangat tidak punya harga diri lagi. Saudara coba alami hal itu, bagaimana perasaan kita kalau kita mengalami itu? kita akan dipermalukan, kita tidak punya hal yang bisa dibanggakan. Maka coba berpikir untuk melihat apa yang Kitab Suci katakan sebagai sesuatu yang harus dipegang. Jangan pegang keamanan situasi sekarang, saat ini keadaan seperti ini, besok bisa berubah. Saat ini seperti ini, besok bisa lain. Kalau Saudara terus berpikir untuk pegang harta, terus berpikir untuk memegang kenyamanan karena ada uang, suatu saat Saudara akan celaka karena tidak terbiasa memegang Tuhan. Karena kalau keadaan berubah, Saudara baru mau belajar berpegang pada Tuhan, itu sudah terlambat. Belajar berpegang kepada Tuhan, belajar berserah kepada Tuhan. Orang Israel dididik dengan sangat keras, dibuang ke Babel dan mereka tidak punya pegangan lagi. Mereka tinggal sebagai bangsa asing, mereka harus berjuang dari nol, semua harta yang mereka punya habis semua. Waktu itu mereka baru sadar “begini rasanya tidak punya bangsa, begini rasanya jadi orang yang tidak punya kedaulatan apa pun, ini rasanya diperlakukan seperti sampah oleh orang Babel”. Dan di dalam keadaan seperti ini mereka malu, malu karena Tuhan tidak menyatakan diri, malu karena dia tidak memunyai kemuliaan apa pun. Cara yang penting untuk mengubah keadaan memalukan ini adalah Tuhan bertahta kembali.
Jadi kabar baik dari Yesaya adalah Tuhan bertahta kembali. Namun di dalam pasal 45:15 dikatakan Tuhan bertahta kembali, namun Dia menyembunyikan diri. Hal ini yang membingungkan pembaca Yesaya. Bagaimana caranya supaya kita tidak dipermalukan lagi? Tuhan mengatakan “suatu saat engkau tidak akan dipermalukan lagi tetapi keadaanmu belum juga berubah”. Kalau kita di tengah-tengah mereka, kita akan mengatakan “saya maunya keadaan berubah, saya tidak mau keadaan seperti ini terus. Kalau saya dipermalukan di tempat pembungan, saya ingin kembali ke negara saya supaya saya jaya lagi”. Ini bukan sesuatu yang aneh, karena kita mau seperti itu kan? Kalau Saudara dihina karena Saudara miskin, Saudara ingin membuktikan dengan cara menjadi kaya, kalau Saudara dihina tidak bisa sukses, Saudara akan membuktikan dengan cara menjadi sukses. Tapi ternyata jalan Injil tidak begitu. Jalan Injil begitu sulit sehingga perlu iman untuk menyadari ada berita bahagia di sini. Perlu iman untuk membuat kita bisa melihat Injil sebagai kabar baik. Karena waktu Injil dipresentasikan dalam caranya Yesaya, tidak ada keadaan baik yang terjadi dengan segera, bahkan sampai zamannya Paulus. Tapi Paulus mengingatkan bahwa kabar baik itu sudah diberikan karena kamu yang tadinya hina sudah dianggap mulia oleh karena Tuhan. Ini menjadi kunci untuk memahami Injil Tuhan, kamu yang tadinya hina dianggap mulia oleh Tuhan. Kamu yang tadinya hina sekarang dibenarkan oleh Tuhan. Tetapi kata dibenarkan adalah kata yang mengubah status kita di hadapan Tuhan, tapi tidak tentu mengubah keadaan kita. Ini menjadi hal yang sangat membingungkan maka kalau Saudara baca di Kitab Roma dikatakan “saya tidak malu karena Injil”, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Injil adalah kuasa Allah yang menyelamatkan. Kekuatan yang menyelamatkan yang disoroti dari perspektif Injil itu lain dengan dengan kekuatan Allah yang disoroti dari perspektif dunia. Injil dan dunia itu sering bentur dalam sudut pandang melihat hidup. Bagi orang dunia Tuhan gagal menyatakan pekerjaanNya lewat umatNya, dan bukan hal yang aneh karena orang dunia akan melihat “kok Tuhan tidak membuatmu jadi lebih baik? Tuhan tidak membuat kamu jadi lebih menang, lebih sukses”. Makanya teologi sukses sepertinya lebih logis, kalau Tuhan itu menang kamu pasti kaya, kalau Tuhan menang kamu tidak akan gagal, ribuan orang rebah di sekitarmu tapi kamu berdiri dengan jaya. Orang dunia akan melihat dengan perspektif dunianya dan akan melihat bahwa sebenarnya kabar baik yang Tuhan berikan tidak ada. Ini pesan yang penting untuk Saudara bisa pahami. Di dalam Kitab Yesaya orang dunia akan melihat “kamu tidak mendapat penghiburan apa pun, kamu masih dikalahkan bangsa lain, kamu masih menjadi orang buangan, kamu masih jadi sampah di Babel, apa yang membuat Tuhan menyatakan kamu tidak akan dipermalukan? Kamu masih memalukan, keadaanmu masih memalukan. Jadi tidak ada hal baik yang terjadi”. Tapi Tuhan sudah berjanji kamu tidak akan terus dipermalukan. Dan kita berpikir pasti kita tidak akan dipermalukan, pada akhirnya nanti waktu Tuhan datang kembali Tuhan akan hancurkan semua orang-orang fasik dan kita akan dimunculkan, pada waktu itu kita tidak akan dipermalukan. Tapi Paulus mengatakan di Roma 1 “saat ini kita tidak dipermalukan. Aku tidak malu karena Injil”. Paulus mengatakan itu bukan karena Tuhan sudah datang kedua kali dan membereskan yang jahat. Ini bukan berarti tidak ada kejahatan, ini bukan berarti semua politik jadi beres, ini bukan berarti bahwa kekayaan akan diberikan kepada umat Tuhan, umat Tuhan akan jaya, sukses, hidupnya akan baik. Hidup tetap sama. Saudara kalau tidak mengerti apa yang Paulus katakan di Roma 1, akan sangat sulit untuk jalani hidup secara realistis. Apa yang membuat kita putus asa? Kita ingin segera tidak malu dengan cara Tuhan mengubah keadaan kita. “Sudahkah Tuhan mengubah keadaan saya? Kalau Tuhan sudah ubah keadaan saya, mengapa saya masih berada dalam keadaan seperti ini, mengapa pernikahan saya belum juga beres? Lalu kita merasa putus asa di sini, itu bodoh. “Mengapa pekerjaanku belum juga beres”, dan kita putus asa karena itu, itu bodoh. “Mengapa saya terus gagal dalam berelasi?”, dan kita putus asa karena itu, dan itu bodoh. Mengapa bodoh? Karena Tuhan menyatakan lewat Paulus, “saya tidak malu karena Injil meskipun keadaan saya seperti ini sekarang”. Jadi apa yang Injil beritakan? Apa yang dinyatakan dalam berita Injil, mengapa tidak memalukan meskipun keadaan kita tetap memalukan? Waktu Israel di pembuangan, mereka tetap berada dalam keadaan memalukan, tapi Tuhan mengatakan “jangan malu karena Injil, jangan malu karena kabar malu, jangan malu. Aku tidak membiarkan engkau dipermalukan”. Paulus mengatakan di dalam Roma 1, yang membuat dia tidak malu karena Injil, sebabnya karena Injil adalah keselamatan yang Allah berikan.
Ini tema yang sepertinya kita sudah tahu, Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Jadi Allah punya kuasa, dan kuasa yang diberikan adalah kuasa untuk menyelamatkan. Kalau saya beritakan ini kuasa yang menyelamatkan, mungkin kita akan mengatakan “iya, saya sudah tahu keselamatan, tadinya neraka sekarang sorga, tadinya dibinasakan oleh Tuhan sekarang mendapatkan bahagia di dalam Tuhan. Saya sudah mengerti, keselamatan itu doktrin dasar, saya sudah tahu dari dulu”. Tapi saya ingin Saudara memahami apa yang Saudara sudah tahu dulu, itu pengetahuan yang benar tentang keselamatan, tapi saya ingin Saudara memasukan pengertian itu di dalam konteks. Apa itu keselamatan? Keselamatan itu dari musuh Tuhan jadi anak Tuhan, dari tidak kenal Tuhan menjadi kenal Tuhan, dari membenci Tuhan menjadi cinta Tuhan, dari tadinya dihukum Tuhan di neraka sekarang masuk sorga di dalam Tuhan. Itu benar, tapi coba masukan dalam konteks ini. Paulus mengatakan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Mengapa Allah perlu menyatakan kuasaNya untuk menyelamatkan? Kuasa macam apa yang Tuhan nyatakan? Di sini perlu perubahan paradigma, ada sesuatu yang sangat revolusioner yang Paulus sedang nyatakan di dalam pengertian Injil. Paulus sedang menyatakan jenis kuasa yang berbeda dengan kuasa yang selama ini kita pahami. Selama ini kita memahami kuasa berarti mampu over-power yang lain, saya punya kekuatan lebih dari yang lain karena kekuatan saya di dalam finansial, atau di dalam skill, atau di dalam kemampuan senjata, atau dalam apa pun, lebih kuat dari yang lain karena itu bisa menaklukan yang lain. Sekarang kalau kita mau melihat apa yang Paulus bagikan, apa itu kekuatan Allah? Kekuatan Allah adalah kekuatan menyelamatkan. Bagaimana cara Allah menyelamatkan? Roma 1, Tuhan menyelamatkan semua orang, pertama-tama orang Yahudi tetapi juga orang Yunani. Apa yang Tuhan lakukan di dalam menyelamatkan? Kalau Saudara melihat latar belakang Kitab Yesaya, maka Saudara akan menyadari bahwa cara Tuhan menyelamatkan Israel adalah dengan membiarkan mereka tetap dalam pembuangan dan menunjukan kemenangan di dalam situasi yang tidak berubah. Ini kuasa Tuhan menyelamatkan orang, membuat orang menjadi milikNya meskipun keadaan tidak berubah. Ini kalimat yang sangat penting untuk kita pahami. Bagaimana Tuhan menunjukan kuasa keselamatan? Dengan cara Dia membuat kita menjadi milikNya meskipun keadaan kita tidak berubah. Keadaan apa yang tidak berubah? Hampir semua tidak berubah. Keadaan apa? Apakah kalau dulu saya jahat sekarang jadi baik? Tidak, waktu Saudara menjadi milik Tuhan, masih jahat, tapi sedang berjuang untuk tidak jahat lagi. Jadi bukan karena Saudara berhasil menjadi baik lalu Tuhan merekrut Saudara menjadi milikNya. Ini kalimat Injil, Injil adalah deklarasi Tuhan bahwa engkau adalah umatNya meskipun kita tetap dalam keadaan yang sama. “Saya tidak sama, pak. Saya bertobat waktu datang kepada Tuhan”, pertobatanmu belum kelihatan. Orang mengaku bertobat, di hari pertama bertobat dia masih kelihatan sama. Memang pelan-pelan dia berubah, tapi dirinya yang lama masih kuat, masih bercokol terus di dalam hatinya. Maka ketika orang mengatakan dia milik Tuhan, dia menjadi milik Tuhan bukan karena dia berhasil melakukan sesuatu untuk jadi milik Tuhan. Tapi karena Tuhan melakukan sesuatu yang sangat besar, yang membuat kita jadi milik Dia meskipun keadaan tidak berubah. Inilah berita sukacita itu, kekuatan Tuhan adalah kekuatan waktu Dia menjadikan kita
milikNya meskipun tidak ada yang berubah dari kita. Kalau kita renungkan ini jadi kalimat yang indah sekali, karena kita hidup di dunia yang terbiasa dengan metode transaksional waktu berelasi dengan orang. Saudara terbiasa untuk beri sesuatu baru dapat sesuatu, “kamu jual saya beli, kamu bayar kamu dapat, kamu kerjakan ini kamu akan dapat”. Tapi Paulus mengatakan “saya tidak malu akan Injil” dan ini berkait dengan Yesaya 45. Dan di dalam Yesaya 45 Tuhan mengatakan “Aku melakukan sesuatu kepadamu meskipun kondisimu tidak berubah. Aku melakukan sesuatu kepadamu hai Israel, meskipun kamu masih di pembuangan”. Ini berita Injil yang Tuhan mau bagikan kepada kita. Tuhan mau melakukan sesuatu kepada kita meskipun kita masih berada di dalam keadaan kita yang sama. Coba bayangkan Saudara dan saya masih sama, tapi sudah berubah. Apanya yang berubah? Pandangan Tuhan kepada kita. Bagaimana kita bisa berubah? Apa yang membuat kita berubah itu dalam kerangka pikir Paulus di Surat Roma adalah pengorbanan Kristus. Paulus mengatakan beberapa kalimat di dalam Surat Roma yang berkait dengan pengorbanan Kristus. Paulus mengatakan bahwa Kristus itu adalah yang menjadi korban, Kristus menumpahkan darahNya, Kristus adalah yang dimatikan, hal-hal seperti ini yang Paulus terus katakan waktu dia menyatakan tentang Injil Tuhan kepada kita. Ketika Paulus mengatakan “inilah berita Injil”, Paulus sedang mengatakan berita Injil adalah pekerjaan Tuhan yang rela mati, rela berkorban kemudian rela mencurahkan darahNya supaya kamu meskipun keadaan sama tapi kamu berubah di hadapan Tuhan. Jadi Saudara dan saya dengan keadaan yang tetap sama, kita menjadi milik Tuhan oleh karena darah Kristus. Waktu Kristus melakukan pengorbananNya, kita dimiliki oleh Tuhan, sehingga kita menerima ini dengan iman. Maksudnya menerima ini dengan iman adalah kita memunyai keyakinan bahwa kita tidak dipermalukan oleh karena Kristus menjadi korban bagi kita. Dan waktu Saudara mengatakan “saya tidak malu karena Injil”, berarti pengorbanan Kristus sudah membuat kita celik, kita tahu apa yang memalukan dan yang tidak. Yang memalukan adalah hal-hal yang membanggakan untuk diri. Yang tidak memalukan adalah kuasa Tuhan yang menyelamatkan saya melalui korban. Jadi Tuhan rela berkorban supaya saya diselamatkan, supaya saya menjadi milik Dia. Siapa saya? Saya adalah orang yang belum berubah, saya adalah orang yang dibuang, saya adalah orang yang tidak memunyai kemungkinan untuk diterima oleh Tuhan. Dalam keadaan rendah seperti ini saya sekarang dimiliki oleh Tuhan. Berapa besar hal ini akan memengaruhi hidup kita? Sangat besar. Kalau Saudara menerima ini dan memahami apa yang saya maksudkan, Saudara tidak lagi merasa bingung dalam kondisi Saudara, keadaan Saudara, dan juga realita yang Saudara alami karena Saudara sudah menjadi milik Tuhan. Injil akan mengubah segala sesuatu, karena sekarang tidak ada lagi saya yang mulia itu. Saya ada di pembuangan, saya ada di tempat yang hina, saya ada di tempat yang tidak semestinya, dan Paulus mengatakan orang Israel itu dibuang karena mengkhianati perjanjian. Dan Paulus mengatakan di padal 1 ayat 18 dan seterusnya, orang-orang Kristen pun atau orang-orang dari bangsa mana pun sudah melanggar perjanjian. Jadi yang melanggar perjanjian bukan hanya Israel tapi semua orang. Tapi bukankah hanya Israel yang mendapatkan Taurat? Israel dapat Taurat, Israel melanggar Taurat, jadi Israel melanggar perjanjian.
Dan waktu Tuhan menyatakan anugerahNya kepada kita, pada waktu itu kita mendapatkan berkat yang sangat limpah karena kita menjadi milikNya. Saudara dan saya dimiliki oleh Tuhan meskipun kita belum mengalami perubahan keadaan dan kondisi. Mengapa kita bisa berubah? Seperti yang saya katakan tadi karena Kristus sudah mengorbankan diriNya untuk kita. Waktu Kristus mati di kayu salib, meskipun sekali lagi Paulus bukan bicara tentang salib tapi Paulus bicara tentang pengorbanan yang tentu otomatis akan mengaitkan dengan salib. Waktu Kristus dipakukan di atas kayu salib, Dia mengerjakan segala sesuatu yang perlu untuk memindahkan Saudara dari pembuangan menjadi milikNya. Meskipun kita belum tersentuh oleh Dia, waktu kita belum percaya, kita tidak pernah mengalami cinta kasih yang besar, kita tidak pernah memahami pengorbananNya, kita tidak pernah sadar betapa besar cinta kasih Dia kepada kita, namun tetap memberikannya kepada kita. Waktu Dia memberikannya kepada kita, Paulus mengatakan inilah berita Injil itu. Jadi kalau Saudara ditanya apa itu berita Injil, saya harap Saudara bisa menjawab seperti apa yang sudah saya jelaskan, yaitu bahwa ketika Tuhan mau mengembalikan posisi kita yaitu kembali kepada Dia, kembali dari pembuangan, kembali dari keadaan disingkirkan Tuhan, diabaikan Tuhan, dibuang Tuhan. Yang membuat kita kembali padaNya adalah pengorbanan Kristus. Kristus berkorban, Saudara dan saya kembali. Kristus berkorban, Saudara dan saya menjadi milik Tuhan. Kristus berkorban, Saudara dan saya dimiliki oleh Tuhan. Jadi apa yang membuat kita dimiliki oleh Tuhan? Bukan keadaan bebas dari pembuangan, tapi pengorbanan Kristus. Pengorbanan Kristus membuat saya menjadi milik Tuhan meskipun keadaan seperti masih dalam pembuangan. Ini berita yang sangat besar karena Saudara dan saya harus mengimaninya untuk dapat mengertinya. Saudara dan saya akan mengatakan “saya sudah menjadi milik Tuhan?”, “sudah”, “tapi mengapa saya masih merasa sama? Apa yang beda dari saya?”. Mungkin Saudara mengatakan “bukannya saya tidak berubah, saya mulai ada perubahan sedikit-sedikit”, tapi saya mau mengingatkan yang Paulus beritakan adalah titik awal ketika Saudara menjadi milik Tuhan dimana perubahan itu belum kelihatan.
Itu sebabnya Paulus mengatakan “saya tidak mau karena Injil, karena Injil saya menjadi milik Tuhan”. “Paulus, kamu seperti orang buangan, kemana pun pergi tidak ada tempat, kamu dimusuhi banyak orang. Sejak menjadi rasul, hidupmu semakin parah”. Kalau Paulus bersaksi tentang hidupnya sebelum dan sesudah kenal Tuhan, kehidupan setelah kenal Tuhan menjadi catatan yang jelek sekali. Sebelum kenal Tuhan, farisi, dihormati, ditakuti, memunyai prestasi, orang yang dianggap penting, anggota sanhedrin. Setelah kenal Tuhan, dicambuk, kapal karam, dilepmar batu, dikira mati, dimusuhi, difitnah, ditangkap, dipenjara, diadili, hampir lepas, ketangkap lagi, lepas, ditangkap lagi, dijatuhi hukuman mati, dipenggal. Bodoh sekali Paulus, “Paulus, berpikir sehat sedikit saja, untuk apa kau hidup seperti ini? Mengapa kamu ikut Kristus?”. Dan kalau Saudara mempertimbangkan secara rasional keuntungan menjadi Kristen, Saudara tidak akan lihat itu. Tidak ada hal yang baik dan membanggakan dengan menjadi Kristen. Maka Paulus mengatakan dengan penuh iman waktu dia berkata “aku tidak malu karena Injil”. “Kamu tidak malu akan Injil? Saya tidak mengerti apa itu Injil, saya tidak lihat apa yang Tuhan sudah kerjakan di dalam diri kamu sebagai sesuatu yang terwujud secara praktis, secara pengalaman, secara empiris kamu tidak bisa mengalami kesenangan apa pun, kamu tetap sama seperti dibuang”. Tapi Paulus mengatakan “kuasa Allah yang menyelamatkan itu yang membuat saya mengerti kuasa Injil”. Jadi ini pengertian yang mendobrak dari Paulus, mengapa dia tidak malu akan Injil, sebab Injil adalah pengorbanan Kristus. Dia berkorban supaya saya menjadi milik Dia. Yang terjadi bukan apa yang saya alami tapi apa yang Dia sudah alami. Kita sering mengalami sesuatu yang begitu gampang, tapi kita tahu berapa berat dan keras kerjaan orang-orang di baliknya. Kita sering mengalami ini, kita sering mengalami hal-hal yang begitu mudah kita nikmati, kita tidak tahu proses yang begitu limpah di baliknya. Saudara bisa dengan mudah menikmati roti dan menelannya, Saudara tidak tahu berapa besar pergumulan yang terjadi sebelumnya, Saudara tidak tahu kesulitan dibaliknya. Kita selalu gampangkan sesuatu sehingga kita sulit menghargai salib Kristus. Mengapa salib Kristus sulit? Karena kita tidak pernah peduli berapa besar proses yang terjadi untuk Saudara dan saya dipindahkan dari pembuangan menjadi milik Tuhan. Kita hanya menikmati keadaan, hanya tahu “kalau saya alami, baru itu heboh. Keselamatan itu tidak penting karena saya tidak mengalami apa-apa. Saya tidak mendapat apa-apa, saya tidak merasakan sensasi apa pun”. Ini kerusakan yang diajarkan di dalam tradisi Karismatik. Saya tidak mengatakan tradisi Karismatik pasti sesat, tapi ada satu kekurangan besar yang mereka terus gembar-gemborkan yaitu pengalaman pribadi. Kalau Saudara mau pengalaman pribadi menjadi standar, Saudara akan remehkan segala sesuatu. Engkau tidak rasa apa-apa, tapi Yesus merasa tangan dan kakiNya dipaku, Dia rasa kemuliaan Dia dihina, Dia merasa segala hal yang Dia miliki dihancurkan, Dia merasa hidupNya direnggut dari Dia, Dia merasa ketidak-adilan menang, Dia merasa BapaNya berpaling dariNya, Dia merasa segala hal yang paling buruk yang kita takut terjadi sekarang terjadi pada Dia. Dia merasa ditinggal oleh teman-temanNya, Dia merasa pembuangan yang paling parah dirasakan lebih dari siapa pun yang pernah Dia kenal. Dia merasa kubur sudah dekat, Dia merasa kematian sudah akan mengambil Dia. Dan Dia merasa segala sesuatu yang Dia kerjakan akan berakhir pada saat itu. Tapi ketika Dia mati, itu menjadi titik keselamatan kita. Maka jangan anggap remeh apa yang sudah dilakukan oleh Tuhan. Itu yang Paulus lakukan “saya tidak malu karena Injil”, karena di sini ada kuasa Tuhan. Kuasa korban untuk saya berubah status, untuk Saudara berubah status ada korban yang begitu besar. Maka Paulus sedang mengatakan bahwa Injil ini tidak hanya menyelamatkan orang Yahudi, tapi juga orang Yunani. Orang-orang kafir Yunani diselamatkan dengan berita yang sama dengan orang-orang Yahudi yang memberontak melawan Taurat.
Maka orang-orang yang tidak layak seperti kita yang diubah kondisinya bukan karena pengalaman kita tapi karena pekerjaan Kristus, mendapatkan keselamatan di dalam Tuhan meskipun kondisi hidup masih seperti ada di pembuangan. Dan inilah berita besar yang Paulus mau bagikan “Dia sudah selamatkan kamu, maka saya tidak malu dengan berita Injil, saya tidak malu dengan pengorbanan Kristus yang membuat saya menjadi benar”. Dan di dalam ayat 17 Paulus mengatakan “sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman”, kita akan bahas selanjutnya. Tapi saat ini kita akan fokus dengan apa yang Yesaya katakan. Yesaya memberikan perspektif penting sekali karena Saudara dan saya, engkau dan juga Paulus sedang berada dalam keadaan seperti dibuang di dalam Kitab Yesaya. Namun tiba-tiba perubahan terjadi, Tuhan mengatakan “Aku akan mempertobatkan kamu, Aku akan mengembalikan kamu, Aku akan memberi diri kepadamu”, dan situasi berubah. Namun situasi berubah ini dialami oleh orang-orang Israel yang percaya, di dalam pembuangan. Maka ini menjadi satu dorongan bagi kita, harap kita boleh mengerti bahwa Saudara dan saya berada di dalam kondisi yang sama namun Kristus sudah membuat segala perbedaan. Saudara akan tetap mengalami kekayaan yang sama atau kemiskinan yang sama, pergumulan yang sama, penyakit yang sama. Keadaan seperti tidak berubah, karena bukan itu yang membuat engkau selamat, yang membuat engkau selamat adalah karya besar dari Kristus. Kalau saya punya keberanian untuk percaya dan tidak malu karena Injil, Saudara juga akan menjalankan hal yang sama. Ini yang Paulus nyatakan di bagian-bagian selanjutnya, secara implisit dia nyatakan di ayat 16. Kalau kamu tidak malu akan Injil, berarti kami akan jalankan Injil. Ketika Paulus mengatakan saya tidak malu karena Injil, kamu harus jalankan Injil. Injil adalah konsep berpikir, salah satunya, Injil adalah konsep berpikir bahwa Allah berkorban untuk saya mendapatkan kesempatan lepas dari pembuangan. Hal yang sama akan saya jalankan apa itu menjalani Inji.
Menjalani Injil berarti saya rela berkorban untuk orang lain mendapatkan kelepasan. Saya bukan orang yang sudah banyak pengalaman di dalam hidup, namun saya pernah alami keadaan sebelum kenal Injil dan sesudah kenal Injil. Sebelum saya kenal Tuhan dan sesudah kenal Tuhan perbedaannya jauh sekali. Saya sangat berharap Saudara mengerti apa yang saya katakan karena saya ingin Saudara menyenangi Tuhan. Kalau Saudara sudah menyenangi Tuhan, tidak ada hal apa pun di dunia ini yang akan menyaingi Dia di dalam memberikan Saudara kesenangan. Uang banyak bisa menyaingi? Tidak, dan saya bisa menikmati meskipun tidak banyak, tapi saya tetap tidak menikmati kesenangan kalau uang bertambah lebih dari pada kalau saya menikmati kesenangan di dalam Injil Tuhan. Dan Saudara akan merasakan ini, “ini hal yang menyenangkan sekali. Karena Tuhan berkorban, saya menjadi milik Dia”. Dan waktu Saudara menyenangi sesuatu, Saudara akan mengadopsi dan menghidupinya bersama-sama. Waktu Saudara menghidupinya bersama-sama, Saudara akan mengerti apa itu perubahan besar yang Paulus katakan di dalam menghidupi Injil. Orang yang sudah mengeri berita Injil akan memunyai konsep yang sama dengan apa yang Tuhan sudah jalankan. Saya korban, orang lain dapat berkat. Ini saja, simple. Kristus berkorban, saya mendapatkan perubahan, saya berkorban, orang lain mendapatkan perubahan. Apakah pengorbanan Saudara akan senantiasa diketahui orang? Mungkin tidak, sama seperti pengorbanan Kristus tidak terlalu disadari oleh banyak orang. Namun ketika saya melakukan itu, saya tahu bahwa saya sedang berbagian di dalam Kristus. Maka Injil Kristus membuat saya diselamatkan dan setelah saya diselamatkan, saya mengadopsi apa yang Dia
kerjakan, saya tidak malu dengan pola ini. Pola berkorban dan orang lain dapat berkat. Waktu Saudara menyadari “saya tidak malu dengan proses Kristus berkorban demi saya”, maka Saudara juga tidak malu untuk jalani itu, berkorban demi orang lain mendapat berkat. Tapi berkorban untuk orang lain mendapat berkat itu susah. Itu cuma slogan dan susah dijalankan, Saudara akan menuntut dihargai, Saudara akan marah ketika pekerjaan Saudara tidak dihargai. Saudara akan tuntut orang lain untuk menghargai berapa besar Saudara sudah berkorban, dan itu adalah sesuatu yang senantiasa kita matikan. Dan ini berat. “Saya sudah mati-matian, tapi mengapa kamu tetap tidak menghargai?”, tidak bisa seperti itu, kamu memang harus mati-matian kalau memahami Injil. Sehingga Saudara menyadari bahwa “saya tidak malu dengan pola ini. Saya tidak malu dengan cara Tuhan menjalankan dunia ini”. Bagaimana cara Tuhan menjalankan dunia ini? Yaitu Dia berkorban dan Saudara mendapat berkat. Bagaimana caranya berbagian di dalam Injil? Saudara berkorban dan orang lain mendapat berkat, simple. Dan inilah cara Tuhan menangani pembuangan, menangani umatNya, dan ini cara yang akan membahagiakan kalau kita jalankan. Kiranya Tuhan memberkati Saudara dan saya, dan kita menjadi orang yang menyadari hidup di dalam menjadi berkat adalah hidup yang berkorban.
(Ringkasan ini belum diperiksa pengkhotbah)
- Surat Roma
- 13 Mar 2019
Mengasihi Kristus dengan mengasihi Gereja-Nya
(Roma 1: 11-17)
Di ayat 11 dan selanjutnya Paulus menyatakan ekspresi kerinduan kepada jemaat yang belum pernah dia lihat. Sesuatu yang sangat sulit kita mengerti. Paulus sedang membagikan pengertian ini yaitu bahwa siapa mengenal Injil Tuhan, dia akan menyadari bahwa Injil adalah berita kabar baik yang mendamaikan seseorang atau sekelompok orang dengan Tuhan dan mendamaikan kelompok orang itu satu sama lain. Injil adalah berita pendamaian. Dan pendamaian ini pertama-tama antara saya dan Tuhan, tidak ada orang bisa hidup damai kalau dia dan Tuhan masih belum damai. Saya tidak bisa melupakan khotbah Pdt. Billy waktu pertama kali saya mendengarkan beliau, dia mengatakan banyak orang punya problem dengan Tuhan tapi ekspresinya itu kelihatan keluar. Problem dengan sesama atau siapa pun juga, problem utamanya bukan itu, problem utama dia dengan Tuhan. Kalau problem utama belum dibereskan, sulit bagi dia untuk membereskan yang lain. Ini yang ingin saya bagikan, cuplikan itu untuk membuat kita mengerti Roma 1, Paulus mengatakan bahwa “berita Injil itu mendamaikan saya dan Tuhan, Tuhan dan saya damai”. Tidak ada lagi permusuhan. Dan permusuhan itu baik dari saya kepada Tuhan, kita ini pembenci-pembenci Tuhan tanpa kita sadari, maupun Tuhan kepada kita karena kita sudah membenci Dia terlebih dahulu. Kita menolak Dia dan menginginkan untuk lepas dan bebas dari Dia. Yang harus kita ketahui adalah antara kita dan Tuhan sudah ada perjanjian lebih dulu. Dan perjanjian ini adalah perjanjian yang diikat oleh persekutuan dengan sang kepala yaitu Adam. Jadi Saudara sudah ada dalam perjanjian sebelum kita lahir. Jangan berpikir bahwa segala perjanjian yang kita lakukan itu hanya ketika kita hidup, sudah lahir, dan kita yang ikat perjanjian itu sendiri. Dari sebelum kita, sudah ada deal, sudah ada perjanjian yang sudah ditetapkan sebelum kita. Kalau hal-hal seperti ini bisa kita pahami, mengapa kita tidak mau terima kalau ternyata ada perjanjian yang bukan kita yang buat, tapi pendahulu kita, nenek moyang kita di dalam Alkitab, yang sudah dibuat dengan Tuhan. Dan waktu kita gagal jalankan perjanjian itu, pada waktu itu Tuhan akan marah. Saudara mengatakan “mengapa Tuhan marah? saya tidak pernah janji dengan Tuhan”, Tuhan akan mengatakan “nenek moyangmu sudah janji, Israel sudah janji, Adam sudah janji”, “itu kan mereka, bukan saya”, tidak bisa, Saudara sudah terikat itu ketika Saudara lahir. Inilah konsep perjanjian yang harus kita tahu, jadi relasi antara Saudara dan Tuhan tidak netral, melainkan sudah ada perjanjian sebelumnya. Saudara sudah dituntut untuk setia kepada Tuhan, bahkan sebelum Saudara lahir aturan itu sudah ada. Dan Saudara tidak bisa seenaknya mengubah aturan apa pun yang sudah baku ditetapkan dengan sangat kuat di dalam tradisi-tradisi kita sebelumnya.
Jadi perjanjian ini sudah diberikan, semua orang terikat perjanjian dengan Allah. John Calvin bahkan mengatakan perjanjian ini adalah perjanjian antara ciptaan dan Sang Pencipta. Perjanjian ini sudah dilakukan, Tuhan berjanji akan menjadi Allah yang membawa ciptaan kepada kesempurnaan, Tuhan berjanji akan hadir di tengah-tengah manusia, Tuhan berjanji akan menyatakan belas kasihan, kasih karunia serta penyertaanNya, asal manusia setia dan taat kepada Dia. Janji Tuhan itu bersyarat. Saudara kalau dengar perkataan janji Tuhan tak bersyarat, cinta Tuhan tak bersyarat, itu tidak Alkitabiah. Alkitab menyatakan ada syarat perjanjian, baik kepada Tuhan maupun kepada kita. Tidak ada orang di dalam pernikahan yang akan biasa saja, atau akan mengizinkan pasangannya dekat dengan orang lain, yang menjadi ancaman bagi pernikahan itu. Kalau ini kita mengerti, mengapa kita tidak mengerti Tuhan yang marah? Tuhan mau kita setia kepadaNya dan Dia berhak menginginkan itu. Maka waktu kita tidak setia, Dia marah. Dia marah karena Dia adalah Allah yang mengasihi. Karena Dia adalah kasih adanya, maka Dia harus marah. Mengapa Dia harus marah? Karena kasih itu selalu dalam perjanjian. Lawan kata dari kasih itu bukan marah, kasih lawannya adalah tidak peduli “kamu mau jauh dari aku? Tidak apa-apa. kamu mau sembah berhala? Silahkan saja. Aku memaklumi kelemahanmu, lakukanlah apa pun yang kamu mau”, itu bukan Tuhan. Tuhan mau kita setia dengan perjanjian, Tuhan mau kita melakukan dengan tepat apa yang Dia mau demi kebahagiaan kita dan demi kesenanganNya. Jadi ada perjanjian yang Tuhan sudah berikan dan manusia tetap gagal menjalankannya, akhirnya karena perjanjian dengan Tuhan rusak, semua yang kita jalankan yang harusnya ada di dalam Tuhan menjadi rusak. Rusak relasi dengan Tuhan, relasi yang rusak ini akan memengaruhi banyak hal, akan memengaruhi cara Saudara menilai diri. Richard Pratt pernah menulis buku yang berjudul Designed for Dignity, dia mengatakan pernah membaca satu koran di sebuah hotel yang terjadi bunuh diri di tingkat atas, sedangkan di bawahnya ada orang-orang new age sedang mengadakan pertemuan. Menarik sekali, orang-orang new age itu kumpul dan mengatakan “aku adalah allah, aku adalah allah”, di tingkat atas ada seorang yang sudah putus asa dengan hidupnya mengatakan “aku tidak berguna, aku tidak berguna”, lalu dia ambil senjata dan bunuh diri. Richard Pratt mengatakan inilah contoh orang yang sudah jauh dari Tuhan, yang satu mengatakan dirinya tidak berguna sama sekali, yang lain merasa dirinya adalah allah. Kita akan menjadi salah mengukur diri, kita akan mengukur diri kita terlalu tinggi atau kita akan hancurkan diri kita seperti orang yang tidak punya nilai sama sekali. Dua-duanya terjadi karena kita tidak datang kepada Tuhan. Ada problem besar waktu kita tidak datang kepada Tuhan, ada problem besar kalau perjanjian kita dengan Tuhan kita jalani dengan sembarangan, ini problem utama. Banyak orang berusaha mengatasi segala problem yang kelihatan di luar tanpa sadar problem yang utamanya itu adalah relasi perjanjian yang rusak dengan Tuhan. Jadi yang salah dengan kita adalah kita salah berelasi dengan Tuhan. Kita salah berelasi dengan Dia, kita salah mengikuti Dia, salah menerima kebaikan dan kebenaranNya, salah mengekspresikan ucapan syukur kita kepada Dia, akhirnya semuanya rusak. Seperti yang saya kutip dari Pdt. Billy, banyak orang punya problem dengan Tuhan maka semua bagian menjadi diri. Menilai diri jadi kacau, ketenangan diri tidak ada, damai sejahtera tidak ada, segalanya tidak ada. Dan kita selalu berpikir problemnya ada di sekitar kita, problemnya tetangga, problemnya orang tua, problemnya anak. Tapi problemnya yang paling besar adalah “saya dibuang oleh Tuhan, saya tidak di dalam Tuhan, saya tidak kenal Tuhan, saya tidak mencintai Dia, saya tidak siap mengosongkan diri untuk Tuhan, saya tidak siap mengabaikan diri untuk kemuliaan Tuhan”, itu problem besar. Maka Paulus mengatakan puji Tuhan ada Injil, Injil itu mendamaikan saya dengan Tuhan. Tuhan mau mengampuni saya lewat kematian AnakNya. Sang Anak Tunggal Allah dipaku di kayu salib supaya saya dan Saudara didamaikan dengan Allah, Dialah Pendamai yang sudah dinubuatkan melalui korban persembahan di Bait Allah. Dialah Pendamai yang sudah dinubuatkan ketika Kitab Keluaran menyatakan Israel yang keluar dari Mesir oleh karena ada darah domba dan kambing yang dioleskan di ambang pintu rumah. Jadi Kristus sudah dinubuatkan sebagai pemberi perdamaian. Dan sebagai pemberi perdamaian Kristus adalah Kristus yang akan menyatakan bagi kita cara untuk damai dengan Tuhan melalui diriNya. Di dalam Kristus oleh karena kasih Kristus dan karena persekutuan dengan Kristus, Saudara diterima oleh Bapa. Alkitab mengatakan Bapa menerima Saudara seperti Bapa menerima Kristus oleh karena kita ada di dalam Dia, ini berita sukacitanya. Paulus mengatakan “oleh karena berita sukacita ini, aku mau datang kepadamu”.
Mengapa berita sukacita yang membereskan dia dengan Tuhan membuat dia ingin datang ke Roma? Karena dia mengatakan “saya rindu melihat buah di tengah-tengah jemaat Tuhan”. Buah apa? Buah orang-orang Kristen yang dia bisa temui. Perbaikan relasi dengan Tuhan membuat Paulus ingin mendapatkan persekutuan dengan gereja Tuhan. Itu yang kita lihat di pasal 1 ini. Paulus mengatakan di dalam ayat 11 “sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu”. Paulus belum pernah bertemu dengan orang Roma, dan dia mengatakan “saya rindu kepadamu”? Hal yang aneh kalau kita tafsirkan ini tidak berdasarkan Injil. Karena di dalam Kristus, dia satu dengan gereja Tuhan di manapun. Semua orang yang percaya kepada Kristus adalah kekasihnya, di dalam iman, adalah saudara-saudara seiman yang dia kasihi.
Aplikasi dari Injil dalam Surat Roma selalu ada 2. Pertama, aplikasi Injil akan membereskan diriku di hadapan Tuhan dan yang kedua akan membereskan diriku di hadapan sesamaku. Saya dan Tuhan beres oleh karena Kristus. Saya di depan sesama juga beres oleh karena Kristus. Dan inilah yang Paulus sedang nyatakan di bagian pertama ini, “saya rindu datang kepadamu hai orang Roma, saya rindu untuk menikmati persekutuan di tengah-tengah kamu”. Ayat 12 “supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersama, baik oleh imanmu maupun oleh imanku”. Paulus menikmati persekutuan di gereja Tuhan. Dia rindu datang ke Roma sama seperti dia rindu untuk datang ke gereja manapun, di tengah-tengah orang bukan Yahudi. “Saya ingin menikmati di tengah-tengah kamu, supaya saya boleh menikmati persekutuan dengan kamu”. Ini bukan berarti Paulus ke Roma untuk makan buah, maksudnya menikmati buah adalah dia ingin menikmati pekerjaan Tuhan yang Tuhan lakukan di tengah-tengah jemaat Kristen meskipun bukan dia yang mengamati dan saksikan. Cara Tuhan bekerja di dalam gereja itu begitu indah. Sehingga ketika Saudara menikmati berada di dalam gereja Tuhan, Saudara sebenarnya sedang menikmati Tuhan, Saudara sebenarnya sedang menikmati berapa besar Dia menyatakan pekerjaanNya di tengah-tengah kita. Dan pekerjaan ini adalah pekerjaan yang membangun komunitas baru. Injil Tuhan membuat komunitas baru menjadi indah. Maka kita mesti memikirkan ini baik-baik, apakah saya bisa menikmati Tuhan melalui cara menikmati ada di tengah-tengah jemaat Tuhan? Ini poin penting yang mesti kita gumulkan sama-sama. Paulus mengatakan “saya ingin ada di antara kamu, saya ingin terhibur oleh kamu”. Waktu Paulus mengatakan “saya beriman kepada Kristus, saya rindu untuk hadir di tengah-tengah kamu”, iman kepada Kristus mempengaruhi cara orang bergereja. Inilah poin saya pada hari ini, iman sejati kepada Injil mempengaruhi cara orang bergereja. Ini jadi pertimbangan untuk menilai apakah gereja kita sudah ada di track yang benar atau tidak, ada di jalur yang tepat atau tidak. Maka Paulus mengatakan di ayat 12 “saya mau terhibur di tengah kamu, turut terhibur oleh iman kita bersama”. Orang Roma terhibur oleh iman Paulus, Paulus terhibur oleh iman jemaat di Roma. Lalu ayat 13 “Saudara-saudara, aku mau, supaya kamu mengetahui, bahwa aku telah sering berniat untuk datang kepadamu–tetapi hingga kini selalu aku terhalang–agar di tengah-tengahmu aku menemukan buah, seperti juga di tengah-tengah bangsa bukan Yahudi yang lain”. Ini jadi kalimat yang perlu kita perjuangan supaya ada di dalam gereja kita. Yaitu saya rindu melihat buah di tengah-tengah kamu, saya rindu melihat perubahan, saya mau lihat bagaimana orang bertumbuh di dalam Tuhan, saya mau lihat bagaimana ada perubahan sejati, bagaimana tadinya begitu dingin kepada Tuhan sekarang menjadi hangat, tadinya begitu penuh dengan hawa nafsu, sekarang penuh dengan keindahan penahanan diri, tadinya penuh dengan kemalasan sekarang penuh ketekunan untuk bekerja bagi Tuhan. Dan hal-hal seperti ini hanya mungkin dinikmati di dalam gereja Tuhan. Jadi saya ingin kita merenungkan hal ini bersama-sama sebagai poin yang pertama yang mau dibagikan lewat pembahasan kita hari ini. Paulus mengatakan “saya merindukan jemaat di Roma, saya mau berada di tengah-tengah kamu dan menikmati kehadiranmu dimana saya berada di tengah-tengah kamu”. Apakah ini kita miliki ketika kita bergereja? Ada kerinduan kepada Tuhan? “ada”, ada kerinduan kepada sesama jemaat? “tidak, saya datang ke gereja, kemudian saya mendapat saat-saat yang menyulitkan. Saya lebih suka cepat-cepat pulang dari gereja ini, kemudian melakukan kegiatan saya sehari-hari”. Berarti kita masih mempunyai pengertian Injil yang masih separuh. Dan separuh itu sama dengan nol, karena Tuhan menebus manusia untuk mendirikan gerejaNya. Itu yang dikatakan Alkitab berkali-kali. Petrus mengatakan “Engkaulah Mesias yang datang dari Allah”, dan Tuhan Yesus mengatakan “kamu mengatakan sesuatu dari Tuhan. Dari batu karang ini (yaitu pengakuan kepada Kristus) Aku akan mendirikan gerejaKu”. Di bagian akhir Injil Matius, Tuhan Yesus mengatakan “Aku mau kamu pergi ke semua bangsa, baptis mereka, jadikan mereka murid”. Jadi Tuhan mau seluruh bangsa menjadi milikNya. Lalu di dalam bagian lain, misalnya di dalam Yohanes, Tuhan Yesus mengatakan “supaya mereka satu, sama seperti engkau dan Aku satu. Supaya mereka di dalam kita dan kita di dalam mereka”. Ada kesatuan dari orang-orang yang ditebus. Dan kesatuan ini bukan hanya secara status, bukan hanya kesatuan karena kumpul sama-sama, karena punya waktu beribadah yang sama lalu ketemu di gereja. Kalau kita renungkan bagian ini, baru kita tahu cara kita bergereja itu terlalu dingin, terlalu kering, terlalu dangkal, terlalu mengabaikan aspek komunal dari Injil.
Komunitas itu penting. Kristus mendirikan tubuhNya di bumi ini. Gereja disebut tubuh. Gereja bukan semacam anggota Kristus, kita bukan semacam pengikut Kristus yang punya persekutuan, kita adalah tubuhNya. Dan di dalam Efesus, Paulus mengatakan tidak ada orang mengabaikan tubuhnya melainkan merawatnya dan mengasihinya, memberikan hal yang diperlukan. Dia akan merawat tubuhnya, dia akan membuat tubuhnya dalam keadaan baik. Ini kedekatan relasi atas gereja Tuhan dan Kristus. Kita adalah tubuhNya, kita adalah anggota tubuhNya. Dan berapa penting bagi kita untuk mengakui orang lain sebagai bagian dari tubuh Kristus, itu menandakan kerohanian kita. Seberapa besar kita mengakui sesama kita menjadi milik Kristus, itu menjadi tanda kedewasaan rohani di dalam Injil Tuhan. Ini yang Paulus mau tekankan kepada kita masing-masing. Dan coba pikirkan apakah saya lakukan ini ataukah saya menikmati itu ketika saya berada di dalam gereja Tuhan? Apakah saya mempunyai kerinduan bersama-sama tubuh Kristus menjadi terhibur oleh iman mereka, sama seperti saya sudah menjadi hiburan untuk iman mereka? Kita sering melihat gereja sebagai 2 kelompok. Kelompok pengkhotbah dan kelompok jemaat. Jadi coba kita lihat gereja Tuhan sebagai tubuh Kristus, sebagai cara Tuhan memberikan perhatian kepada dunia, memberikan kesungguhan untuk membimbing dan memberikan perhatian yang dibagikan kepada seluruh komunitas tubuh Kristus.
Ada beberapa aspek yang perlu kita pikirkan, yang pertama aspek kesatuan. Gereja Tuhan harus memunyai sense kesatuan. Dan kesatuan ini bukan hanya sekedar satu di dalam organisasi, satu di dalam nama atau satu di dalam kelompok. “Kamu kelompok mana? Kelompok GRII? Kamu jemaat mana?”, bukan seperti itu. Tapi ada sense “orang ini dikasihi oleh Tuhan, saya pun mengasihi dia. Orang ini ditebus oleh Kristus, saya pun mengasihi dia. Orang ini dimiliki oleh Kristus, saya pun mengasihi dia”. Kalau Saudara memunyai sense ini, Saudara akan bergumul dengan diri Saudara yang lama. Diri yang lama sangat membenci orang-orang yang tidak cocok dengan diri, sangat menyukai orang-orang yang cocok dengan diri. Tapi diri yang baru akan melihat Tuhan sebagai pribadi yang menjadi standar bagi saya untuk mengasihi atau tidak kepada orang lain. Kalau orang ini sudah dimiliki Tuhan, maka saya akan sangat menikmati Tuhan melalui kehadirannya. Kalau orang ini sudah diselamatkan dan ditebus Tuhan, maka saya akan menikmati kehadirannya, menikmati pertumbuhan rohaninya, menikmati cara Tuhan bekerja lewat orang ini. Jadi pengertian ini mesti kita gumulkan baik-baik, karena kita memunyai natur yang sangat egois, kita adalah makhluk sosial yang anti sosial. Pascal pernah mengatakan kita adalah makhluk yang perlu komunitas sekaligus membenci komunitas. Ini namanya paradoks, satu sisi kita perlu orang lain tapi di sisi lain kita juga benci orang lain, satu sisi kalau kita tidak berkomunitas sangat sulit, kalau kita berkomunitas juga sulit. Lebih pilih sendiri atau bersama-sama? Kalau sama orang ada kesulitannya, kalau sendiri juga ada kesulitannya. Akhirnya kesimpulannya adalah kita memerlukan orang lain karena kita tidak bisa sendiri. Mengapa kamu berkomunitas? Karena perlu, mengapa perlu? Karena tidak bisa sendiri. Jadi orang lain hanya sebatas alat untuk membantu saya mendapatkan apa yang saya inginkan karena saya begitu terbatas dan tidak sanggup. Ketidak-sanggupan saya membuat saya perlu berkomunitas. Tapi di dalam Surat Roma kita diberikan pengertian lain bahwa Injil sekaligus yang memaparkan kita kepada Tuhan dan sekaligus membawa kita ke dalam cara pandang yang baru waktu melihat komunitas yang namanya gereja. Siapakah gereja bagi kita? Gereja itu bukan kumpulan orang-orang yang sama iman dengan kita, gereja adalah tubuh Kristus. Saudara akan dilatih untuk memberikan kasih kepada Tuhan dan iman kepada Tuhan melalui tindakan Saudara kepada orang-orang yang sudah ditebus oleh Dia. Tentu ini bergerak lebih jauh dari pada yang dibahas Paulus di pasal 1 ini, namun saya pikir ini sangat penting untuk memperkaya kita membaca Roma 1. Yaitu kalau Saudara dan saya ingin mengasihi Kristus, Kristus tidak jauh dari kita, Kristus begitu dekat dengan kita. Ada banyak contoh di dalam Alkitab dimana kehadiran Kristus itu nyata dan banyak orang ingin sekali mengerti kehadiran Kristus di dalam keadaan yang membuat kita sadar bahwa kita dan Kristus tidak jauh. “Saya dekat dengan Kristus, Kristus senantiasa menyatakan diri di tengah-tengah saya”. Tapi cara Yesus menyatakan diri di dalam Injil itu sangat unik. Saudara pernah dengar tentang penghakiman akhir, ketika Yesus mengatakan “Aku taruh satu kelompok binatang di sisi kiri yaitu domba, dan kambing di sisi kanan”, apa bedanya dari 2 kelompok ini? Yang satu benar memperlakukan Yesus, satu lagi perlakukan Yesus dengan salah. Yang perlakukan salah itu telah melakukan apa? “Yaitu ketika Aku lapar, haus, ketika Aku dipenjara, mereka tidak melakukan apa-apa untuk Aku”, langsung orang-orang itu tanya “kapan saya dapat kesempatan untuk menolong Engkau ya Tuhan?”. Pernahkah kita membayangkan hal ini, Yesus perlu kita tolong. Kapan Yesus perlu kita tolong? Yesus itu Sang Penolong. Tapi Tuhan emmberikan satu pengertian yang menakutkan sekaligus menyegarkan bahwa Dia senantiasa hadir, dan waktu Dia hadir tidak ada yang peduli lagi. Waktu Dia inkarnasi tidak ada yang peduli, waktu Dia menyatakan diri lewat gereja juga tidak ada yang peduli. Maka di sini kita mendapatkan pengertian yang sangat menegur kita. Saya berharap khotbah ini menjangkau hati Saudara. Saya benar-benar ingin berbicara masuk ke dalam hati Saudara dan saya tidak tahu bagaimana caranya, saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan untuk Saudara mengerti pentingnya hidup di dalam komunitas Tuhan. Kadang-kadang khotbah itu pekerjaan yang frustasi, karena sambil Saudara khotbah sambil merasakan derajat hati yang terbakar di atas mimbar dengan pendengar begitu berbeda. Di atas mimbar begitu semangat menyampaikan sesuatu, tapi yang di bawah begitu dingin di dalam menangkapnya, sebagian menangkap sambil tidur. Gereja Tuhan benar-benar perlu diperbaiki. Saudara dan saya belum jadi gereja di GRII Bandung ini karena berapa banyak dari kita yang benar-benar memiliki hati menikmati kehadiran Kristus lewat menikmati sesama. Andaikan ini terjadi, maka apa yang disampaikan Paulus bisa kita mengerti. Baru kita bisa mengerti apa yang Paulus katakan dalam Roma 1 “saya rindu bertemu kamu di Roma”. Apa yang membuat Paulus didorong oleh kerinduan yang besar? Dia tidak kenal siapa pun di Roma, dia tidak mengatakan “di Roma ada temanku, dan saya akrab dengan mereka”. Paulus rindu untuk melihat Kristus di Roma. Dia ingin melihat bagaimana Kristus mengubah banyak orang dan bagaimana Kristus mengubah dia melalui kehadiranNya di tengah-tengah gereja Tuhan. Cara Tuhan menyatakan diri begitu berlimpah sehingga kita perlu menyelidiki apa yang Alkitab katakan tentang kehadiran Tuhan. Di dalam Kitab Keluaran, Tuhan hadir lewat malaikat Tuhan yang memimpin dalam tiang awan dan tiang api. Di dalam Kitab Yesaya, Tuhan hadir di BaitNya dengan cara yang sangat mulia, dengan malaikat terbang untuk memuji namaNya. Di dalam Kitab Daud, Tuhan hadir di dalam penyertaanNya kepada Daud setiap saat. Daud menikmati penyertaan Tuhan yang memberikan kemenangan kepadanya. Daud mengatakan “saya menikmati kemenangan. Saya menikmati penyertaan Tuhan dalam kemenangan itu”. Waktu Daud menghantam Goliat dan Goliat mati, Daud merasa “Tuhan sedang pimpin saya saat itu”. Tapi apakah Tuhan menyatakan cara Yesaya saja atau cara Keluaran saja atau cara Daud saja? Tidak. Waktu kita mereduksi cara Tuhan menyertai, kita akan gagal menikmati penyertaan Tuhan. Misalnya, Daud memunyai cara menikmati pernyertaan Tuhan yang unik, dia menikmati Tuhan yang menyertai melalui kemenangan-kemenangan perangnya. Tapi di padang gurun, sebelum dia mengalami kemenangan perang, dia mengalami Tuhan menyertai dengan meluputkan dia dari Saul, ini cara Tuhan menyertainya. Tapi apakah cara yang sama dialami oleh Kristus? Waktu Saudara membaca kehidupan Kristus, ada cara penyertaan Tuhan yang beda total dengan sebelumnya. Tuhan menyertai Kristus dengan cara yang melampaui kebiasaan, sehingga ada orang pernah berkomentar “kalau benar Kristus adalah cara penyertaan Tuhan bagi dunia ini, maka Tuhan kita adalah Tuhan yang sadis, yang kejam dan Tuhan yang penuh dengan segala kejahatan”, ini serangan yang pernah diberikan kepada Kekristenan. Siapa Tuhan orang Kristen? Allah di sorga. Siapa AnakNya? Yesus Kristus. Mengapa AnakNya dipaku di kayu salib? Untuk memuaskan murka Tuhan. “Kalau begitu Tuhanmu sadis”, ini kritik yang diberikan orang modern kepada orang Kristen. “Tuhan yang sadis, Tuhan yang haus darah, Tuhan yang menginginkan kematian, itu Tuhan yang kamu sembah, Tuhan yang kejam, Tuhan yang sadis”. Kalau Saudara dapat kalimat begini, jawabnya bagaimana? “Tuhan tidak kejam, Dia penuh kasih”, “apa yang terjadi di salib?”, yang terjadi di salib adalah Anak Allah menjadi manusia dan dibantai di situ. Ini Tuhan yang kejam. Tapi ada satu jawaban yang indah dari teologi Kristen bahwa di salib itu adalah cara Tuhan menerima kita. Salib itu bukan lambang kekejaman, salib adalah lambang penerimaan Tuhan. Tuhan menerima kita, mengundang kita untuk berada bersama Dia lewat salib. Jadi banyak sekali sisi kalau Saudara sorot dari satu, Saudara bisa sorot dari yang lain, ini keunikan teologi Kristen. Kalau Saudara mendapatkan serangan dari satu sisi, Saudara akan tahu ada sisi lain yang Alkitab bahas untuk membungkam serangan itu. Ada yang mengatakan “salib begitu kejam”, tapi orang Kristen mengatakan “justru di tengah-tengah itu ada penyertaan Tuhan yang begitu indah untuk kita semua”. Maka ketika Yesus dipaku di kayu salib, pada waktu itu kita tidak melihat Tuhan itu kejam, pada waktu itu kita melihat undangan Tuhan menarik kita untuk menjadi milik Dia. Ada undangan Tuhan yang mengatakan “mari menjadi milikKu”. Dan bagaimana Tuhan mengundang kita?
Tuhan mengundang kita untuk menikmati kehadiranNya di dalam kita. Tuhan mengundang kita dengan cara masuk ke dalam kita. Ini teologi Kristen, ini pengertian Injil. Injil tidak pernah dimengerti oleh agama mana pun, karena agama lain tidak mengerti Tuhan yang mau mengundang kita untuk Dia hadir di tengah-tengah kita. Mengapa dia mengundang kita? Karena sebelumnya kita tidak pernah mau mengundangNya. Setelah dia tinggal bersama kita, ingat Wahyu 3, “lihat Aku berdiri di depan pintu. Aku berdiri dan mengetok, jika kamu buka pintu, Aku akan makan bersama kamu”, Tuhan menjadi tuan rumah waktu Dia masuk, itu pengertian yang unik. Apakah Saudara yang mengundang Dia? Tidak, Tuhan yang ketok, setelah itu Saudara buka pintu, kemudian Tuhan mengatakan “Aku akan undang kamu makan di hatimu”. Siapa yang mengundang? Saya atau Tuhan? Tuhan. Tapi inikan hati kita? Sekarang Tuhan yang take over. Waktu Saudara mengundang Tuhan Yesus hadir, waktu itu Tuhan mengambil alih hati Saudara dan Dia menjadi tuan rumah. Dia menjadi tuan rumah dan mengatakan “mari makan bersama”. Harap gambaran ini bisa Saudara pahami, gambaran ini indah sekali. Mengapa Tuhan mau hidup bersama saya? Karena Dia mau undang saya untuk hidup bersama Dia. Dan gambaran ini adalah gambaran mengenai cara Tuhan masuk ke dalam hidup kita. Cara Tuhan masuk ke dalam hidup kita adalah Dia yang undang kita supaya Dia menjadi tuan rumah di dalam hidup kita. Ini yang Tuhan sedang lakukan. Dia menjadi tuan rumah di gerejaNya, Saudara tidak undang Dia ke sini untuk nanti dijadikan tamu. Dia datang untuk take over semuanya. Bagaimana cara Dia menjamu kita dalam hidup kita? Dengan cara mengizinkan kita untuk menikmati Dia yang mau hidup di tengah-tengah kita. Cara Tuhan menebus manusia adalah dengan menjadi manusia. Cara Roh Kudus menyatakan kehadiran Kristus di tengah kita adalah dengan membuat kehadiranNya menjadi begitu nyata lewat kehadiran orang-orang lain di tengah-tengah kita. Dan inilah fungsi gereja. Kalau ditanya “mengapa Tuhan harus mati di kayu salib?”, Yohanes menjawab “supaya gereja Tuhan lahir”. Mengapa mesti ada gereja? Karena orang-orang yang menjadi bagian dari gereja perlu Kristus. “Kalau kami perlu Kristus, minta Dia datang”, “Dia sudah menyatakan tubuhNya”, “siapa tubuhNya?”, kita semua tubuhnya. Saudara melihat orang-orang di sekeliling Saudara, inilah Kristus. Saudara kaget “Kristus seperti ini?”, iya, Kristus menyatakan diri lewat tubuhNya. Mengapa Dia menyatakan diri lewat tubuhNya? Karena Dia mau menjadi bagian dari hidup Saudara, dengan cara mengundang Saudara untuk menikmati Dia melayani Saudara. Bagaimana Dia melayani Saudara? Dengan jemaat ini. Bagaimana caranya? Bisa dengan hal positif, sesama jemaat menguatkan, bisa dengan hal negatif yaitu sesama jemaat menguji kesabaran Saudara. Paulus sangat senang dengan jemaat Roma, tapi Paulus sangat tersinggung dengan jemaat Korintus. Dia sangat marah dengan jemaat Korintus, tapi Paulus tidak pernah mengatakan di dalam suratnya “kepada Korintus, mantan jemaat. Yang sudah aku buang”, dia mengatakan “kamu tetap pernyataan Kristus bagi saya yang sedang melatih dan mendidik saya untuk menjadi milik Dia selama-lamanya”. Jadi Saudara bisa menikmati Kristus dengan hadir di gereja. Bukan hanya dengan mendengar firman, tapi seluruh bagian dari kehidupan berjemaat, itu adalah pernyataan Kristus. Tapi berapa lama kita menjadi orang Kristen, kita menolak ini. Kita menolak untuk menjadikan tubuh Kristus bagian yang sangat dekat dengan kita. Akhirnya kita bawa prinsip berkawan di dunia untuk dimasukan dalam mode hidup gereja kita. Dan banyak hal prinsip berkawan yang tidak nyambung di gereja. Karena gereja adalah tentang Kristus dan kehadiranNya. Dan Tuhan menyatakan kehadiranNya lewat orang-orangNya. Maka mari coba nikmati kehadiran Kristus melalui jemaat, melalui Kekristenan yang ada di sekitar kita, melalui komunitas yang ada ini. Komunitas yang ada bagusnya, ada menyebalkannya, ada menguji kesabarannya, ada yang kita menguji kesabarannya. Dan Saudara akan menyaksikan bahwa Kristus sedang menyatakan diri. Inilah pernyataan diri Kristus. Maka siapa yang merindukan Kristus tidak mungkin tidak merindukan jemaatNya. Siapa ingin melayani Kristus tidak mungkin tidak melayani jemaatNya. Dan itulah sebabnya setting dari kebaktian kita adalah seperti ini, selalu akan ada orang yang menyambut Saudara. Apakah Saudara merasa perlu ada penyambut? Perlu ada usher? Perlu, karena ini menunjukan ada saling melayani di dalam gereja. Saya melayani Saudara memberikan firman, ada orang-orang yang melayani Saudara untuk mendapatkan tempat duduk, dan pelayan itu adalah pelayan yang membentuk Saudara untuk tidak egois, tidak memikirkan diri. Saudara akan menemukan interaksi-interaksi yang kadang-kadang menyulitkan, indah dan inilah tubuh Kristus. Kalau kita hanya melihat satu sisi, kita akan melihat hal-hal baik dari gereja Tuhan sebagai cara Yesus hadir. Yesus harus hadir dengan cara menghibur, menguatkan, memberi saya pertumbuhan, maka Saudara akan menikmati kumpulan KTB yang menguatkan Saudara, teman-teman yang saling mendoakan, teman-teman yang rohaninya tinggi-tinggi. Saudara menikmati kehadiran orang-orang ini, dan mengatakan “itu baru gereja”. Itu salah. Roma tidak seperti itu, Korintus tidak seperti itu, Galatia tidak seperti itu. Paulus mengatakan “hai kamu Galatia, bodoh”, tidak mungkin Paulus ngomong bodoh sambil senang. Dia sangat terganggu dengan keadaan jemaat Galatia, dia sangat marah dengan jemaat Korintus. Tapi dia tidak pernah tidak mengakui mereka sebagai tubuh Kristus. Maka kehadiran Kristus begitu unik, Dia pakai orang-orang lemah di sekitar kita untuk membuat kita mengalami kehadiran Kristus, menikmati pertumbuhan orang-orang ini. Lihat orang yang tadinya begitu jahat, sekarang menjadi lumayan baik, ada perubahan. Dan Saudara menyadari tidak ada tempat selain gereja Tuhan di mana kita bisa menikmati Kristus.
Dan Paulus mengatakan di bagian selanjutnya, dia berhutang baik kepada orang Yunani maupun orang bukan Yunani, baik kepada orang terpelajar maupun kepada tidak terpelajar. Yunani maupun bukan orang Yunani, ini sangat unik, karena di dalam Jemaat Roma ada orang Yahudi dan Yunani. Namun dia mengatakan “saya berhutang baik kepada orang Yunani maupun orang bukan Yunani”, ini pembedaan apa? Ini adalah istilah yang dipakai oleh orang di Roma untuk menjelaskan mana yang berbudaya dan yang tidak. Mana orang-orang sopan dan mana orang-orang liar, ini pembedaannya. Dan Paulus mengatakan “saya berhutang kepada orang-orang sopan, saya berhutang kepada orang-orang liar”. Maksud dia adalah dia ingin mendatangi gereja Tuhan dan menikmati persekutuan dengan orang-orang sopan maupun orang liar, dengan para Yunani yang terpelajar maupun kelompok barbar yang tidak terpelajar. Barbar itu ada cerita uniknya, barbar adalah cara orang Yunani untuk menghina bahasa orang lain. Bagi mereka orang lain itu seperti seekor burung yang sedang bersiul, orang lain itu cuma twitter bagi mereka. Waktu mereka mengucapkan bahasa yang tidak saya mengerti, saya mulai merasa terganggu. Itu yang dikatakan oleh orang Yunani, orang lain itu cuma barbar, seperti burung yang berkicau, yang tidak mengerti bahasanya apa. Dan orang Yunani punya kesombongan cuma budaya mereka yang tinggi, budaya lain rendah semua. Maka Paulus sedang mengatakan gereja itu tidak mengenal pemisahan budaya tinggi dan budaya rendah, gereja tidak mengenal mana orang terpelajar dan tidak, gereja tidak mengenal mana masyarakat agung dan kecil, semua adalah bagian cara Kristus menyatakan diri. Dan kalau Saudara mengatakan “saya sulit melihat Kristus di gereja ini”, maka Paulus akan mengatakan “sama, orang Farisi pun susah melihat Kristus di dalam Kristus”, orang Farisi tidak bisa melihat Yesus di dalam diri Yesus. “Kamu Mesias, masa seperti ini Mesias. Kami tidak mau terima”. Tapi saya menjadi orang yang gagal mengenal Kristus di dalam gerejaNya. Mari kita bergumul untuk menikmati kehadiran Kristus bukan dengan kehadiran yang sepertinya begitu spektakuler. Apakah Saudara mau menikmati pengalaman Kristus? Yesus mengatakan “kalau kamu mau menjadi muridKu, kamu harus pikul salib”, ini namanya mengikuti Kristus. Mengikuti Kristus berarti mengalami pengalamanNya. Dan pengalaman Kristus, selain Dia hidup bagi Tuhan, Dia berkorban di kayu salib dan satu pengalaman Dia yang lain yaitu Dia mau menerima kita semua. Saudara mau mengalami pengalaman Kristus menerima Jimmy Pardede? Kalau mau, terimalah saya, Saudara akan mengalami penerimaan Kristus menerima saya. Saudara mau mengalami penerimaan Kristus menerima Pak Elfan? Saudara terima dia, Saudara akan mengalami penerimaan Kristus menerima Pak Elfan. Dan Saudara akan sadari waktu terima saya, misalnya, “ternyata Pak Jimmy cukup menyebalkan”. Waktu Saudara merasa “ini orang menyusahkan saya, saya tidak cocok dengan dia”, langsung Saudara pikir “Yesus terima dia, tapi mengapa saya sulit menerima dia? Saya diizinkan Tuhan mengalami pengalaman Tuhan menerima orang ini”. Maka semakin orang itu melawan atau orang itu menjalankan hidup yang menyebalkan Saudara, secara aneh dan unik Saudara akan mengalami cinta kasih Tuhan. Ini gereja Tuhan, Saudara mengalami pengalaman mulia lewat salib, Saudara mengalami pengalaman kasih lewat relasi yang sulit, dan inilah tujuan gereja. Maka Paulus mengatakan “saya ingin sekali menikmati buah Kristen di tengah-tengah kamu”. Buah Kristennya apa? Yaitu saya boleh mengalami tubuh Kristus, boleh mengalami kehadiran orang-orang yang Tuhan sudah terima. Saya sangat rindu Saudara dan saya belajar untuk menerima orang satu dengan yang lain untuk mengalami kehidupan gereja Tuhan yang penuh kelimpahan ini. Kelimpahan dengan cara yang menakjubkan, yang lain dengan yang dunia pahami. Kelimpahan dengan menerima satu sama lain. Belajar menjadi berkat satu dengan yang lain, belajar hidup menjadi komunitas yang sangat mencerminkan Kristus. Dan belajar untuk mengalami pergumulan Kristus untuk mengalami penerimaan yang Dia berikan kepada Saudara dan saya. Setiap kali kita mengingat orang, langsung ingat Kristus. Tiap lihat orang di gereja Tuhan, ingat Tuhan sudah mati bagi dia. Gereja adalah tubuh Kristus, mari belajar menerima, mari belajar mengasihi. Kristus menyerahkan nyawanya karena cintaNya kepada mereka, Saudara tidak boleh membenci gereja Tuhan, tidak boleh membenci jemaat, tidak boleh mempunyai kehidupan yang begitu egois sehingga kita mengabaikan kehidupan dari gereja Tuhan. Harap kita menikmati kehadiran Tuhan lewat gerejaNya.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Surat Roma
- 13 Mar 2019
Injil membuat orang menginginkan Kristus
(Roma 1: 1-15)
Di dalam ayat-ayat yang kita baca ditekankan kembali tentang persekutuan di dalam Injil. Injil tidak hanya membuat orang menjadi milik Tuhan, lalu relasi dengan Tuhannya dipulihkan kemudian dia mendapatkan janji hidup kekal di sorga selama-lamanya. Kalau hanya itu pengharapan orang Kristen, maka orang Kristen tidak beda dengan orang-orang lain. Kalau Saudara dan saya hanya berharap untuk masuk sorga, Saudara dan saya sama egoisnya dengan orang-orang beragama lain. Kalau Saudara dan saya merindukan tempat namanya sorga lebih besar dari pada merindukan penerimaan dan kasih Tuhan dan kehadiranNya, maka Saudara dan saya tidak lebih baik dari pada orang-orang atheis sekalipun. Itu sebabnya ada khotbah yang sangat keras dari Paris Reidhead. Di dalam khotbah itu dikatakan kita hanya orang pragmatis, orang hedonis, orang yang ingin kesenangan-kesenangan dari apa yang didapatkan oleh tempat kita. Mengapa menikah? Ingin mendapatkan kesenangan dari pernikahan. Mengapa punya anak? Ingin mendapatkan kesenangan dari memunyai anak. Mengapa bertetangga? Ingin mendapatkan kesenangan dari tetangga. Lalu kalau semua itu tidak cukup, kita menyadari bahwa kita memerlukan sesuatu yang lebih. Kita menyadari bahwa kita tidak bisa tinggal di dunia ini karena dunia ini menawarkan sesuatu yang tidak bisa memuaskan kita. Lalu kita memunyai bayangan tentang sorga, apa itu sorga? Kita terima semua budaya, semua konsep, semua agama dan pengertiannya tentang sorga. Lalu kita menerima fakta bahwa sorga adalah tempat yang indah, sorga adalah tempat yang lebih memuaskan kita dari pada dunia ini. Maka dunia ini kita tinggalkan bukan karena kita ingin Tuhan, kita ingin tinggalkan dunia ini karena kita sudah putus asa dan muak dengan dunia ini, dan berharap sorga bisa memberikan kesenangan yang lain bagi kita. Paris Reidhead mengatakan ini tidak bisa ditoleransi kalau ada dalam Kekristenan. Kekristenan bukan agama cari sorga, Kekristenan adalah agama yang mencari Tuhan, atau lebih baik lagi Tuhan mencari kita untuk kita memunyai keinginan mencari Tuhan. Kekristenan adalah agama relasional kasih. Kasih dengan person, kasih dengan pribadi, bukan kasih dengan tempat yang abstrak. Jadi sebelum kita melihat keindahan Tuhan lebih indah dari bumi, lebih indah dari langit, lebih indah dari sorga, kita belum Kristen. Tidak ada orang Kristen yang sungguh-sungguh Kristen yang tidak ingin Tuhan. Itu sebabnya waktu saya mendengarkan khotbah Paris Reidhead, saya sadar betapa jauhnya Kekristenan dari Tuhan. Berapa jauhnya konsep teologi yang mungkin kita miliki sebelum dikoreksi oleh Alkitab, membuat kita jauh dari Tuhan. Berapa jauhnya metode kita memberitakan Injil, membuat orang jauh dari Tuhan. Saudara datang ke gereja lalu Saudara pulang setelah dengar firman, kondisi tidak berubah, tapi hati Saudara yang diubahkan. Kondisi tidak berubah, namun sikap Saudara terhadap kondisi itu yang diubahkan. Jangan percaya khotbah yang mengatakan “setelah kamu mendengatkan khotbah, kondisimu akan berubah”, belum tentu. Saudara sakit, datang ke sini, pulang tetap sakit. Saudara miskin, datang ke sini, pulang tetap miskin. Saudara ada problem, datang ke sini, pulang tetap ada problem. Karena bukan itu yang Tuhan janjikan, Tuhan tidak mengatakan “jika engkau mendengarkan firmanKu, Aku akan muluskan jalanmu ke depan”. Kadang ada kemulusan, kadang ada kekacauan, kadang ada hal yang indah, kadang ada hal yang sangat mudah, kadang ada hal yang sangat susah. Tapi bukan itu isunya.
Isu yang Tuhan mau bagikan kepada kita adalah kita sedang terhilang di dalam hati. Hati kita menginginkan terlalu banyak berhala. John Calvin sendiri mengatakan hati kita ini pabrik berhala, semua potensi untuk kita jadikan berhala, semua berkat. Tuhan memberi uang, tiba-tiba uang jadi berhala kita. Tuhan memberi kekasih, tiba-tiba kekasih jadi berhala kita. Tuhan memberi relasi, tiba-tiba relasi jadi berhala kita. Tuhan memberikan kuliah, tiba-tiba kuliah jadi berhala kita. Tuhan memberi kerja, tiba-tiba kerja jadi berhala kita. Tuhan memberi keluarga, tiba-tiba keluarga menjadi berhala kita. Tuhan memberi anak, tiba-tiba anak jadi berhala kita. Tuhan memberi papa mama, tiba-tiba papa mama jadi berhala kita. Untuk menguduskan hati kita dari berhala inilah Tuhan mengatakan “jika engkau cinta anak lebih dari cinta Aku, engkau tidak layak untuk Aku. Jika engkau cinta uangmu lebih dari cinta Aku, engkau tidak layak untuk Aku. Jika engkau cinta papa dan mamamu lebih dari Aku, engkau tidak layak untuk Aku”, kalimat ini harus kita anggap serius. Lepaskan diri dari berhala-berhala ini. Saya tidak mengatakan Saudara harus benci keluarga, tolak ini tolak itu, bukan seperti itu, tapi kalau Saudara tidak pernah peduli apa yang Tuhan kerjakan, hanya pedulikan lingkup ini keluarga, uang, harta, pendidikan dan lain-lain, jangan memberikan satu alasan, cover up lalu mengatakan “saya tidak mau menjadi papa yang tidak bertanggung jawab, saya tidak mau menjadi anak yang tidak bertanggung jawab, saya tidak mau menjadi mahasiswa yang tidak bertanggung jawab”, sambil mengabaikan Tuhan. Saudara dan saya harus tahu di mana kita sudah memperilah sesuatu dan jujur kepada Tuhan apa sebenarnya yang sedang kita kerjakan. Apakah kita sedang mengerjakan sambil membalikan badan kita terhadap Tuhan? Kalau kita kerjakan semua yang kita kerjakan sambil membalikan badan terhadap Tuhan, maka bagi saya itu adalah kekejian yang besar sekali. Injil diberitakan untuk menawarkan sesuatu yang indah. Sesuatu yang indah, sehingga Saudara rela untuk tangkap ini. Karena Saudara tahu di dalam berita Injil ini segala sesuatu yang Tuhan inginkan untuk saya lakukan akan terjadi pada saya. Segala sesuatu yang Tuhan inginkan saya menjadi, saya akan menjadi itu. Segala sesuatu yang Tuhan rancang dan kehendaki, itu akan tergenapi lewat Injil. Maka Injil adalah tawaran “maukah kita berbagian di dalam pemulihan yang Tuhan kerjakan?”. “Hei orang Israel, Tuhan sedang mengerjakan pemulihan, maukah kamu? Kalau kamu mau kamu akan dipimpin oleh Raja yang mati di kayu salib”, dan mereka tolak Raja ini karena salib. Salib menjadi batu sandungan bagi mereka. “Hei orang Yunani, maukah kamu datang kepada Injil? Karena Injil ini akan memulihkan bangsamu juga hai orang Yunani”, “kami mau. Siapa yang harus kami ikuti?”, “Raja yang tersalib” ,”kami tidak mau itu, karena itu kebodohan bagi kami. Salib itu kebodohan”. Orang Yahudi tersandung batu sandungan yang namanya salib, orang Yunani tersandung karena kebodohan namanya salib. Mereka tidak cukup berani untuk menjadi bodoh demi Kristus. Mereka tidak cukup berani untuk jatuh demi Kristus. Ini yang Paulus sedang nyatakan “saya bersukacita ada orang di Roma atau jemaat di Roma yang percaya Kristus, karena Injil yang aku percaya ini adalah sesuatu yang begitu penting, menyatakan cara Tuhan mengubah segala sesuatu menjadi sesuai dengan kehendakNya”. Injil adalah kunci untuk masuk ke dalam ciptaan baru. Injil adalah cara untuk mengerti bagaimana Tuhan menjadikan seluruh pemerintahan tunduk kepada Kristus. Injil adalah pesan tentang kasih karunia Tuhan yang mau menarik manusia untuk kembali sembah Dia dengan bebas. Segala sesuatu yang tercatat di dalam Kitab Nabi itu digenapi oleh Injil, demikian kata Paulus. Paulus mengatakan Injil telah dijanjikan sebelumnya dalam perantara nabi-nabi dalam Kitab Suci. Nabi bicara soal Injil. Di mana ada nabi yang berbicara “kalau kamu percaya kamu akan masuk sorga”? Nabi Yesaya pernah mengatakan itu? Nabi Yeremia pernah mengatakan itu? Tidak, Yesaya dan Yeremia mengatakan Tuhan berjanji akan pulihkan Israel dan Tuhan berjanji akan memulihkan bangsa-bangsa lain. Cara Tuhan memulihkan Israel dan bangsa-bangsa lain adalah dengan penghakiman. Tapi ketika Kristus datang, Dia tanggung penghakiman itu bagi umatNya. Ini berita yang indah itu, Tuhan berhenti menghakimi kamu karena sudah selesai dihakimi lewat Kristus, kepalamu. Tapi maukan engkau menjadikan Kristus kepalamu? Maukah kamu menjadikan Dia Rajamu? Karena kalau engkau memper-Tuhan Dia, maka Dia adalah milikmu selamanya. Kata Tuhan dan Juru Selamat, keduanya berkait dengan erat. Ada pengertian Juru Selamat di dalam kata Tuhan dan ada unsur Tuhan di kata Juru Selamat, menurut Perjanjian Lama. Perjanjian Lama tidak pernah memisahkan antara Tuhan dan Juru Selamat. Waktu Israel sedang dibuang ke Babel sebagian, sebagian lagi masih berdiam di Yerusalem sambil ketakutan “kalau tentara Babel datang lagi kami akan hancur. Bagaimana caranya kami luput dari kehancuran dan kematian?”. Waktu itu di Yerusalem ada seorang nabi namanya Yeremia, dia mengatakan “tetap tinggal di Yerusalem, kalau Kerajaan Babel datang, kamu ikut mereka dibuang”. Mereka tidak setuju “bagaimana bisa kami ikut dibuang? Kami tidak mau begini”, tapi akhirnya orang Babel datang dan mereka melarikan diri. Yeremia berkhotbah lagi ketika orang Israel melarikan diri, “jangan lari, kembali ke Yerusalem”, orang Israel mengatakan “mana bisa kami kembali ke Yerusalem. Yerusalem sudah dihancurkan”. Apa yang Tuhan firmankan lewat Yeremia selalu bentur dengan keinginan seluruh rakyat. Bukan hanya seluruh rakyat, Yeremia mengatakan “keluargaku pun bentur dengan firman Tuhan. Saudara bisa melihat betapa uniknya kisah Alkitab itu seringkali berulang dalam sejarah. Dulu problemnya adalah Israel di padang gurun mau kembali ke Mesir, sekarang terjadi hal yang mirip, mereka diancam oleh Babel dan mereka mau kembali ke Mesir. Yeremia dengan tegas mengatakan “jangan ada Juru Selamat selain Tuhan. Mesir bukan Juru Selamatmu. Hanya Allah Juru Selamat. Dan tidak boleh ada apa pun atau siapa pun di bawah kolong langit ini yang kita katakan “karena namamu kami selamat”. Di dalam Kisah Para Rasul 4, Petrus mengatakan “di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia”, ini mengagetkan sekali, “yang olehnya kita bisa diselamatkan selain nama Yesus Kristus”. Berarti Yesus adalah manusia, seperti yang dikatakan dalam Kisah Para Rasul 4, namun Dia adalah Juru Selamat yang adalah Allah. Bagi orang Yahudi Juru Selamat itu Allah, tidak boleh yang lain, sehingga di dalam kata Juru Selamat ada rasa ingin menaklukan diri, ingin tunduk. Karena kita akan berdiri di hadapan Allah Sang Juru Selamat itu. Dan di dalam pengenalan akan Allah, Allah berfirman “Akulah Sang Juru Selamat”. Maka title Tuhan dan title Juru Selamat ini sangat erat berkait dan harus dikenakan pada Allah sendiri. Allah Bapa adalah Tuhan dan Juru Selamat, Roh Kudus adalah Tuhan dan Juru Selamat, Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat, Allah Tritunggal adalah Tuhan dan Juru Selamat. Pengertian ini harus kita pahami dengan doktrin yang baik dan benar yang sudah digumulkan oleh gereja. Tiga pribadi satu Allah, ketiganya adalah Tuhan dan Juru Selamat. Saudara bisa melihat Paulus ketika memberitakan Injil selalu memakai konsep Tritunggal. Dia tidak pernah melupakan satu pribadi pun waktu menjelaskan tentang Injil. Saudara bisa baca di ayat 2 “Injil itu telah dijanjikanNya sebelumnya dengan perantara nabi-nabiNya dalam kitab-kitab suci”, ayat 3 “tentang AnakNya (pribadi kedua, Anak Bapa pribadi pertama) yang menurut daging diperanakan dari keturunan Daud dan menurut Roh Kekudusan (pribadi ketiga) dinyatakan oleh kebangkitanNya (pribadi kedua) dari antara orang mati bahwa Ia adalah Anak (pribadi kedua) Allah (pribadi pertama) yang berkuasa, Yesus Kristus (pribadi kedua)”. Saudara boleh baca dari Surat Roma sampai bagian akhir dari Surat Paulus yaitu Filemon, Saudara akan menemukan dia tidak pernah menjelaskan Injil tanpa kaitkan dengan Allah Tritunggal. Siapa Tuhan dan Juru Selamatmu? Bapa, Yesus dan Roh Kudus, ketiganya adalah Juru Selamatku. Siapa yang datang menjadi manusia? Yesus, bukan Bapa, bukan Roh Kudus. Siapa yang mati di kayu salib? Yesus, bukan Bapa, bukan Roh Kudus. Siapa yang menyatukan kita dengan Kristus? Roh Kudus, bukan Bapa, bukan Kristus. Siapa yang akan menjadi segalanya di dalam segala sesuatu? Bapa di dalam Kristus melalui Roh Kudus. Kalau kita mempelajari Tritunggal, masih banyak hal yang perlu digali. Kita pikir karena ada Konsili Nicea Konstantinopel di tahun 381 atau Konsili Nicea 325, kita sudah mengerti formula Tritunggal yang lengkap, kita baca Agustinus kita sudah mengerti. Tapi masih banyak hal belum disentuh, misalnya formula dari Paulus, mengapa dia mengatakan “di dalam AnakNya menurut daging dan menurut Roh Kekudusan”? Paulus selalu menjelaskan Tritunggal di dalam Injil dengan formula yang berbeda-beda. Jadi doktrin Tritunggal masih terbuka untuk diselidiki. Siapa yang tertarik, silahkan, tapi jangan pernah meninggalkan konsep dari Konsili Nicea Konstantinopel, kalau Saudara tinggalkan konsep itu berarti bidat. Saudar bukan jenius tapi bidat. Kalau Saudara menemukan “saya sudah menemukan konsep Tritunggal yang belum pernah ditemukan manusia sebelumnya”, itu berarti Saudara 100% bidat.
Paulus menjelaskan Allah Tritunggal adalah Juru Selamatmu, tidak ada yang bisa engkau andalkan selain Tuhan. Tuhan adalah satu-satunya yang kita andalkan untuk mengerjakan apa yang Dia mau. Bukan yang kita andalkan untuk mengerjakan apa yang kita mau. Kalau Saudara mengandalkan Tuhan untuk mengerjakan apa yang kita mau, Saudara tidak mengerti konsep Tuhan, tapi Saudara sudah salah mengerti apa itu Juru Selamat. Apa itu Juru Selamat? Kalau juru mudi itu yang pegang kemudi, juru minum adalah juru yang tuang minuman, juru rawat adalah juru yang merawat. Apa itu juru? Juru adalah yang ahli disuruh-suruh. Ini konsep dari mana? Apa itu Juru Selamat? Ahli yang bisa menyelamatkan saya dan yang saya suruh-suruh. Kita mengatakan “Engkaulah Juru Selamatku. Ketika saya kesulitan, Engkau menolong. Ketika saya ada problem, Engkau akan menolong”. Tapi kita tidak pernah peduli apa yang Dia inginkan untuk kerjakan sehingga Dia menyatakan diriNya sebagai Juru Selamat. Kita diselamatkan dari apa menuju apa? Dia menyelamatkan kita untuk memperbaiki apa, itu harus kita ketahui. Mengapa Tuhan sangat concern dengan bumi ini, mengapa Tuhan sangat concern dengan KerajaanNya, mengapa Dia mau pulihkan ciptaanNya, mengapa Dia mau menebus kita, mengapa Dia mau menjadikan kita manusia baru, itu harus kita ketahui. Karena kalau tidak, kita mungkin akan mengaku percaya kepada Yesus, tapi kita tetap belum diselamatkan. Mengapa kita belum diselamatkan? Karena kita tetap minta Dia untuk menjadi pembantu untuk atur hidup kita, untuk pimpin kita, untuk bimbing kita, untuk mengerti bagaimana kita punya pergumulan dan apa yang menjadi kehendak kita, lalu Dia penuhi semua untuk kita mendapatkan apa yang kita mau. Bukan ini caranya berelasi dengan Kristus. Orang pada zaman awal dalam Perjanjian Baru tidak pernah menganggap Kristus sebagai Pribadi yang lebih rendah dari raja segala raja. Dia adalah Tuan atas sorga dan bumi, Dia adalah Raja yang memerintah atas segala sesuatu. Dia ada di sebelah kanan Allah, diserahkan seluruh tahta. Dan bagaimana bersikap terhadap orang dengan kedudukan seperti ini? Saudara harus pikir sendiri. Bagaimana saya berdoa dalam nama orang yang punya kedudukan setinggi ini, bagaimana saya harus bersikap di hadapan Dia. Lalu kita juga melihat Dia adalah korban, Dia adalah orang yang memecahkan DiriNya bagi umat, maka bagaimana kita bersyukur itu adalah sesuatu yang harus kita cari. Kita mesti jalankan ucapan syukur yang luar biasa karena Dia adalah Juru Selamat kita. Dan kita mesti jalankan ketaatan total, berjuang di situ. Karena kita tahu Dia adalah Tuan atas segala tuan, Raja atas segala raja. Waktu seseorang mulai pikir tentang diri, pikir tentang keenakan, kenikmatan, lalu mengabaikan standar kekudusan, mengabaikan firman, pada waktu itu setan berhasil. Dia tidak menunjukan diri sebagai musuh karena dia tahu dia kalah, tapi dia menunjukan diri sebagai teman dan di situ kekuatannya. Di satu sisi Alkitab mengatakan setan sudah dihancurkan oleh Kristus, di sisi lain Petrus mengatakan “hati-hati dia seperti singa yang mengintai. Dia akan gigit lehermu dan banting engkau ke tanah menjadikan engkau miliknya selama-lamanya”. Jangan dengarkan godaan setan, mari kembali ke berita Injil.
Berita Injil menekankan kehidupan yang meneladani Kristus. Siapakah Kristus? Dia adalah yang senantiasa mengosongkan diri demi yang lain. Ini tema yang begitu penting, tapi begitu dianggap sepele oleh banyak orang. “Saya tahu Dia mengosongkan diri, terima kasih. Dia sudah kosongkan diri bagi saya, terima kasih”. Tapi Saudara dan saya mungkin lupa bahwa Yesus melakukan itu untuk menunjukan ini cara hidup sebagai manusia. Tidak ada cara lain, cara hidup sebagai manusia adalah hidup bagi Tuhan dengan biaya apa pun, dengan pengorbanan apa pun. Hidup bagi Tuhan adalah satu-satunya jalan dan tidak ada jalan lain, dan itu yang Yesus nyatakan. Sambil kita mengatakan “terima kasih Tuhan untuk pengorbananMu”, sambil kita mengatakan “saya ingin menjalankan apa yang Engkau sudah jalankan. Karena apa yang Engkau jalankan adalah satu-satunya cara untuk menjadi manusia”. Injil itu kaya sekali, bukan sekedar “kamu statusnya sudah selamat, kamu sudah mengatakan iya di dalam KKR. Sekali selamat tetap selamat”. Saya yakin sekali selamat tetap selamat, tapi selamat tidak se-simple perkataan mulut, selamat itu akan masuk lewat telinga, Injil itu akan masuk lewat telinga, masuk ke dalam hati, kemudian akan masuk ke dalam masyarakat, itu Injil. Bisa tidak Injil mampet di salah satu tempat? Tidak, kalau dia mampet berarti dia belum pernah masuk. Maka Saudara cepat-cepat selidiki diri. Kalau Injil tidak pernah masuk dalam hati lalu mengalir keluar dalam hidup, dia belum pernah sungguh-sungguh masuk. Berdoa minta belas kasihan sama Tuhan, “Tuhan, saya sudah Kristen belum? Saya sudah menjadi milikMu belum? Mengapa saya tidak peduli dengan dosa? Mengapa saya peka terhadap dosa orang lain, tapi terlalu buta lihat diri sendiri”. Saya tidak mengatakan orang yang di dalam Kristus adalah orang yang belum pernah jatuh dalam dosa. Seringkali ada orang yang datang ke saya sambil menangis mengatakan “mengapa hidup saya seperti ini”, saya tahu dia sudah diselamatkan. Kalau sudah diselamatkan mengapa berdosa terus? Dia berdosa, tapi menangis. Dia berdosa tapi merasa hidupnya sulit, dia berdosa dan dia tidak ingin begini terus. Tapi ada orang-orang yang tidak sadar kalau dirinya berdosa. Tidak sadar kalau dirinya melakukan kejahatan yang memuakan hati Tuhan, tidak sadar kalau dia melakukan tindakan yang membuat Tuhan murka dan menghukum. Orang yang sadar dosa itu tandanya sudah diselamatkan. Injil akan masuk dalam hati dan ada perubahan yang pelan-pelan terjadi. Sebelum bertobat, saya melihat salib sebagai batu sandungan, kebodohan, hinaan akan keluar dari saya untuk salib. Tapi setelah saya melihat salib, saya menyadari Tuhan memilih untuk bertemu saya di tempat yang paling rendah yaitu salib. Mengapa Tuhan mau ketemu di salib, bukankah itu kebodohan? Karena saya orang bodoh. Di mana lagi ketemu orang bodoh kalau bukan di salib? Bukankah ini batu sandungan? Ini membuat orang terjatuh kemuliaannya. Setelah saya terjatuh dalam dosa, kemuliaan saya sudah jatuh dalam jurang kenistaan yang paling dalam. Kalau Tuhan mau bertemu saya di tempat yang paling dalam ini, pasti salib tempatnya. Maka salib adalah tempat saya dan Saudara berada, bukan Yesus. Lalu mengapa Dia ada di situ? Karena Dia mau bertemu kita. Dia ingin berelasi dengan kita dan caranya adalah datang ke situ. Roh Kudus adalah Pribadi yang banyak diberitakan dalam Perjanjian Lama, tapi selalu diberitakan dengan pekerjaan yang separuh selesai. Saudara lihat di bagian mana pun pekerjaan Roh Kudus separuh selesai, bukan tuntas selesai. Roh Kudus bekerja dalam ciptaan, Roh Kudus bekerja dari hari pertama sampai keenam, Roh Kudus bekerja lewat manusia untuk menangani seluruh ciptaan, tapi itu gagal, manusia jatuh dalam dosa. Sehingga pekerjaan Roh Kudus untuk mencipta, baru separuh jalan sudah berhenti. Lalu pekerjaan Roh Kudus atas pemimpin-pemimpin Israel baru separuh jalan sudah berhenti. Coba lihat siapa yang dipenuhi Roh Kudus, Saudara bisa mengatakan Yosua dipenuhi Roh Kudus, dan ada kalimat dari Kitab Yosua sendiri “Tuhan berfirman kepada Yosua, Yosua kamu sudah tua dan tanah ini belum semua selesai”. Pekerjaan Roh Kudus seperti belum tuntas. Lalu Roh Kudus memenuhi orang-orang di dalam Kitab Hakim-hakim dengan cara yang bahkan belum separuh selesai, bisa dibilang ¼ selesai, mungkin 1/10 selesai. Roh Kudus penuhi Simson dan Simson punya begitu banyak kekuatan, tapi juga banyak keanehan sebagai hakim. Saya yakin ketika Saudara baca kisah Simson, Saudara cenderung enggan memberi nama anak laki-lakimu Simson. Simson tidak bisa menahan hawa nafsunya, dia hanya pedulikan diri, sepertinya Roh Kudus tidak kerjakan dengan tuntas. Lalu di dalam kitab nabi-nabi ada penglihatan tentang pekerjaan tuntas itu tapi tidak real, mimpi tapi tidak nyata. Bayangkan berapa perasaan Yeremia dan Yehezkiel atau Yesaya melihat penglihatan dari Roh Kudus. Roh Kudus memberikan penglihatan yang tidak real. Penglihatan yang indah tapi tidak pernah terjadi. Yehezkiel melihat ada tulang-belulang yang hidup lagi, tapi dia tidak melihat itu terjadi dengan real di tengah-tengah Israel. Nabi-nabi melihat nubuat tapi tidak ada realita. Tapi Paulus mengatakan nabi-nabi sudah berbicara tenang ini dan sekarang Roh Kudus sudah bekerja secara penuh. Roh Kudus bekerja lewat Kristus dengan sempurna. Maka Saudara akan menyaksikan pekerjaan Roh Kudus disempurnakan justru karena Yesus. Dan ini yang Paulus katakan sebagai berita Injil, apa yang dilihat para nabi digenapi oleh Yesus. Roh Kudus bekerja dengan selimpah-limpahnya justru di zaman ini, bukan di zaman dulu. Dan itu terjadi karena Tuhan membuka jalan untuk pekerjaanNya dituntaskan, inilah berita Injil. Tuhan sedang mengatakan “ini saatnya Aku perbaiki semua”. Waktu zaman Israel Tuhan mengatakan “nanti Aku akan perbaiki, suatu saat akan terjadi. Akan ada Anak lahir, akan ada suara di padang gurung”, selalu pakai kata akan. Maka kalau Saudara baca Perjanjian Lama, Saudara akan menjadi orang yang terus menantikan “akan” ini. Tetapi ketika Saudara menyadari Kristus sudah datang, Saudara sambil menantikan akan kedatangan Dia yang kedua, juga sambil mengatakan “sekarang”. Ada already, ada kekinian, ada sekarang yang jauh lebih besar di dalam Kristus dibandingkan dengan zaman Perjanjian Lama. Ini yang harus kita nikmati. Saudara harus tahu ada sesuatu yang Tuhan mau berikan sekarang, maka hidup orang Kristen penuh dengan sukacita. Maka kalau Saudara mau menikmati Kekristenan, Saudara harus mengerti kelimpahan pekerjaan Roh Kudus. Dan sekali lagi setan menipu kita dengan menyamar masuk dan memberikan kepada kita kelimpahan roh kudus versi lain. Selalu ada versi kw terhadap sesuatu yang indah. Ada satu pengarang yang mengatakan semua karya yang indah pasti ada bajakannya, kalau engkau belum dibajak, engkau belum menghasilkan karya indah. Iblis itu sangat akurat, dia tahu apa yang paling kuat dari Kekristenan dan dia tiru dengan membuat copy dari itu. Apa yang paling kuat dari Kekristenan? Paulus mengatakan lewat Roh Kekudusan, Injil Tuhan sempurna. Roh Kudus adalah yang menyempurnakan Injil dalam hidupmu. Kalau begitu membuat roh kudus kw, yang beratnya mirip, semuanya mirip, lalu ketika orang lihat dia tidak bisa membedakan dengan Roh Kudus yang asli. Alkitab sudah memberikan peringatan, di dalam kebenaran firman selalu akan ada kaca untuk melihat, akan selalu ada cara untuk melihat mana roh kudus palsu dan mana Roh Kudus asli. Paulus sedang mengatakan Roh Kudus adalah Roh yang memberikan kebangkitan Kristus. Roh Kudus adalah Roh yang membangkitkan Kristus, lalu Roh Kudus adalah Roh yang membangkitkan kita di dalam Kristus. Tapi Saudara harus tahu pekerjaan Roh Kudus membangkitkan Kristus adalah setelah pekerjaan Roh Kudus menuntun Kristus ke salib. Roh Kudus adalah Roh yang memberikan kebangkitan setelah sebelumnya mengosongkan diri orang yang Dia penuhi. Saudara dan saya dipenuhi Roh Kudus, harus semakin tidak lihat diri, harus semakin tidak selfish, harus semakin tidak egois. Kalau masih ego, Roh Kudus tidak ada, kalau masih pikir diri, Roh Kudus tidak ada. Mulai rela untuk menjadi berkat, Roh Kudus bekerja di situ, mulai rela sangkal diri, di situ Roh Kudus hadir. Mulai rela tinggikan Kristus, apa pun harganya, di situ Roh Kudus hadir. Mengapa ada orang rela memberikan banyak uang untuk pekerjaan Tuhan? Rela mati-matian mengerjakan pekerjaan Tuhan? Karena Roh Kudus yang gerakan. Tapi selama kita belum punya kerelaan itu, belum ada pekerjaan Roh Kudus membangkitkan, Roh Kudus akan membangkitkan gerejaNya dengan cara pengorbanan orang-orang di dalam gereja. Di sini Paulus mengingatkan bahwa Roh Kekudusan itulah yang menyatakan Injil yang sejati, “Dia datang di tengah-tengah kamu dan saya untuk memberikan kebangkitan”. Apakah kita berbagian di dalam kebangkitan Kristus? Sudahkan kebangkitan Kristus lebih indah dari pada segala pengharapan yang kita inginkan? Pernahkah kita merenung “Kristus yang telah bangkit itu adalah yang paling besar memberikan saya kekuatan dan kesenangan”? Saya punya banyak sekali hobi, tapi saya menyadari setelah saya kenal Kristus, tidak ada satu dari hobi itu yang saya tidak rela buang untuk kenal Dia. Tidak ada yang lebih indah dari pada Kristus, tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada memikirkan Dia yang bangkit, tidak ada yang bisa mengambil hati saya lebih dari pada Dia. Tidak mungkin saya habiskan banyak waktu untuk hal lain di luar Kristus, karena tidak ada yang menyenangkan seperti Dia. Paulus mengatakan itu Roh Kudus yang kerjakan, karena Kristus begitu indah kamu rela kosongkan diri. Karena kalau kamu kosong, Dia akan masuk. Kamu rela kosongkan diri karena kamu tahu keindahan Kristus akan menggantikan semua kesenanganmu. Ini yang dimaksud dengan kebangkitan Kristus, Roh Kekudusan menyatakan bahwa Dia adalah Anak Daud. Mengapa Anak Daud berkaitan dengan kebangkitan Kristus? Karena pada zaman Daud ada hati untuk Tuhan. Daud bukan orang yang membuat Israel menjadi kaya, Salomo yang melakukannya. Daud juga bukan orang yang memperbesar Israel sampai daerah terbesar, Salomo dan Alexander Janeus daerahnya lebih besar dari pada Daud. Daud menjadi penting karena Tuhan berkata dari awal “inilah adalah orang yang kepadanya hatiKu ada di situ”. Daud memiliki Tuhan di dalam dirinya dan dia berikan hatinya kepada Tuhan. Maka kalau Saudara mendengar Anak Daud, Saudara punya konsep lain dengan orang Israel. Orang Israel kalau dengar Anak Daud, langsung ingat Daud yang menang perang, Daud yang hantam semua musuhnya, Daud yang matikan sebagian yang dia mau dan biarkan hidup sebagian yang dia mau. Daud yang tidak pernah kalah perang sekali pun, Daud yang tidak pernah gagal melawan siapa pun. Goliat dia bunuh, semua dikalahkan, tidak ada musuhnya yang sanggup berdiri di hadapan Daud. Tapi waktu Paulus membagikan tentang Anak Daud, dia membagikan tentang orang yang diperkenan oleh Tuhan, yang mazmurNya menggerakan orang untuk mencintai Tuhan, yang seruan doaNya benar-benar memberikan kekuatan kepada orang yang berpegang kepada Tuhan. Hidup imanNya benar-benar menjadi teladan bagi manusia sepanjang zaman, inilah Anak Daud yang lebih sempurna dari Daud dalam hal ini. Maka Saudara tidak melihat Yesus mengalahkan siapa pun waktu di dunia, Dia tidak hantam musuhNya, Dia tidak memegang pedang. Petrus pegang pedang, Yesus bilang “sarungkan”. Petrus pegang pedang itu sudah gemetar, cuma kena telinga. Saya yakin tidak ada orang akan sengaja kenakan telinga orang, Petrus mau bunuh orang tapi karena gemetar cuma kena telinganya. Tuhan mengatakan “sudahlah, tidak perlu pakai kekerasan”, Yesus bukan Anak Daud yang mengikuti Daud dalam membunuh musuh. Tapi Dia adalah The Man after God’s own heart, Dia adalah yang diperkenan oleh Tuhan karena kehidupan yang Dia serahkan untuk Tuhan, inilah Injil.
Mana kelengkapan dari Injil yang kita sering lihat di dalam pemberitaan Injil kita mungkin, kalau kita bandingkan dengan Roma? Saudara langsung sadar Injil kita terlalu sempit, Injil kita terlalu dangkal, Injil kita terlalu egois. Injil kita selalu terlepas dengan kehidupan sehari-hari, Injil kita tidak punya makna untuk menghidupkan orang, Injil yang kita beritakan mungkin cuma tawaran palsu ke sorga yang tidak mengubah karakter sama sekali. Tapi waktu kita baca hanya ayat pertama-tama dari Roma, Saudara langsung dapat pengertian tentang dalamnya berita Injil kalau dikaitkan dengan seluruh Kitab Suci, baru kita sadar Paulus tidak main-main di sini, itu sebabnya dia tinggalkan semua untuk memberitakan Injil. Karena dia tahu di dalam berita Injil ada bahagia, ada kesenangan, ada perbaikan masyarakat, ada pengosongan diri, ada relasi dengan Tuhan, ada kerinduan bertemu Tuhan, ada cinta kepada Tuhan, ada dicintai oleh Tuhan, di dalam Injil ada itu semua. Maka Paulus mengatakan “saya rindu datang kepadamu untuk mengkhotbahkan Injil. Saya berhutang kepada kamu, saya berhutang kepada orang Yahudi, kepada orang Yunani”. Kalimat itu adalah kalimat imam yang indah sekali. Paulus mengatakan “saya berhutang kepada orang Yahudi, saya berhutang kepada orang Yunani”, kita seringkali berpikir ini sebagai hutang Injil yang harus dituntaskan dengan cepat Injili orang. Tapi Paulus sedang mengambil posisi imam, orang Yahudi dan Yunani memberontak melawan Tuhan lalu Paulus mengatakan “saya yang berhutang, saya berhutang maka saya akan datang kepada mereka dan mengatakan Tuhan sudah mau terima kamu kembali”. Hutang yang Paulus miliki terhadap orang Yahudi dan Yunani adalah dia mengatakan “biar saya yang tanggung apa yang kamu lakukan lewat apa yang akan saya beritakan kepada kamu”. Ini indahnya luar biasa, Paulus mengambil kesalahan Yahudi dan Yunani lalu memberikan kepada mereka apa yang akan menjadi solusi dari kesalahan mereka itu, ini namanya berhutang. Saudara ingat kata berhutang di surat Filemon, ketika budak dari Filemon bertemu dengan Paulus, Paulus injili dia, dia menjadi Kristen, lalu Paulus menyuruhnya pulang kepada Filemon. Lalu dia mengatakan kepada Filemon, “terimalah dia seperti kamu menerima aku, kalau dia pernah merugikan kamu, tanggungkan itu kepadaku, aku yang hutang kepadamu”. Ini hal yang luar biasa indah, Paulus mengatakan “saya yang berhutang, karena saya yang ambil keadaan memberontakmu. Tapi saya tidak tanggung ini, Injil yang tanggung, Kristus yang tanggung. Maka saya kembali menginjili kamu (orang Yahudi dan Yunani) karena saya adalah orang yang akan ambil kesalahanmu dan akan bagikan apa yang kamu perlukan untuk kamu bebas dari kesalahanmu yaitu berita Injil”. Ini perasaan berhutang yang lebih genuine, Paulus tidak pernah akan hancur pelayanannya karena orang Yahudi atau Yunani menolak dia. Karena dia melihat terus penolakan demi penolakan yang didapatkan adalah sesuatu yang harus dia tanggung. Dia berhutang untuk menanggung itu, dia berhutang penolakan, dia berhutang segala hal yang akan diselesaikan di kayu salib. Apa pun yang akan beres di kayu salib, dia siap tanggung. Setiap kali saya dengar kalimat ini, luar biasa mengharukan, kita jauh sekali dengan perasaan hati seperti itu. Kita sulit mengatakan “biar saya tanggung”, kita ingin ada pembalasan segera, kita selalu ingin ada restribusi, kita selalu ingin ada keadilan segera, instant justice. Injil bukan tentang instant justice. Instant justice adalah orang berdosa mati saat itu juga. Tapi Injil adalah kesabaran menanti orang berubah dengan menanggung segala kesulitan karena ketidak-berubahan orang di dalam diri. Ini berat bukan main. Maka Paulus sedang mencerminkan Kristus ketika mengatakan “aku berhutang kepada orang Yahudi dan Yunani”, dia sedang mengatakan “kalau kamu pernah melakukan hal yang buruk, tidak ada instant justice dari Tuhan. Segala kesulitanmu akan aku tanggung”. Berarti Paulus mengatakan “saya akan berkhotbah tentang Injil kepada orang Yunani, kalau kamu tolak, saya akan tanggung penolakanmu. Saya akan sabar kepadamu, menunjukan kesabaran Tuhan kepadamu. Saya beritakan Injil kepadamu, kamu mungkin akan menampar saya, mungkin akan memenjarakan saya. Bahkan mungkin kamu akan mengadili saya untuk mematikan saya. Tapi saya akan tanggungkan semua itu di dalam panggilan saya sebagai rasul”. Apakah ada orang seperti ini? Tuhan Yesus memerintahkan suami untuk mencintai istri seperti Kristus mengasihi jemaat, dan Paulus menjadi contoh. Bisakah kita tanggung kesalahan orang lain, tanggung ketidak-beresan yang terjadi di dalam kelaurga? Hai para kepala, bisa tanggung kesalahan istri? Atau Saudara instant justice? Kalau istri salah harus digampar saat itu juga. Tidak ada instant justice di dalam Injil, instant justice memerlukan pembalasan murka bukan Injil. Injil adalah saat dimana Tuhan tanggung justice itu dan jadikan DiriNya korban. Paulus mengatakan “inilah Injil. Kamu tolak Injil, saya jadikan diri saya korban supaya kamu terima Injil”. Ini jiwa penginjilan yang begitu indah, tidak ada orang yang berani pergi kemana pun memberitakan Injil kalau dia tidak siap tanggung penolakan dari orang-orang itu. “Penolakan yang kamu alami akan saya tanggung dengan penuh kerelaan”, ini yang Paulus katakan, “aku berhutang kepada kamu, kepada orang Yunani”, itu berarti waktu Paulus memberitakan “apa pun tindakan yang kamu berikan kepada saya, saya siap terima dengan sabar karena saya berhutang kepada kamu”. Kalimat indah yang Paulus nyatakan di bagian akhir dari bagian kita hari ini menekankan limpahnya berita Injil membuat sang penginjil itu pun punya kekuatan untuk menjalankan hal yang demikian sulit. Penginjil punya kekuatan untuk mengampuni, punya kekuatan untuk memaklumi, punya kekuatan untuk menampung orang di dalam hati. Dan Paulus tawarkan ini kepada para penatua, para penginjil di bawah dia. Paulus mengatakan kepada orang-orang yang diangkat “apa yang kamu lihat ada padaku, perbuatlah itu juga”. Mari jadi dewasa secara rohani. Dan dewasa secara rohani artinya siap untuk menjadikan diri berhutang oleh karena kesalahan orang lain, siap untuk tanggung akibat dari ketidak-dewasaan yang lain. Saya harap kita semua belajar menjadi dewasa dengan cara seperti ini dan kiranya Tuhan memberkati kita.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Surat Roma
- 20 Feb 2019
Surat Roma adalah surat Injil
(Roma 1: 1-7)
Surat Roma adalah tentang Injil. Seluruh surat dari pasal 1-16 adalah tentang Injil Kristus. Kalau Saudara mengetahui surat ini sebagai surat yang dalam, surat yang penuh dengan doktrin yang berat dan penting, dan surat yang penuh dengan ajaran-ajaran Kristen yang dasar. Maka Saudara harus tahu satu hal bahwa Injil tidak bisa lepas dari ajaran-ajaran yang dalam itu, dari prinsip Kristen dan juga dari doktrin-doktrin yang begitu penting untuk diketahui. Injil tidak boleh direduksi. Injil bukan sekedar kamu percaya masuk sorga, Injil bukan sekedar Yesus mati dan bangkit saja. Tapi Injil adalah makna mengapa Yesus bangkit, makna mengapa Dia naik ke sorga, makna sebelumnya mengapa Dia dimatikan di atas kayu salib demi orang berdosa. Jadi Injil memunyai konten cerita yang panjang di dalamnya, yang dirangkum lewat kehadiran Kristus, kematianNya dan kebangkitanNya. Sehingga Surat Roma dari pasal 1-16, kita sedang belajar tentang Injil. Yang harus kita tahu adalah Roma bukan mengandung Injil, tapi Roma adalah berita tentang Inijl. Sebenarnya ini juga sangat penting untuk kita ketahui waktu kita baca Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. 4 Kitab ini disebut sebagai Kitab Injil, berarti Injil adalah yang diceritakan oleh Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Inijl tidak simple tapi begitu banyak hal yang dibagikan Kitab Suci yang harus kita mengerti. Maka tidak ada orang menjadi Kristen dan bertumbuh tanpa mengenal Kitab Suci dengan pelajaran yang intens. Belajar Kitab Suci bukan pilihan, belajar Kitab Suci adalah mandat untuk mengenal Tuhan.
Ini sudah dinyatakan dari awal, Paulus menyatakan, “dari Paulus yang dikhususkan untuk memberitakan Injil”. Dan dia mengatakan “saya ingin datang ke Roma untuk bicara sendiri tentang Injil kepada kamu. Saya sungguh ingin ke Roma tapi terus terhalang”, Paulus belum sempat ke Roma. Maka dia tulis surat “saya tulis surat kepadamu karena saya belum sempat datang, kalau saya datang, saya akan bicarakan Injil kepada kamu. Kalau saya belum sempat datang, saya akan tulis tulisan ini untuk menjelaskan kamu tentang Injil”. Banyak orang merangkum Injil dan itu bukan hal yang salah, merangkum Injil melalui peristiwa Yesus mati dan bangkit, itu baik. Tapi memberikan penjelasan mengapa Dia mati dan bangkit, itu adalah sesuatu yang penting untuk kita pelajari. Maka di dalam ayat-ayat awal dikatakan “aku adalah Paulus, hamba Yesus Kristus, dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah”. Dia dikhususkan untuk memberitakan Injil, membuat orang mengenal berita Injil. Berita Injil bukan berita yang jelek, karena ini berita bahagia. Berita Injil artinya berita sukacita, ada kabar baik yang mau diberitakan. Apa baiknya kabar yang diberitakan Paulus? Di dalam sudur pandang dari Perjanjian Lama, kabar baik yang mau diberitakan adalah tentang Raja yang ditunggu-tunggu, “kita sudah lama menunggu Raja ini dan sekarang Dia sudah datang”, ini yang Paulus mau beritakan. Maka dia mengatakan “dari Paulus, hamba Kristus Yesus”, ini hamba, pengertiannya sangat penting untuk kita pahami. Dia sedang mengatakan “saya ini adalah orang yang diikat untuk menjadi pelayan Yesus Kristus”. Dia bukan orang bebas, dia adalah orang yang menyerahkan diri untuk diikat dan mengikuti Yesus Kristus. Dia tidak punya opsi, dia tidak bisa mengatakan “saya tidak mau yang ini, saya mau yang itu. Saya tidak mau mengerjakan ini, saya mau mengerjakan itu”, dia adalah hamba yang sudah diikat oleh Kristus. Di dalam bagian yang lain dari suratnya, dia mengatakan “aku adalah hamba, namun aku juga bebas”. Ini membingungkan, jadi Paulus itu hamba atau orang bebas? Paulus mengatakan “saya bebas, tapi saya juga hamba”. Kalau orang Reformed, sudah tidak aneh mengenal argumen ini, all ready and not yet. Maka ini bebas dan hamba, ini namanya paradoks. Ini bagian yang kita mengerti dari Israel, semua orang Yahudi akan kembali ke peristiwa Israel keluar dari Mesir untuk mengerti bebas namun menjadi bebas. Apa yang Tuhan lakukan kepada Israel? Tuhan bebaskan Israel, keluar dari Mesir. Mereka bukan lagi budak di Mesir, mereka adalah orang bebas. Tapi setelah mereka bebas, mereka diikat oleh Tuhan di dalam perjanjian di Gunung Sinai supaya mereka melayani Tuhan selama-lamanya. Sudah bebas, sekarang disuruh menjadi budak lagi, mana mau? Namun satu hal yang harus kita ketahui, bahwa kita diciptakan menurut gambar Allah yang mau tidak mau harus tunduk dan melayani Allah sebagai pemilik gambar yang ada pada kita ini. Jadi kita adalah gambar Allah dan Tuhan adalah tuan kita,. Kita terikat dengan Dia oleh karena kita adalah ciptaanNya. Di dalam Institutio, John Calvin mengatakan “saudara dan saya yang diciptakan oleh Tuhan adalah orang-orang yang seharusnya melayani Tuhan sebagai ciptaan melayani Penciptanya”. Satu-satunya cara kita tidak melayani Tuhan adalah kita mengklaim bahwa kita bukan ciptaan. Tapi tidak ada satu pun dari kita yang bisa melakukan itu. Sebagai ciptaan dia perlu tunduk kepada Allah yang sudah menciptakan dia. Ini prinsip yang semua orang tahu, tapi mengherankan ini prinsip yang paling longgar Tuhan kenakan di dunia ini. Saudara bisa melawan Tuhan hari ini dan Saudara bisa lakukan itu dengan bebas. Saudara bisa memutuskan melakukan hal yang berdosa dan menyakiti hati Tuhan dan itu Saudara bisa lakukan seolah dengan bebas. Tuhan adalah Allah yang sangat menghargai kebebasan yang diberikan kepada gambarNya. GambarNya diberikan kebebasan begitu besar dengan satu tujuan supaya gambar Allah ini, yaitu Saudara dan saya, manusia yang diciptakan mau sujud kepadaNya dengan sepenuh hati. Mau datang kepadaNya dengan kerelaan dan kasih. Mau datang kepada Dia dengan satu hati untuk mengasihi dan untuk taat kepada Dia. Mengasihi dan menaati Tuhan hanya mungkin dilakukan dalam kebebasan. Hanya orang bebas bisa menentukan apa yang dia lakukan dan karena manusia bebas, karena anugerah Tuhan, dia boleh menjadi hamba Tuhan yang mengerjakan pelayanan itu dengan kelimpahan. Tuhan menjanjikan hidup yang limpah, Saudara bisa mendengar ini dari perkataan Tuhan Yesus. Yesus memberikan hidup yang limpah, bukan hanya hidup saja. Tuhan tidak memberikan hanya hidup saja, Yesus tidak memberikan kehidupan yang cuma berjalan begitu saja. Menjadi orang Kristen adalah hidup yang mengerti apa itu hidup dengan kelimpahan. Kita tidak tahu seberapa besar kita rugi karena kita tidak kenal Tuhan. Tuhan itu asing bagi kita, tidak tidak kenal siapa Yesus, kita tidak kenal apa yang Dia lakukan, kita tidak mengenal Allah Tritunggal yang sudah menyelamatkan kita dan itu bukan kerugian saya, itu kerugianmu. Maka Tuhan membebaskan kita, lalu ketika kita mengatakan “Saya rela tunduk, saya rela datang, saya rela memperhamba diri kepada Tuhan”, Tuhan akan tanya “kamu yakin? Kamu bebas, boleh pergi kalau tidak mau, tidak harus datang”. Lalu orang Israel tetap mengatakan “tidak, kami tetap akan menyembah Engkau”, baru mereka mengerti kebebasan di dalam kerelaan untuk memperhambakan diri. Yosua pernah mengatakan kepada orang Israel “saya dan keluarga akan ikut Tuhan, tapi kalian terserah. Kamu mau menyembah dewa-dewa orang Kanaan yang baru kami taklukan? Atau ada pilihan yang lebih baik lagi, kamu pulan ke Mesopotamia, daerah asal Abraham. Kamu pergi ke Mesopotamia dan menyembah berhala di sana”, ini sindiran Yosua, mereka dari Mesir ke padang gurun sampai ke Tanah Kanaan, kalau diteruskan lagi sampai ke utara lalu ke daerah timur, maka mereka akan sampai ke Mesopotamia. Ini adalah tempat yang budayanya maju sekali dan dewa-dewanya sangat banyak. Maka Yosua mengatakan “kalau kamu mau menyembah dewa di Kanaan, silahkan. Tapi kuil-kuilnya sudah hancur, dewa-dewanya tidak ada, imam-imamnya sudah kita bunuh dan bangsanya sudah tidak ada, mau menyembah dewa pecundang ya silahkan. Tapi kalau kamu tidak mau dewa pecundang, masih ada opsi lain. Pergi ke Mesopotamia dan sembah dewa-dewa di sana, maukah kamu? Tapi aku dan keluargaku, kamu mau menyembah Tuhan”, orang Israel mengatakan “kami mau menyembah Tuhan, kami pilih sembah Tuhan”. Yosua mengatakan “kamu tidak sanggup menyembah Tuhan, karena meskipun kamu dengan rela datang kepada Tuhan, kamu tidak tentu akan punya ketekunan untuk ikut Dia”. Begitu banyak orang berkomitmen ikut Tuhan di awal, tapi kemudian berjatuhan di tengah dan akhir, tidak ada ketekunan untuk ikut Tuhan. Saudara doakan orang yang dibaptis dan sidi supaya ada ketekunan mengikut Tuhan dan iman mereka bertumbuh terus. Tuhan memberikan kebebasan supaya orang-orang yang sudah dibebaskan mengerti betapa indahnya kerelaan untuk tunduk itu. Tidak ada yang memaksa mereka dan mereka rela datang, tidak ada yang memaksa mereka dan mereka melayani Tuhan, tidak ada yang memaksa mereka dan mereka mau menjadi umat yang tunduk kepada Tuhan selama-lamanya. Inilah yang dimaksudkan Tuhan memberikan kebebasan, lalu orang-orang bebas ini rela tunduk kepada Tuhan. Inilah yang Paulus miliki dalam pikirannya. Paulus itu adalah orang yang sangat PL pikirannya. Dia baca Alkitab terus dan yang dia baca pasti Perjanjian Lama. Paulus adalah orang yang terus mau kenal Tuhan dengan memberikan dirinya, menceburkan dirinya dalam Perjanjian Lama, terus baca sampai dia dipenuhi oleh Perjanjian Lama. Sehingga apa pun yang dia kemukakan adalah sesuatu yang akan dipengaruhi oleh Perjanjian Lama. Kalau kita mau memahami Paulus, kita harus rajin-rajin ingat Perjanjian Lama. Paulus mengatakan “saya adalah hamba Kristus Yesus”, hamba adalah orang bebas yang sekarang rela memperhamba diri kepada Tuhan. Orang bebas yang sekarang sudah tinggalkan semua belenggu yang lama, tetapi juga melepas belenggu kebebasan untuk kembali menjadi milik Tuhan. Di dalam Keluaran 20-21 dikatakan kalau ada budak yang sudah melayani 6 tahun, tahun ke-7 dia harus dibebaskan. Tuannya harus membebaskan dia “kamu sekarang bebas, silahkan hidup sebagai orang bebas, kamu bukan lagi budak saya”. Lalu budak itu mengatakan “tuan, saya mencintai engkau, saya mengasihi engkau. Saya tidak mau ke tempat lain, saya ingin menjadi budakmu saja terus”. Apa yang harus dilakukan tuannya? Tuannya mengatakan “bawa dia di hadapan imam, lalu tusuk telinganya”, itu sebagai tanda “saya budak dengan pilihan”, budak by choice. Apakah bisa berkarier yang lain? bisa. “bodoh kamu, masa mau jadi budak, apa gunanya?”, “saya ingin menjadi budak karena itu adalah pernyataan kasih saya”. Dan ini yang Paulus sedang katakan “saya budak karena rela”. Lalu budak apa? Budak yang dipanggil menjadi rasul, ini agung sekali. Rasul punya otoritas yang besar, tapi Paulus mengatakan “saya menjadi budak yang diangkat menjadi rasul. Saya rela melayani Tuhan, dan itulah yang menjadi inti identitas saya”. Kerasulan Paulus adalah kerasulan yang harus dinyatakan demi berita yang dia sampaikan itu dipercaya banyak orang. Namun kerelaan sebagai hamba ini yang ditekankan sebagai identitas, “saya hamba Kristus Yesus, dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah”. Paulus mengatakan “tugas saya adalah saya harus memberitakan Injil, saya tidak punya pilihan lain, saya harus menyatakan Injil Tuhan, saya harus membuat orang lain kenal Injil”. Bagaimana cara membuat orang lain kenal Injil? Dengan cara menyatakan apa yang Kitab Suci ajarkan tentang Yesus. Ini yang bagi Paulus satu berita penting tentang apa itu Injil. Injil adalah mengenalkan Yesus kepada banyak orang.
Dikatakan di ayat selanjutnya, Injil yang dia kabarkan ini, sudah dijanjikan dengan perantaraan nabi-nabinya dalam Kitab Suci. Injil ini sudah dijanjikan, sudah diberikan sebagai pengertian lewat firman. Jadi Injil bukan penemuan Paulus, Injil bukan dinyatakan setelah Yesus. Injil sudah dinyatakan dari Perjanjian Lama, namun digenapi waktu Yesus datang. Injil yang Paulus beritakan adalah Injil yang sudah diberitakan oleh nabi-nabi dalam Kitab Suci. Apa yang dikatakan nabi-nabi? Untuk memahami Paulus kita harus mengerti dulu istilah yang dipakai pada abad pertama. Saudara harus mengerti istilah pada zamannya, baru bisa mengerti. Waktu Paulus mengatakan Injil ini sudah dijanjikan dengan pengantara para nabi. Apa arti Injil lewat para nabi? Ada pengertian yang umum pada zaman Paulus di dalam gereja Tuhan pada waktu itu. Artinya adalah para nabi sudah menubuatkan periode dimana Tuhan mengampuni bangsa Israel, itulah Injil. Jadi para nabi sedang bicara ketika Israel dibuang dan waktu Israel ada dalam pembuangan, Tuhan mengatakan “Aku akan panggil engkau kembali. Aku akan panggil Israel kembali, Aku akan pulihkan engkau”, inilah Injilnya. “Tuhan, bagaimana Engkau akan memulihkan?”, “Aku akan kirim Raja yaitu Anak Daud. Anak Daud akan Aku kirim dan kerajaanmu akan beres”. Untuk mengerti Injil berarti kita harus punya imajinasi, bayangkan. Waktu baca Alkitab harus sering membayangkan. Maka orang yang penuh imajinasi akan membayangkan Alkitab. Orang dengan imajinasi miskin akan belajar punya imajinasi karena baca Alkitab. Apa yang bisa kita pahami di sini? Coba bayangkan, Saudara tinggal di negara yang namanya Israel, ini negara yang Tuhan begitu banyak memberikan janji. Tuhan menjanjikan kepada Israel tanah yang berlimpah susu dan madunya”. Begitu banyak susu dan madunya, begitu banyak pohon yang menghasilkan buah, kemudian hasil tanah, semuanya ada. Tuhan berjanji “kamu tidak mungkin kelaparan, bahkan kamu tidak mungkin normal, kamu pasti akan kelimpahan”. Tuhan tidak memberikan yang pas-pasan untuk Israel. Tuhan menjanjikan Israel akan kelebihan buah, kelebihan kesuburan, kelebihan tanah, kelebihan uang dan lain-lain. Dan yang membuat Israel semakin bangga adalah Tuhan menyatakan diri sebagai Tuhan dari bangsa ini. “Bangsa lain punya dewa tidak seperti kami punya Allah”. Lalu Tuhan menyatakan bahwa seluruh bumi akan Tuhan pulihkan lewat bangsa ini. Ini bangsa besar sekali, bangsa ini boleh sombong karena janji-janji Tuhan ini. Dan bayangkan kalau Saudara jadi orang Israel di abad 10 atau 9, waktu Israel dipimpin oleh Daud, Saudara mengatakan “inilah zaman keemasan kami, kamilah bangsa paling hebat dan Tuhan berkati kami”. Tibalah saat ketika itu semua tinggal mimpi, Tuhan begitu marah dan habisi bangsa ini. Mereka tidak punya tempat, tidak punya rumah, tidak punya tempat ibadah, tidak punya kota, tidak punya raja, mereka tidak punya apa-apa, mereka ada di pembuangan. Hanya bisa mengingat masa lalu yang jaya. Kadang-kadang saya ngeri kalau Pak Stephen Tong mengatakan “gerakan ini tidak boleh jadi monumen, gerakan harus gerak”. Israel sekarang sudah dibuang dan mereka tidak punya apa pun yang mulia. Tapi ada janji Tuhan. Mereka hanya memegang janji, hanya itu yang menguatkan mereka. Mereka tidak punya apa-apa, tapi mereka ingat Tuhan akan pulihkan mereka, dan itulah penghiburannya. Kalau Saudara mendapatkan penderitaan lalu ingat perkataan Tuhan “jangan khawatir, sebentar lagi semua akan beres”, maka itulah momen yang Saudara tunggu-tunggu. Itu yang dilakukan oleh orang Israel, mereka menunggu mana Anak Daud, itu yang mereka tunggu. Mereka mau disiksa seperti apa pun, mereka punya kekuatan karena mereka tahu Anak Daud akan datang. Sangat kasihan kalau sampai sekarang mereka mengharapkan hal yang sama. Mereka menghadapi Nazi dan Hitler lalu mereka mengatakan “kami tunggu Anak Daud datang untuk mengalahkan musuh-musuh kami”. Anak Daud sudah datang, tapi mereka tidak sadar. Anak Daud datang itulah penharapannya. Dan Paulus membawakan berita itu. Di dalam ayat 3, “tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud”, mengapa Paulus mesti mengatakan ini? Dia diperanakan dari keturunan Daud karena itulah pengharapan sukacita yang diberitakan oleh para nabi. Nabi-nabi mengatakan “Anak Daud akan datang, jangan khawatir hai Israel, kamu sekarang ditindas, kamu sekarang disiksa, jangan khawatir karena Anak Daud akan datang”, ini yang menjadi pengharapan mereka. “Anak Daud kapan Engkau datang? Segeralah datang dan pulihkan kami”. Dan Paulus mengatakan “ini berita sukacitany Dia sudah datang. Hai orang-orang Israel kembalilah kepada Tuhan. Hai Israel datanglah kepada Tuhan”. Ini berita sukacita yang Paulus mau bagikan. Dia adalah Anak Daud yang dijanjikan oleh Tuhan. Dan ayat selanjutnya mengatakan “dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”. Dia adalah Anak Allah yang berkuasa karena dibangkitkan oleh Allah. Kebangkitan Yesus adalah tanda bahwa Dia adalah Anak Allah yang berkuasa itu. Paulus sedang menekankan bahwa kita mengharapkan berita Injil karena nabi-nabi sudah bicara dulu. Saudara Kristus. Para nabi sudah bicara Anak Daud sudah datang dan itu yang kita harapkan terjadi. Sehingga waktu Yesus datang, Paulus akan memproklamirkan “ini yang sudah kamu nanti-nantikan, sambutlah Dia”. Berita Injil perlu konteks untuk dibagikan. Orang mengharapkan Juruselamat karena mereka berada dalam kesulitan, kesulitan pembuangan.
Dalam Yesaya 24 dan seterusnya, pembuangan itu dibagi dalam beberapa bagian yang sangat cocok untuk zaman kita sekarang. Di dalam pasal 24, Yesaya mengatakan pembuangan itu sama dengan kekosongan. Orang Israel yang dibuang merasa hidupnya kosong dan tidak berarti, tidak ada Bait Suci, tidak ada ibadah, tidak ada hak apa pun yang mereka hargai ada di dalam hidup. Kita sebagai manusia selalu punya sesuatu yang kita hargai. Dan kalau sesuatu yang lain kita miliki itu hilang, kita tetap tidak merasa kosong. Tapi kalau sesuatu yang paling kita hargai itu hilang, baru kita merasa kosong. Ada orang yang akan merasa kosong kalau pasangannya meninggal. Ada orang yang akan merasa kosong kalau bisnisnya hilang. Ada orang akan merasa kosong kalau ini dan itu, dan perasaan kosong itulah yang digambarkan oleh Yesaya 24. Di pembuangan itu seperti orang yang hilang pengharapan. Jadi Saudara bisa ambil pengertian itu untuk hidup kita sekarang. Banyak orang sebenarnya hidup dalam keadaan kosong karena tidak punya apa pun untuk dipegang. Semua yang berharga yang kita pegang ternyata tidak berharga. Dan baru waktu itu kita akan merasa kehilangan makna. Kehilangan makna adalah derita lebih besar dari pada kehilangan harta. Banyak orang kaya bunuh diri karena merasa hartanya tidak bisa memberikan makna apa pun. Di dalam keadaan kehilangan makna ini orang menderita dan akhirnya menantikan kapan bisa pemulihan terjadi, “saya mau hidup saya berubah, bagaimana bisa berubah”. Lalu Yesaya 24 mengatakan hal yang kedua, bahwa pembuangan itu juga identik dengan perasaan kematian sebentar lagi datang. Ini perasaan yang sangat menakutkan, ketika Saudara diburu oleh kematian. Waktu orang diburu dengan ketakutan, dia akan sangat tidak nyaman. Bayangkan kalau yang memburu Saudara adalah kematian. Kematian itu adalah sesuatu yang akan menangkap Saudara cepat atau lambat. Dan ini menakutkan. Orang Israel di pembuangan seperti cuma menunggu mati. Mereka merasa kehilangan harapan akan hidup dan mereka mengatakan “kita tinggal tunggu mati saja”. Sangat kosong hidup seperti ini, hidup seperti menunggu mati, tidak ada harapan. Lalu yang ketiga, Yesaya 24 mengatakan pembuangan itu seperti kehilangan kedaulatan di dalam komunitas. Tidak ada raja, tidak ada pemimpin, tidak ada apa pun, semua yang kita putuskan keputusannya tergantung orang luar. Kita tidak berdaulat atas diri kita sendiri, kita cuma kaum jajahan. Israel tidak memunyai kenikmatan untuk bangsanya sendiri, mereka hidup di dalam keadaan yang sangat kosong, tidak ada pemimpin, tidak ada kedautalan. Lalu hal yang terakhir dikatakan oleh Yesaya 24, bahwa pembuangan itu adalah seperti Tuhan memalingkan wajah dan menunjukan kebencian kepada Saudara. Ini yang paling menakutkan. Tuhan sudah muak, Dia palingkan wajahNya dan mengatakan “cukup, Aku tidak tahan lagi sama kamu, Aku singkirkan kamu, silahkan hidup sesukamu. Aku sudah muak kepadamu”. Yesaya 24 mengatakan ini kematian yang lebih mengerikan dari pada kematian sebelumnya, ini kekosongan yang lebih mengerikan dari pada kekosongan apa pun yang pernah dialami Israel. Ini ketakutan yang paling besar dibandingkan dengan ketakutan apa pun yang pernah dialami Israel. Bagaimana perasaan Saudara ketika Tuhan yang Mahakuasa mengatakan “Aku membencimu”, Dia tidak harus lemparkan neraka kepada kita, Dia palingkan wajahNya itu sudah cukup untuk membuat kita tidak mau hidup lagi.
Israel kehilangan begitu banyak hal ketika Tuhan mengatakan “Aku sudah muak dan Aku palingkan wajahKu dari kamu, Aku tidak mau melihat kamu lagi”. hal ini menakutkan sekali, terutama bagi orang saleh seperti para nabi. “Tuhan, sudah sedemikian marahkah Engkau? Adakah cara kami untuk meredakan marahMu? Kami para nabi mau berdoa, bolehkah kami berdoa? Dan Kitab Suci dalam Kitab Yeremia, Tuhan mengatakan “jangan doa lagi, Aku sudah sangat benci bangsa itu”. Israel belajar dengan cara yang paling keras, bahwa mereka terlalu rusak, terlalu bebal, terlalu keras hati, sehingga Tuhanp un merasa cukup untuk beranugerah dan berbelas kasihan kepada mereka. Tuhan tidak punya kewajiban untuk selalu kasihan sama kita, akan ada titik dimana Dia mengatakan “Aku tidak mau kamu lagi”. Dan ketika itu terjadi, kita tidak punya apa-apa lagi, Tuhan sudah tinggalkan kita dan kita habis. Ini yang dialami Israel, Tuhan sudah palingkan wajah. Terus bagaimana cara mempalingkan lagi Tuhan ke sini? Tidak ada lagi caranya. Saya ingat ketika anak saya lebih kecil dari sekarang, ketika kami marah kepadanya, hal yang paling dia inginkan adalah dia ingin kita baik lagi sama dia. “Ayo papa, ayo mama, senyum lagi dong”, ketika kami sedang marah, “jangan marah terus, sekarang boleh dong senyum lagi, saya ingin kalian baik lagi sama saya”. Tapi Israel sudah begitu jahat sehingga Tuhan tidak lagi berniat untuk baik lagi sama mereka dalam waktu dekat. Dan kadang-kadang kita tidak sadar, kita pikir Tuhan itu the all-powerful dan juga the all-passionate dan lain-lain, Dia adalah yang mempunyai kesabaran paling besar, Dia adalah Allah yang tidak mudah marah, itu benar. Tapi ada titik di mana Dia mengatakan “murkaKu tidak tertahankan lagi dan Aku akan tinggalkan kamu”. Jangan mencobai Tuhan, jangan membuat Dia marah kepada kita. Jangan hidup dengan keraskan hati terus, terus lemparkan hal-hal yang membuat Tuhan marah. Tuhan memang sabar, tapi Tuhan akan kembali mengatakan “kamu sudah keterlaluan, sehingga Aku harus buang kamu”. Mau tidak kita ada di titik itu? Kalau kita tidak mau ada di titik itu, berhenti keterlaluan kepada Tuhan. Jangan terus berdosa. Jangan terus abaikan perintahNya, Dia menyuruh kita untuk mengasihi tapi kita membenci, Dia suruh menyatakan belas kasihan tapi kita marah-marah terus, Dia menyuruh kita jujur tapi kita bohong terus. Dia menyuruh kita punya kejujuran di dalam bisnis dan di dalam pekerjaan kita tapi kita terus menipu orang. Dia menuruh menjadi berkat tapi kita terus mau mengambil berkat dari orang lain. Sampai kapan kita menguji kesabaran Tuhan? Israel akhirnya dibuang. Tuhan sudah teruji kesabaranNya dan akhirnya Tuhan mengatakan “cukup, Aku akan buang kamu”. Dan di dalam pembuangan, Tuhan masih mau ampuni dan panggil. Inilah berita sukacitanya, ketika Israel sudah kapok, di dalam kitab nabi dikatakan “di mana lagi kamu mau dipukul hai Israel, semua badanmu sudah bengkak karena Aku hajar, mau dimana lagi yang dihajar?”. Tapi ada saat dimana Tuhan mengatakan “baiklah, Aku akan ampuni kamu, Aku akan pulihkan kamu”, itulah Injil.
Injil adalah ketika Tuhan tidak marah lagi dan mau memanggil kita kembali. Dan ini yang diberitakan Paulus “kamu tahu tidak? Tuhan tidak marah lagi”. Mengapa Tuhan bisa tidak marah lagi? Karena ada Juruselamat yang tanggung murka dari Tuhan untuk Dia terima di dalam diriNya di atas kayu salib. Inilah berita Injil, Tuhan tidak marah lagi, mari datang kepada Dia. Itu yang Paulus katakan, bahwa oleh kebangkitanNya di antara orang mati, Dialah Anak Allah yang berkuasa Yesus Kristus. Ayat 5 “dengan perantaraanNya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa supaya mereka percaya dan taat kepada namaNya”. Paulus tidak hanya mengatakan kepada Israel “hei Israel, ini Juruselamatmu, kamu diampuni. Tadinya kamu dibuang, sekarang kamu dipanggil kembali”. Paulus mengatakan “bukan hanya orang Israel, saya juga diperintahkan Tuhan untuk menuntun bangsa-bangsa lain”. Bagaimana caranya? Mesias Israel bagi bangsa lain? ini susah. Tuhan membuang Israel, lalu Tuhan mengatakan “baiklah, Aku ampuni kamu”, sekarang Paulus mau membawa ini kepada bangsa lain, bagaimana caranya? Ini yang Paulus lakukan di Surat Roma, “kamu tahu tidak? nabi-nabi berbicara tentang pembuangan, bukan hanya pembuangan Israel, tapi juga pembuangan bangsa-bangsa lain. Seluruh bangsa sedang dibuang oleh Tuhan karena dosa”. Maka Paulus adalah seorang teolog yang membagikan Injil orang Yahudi untuk dimengerti oleh bangsa-bangsa lain, ini indah sekali. Paulus mengatakan bangsa-bangsa akan dituntut untuk mengenal Tuhan karena semua bangsa sama seperti Israel sudah dibuang oleh Tuhan. Sekarang Paulus mengatakan “kamu adalah orang yang diberkati. Karena Injil saya beritakan kepadamu dan kamu dipanggil untuk menjadi milik Kristus”. Paulus mengatakan di ayat 6 “kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah dipanggil menjadi milik Kristus”. Saya mau mengatakan hal yang sama kepada Saudara, Saudara bukan jemaat Roma tapi Saudara sama dengan jemaat Roma, sama-sama bukan orang Yahudi yang perlu kenal Juruselamatnya orang Yahudi. Dan saya mengatakan kepada Saudara, kamu pun termasuk di antara mereka yang sudah dipanggil menjadi milik Kristus.
Biarlah kita mengingat Injil dengan benar, Saudara sudah menjadi milik Kristus, Saudara sudah dimiliki oleh Dia, Saudara harus belajar untuk mempersembahkan hidup dengan rela kepada Dia. “Saya bebas, dosa sudah ditaklukan, maut sudah ditaklukan, Tuhan sudah tidak murka lagi, semua sudah dilepaskan dari saya, puji Tuhan. Sekarang saya mau menjadi hambaMu, saya mau tundukan diri menjadi milikMu karena kerelaan saya, bukan karena paksaan”. Mari kita menerima Injil dengan satu perasaan hati yang rela untuk hidup bagi Tuhan. Mari terima belas kasihan Tuhan dengan sepenuh-penuhnya untuk hidup dalam kekudusanNya dan hidup untuk memuliakan Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati Saudara dan saya. Dan biarlah Injil yang Paulus bagikan dalam Surat Roma membuat kita semakin mengerti dan semakin kita hargai di dalam ayat-ayat selanjutnya. Saya terus doakan Saudara menjadi orang Kristen yang semakin mengerti kelimpahan berkat Tuhan, makin mampu hidup berkemenangan di dalam Tuhan, dan makin mampun untuk mematikan diri yang lama dan menyatakan hidup bagi Kristus, lalu menyatakan hidup di dalam Kristus.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Khotbah
- 14 Feb 2019
Iman yang mewariskan
(Ibrani 11: 1-3)
Saudara, Ibrani adalah bagian yang sangat indah dari Kitab Suci, menggambarkan bagaimana orang-orang yang ikut Tuhan menikmati Tuhan dan itulah iman. Iman berarti kita menikmati apa yang Tuhan tawarkan. Iman berarti kita menikmati janji yang belum genap karena Firman Tuhan adalah sejelas sesuatu yang bisa kita pegang. Dan Saudara sekalian, Ibrani 11 bukan tulisan yang indah, tidak diakhiri dengan bagus. Di awal-awal ada bagian yang bagus: orang beriman dapat tanah, orang beriman dapat ini orang beriman dapat itu. Tapi setelah itu sudah mulai ada switch. Orang beriman ternyata menderita, orang beriman ternyata sulit, orang beriman ternyata mengalami segala macam hal yang membuat mereka seperti orang asing di bumi ini. Dan ini yang membukakan mata kita ternyata Abraham dan orang-orang lain yang beriman adalah orang yang asing bagi dunia ini. Mereka tidak sama dengan orang-orang lain yang menyembah berhala. Mereka menjalani hidup dengan cara yang beda dengan orang-orang lain. Mereka mengharapkan sesuatu yang tidak sama dengan apa yang diharapkan orang-orang di dunia. Maka Saudara, Ibrani 11 menjadi bagian yang sangat indah yang perlu kita pahami, tapi kita tidak boleh pahami Ibrani 11 dengan cara melepaskan ini dari seluruh pembahasan Ibrani tentang umat Tuhan. Surat Ibrani berusaha memperkenalkan Yesus sebagai imam. Dia adalah Imam yang pimpin umatNya untuk mewarisi tradisi menjadi umat Tuhan. Karena itu, surat Ibrani adalah surat yang menekankan betapa pentingnya Kristus yang tidak punya silsilah imamat, yang melampaui silsilah dari imam. Ini bagian pertama yang saya mau Saudara ketahui. Ibrani sangat bersifat doktrinal tapi juga sangat bersifat aplikatif. Hal kedua yang saya mau kita tahu sama-sama dari surat Ibrani adalah bahwa surat ini memberikan pengajaran tentang betapa pentingnya intervensi Tuhan di dalam tradisi manusia. Israel punya tradisi imamat, tapi Tuhan intervensi dengan kirim imam yang lain. “Oh, kalua begitu Yesus keluar dari tradisi?”. Yesus di satu sisi lain dari imam, tapi di sisi yang lain Yesus ada tradisinya. Maksudnya bagaimana? Bagi orang Israel, imam itu bersifat keturunan. Tidak ada orang bisa jadi imam kalau dia bukan keturunan imam. Maka Saudara jangan samakan imam pada zaman Israel dengan pendeta pada zaman ini. Surat Ibrani mengingatkan, di dalam Mazmur dan di dalam kitab Kejadian, Mesias adalah imam yang berasal dari jalur Melkisedek. Melkisedek lain dengan imam-imam orang Yahudi. Melkisedek bukanlah keturunan Lewi. Lewi belum ada kok. Melkisedek ada pada zaman Abraham dan pada waktu itu Abraham memberikan perpuluhan kepada Melkisedek. Abraham memberikan perpuluhan sebelum ada keturunan, sebelum ada Lewi. Orang Lewi belum ada kok. Tapi Saudara sekalian, Abraham memberikan persembahan kepada Melkisedek. Berarti Melkisedek itu imamnya Abraham. Sedangkan Lewi adalah anaknya, cucunya, keturunannya Abraham. Berarti Lewi bukan satu-satunya garis keturunan yang boleh menjadi imam, karena ada satu garis keturunan lain Namanya Melkisedek. Tapi kalau orang tanya, “Melkisedek keturunan siapa? Mana garis keturunannya?”. Surat Ibrani mengatakan tidak ada. Papanya siapa? Tidak ada. Mamanya siapa? Tidak ada. Dia tidak berbapa tidak beribu. Dia tidak berbapa tidak beribu bagaimana bisa ada? Tapi Saudara jangan lupa Ibrani mengatakan Melkisedek tidak punya papa tidak punya mama di dalam posisi imam, bukan sebagai manusia. Surat Ibrani tidak pernah mengatakan ini Melkisedek tidak punya papa tidak punya mama. Ini bagian dicatat di Ibrani Saudara pasti tahu bagian ini. Ibrani mengatakan Yesus adalah Imam Besar menurut Melkisedek. Siapa Melkisedek? Ia adalah imam yang kepada dia Abraham memberikan perpuluhan. Keturunan siapa Melkisedek? Surat Ibrani mengatakan Melkisedek tidak punya papa tidak punya mama. Dia dijadikan sama dengan Anak Allah tidak berbapa tidak beribu, dalam keimaman. Maka Saudara sekalian, Ibrani sedang mengatakan Yesus itu Imam tapi tidak pakai jalur umum. Dia pakai jalur yang khusus, jalur yang merupakan intervensi Tuhan ke dalam sejarah. Maka disini kita belajar tentang satu hal: intervensi Tuhan dalam sejarah versus kebudayaan yang diwarisi. Kita semua dibentuk oleh tradisi dan kebudayaan yang diwariskan turun-temurun. Saudara dan saya belajar segala sesuatu dari budaya. Tidak ada satupun dari kita yang mengembangkan cara hidup dari nol lalu kembangkan semuanya sendiri, tidak. Kita akan dapatkan segala kebiasaan dari hidup lewat tradisi dan budaya yang kita miliki. Tuhan tidak mau manusia membentuk diri hanya di dalam satu generasi saja. Manusia perlu tradisi, manusia perlu sejarah, manusia perlu dibentuk oleh kelompok yang ada sebelum dia. Maka sangat penting bagi kita untuk bercokol dalam satu kebudayaan. Itu sebabnya kalau Anda adalah orang dari suku manapun, akan dituntut kamu mengerti sedikit dong tentang nenek moyangmu. Ini yang sering juga didengung-dengungkan kepada saya. Nama siapa? Pardede. Nomor berapa? Hah? Kalau tidak tahu cari tahu. Hal-hal seperti ini kita harus pelajari. Demikian juga di dalam kekristenan, dan ini belum tentu negatif. Saudara mesti pelajari kita ini agama apa? Kristen. Kristen yang mana? Reformed. Apa itu reformed? Reformed itu yang masuk ke dalam tradisinya Calvinis, Lutheran, dan Agustinian. Siapa itu Agustinus, Luther, dan Calvin? Mereka adalah tokoh-tokoh teologi yang penting. Agustinus di abad 5, kemudian Luther dan Calvin di abad 16 dan lain-lain. Apa yang mereka ajarkan? Mereka mengajarkan ini. Apa cuma ini ajarannya? Tidak, ada banyak. Apakah hanya mereka yang kita pegang? Tidak juga, setelah Calvin ada orang ini, orang ini, orang ini. Kalau begitu kita hidup di dalam tradisi ya? Iya, kita hidup di dalam tradisi. Dan ini yang dipahami oleh orang Israel. Maka Saudara kita sudah membahas surat Ibrani adalah surat yang menegaskan dengan sangat doktrin dan juga aplikasi.
Yang kedua surat Ibrani adalah surat yang sangat menekankan tentang Allah yang break tradisi. Tuhan masuk ke dalam tradisi dan memutuskan tradisi. Tapi untuk mengerti ini Saudara juga harus mengerti pentingnya tradisi. Kalau tradisi dianggap hina dan tidak penting, maka Tuhan masuk ke dalam sejarah menjadi tidak penting. Karena kalau Tuhan masuk dalam sejarah, maka Tuhan hanya melakukan satu hal yang juga dilakukan oleh semua orang yaitu masuk ke dalam budaya dan hancurkan. Kalau sejarah menganggap tradisi itu penting, barulah intervensi Tuhan menjadi sesuatu yang signifikan. Ini poin kedua yang saya ingin kita tahu dulu sama-sama. Jadi Tuhan mengajarkan bahwa Tuhan bukan Tuhan yang Cuma melanjutkan sejarah dan tradisi, tapi Tuhan adalah Tuhan yang memutuskan tradisi dan masuk ke dalam sejarah. Hal yang saya mau kita sama-sama tahu adalah bahwa tradisi Yahudi itu sangat penting berdasarkan keturunan. Bagi orang Yahudi keturunan itu sangat penting. Dan Saudara, mereka dapat ide itu darimana? Dari Alkitab. Tuhan mengatakan kepada Abraham keturunanmu akan melanjutkan janjiKu kepadamu. Jadi Abraham punya anak lalu anaknya akan melanjutkan janji Tuhan kepada Abraham. Yang lanjutkan janji Tuhan kepada Abraham itu bukan orang lain, itu adalah keturunan Abraham. Maka ketika Abraham mengatakan budak saya saja jadi ahli waris, Tuhan mengatakan tidak. Tuhan kok punya hierarki kebudayaan yang Barat banget? Kolonialis, ada kelompok bebas ada kelompok budak. Tuhan ini gawat, masa budak tidak boleh jadi pewaris, padahal Abraham sudah menerobos pikirannya, menerobos kebiasaan. Tapi Saudara Tuhan tidak izinkan budak itu jadi pewaris, bukan karena dia budak. Tuhan tidak izinkan dia jadi ahli waris karena dia bukan anak Abraham. Tuhan sudah menjanjikan anak kamu yang akan mewarisi segala janji Tuhan kepada kamu. Jadi harap Saudara bisa ikuti ini, meski sangat sulit tapi kalau Saudara bisa pahami Saudara akan mengerti surat Ibrani dengan cara yang sangat indah. Banyak hal yang sulit di Alkitab, ini dikatakan oleh surat Petrus, maka kita harus latih cara kita mendengar. Kalau kita biasa menangkap tema-tema sulit, lalu memahaminya, kita akan bahagia sekali, karena memang banyak hal yang sulit di Alkitab. Maka keturunan itu penting, silsilah itu penting, identitas yang diwariskan itu penting. Jadi Abraham adalah kepala dari perjanjian, lalu keturunannya akan mendapatkan warisan janji itu. Tapi Tuhan tidak mau hanya anak yang dapat, Tuhan mau anak pilihan. Sudah anak, dipersempit jadi pilihan. Abraham punya anak lebih dari satu, ada banyak, ada anak-anak dari Ketura dan lain-lain. Abraham punya banyak anak tapi hanya Ishak yang dianggap sebagai anak perjanjian. Setelah itu, Ishak juga punya dua anak dan yang mendapatkan perjanjian adalah Yakub. Alkitab mengatakan ketika Esau dan Yakub masih di dalam rahim ibunya, mereka sudah bertolak-tolakan. Ini kakak adik yang paling suka ribut, dari perut sudah berantem. Itu sebabnya Ribka menjadi sangat tersiksa dengan keadaan ini. Bukan Cuma tersiksa karena perutnya sakit, tapi dia tahu ini adalah tanda bahwa anaknya bisa saling membunuh pada waktu besar. Lalu dari Yakub keluarlah bangsa pilihan ini, bangsa yang sangat Tuhan cintai. Dan Tuhan mengasihi bangsa ini dengan satu niat, yaitu meneruskan janji Tuhan kepada Abraham untuk diterima oleh Israel. Jadi, bagi orang Israel sangat penting untuk mengerti keturunan. Kamu keturunan siapa? Abraham. Kenapa itu penting? Karena saya mewarisi janji Tuhan dari Abraham. Sehingga hanya orang Israel yang tradisi bangsanya layak untuk dipelihara dan dilestarikan dengan kelayakan lebih daripada yang lain. Saya tidak bilang budaya yang lain jelek, banyak budaya bagus dari bangsa lain, tetapi budaya bangsa Israel tidak seagung budaya Israel. Karena waktu Abraham turunkan warisannya kepada Ishak, dia juga mewariskan janji Tuhan. Waktu Ishak mewariskan hidupnya dan hartanya segalanya kepada Yakub, dia juga mewariskan janji Tuhan. Waktu Israel akhirnya terbentuk dari keturunan Yakub, maka Israel menjadi bangsa yang mewarisi janji Tuhan. Kalau tidak termasuk, tidak bisa menjadi pewaris. Siapa yang termasuk dari bangsa Israel, dia adalah ahli waris itu. Jadi, keturunan dan warisan adalah cara Tuhan meletakkan kerajaan Israel di bumi. Ini adalah kerajaan yang mewarisi sesuatu dari pendahulunya. Waris-mewaris bukanlah hal yang asing. Dan ini poin ketiga yang saya mau kita sama-sama mengerti. Tuhan menganggap mewarisi budaya yang agung itu sangat penting. Jadi Saudara dan saya juga harus pikirkan apa yang harus kita wariskan kepada yang lain, dan setiap kali orang memiliki mental mewariskan, orang itu adalah orang yang agung. Orang yang Cuma punya mental menerima warisan, itu orang kerdil luar biasa. Orang yang punya sifat mau mewariskan sesuatu, itu orang yang agung. Orang yang Cuma pikir saya dapat warisan apa itu orang paling kerdil. Maka kalau Saudara jadi Kristen masih terus punya mental terima warisan, Saudara perlu bertobat baik-baik, karena ini bukan cara Tuhan membentuk umat yang baik dan juga yang setia kepada Tuhan. Abraham pikir nanti keturunanku akan dapat sesuatu, maka dia rela kerja keras. Dia rela tinggal di tanah seperti orang asing, tinggal di kemah padahal Tuhan janjikan tanah akan menjadi milik keturunan. Yang dia pikir nanti keturunan akan dapat dan ini adalah orang yang agung. Sama seperti Saudara juga harus punya jiwa mewariskan, bukan jiwa menerima warisan. Bagaimana punya jiwa mewariskan sesuatu? Selalu pikir masa depan, selalu pikir generasi selanjutnya, itu yang baik. Harap Saudara tangkap hal ini. Kalau tidak, Saudara hanya jadi orang kerdil, Cuma pikir besok saya dapat apa, nanti lusa dapat apa, nanti deal bisnis akan beres di sini, nanti usaha saya akan dapat keuntungan di sini, terus pikir generasi saya, tidak pikir yang saya kerjakan akan berguna nanti, dan itu bukan hal yang baik. Kalau orang pikir Cuma untuk masa sekarang, atau Cuma pikir untuk masa berikut, hanya di dalam kemungkinan saya dapat berkat atau sesuatu, saya adalah orang yang kerdil. Mesti pikir orang nanti akan dapat berkat dengan cara apa, dan Saudara ini adalah cara untuk memikirkan orang lain akan dapat warisan, ini adalah cara yang perlu bijaksana. Perlu memikirkan hal yang penting, bagaimana pada zaman saya ada sesuatu yang stabil yang bisa diwariskan ke zaman yang nanti. Jiwa mewariskan itu sangat penting. Tuhan mendidik Abraham untuk berpikir setelah kamu mati akan ada apa, setelah ini akan ada apa, nanti yang berikut akan dapat berkat apa, dan Abraham rela mengerjakan sesuatu di titik awal, dan orang yang mengerjakan di titik awal jarang mendapatkan yang bisa dia nikmati nanti. Saudara, Pak Stephen Tong melakukan penginjilan begitu besar dan berhasil, kenapa? Salah satunya karena sebelumnya pernah ada John Sung dan Andrew Gie. Kenapa dua orang ini penting? Karena mereka pelopornya. Kenapa misionaris seperti Hudson Taylor begitu populer? Karena sebelumnya ada Robert Morrison. Robert Morrison dapat sukses apa? Tidak ada, Cuma beberapa orang bertobat seumur hidup dia melayani. Cuma mungkin tiga atau empat orang bertobat. Tapi dia sudah memberikan dasar bahasa, menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Mandarin dalam beberapa dialek. Dia kerja mati-matian supaya orang lain dapat menikmati hasil warisannya dia, sehingga penginjilan menjadi makin besar. Pada zaman Pak Stephen Tong, ada sesuatu yang boleh dituai meskipun belum semua, yang dari dulu sudah mulai ditabur. Saudara, sama juga dengan gerakan ini. Kita bisa melihat ada Gedung yang indah, ada concert hall, dan ada kestabilan di dalam segala hal. Dulu tidak begitu. Pak Stephen Tong pernah mengatakan dia pernah bikin satu KKR di satu tempat tidak ada panitia tidak ada apa. Orang yang atur kebaktian tidak mau atur bidang selain dia. Saya bidangnya Gedung, saya bidangnya kebaktian, sudah selesai sampai di situ, tidak ada yang peduli berapa banyak orang nanti yang akan datang. Akhirnya dia bawa brosur sendiri satu-satu cari orang untuk datang ke KKRnya sendiri. Saudara, itu zaman masih merintis, sangat sulit, dan mungkin masih banyak hal yang Pak Tong tidak akan nikmati, tapi Saudara dan saya, atau mungkin bukan kita, tapi generasi selanjutnya. Kira-kira kita rela tidak kerja keras mati-matian, korbankan begitu banyak tapi yang nikmati generasi nanti. Kalau kita tidak rela, kita bukan orang Kristen yang baik. Karena semua orang Kristen yang baik belajar dari tokoh iman ini. Abraham rela hidup di kemah, rela hidup dengan cara kosong supaya nanti ada bangsa pilihan Tuhan. Musa hidup di padang gurun tidak ikut menikmati tanah perjanjian. Kita terlalu sembarangan dalam hidup karena kita tidak pernah pikir orang lain dan generasi selanjutnya. Maka ini poin yang ketiga. Tuhan sedang tekankan dalam kesaksian iman ini: mereka semua adalah orang-orang yang rela kosongkan diri demi generasi berikut. Dan kalau Saudara membaca di bagian makin akhir, Saudara akan merasa terharu. Pengorbanannya makin lama makin besar. Sebagian orang meninggalkan tanah airnya untuk generasi berikut. Sebagian orang meninggalkan kenyamanannya untuk generasi berikut. Yang berikutnya makin mengharukan. Sebagian orang rela dipukul, rela disiksa, rela tidak punya rumah, rela menderita, rela dianiaya, ada yang dilempar batu, ada yang dibiarkan mati, ada yang dibunuh, ada yang mendapat begitu banyak aniaya, mereka tidak pernah mengeluh. Dunia tidak layak bagi mereka, tapi mereka lakukan itu demi sesuatu yang besar, yaitu demi kita mendapat sesuatu yang penting. Saudara, orang-orang Kristen tidak mewariskan Kekristenan dengan gampang. Doktrin Tritunggal misalnya, ini diwariskan dengan darah. Orang memperdebatkan doktrin Tritunggal pada abad yang ke-4 dengan resiko dipotong lehernya. Kamu percaya Tritunggal akan dipenggal. Banyak orang yang mengorbankan diri karena pada waktu itu Kerajaan Roma, rajanya, sangat beraliran Arian, anti Tritunggal. Lalu doktrin ini diperdebatkan. Debat pun ada resiko mati, dan orang tetap lakukan itu supaya generasi berikut tidak dikacaukan dengan ajaran yang kacau. Maka mari kita pikirkan hal ini. Gerakan Reform Injili harus berkati Indonesia apapun caranya, bagaimanapun biaya dan pengorbanan yang diberikan. Kita harus berkati bangsa ini meskipun sekarang kita belum lihat. Suatu saat, mungkin kita sudah mati, anak kita juga mungkin sudah mati, tapi cucu dari cucu kita akan menikmati pekerjaan kita. Itu yang kita harap. Jangan bikin pekerjaan yang Cuma akan berlalu begitu saja dan akhirnya hanya berakhir dengan foto. Mari kita pikirkan memberi dampak dan surat Ibrani memberi satu kesaksian iman yang sangat besar. Banyak orang korbankan begitu banyak hal supaya kamu dapat warisan, supaya kamu dapat iman Kristen, supaya kamu dapat Kerajaan yang sedang diperjuangkan itu. Ini poin yang ketiga, lalu saya masuk ke dalam poin yang terakhir. Lalu apa yang dinikmati dari orang-orang yang sudah berkorban ini? Perhatikan baik-baik. Di dalam Ibrani 11 dikatakan, karena iman, semua pakai iman. Karena iman, Abraham meninggalkan. Karena iman, karena iman. Jadi fokusnya adalah generasi berikut tapi motivasinya iman.
Apa yang membedakan antara altruis sejati, orang yang sayang sama orang lain, orang yang rela berkorban demi generasi berikut, dengan orang beriman? Apa beda yang beriman dengan yang tidak? Apa bedanya orang non Kristen berjuang untuk generasi berikut dengan orang Kristen berjuang untuk generasi berikut? Bedanya adalah iman dan Kerajaan Allah. Di dalam Ibrani 11 dijelaskan, bahwa Kerajaan Allah akan dinikmati oleh semua orang yang beriman, karena setiap orang yang kerja akan menikmati finalnya nanti. Saudara dan saya, kalau kita tidak percaya Tuhan, akan kerja dan mati. Setelah itu generasi berikut yang menikmati. Saudara coba pikir. Kita berjuang lalu orang lain yang dapat. Di satu sisi menunjukkan kebesaran kita, tapi di sisi lain juga menunjukkan kekosongan hidup, itu menunjukkan kehampaan. Saudara bisa ceritakan ini ke orang yang belum Kristen misalnya, ini salah satu strategi penginjilan. Bagaimana ngomong penginjilan? Saudara menginjili, Saudara harus punya poin. Saya sangat ingat perkataan dari seorang Namanya Huge Oliphant Old. Dia mengatakan khotbah yang baik dan penginjilan yang baik adalah ada poin yang baik, bukan gaya deliverance-nya. Kalau begitu Kekristenan yang baik harus dipahami dengan cara apa? Dengan cara memberikan ide yang baik, untuk menantang orang dan menyadarkan orang, tanpa Kristus kamu tidak akan pernah bisa kemanapun. Seringkali orang memberitakan Injil dengan asumsi, asumsi penginjilnya bukan asumsi yang diinjili, seringkali kita sebagai penginjil, kita berpikir orang sudah mendapatkan kebahagiaan. Kita sedang menambahkan kebahagiaan yang tidak mungkin mereka dapat. Betul ya? ‘Eh, kamu hidupnya senang?’ ‘Iya’ ‘Kerjaannya baik?’ ‘Iya’ ‘Tapi saya kasih tahu, nanti kalau kamu mati kamu ke neraka. Lebih baik kamu percaya Yesus kamu ke surga,’. Kita asumsikan mereka sudah senang tapi sayangnya mereka ke neraka. Tapi Saudara, Injil lebih dari itu. Ya mereka akan ke neraka kalau mereka tidak percaya Yesus, tapi lebih dari itu. Hidup mereka going nowhere. Hidup mereka kosong dan inilah yang akan lebih menyentuh. Coba pikir baik-baik, Saudara bandingkan, cara memberitakan Injil yang tidak membuat orang gelisah itu tidak akan pernah sukses. Tidak peduli seberapa meyakinkan atau berapa fasih, kalau kita tidak menyampaikan sesuatu yang membuat orang gelisah dengan keadaan dia, tidak mungkin dia mau terima Injil. Kita sering mengatakan kenapa orang tidak mau terima Injil, karena Saudara tidak bikin dia gelisah. Saudara cuma menawarkan kalau mati masuk surga kalau ada Yesus, tapi Saudara tidak pernah bilang kuliah dia percuma, keluarga dia percuma, relasi dia percuma, bisnis dia percuma, semua omong kosong. Kenapa semua itu omong kosong? Karena kalau kamu kerja hanya untuk sekarang, kamu tidak pernah tahu apa itu bahagia. Apa itu bahagia? Bahagia itu kalau kamu pentingkan orang lain. Tapi kalau kamu pentingkan orang lain, maka orang lain akan dapat dan kamu akan kosong, dan kamu akan mati setelah itu. Maka Saudara bisa bagikan, menjadi egois itu kosong, menjadi altruis juga kosong. Ini Namanya kosong-kosong skornya. Terus Injil menawarkan apa? Injil menawarkan kebangkitan. Apa itu kebangkitan? Kebangkitan bukan cuma kebangkitan kita saja, tapi pemulihan seluruh ciptaan. Terus apa kaitannya dengan saya? Kalau kamu percaya Yesus, kamu sedang menabung untuk sesuatu yang akan dinikmati ketika Tuhan memulihkan ciptaan. Maka Saudara semua pekerjaan orang yang percaya Yesus itu ada arah. Kenapa Saudara memperjuangkan keadilan misalnya? Saudara masuk bidang hokum lalu menyatakan perjuangan untuk keadilan, karena Tuhan pakai itu nanti untuk memulihkan bumi. Kenapa Ahok menjadi gubernur mati-matian membela kebenaran? Karena Tuhan akan pakai itu ketika KerajaanNya datang. Semua yang kita kerjakan di dalam Tuhan, ini Agustinus yang ngomong bukan saya, semua yang kita lakukan karena Tuhan kerjakan lewat kita, itu akan Tuhan mahkotai waktu Tuhan datang lagi. Maka ini yang dikatakan surat Ibrani, mereka beriman maka mereka lakukan. Mereka bukan Cuma mau generasi berikut dapat berkat, tapi mereka beriman dan itu sebabnya di dalam Ibrani 11 dikatakan mereka melakukan ini karena mereka mengharapkan tanah air surgawi.
Apa itu tanah air surgawi? Saudara kalau terus berpikir sorga dan bumi berpisah terus, maka Saudara akan tidak tangkap dari ide orang-orang Yahudi. Bagi orang Yahudi, sorga itu akan menerobos masuk ke bumi. Sorga akan hantam bumi suatu saat nanti dengan kedatangan Tuhan. Kapan sorga akan hantam bumi? Ketika Tuhan datang lagi. Waktu Tuhan datang sorga akan turun, itu sebabnya ada tema sorga turun, itu sebabnya kita doakan dalam doa Bapa kami, datanglah KerajaanMu, dan itu doa yang besar sekali, karena kita berharap Kerajaan Allah datang. Sorga datang dan sorga akan hancurkan semua di bumi yang jahat. Tapi Saudara, sorga turun dengan bawa apa? Di dalam kitab Wahyu dikatakan, sorga turun dengan bawa persembahan kita sekarang. Yang Saudara lakukan sekarang dipakai Tuhan untuk nanti Tuhan akan pulihkan bumi. Dan ini tema yang dikatakan dalam Ibrani, mereka mengharapkan Kerajaan Sorga, mereka bukan kerja untuk sia-sia. Maka Saudara bisa pikirkan hal ini, dengan iman Saudara bukan hanya mewariskan sesuatu yang akan dinikmati untuk generasi berikut, dengan iman Saudara suatu saat nanti akan menikmati jerih Lelah Saudara. Kenapa kita kerja memberitakan Injil? Karena kita mau umat pilihan dikumpulkan oleh Tuhan. Sia-sia tidak? Tidak, karena pada waktu umat pilihan dengan utuh dikumpulkan, apa yang kita kerjakan masuk ke situ. Kenapa Saudara dirikan bisnis? Kenapa Saudara kerja di kantor? Kenapa Saudara kerja di pemerintahan? Kenapa Saudara jadi pegawai? Karena Saudara sedang perjuangkan sesuatu yang sampai mati mungkin tidak beres, tapi pada waktu kebangkitan Saudara akan lihat yang saya kerjakan berbagian di situ. Dan ini adalah hal yang menyenangkan sekali. Ini seperti seorang anak kecil yang disuruh oleh orang tuanya, saya ingat cerita Pak Tong waktu dia mau pindahan, anak-anaknya masih kecil. Dia suruh anak-anaknya ikut berbagian pindah-pindahkan barang. Pak Tong kasih barang yang ringan untuk anak-anaknya masih kecil, Pak Tong bawa buku yang berat. Dan pak Tong punya ribuan buku sampai anak-anaknya bingung semua buku harus dipindahkan. Dulu belum ada ebook, pdf, dan lain-lain. Maka mereka angkat satu-satu, lalu anaknya ikut angkat satu. Anaknya Cuma angkat satu buku, setelah itu balik lagi satu buku. Yang lain sudah angkat satu dus. Setelah buku-bukunya terpindah semua, anak-anaknya Pak Tong datang dan lihat, ‘Oh, jadi ya, saya ikut loh disitu. Saya ikut, itu buku kecil saya yang pindahin,’. Sekarang saya mau tanya, Saudara kerja apa di bumi? Saudara ke kantor tiap hari sedang kerja apa? Suatu saat Tuhan akan pakai pekerjaan kantor Saudara untuk pulihkan bumi. Lalu Saudara bisa tidak setelah kebangkitan bisa katakan, ‘Saya ikut loh disitu, kecil memang, tapi saya ikut disitu,’. Kalau enggak, ya sudah Saudara akan bangun dan dibangkitkan dari kematian, lalu Saudara melihat jerami yang terbakar. Mana pekerjaanmu? Ini debu, tidak ada, kosong.
Maka Abraham tidak sia-sia tinggalkan tanahnya, orang-orang Kristen tidak sia-sia berjuang karena mereka tahu yang mereka perjuangkan akan Tuhan pakai untuk dirikan KerajaanNya. Mereka mengharapkan tanah air sorgawi, bukan yang di sini. Yang mereka kerjakan disini akan berdampak nanti. Itulah sebabnya saya terus berpesan Saudara kerja baik-baik, Saudara perhatikan apa yang Saudara kerjakan. Pekerjaanmu harus suci, pekerjaanmu untuk Tuhan, pekerjaanmu akan bangun bumi yang baru, pekerjaanmu akan berbagian untuk mendirikan ciptaan yang baru. Itu sebabnya ketika Saudara mempertimbangkan pekerjaan, jangan Cuma pikir uang. Saudara cari uang, tapi melakukan sesuatu yang tidak ada gunanya, nanti pada waktu kekekalan, ketika Kerajaan Tuhan memulihkan segala sesuatu, Saudara akan menyesal terus-menerus. Sekarang kaya begitu banyak, tapi nanti di dalam kekekalan, meratap. Saudara akan lihat Saudara tidak berbagian di dalam Kerajaan yang baru karena terlalu sibuk cari keuntungan diri. Mari pikir untuk mewariskan sesuatu bagi bangsa ini, karena Tuhan berjanji jika engkau pikirkan masa depan bangsa, jika engkau pikirkan kebahagiaan keturunan yang berikut, maka Tuhan akan pakai pekerjaan Saudara untuk mendirikan KerajaanNya nanti, dan ini yang akan membuat orang berbahagia. Maka saya mau tantang Saudara, apa yang engkau kerjakan setiap hari? Apa yang kau lakukan tiap hari? Untuk Kerajaan Allahkah? Atau untuk hal yang nanti akan dibakar habis dan membuat Saudara meratap di dalam kekekalan. Kiranya Tuhan memimpin kita beriman, melihat mana yang penting, mana yang berarti di dalam seluruh aspek hidup, yang akan Tuhan pulihkan, dan berjuang untuk kebahagiaan orang-orang yang generasi berikut untuk mendapatkan berkat. Kiranya Tuhan memakai Saudara dan saya untuk mendirikan KerajaanNya melalui pekerjaan yang kita kerjakan untuk kebahagiaan dan juga berkat bagi orang lain.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Khotbah
- 14 Feb 2019
Iman yang percaya Kerajaan Allah tidak goncang
(Habakuk 2: 1-5)
Iman adalah hal yang dimiliki oleh orang-orang di dalam hal Kerajaan. Di dalam Yohanes 3 Yesus mengatakan karena Allah mengasihani dunia ini, Dia mengaruniakan AnakNya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya, yang beriman, tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Ini merupakan kalimat yang ada pada konteks lebih besar yang sedang berbicara tentang Kerajaan. Yesus mengatakan “jika engkau tidak lahir dari atas, engkau tidak akan melihat Kerajaan Allah. Jika engkau tidak dilahirkan kembali, engkau tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Jadi tema pembahasan dari Yohanes 3 adalah mengenai Kerajaan. Dan di dalam ayat 16 Yesus mengatakan “siapa beriman, dia tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal”. Ada banyak bagian di dalam Matius dan Markus yang menekankan tentang perlunya ada iman untuk mengerti Kerajaan Allah. Jadi iman bukan cuma sekedar keyakinan kosong, bukan cuma sekedar kepastian yang kita miliki walau tidak ada bukti. Bukan itu iman yang diajarkan oleh Kitab Suci. Kitab Suci mengajarkan bahwa firman berkait dengan iman, iman berkait dengan firman. Apa yang Tuhan firmankan itu diterima dengan sepenuhnya, itulah iman. Dan apa yang Tuhan mau nyatakan waktu Dia mau mendatangkan KerajaanNya, itu juga dipahami dengan iman. Jadi iman sebenarnya adalah respon ketika Tuhan menyatakan firman tentang Kerajaan. Tuhan mendeskripsikan Kerajaan dan Tuhan menyatakan seperti apa Kerajaan itu akan datang dan bagaimana kerajaan itu akan dihidupi oleh orang-orang percaya. Orang yang mendengarkan penjelasan dan juga apa yang Tuhan ajarkan tentang Kerajaan Allah, lalu mereka mau ikut, itulah orang beriman. Jadi beriman bukan hanya sekedar mengakui “saya percaya”, bukan juga hanya pegangan walaupun tidak ada bukti atau kebenaran. Iman selalu berkait dengan kerelaan untuk hidup di dalam Kerajaan Allah. Jadi di bagian awal saya sudah membahas bahwa iman bukan merupakan suatu keyakinan kosong, tapi iman merupakan suatu kerelaan untuk menghidupi hidup dengan cara Kerajaan Allah. Hidup dengan cara Kerajaan Allah hanya mungkin dilakukan kalau kita menghidupi kehidupan kita dengan tunduk kepada firman. Jadi Tuhan menyatakan firmanNya dan kita menyetujui, mengikuti, menjalankan dengan penuh sukacita, itu adalah iman.
Sekarang dipengertian berikutnya, saya akan membahas dari Perjanjian Lama. Habakuk 2: 1-5, di dalam bagian ini saya ingin membahas mengenai iman dikaitkan dengan keadaan hidup di tengah-tengah penghukuman Tuhan. Ini adalah pengertian yang sering dibahas di dalam Kitab Suci yaitu orang hidup dengan tunduk kepada Tuhan namun mengalami keadaan yang penuh sengsara, penderitaan, bahkan pembuangan. Orang-orang yang beriman adalah orang yang mengerti bahwa Kerajaan Allah tidak kacau, rusak dan hancur seperti yang dia alami. Akan ada kerajaan yang baik itu tiba dan menyingkirkan segala yang buruk. Namun sebelum kerajaan itu datang, orang yang beriman mengarahkan hati kepada Tuhan dan tidak menjadi kecewa kepada Dia. Ini poin kedua yang saya bahas, pertama saya sudah mengingatkan bahwa iman berkait dengan firman. Tuhan berfirman apa, saya percaya. Tuhan menyatakan apa, saya mengakuinya sebagai kebenaran. Kalau saya tidak terima firman Tuhan, saya akan menerima semua yang dari tradisi manusia untuk menafsirkan hidup. Jadi saya akan menafsirkan hidup berdasarkan apa yang tradisi saya katakan. Ada banyak hal yang kita jalani dalam hidup. Kita jalani tanpa mempertanyakan mengapa harus menjalani. Saudara akan menjalani hidup seperti umumnya orang-orang menjalani hidup di dalam tradisi yang Saudara sedang jalani. Jadi ada tradisi yang membuat kita menjalani hidup kita tanpa mempertanyakan kenapa. Tradisi manusia semua akan membakukan hal-hal yang terjadi dulu sampai sekarang menjadi kebiasaan hidup yang kita jalani. Manusia memang perlu tradisi, manusia memang tidak bisa lepas dari tradisi. Tapi tradisi tidak bisa menjanjikan masa depan. Itu sebabnya ketika Tuhan mau menyatakan KerajaanNya, KerajaanNya adalah Kerajaan yang dinyatakan dari akhir ke zaman kita, dari titik omega ke zaman kita sekarang. Sedangkan tradisi manusia adalah tradisi yang bergerak dari masa lalu ke sekarang. Bagaimana hidup? Berdasarkan tradisi, ini yang harus terjadi. Tapi Alkitab menggambarkan ini yang Tuhan akan lakukan, maka kamu harus lakukan ini. Waktu Tuhan panggil Abraham, Tuhan tidak mengatakan “Abraham, tradisi Mesopotamia-mu seperti ini, maka kamu harus hidup seperti ini. Jalani hidup yang sama dengan tradisi masa lalumu”. Tapi Tuhan mengatakan “lepas dari tradisimu dan engkau sekarang akan Aku berikan tanah. Keturunanmu akan mewarisi tanah ini”, itu pasti akan terjadi. Abraham belum memunyai keturunan, “anakmu yang kemudian, keturunanmu akan jadi berkat bagi banyak bangsa”, itu pun belum terjadi. Semua ini adalah in the future, semua ini adalah masa depan, belum terjadi. Jadi cara Tuhan membentuk tradisi itu unik sekali, bukan apa yang kita tahu di dalam sejarah, tapi apa yang akan terjadi nanti. Tuhan menjanjikan ada Kerajaan, Tuhan menjanjikan Mesias akan datang, Tuhan menjanjikan pemulihan di langit dan bumi, Tuhan menjanjikan langit dan bumi yang baru. Dari sini orang Kristen membentuk tradisinya, bukan apa yang terjadi di masa lalu, tapi apa yang Tuhan janjikan nanti akan terjadi. Itu sebabnya orang-orang Kristen di Perjanjian Lama adalah orang-orang yang senantiasa menantikan Yesus datang. Tapi repot, kalau memegang kalimat yang menyatakan apa yang akan terjadi nanti, tidak ada bukti yang kelihatan sekarang, karena itu baru nanti. “Nanti semuanya akan baik”, “kapan?”, “nanti”. Untuk terima “nanti” ini perlu iman. Ini bedanya, orang yang tidak beriman maunya sekarang “mana, mengapa belum beres, mengapa kerja seperti ini, mengapa bumi seperti ini?”, itu orang yang tidak beriman. Tapi orang yang mengatakan “nanti akan baik, saya mesti ikut baik-baik di dalam rencana Tuhan”, itu beriman. Ini yang sudah saya bahas.
Sekarang saya lanjutkan di Habakuk 2, yaitu iman adalah kesadaran bahwa Kerajaan Allah tidak akan goncang apa pun yang terjadi di sekitar saya. Kerajaan Allah tidak ikut-ikutan goncang karena saya goncang. Saya goncang, Kerajaan Allah tidak. Saya bisa kacau, Kerajaan Allah tidak. Saya bisa mati, Kerajaan Allah tidak mungkin. Saya bisa ada dalam keadaan sangat sulit, sangat kacau dan sangat penuh penderitaan, Kerajaan Allah tidak akan pernah sulit, kacau dan penuh penderitaan. Ini hal kedua tentang aspek iman. Di sini agak repot, kita bahas poin pertama, poin kedua, yang dengan poin pertama tidak dengar poin kedua, yang dengar poin kedua tidak dengar poin pertama. Meskipun tidak urut kita ketahui, kita dapat menjalani apa yang kita dapat menjadi bagian kita. Tuhan tuntut kita untuk menjalani apa yang Tuhan percayakan, bukan seluruh kebenaran Tuhan nyatakan lalu Saudara bertanggung jawab untuk semuanya. Jadi apa yang Tuhan mau Saudara kerjakan, harus dengan peka Saudara tangkap. Iman berarti saya tahu Kerajaan Allah tidak akan goncang. “Mana mungkin tidak goncang, lihat sekelilingmu goncang”, “sekeliling saya bisa goncang, tapi Kerajaan Allah tidak mungkin goncang seperti ini”. Inilah pengertian yang sedang dibagikan di dalam Kitab Habakuk. Kitab Habakuk sangat terkenal karena pasal 3: 17 “sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan. Sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku”. Anggur, ara dan zaitun tiga jenis pohon ini selalu diulang-ulang dalam Perjanjian Lama. Tentu kita mengerti mengapa ini diulang-ulang karena daerah Mediterania penuh dengan anggur, ara dan zaitun. Tuhan pakai ini menjadi gambaran akhir dimana Kerajaan Tuhan datang. Apa yang terjadi kalau Tuhan pulihkan bumi? Yang akan terjadi adalah kamu akan duduk di bawah pohon anggur dengan tidak digentarkan siapa pun. Kamu akan menikmati hasil anggurmu yang berlimpah. Kamu akan duduk tenang di bawah pohon ara tanpa dikacaukan siapa pun dan apa pun. Kamu akan menikmati hasil sulung dari pohon aramu dan kamu akan menikmati hasil zaitun yang berlimpah. Jadi pohon anggur, ara dan zaitun adalah lambang kesempurnaan kerajaan. Kalau Habakuk mengatakan poin yang Tuhan janjikan justru yang tidak ada, ini berat untuk diucapkan. Sangat sulit bagi Habakuk untuk mengatakan pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, pohon zaitun mengecewakan, karena sambil mengatakan demikian ini sedang mengatakan Kerajaan Allah tidak juga kelihatan. Kerajaan Allah tidak juga mendapatkan bentuknya dalam kehidupan saya sekarang. Jadi mengapa kita harus hidup di dunia yang penuh dengan hiruk-pikuk kekacauan karena dosa ini? Penderitaan di mana-mana, kekacauan di mana-mana, dan bukan saja saya menjadi korban untuk segala dosa ini, saya pun bersumbangsih di dalam kejahatan dan dosa. Mengapa harus lama-lama tinggal di dunia yang rusak dan bobrok seperti ini? Sangat mudah bagi orang-orang untuk meniadakan keindahan ciptaan Tuhan lalu terlalu negatif dengan keadaan yang terjadi oleh karena dosa. Sehingga orang kehilangan pengharapan untuk terjadinya perbaikan di bumi. Dan kehilangan pengharapan ini membuat ajaran dari orang-orang seperti Plato, neo-platonisme, plotinus dan lain-lain, mudah sekali masuk. “Bumi memang sudah rusak, tapi tidak apa-apa, kita tidak akan tinggal di sini lama-lama. Kita akan mendapat tempat yang bahagia selama-lamanya di sana nanti”. Tapi tadi saya sudah mengatakan bahwa ini namanya Tuhan kita adalah Tuhan yang memberikan solusi di tempat dimana tidak ada problem. Yang problem bumi, solusinya di sorga, ini mirip dengan Saudara punya problem di kuliah tapi solusinya di pelayanan. Kalau ini cara pandang kita tentang Tuhan maka kita sedang menghina Dia. Manusia jatuh dalam dosa, maut menjadi akibat dari manusia jatuh dalam dosa. Lalu Tuhan mengatakan “biarkan mati, biarkan hancur, Aku siapkan kamu tempat di sorga”, ini namanya membereskan problem dengan menunjuk ke tempat yang memang tidak ada problem. Di sorga memang tidak ada problem maut, di sorga tidak ada problem yang dialami di bumi. Sorga bukan solusinya, bumi yang diperbarui itulah solusinya. Karena Tuhan kita bukan tuhan yang lari, Tuhan kita adalah Tuhan yang menangani masalah dan hancurkan problem lalu memberikan solusi di tempat yang ada problem. Apa problem manusia? Mati, maka Tuhan berikan kebangkitan. Di seluruh Kitab Suci, Tuhan tidak memberikan sorga sebagai pengharapan, tapi kebangkitan. Baca 1 Korintus 15 dimana Paulus berkali-kali menegaskan tentang kebangkitan, terus bicara kebangkitan. Kalau kamu tidak percaya Yesus bangkit, kamu pun tidak akan bangkit, percuma jadi Kristen kalau tidak ada kebangkitan. Dia tidak mengatakan “percuma jadi Kristen kalau tidak ada sorga”. Jangan salah, saya percaya ada sorga, tapi saya percaya sorga bukan solusi final. Solusi final adalah kebangkitan. Kalau bumi punya problem karena Tuhan tidak hadir di sini, maka solusinya adalah Tuhan bersama manusia, Immanuel. Kalau kematian adalah problem maka kebangkitan adalah solusinya. Kalau dosa adalah problem maka kekudusan adalah solusinya. Kalau pemberontakan kepada Tuhan adalah problem maka penyembahan kepada Tuhan adalah solusinya. Dan ini yang Alkitab secara ketat ajarkan. Itu sebabnya waktu kita bicara tentang hidup di bumi, harus lihat ini sebagai sesuatu yang rusak dan kacau tapi akan Tuhan perbaiki. Kapan Tuhan perbaiki? Belum saatnya, namun Kerajaan Tuhan tidak pernah menjadi goncang dan hancur hanya gara-gara Kerajaan Israel hancur. Pada zaman dulu semua bangsa punya dewanya masing-masing. Dan ketika mereka menyembah dewa-dewa mereka, mereka akan kaitkan dewa mereka dengan kekuatan militer negara mereka. Mesir akan membanggakan kehebatan dewa matahari dengan menunjukan kemampuan mereka menaklukan negara lain. Kalau Mesir sudah mengalahkan Mesopotamia, maka dewa matahari lebih kuat dari pada dewa-dewa Mesopotamia. Tapi kalau orang Mesopotamia bangkit lalu serang balik Mesir dan taklukan Mesir, maka dewa-dewa Mesopotamia lebih kuat dari pada dewa-dewa Mesir. Kalau orang Babel mau menaklukan orang Israel, siapa yang akan menang? Orang Israel sepakat mengatakan “Tuhan akan menang. Tuhan tidak akan biarkan namaNya dipermalukan. Tuhan tidak akan berikan kemuliaanNya kepada yang lain. Dia tidak akan membiarkan namaNya dirusak, Dia pasti akan menang”. Tapi orang-orang tidak sadar, bahwa untuk menghukum Israel, Tuhan rela namanya dicoret, dirusak, direndahkan bahkan dihancurkan. Tuhan kirim Asyur lalu hancurkan Israel Utara. Dan sekarang Tuhan sedang kirim Babel untuk hancurkan Israel Selatan, Yehuda. Tuhan melakukan ini karena murkaNya kepada Israel. “Kalau Tuhan menghukum kami, nanti namaMu bagaimana?”, Tuhan biarkan untuk sementara namaNya seperti dirusak. Ketika Kerajaan Israel dihancurkan, seolah-olah Kerajaan Tuhan ikut goncang bersama hancurnya Kerajaan Israel. Dan ini pemikiran yang salah. Lalu bagaimana kita mengerti ini? Kita harus melihat bahwa Kerajaan Allah tetap stabil di dalam segala keadaan. Bahkan dengan lebih dalam lagi kehendak Tuhan tidak pernah dibatalkan oleh apa pun. Jadilah kehendakMu di bumi seperti di sorga, kehendak Tuhan pasti jadi. Maka apa yang terjadi tidak akan membatalkan kehendak Tuhan. Ini yang Tuhan mau ajarkan kepada orang-orang di bumi juga kepada umatNya. Itu sebabnya banyak cerita atau kisah-kisah seperti Habakuk, kemudian kisah hidup Ayub. Ayub hidupnya menderita padahal dia adalah orang benar. Apakah ini berarti Tuhan sedang goncang, kebenaranNya sedang tidak dinyatakan atau penghakimanNya tidak seadil yang kita pikir? Tidak, karena kekacauan yang dialamo Ayub tidak sama dengan Tuhan gagal memperlakukan manusia dengan adil. Penderitaan Ayub tidak sama dengan Tuhan gagal memelihara umatNya. Kesulitan Ayub tidak berarti Tuhan seenaknya menghukum orang yang benar diberikan upah orang yang salah. Jadi ada banyak sebab akibat yang kita perlu tahu, tapi ada banyak sebab yang tidak langsung kena ke akibat yang bisa dikaitkan, untuk itu kita perlu iman. Karena Saudara sulit mendapatkan penjelasan yang bisa dipahami mengenai hal ini, kecuali fakta Kerajaan Allah tidak terpengaruh dengan apa pun yang terjadi, oleh karena Kerajaan Allah tetap stabil dan kuat. Ini yang menjadi kebingungan dari Habakuk, mengapa Tuhan melakukan ini, mengapa Tuhan tidak membela umatNya, mengapa Tuhan biarkan mereka? Habakuk bergumul, tapi untungnya Habakuk juga memberikan jawaban.
Jawabannya adalah ada dalam kemampuan kita untuk memisahkan antara Kerajaan Alalh dan Tuhan dengan apa yang Dia kerjakan sementara ini. Orang beriman sudah mulai melihat atau dilatih untuk melihat bahwa Kerajaan Allah luasnya lebih besar dari pada kehidupan kita sendiri. Itu sebabnya ketika Ayub mengalami kesulitan, mengapa hidupnya seperti ini, mengapa Tuhan tidak adil, Tuhan mengajak dia untuk melihat langit, mirip dengan Abraham. Lihat langit, langit itu terus jadi solusi. Tuhan mengatakan kepada Ayub “coba lihat langit, siapa yang membentangkan itu? engkau?”, “bukan saya, tapi Tuhan”. Dalam pemikiran orang zaman dulu langit itu seperti satu kubah yang keras sekali, yang Tuhan bentangkan sendiri. Kubah yang benar-benar berat, keras, lebih keras dari pada besi baja dan apa pun, yang bisa bentangkan itu cuma Tuhan. Saudara mungkin bentangkan kemah kain, Tuhan bisa bentangkan plat yang keras yang namanya langit. Lalu setelah Tuhan bentangkan seorang diri, tidak minta bantuan siapa pun, Tuhan juga yang menempelkan bintang, bulan dan benda-benda langit lainnya. Tentu ini worldview-nya orang dulu, bukan cara pandang orang setelah mengerti tata surya. Tuhan yang kerjakan itu seorang diri. Lalu Ayub disuruh jawab “dimanakah engkau waktu Aku melakukan ini? dimanakah engkau waktu Aku membatasi samudra?”, jawaban Ayub “saya tidak ada, saya tidak punya pengetahuan akan hal-hal ini”. Jadi Tuhan mau mengingatkan yang Dia kerjakan bukan cuma sesempit yang kita alami sekarang. Poin ini penting sekali, apakah Tuhan identik dengan pengalaman sekarang? Saya ini orang yang mungkin hidupnya cuma 80 tahun, atau kalau kuat 90, lalu sepanjang hidup saya bisakah saya menilai performa Tuhan melalui kehidupan saya, apakah bisa? Kalau pun Ayub boleh bertanya, Tuhan tidak izinkan Ayub menjadi orang yang cuma menantang Tuhan. Tanya boleh, tapi ketika Tuhan menjawab, terima jawaban dengan rendah hati. Tuhan tidak pernah marah karena Ayub bicara keras waktu dia bertanya kepada Tuhan. Tapi setelah itu dia jawab dan jawaban itu yang menunjukan kualitas iman dari Ayub, karena Ayub mengatakan “sekarang saya akan diam dan duduk dalam debu. Dulu saya cuma dengar kata orang tentang Engkau, tapi sekarang mataku sendiri sudah memandang engkau”, ini namanya orang beriman bertanya. Apakah Tuhan memaksudkan Ayub menjalani hidup hanya dalam tempo yang segitu saja? Tidak, akan ada hal yang Tuhan pulihkan. Ini menjadi tema penting. Dan kita sudah tahu ini, karena ini menjadi pegangan semua orang Kristen, “suatu saat Tuhan akan memperbaiki langit dan bumi”, “amin”. Tuhan akan taklukan kematian karena Kristus bangkit, puji Tuhan. Tuhan akan kalahkan dosa dan maut, puji Tuhan. Tapi tetap sulit bagi kita untuk menjalani hal sebelum itu terjadi. Kita sudah tahu endingnya tapi kita tetap protes di tengah-tengah. Ini yang dikutip oleh Paulus dalam Roma 1, apa itu orang beriman? Orang beriman adalah orang yang bertanya kepada Tuhan lalu menyadari bahwa Tuhan menjawab dengan sangat indah dan baik meskipun tidak tuntas menjawab apa yang dia tanya. Jawaban Tuhan tidak tentu harus menjawab apa yang dia tanya, tapi jawaban Tuhan hampir selalu akan mengubah cara kita bertanya. Pada akhirnya Saudara akan mengubah cara bertanya. Saya akan ambil contoh sedikit untuk pengertian ini, misalnya kalau Saudara masih kecil akan bertanya ke orang tua “kalau matahari tidurnya di mana?”, bagaimana orang tua akan menjawabnya? Kita akan bingung menjawabnya “matahari itu tidak tidur di dalam rumah”, “matahari tidak punya rumah? Kasihan, kalau siang kepanasan”. Saudara tidak akan bisa menjawab ini. Sebenarnya pertanyaannya terlalu kerdil, tapi untuk ukuran anak kecil boleh saja. Saudara mencoba memberi penjelasan, akhirnya pertanyaan anak itu yang berubah, misalnya “pa, berapa lama waktu yang diperlukan Pluto untuk mengitari matahari?”, pertanyaannya tidak lagi matahari tidur dimana. Tuhan hargai pertanyaan yang jujur, tapi jawaban Tuhan kadang-kadang membuat kita berubah tanya. Kalau Saudara bertanya lalu Tuhan tidak jawab persis dengan apa yang Saudara harap, coba cari tahu pertanyaan Saudara perlu dikembangkan di mana. Yesus sering pakai metode ini waktu menjawab pertanyaan murid-murid. Coba nanti baca lagi Injil, Yesus seringkali jawab dengan cara yang membuat murid-murid harus menyusun kembali pertanyaan mereka. Inilah adalah jawaban yang paling hebat di zaman rabinik. Bagi para rabi, rabi paling hebat adalah rabi yang memberikan jawaban yang membuat si penanya sadar pertanyaannya kurang cukup untuk bisa dilontarkan. Itu sebabnya Yesus adalah Rabi yang sangat hebat, karena menurut Injil Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, Yesus sering menjawab pertanyaan dengan cara men-challenge pertanyaan itu. Pak Ivan di retret hamba Tuhan mengatakan bahwa Pdt. Jadi itu seperti ini, begitu Saudara tanya, dia jawab dan Saudara tidak siap untuk jawaban dia. Ini yang jadi dorongan serius dari Tuhan, kamu boleh tanya, tapi kalau dijawab mungkin ada hal-hal yang membuat kamu harus mengubah cara kamu melihat, berpikir, hidup dan cara kamu bertanya. Itu namanya pertumbuhan iman. Iman dipertumbuhkan karena hal itu. Orang benar akan hidup oleh iman, bukan karena pertanyaannya terjawab semua.
Lalu bagaimana mengerti iman? Iman berarti sadar bahwa hidup saya terlalu kecil untuk dijadikan contoh keberhasilan Tuhan. Orang beriman akan sadar dirinya dan kehendak Tuhan itu tidak identik, dirinya dan suksesnya rencana Tuhan itu tidak sama. Sehingga kita tidak bisa membuat kalimat-kalimat yang terlalu berani dengan mengatakan “Tuhan sudah gagal karena saya sudah gagal”. Banyak orang seperti itu “tidak ada Tuhan, karena hidupku menderita”, “kalau hidupmu menderita mengapa bisa jadi tidak ada Tuhan?”, “itu kesimpulan yang bisa saya ambil”. Kalau Saudara dan saya masih berpikir seperti itu, mungkin kita perlu keluar dari kemah kita lalu lihat langit, kemudian bertanya lagi di dalam hati, “siapa yang membuat langit?”, “Tuhan”, “Tuhan membuat langit untuk kamu atau bukan?”, “bukan”, karena banyak benda di langit yang kita belum tahu sampai sekarang, belum ketemu sampai sekarang, bahkan terlalu banyak, dan itu sudah ada diciptakan oleh Tuhan. Aspek kedua dari iman adalah sadar Tuhan memanggil dan memberikan kesempatan untuk orang yang tidak layak itu bertemu Tuhan. Orang yang beriman adalah orang yang sadar Tuhan terima dia, ini dari Martin Luther, penerimaan bahwa saya sudah diterima oleh Tuhan. Mengapa Tuhan mau panggil saya? Justru karena saya rendah. Tuhan mau kejar orang yang rendah untuk diberikan belas kasihan. Tuhan cari orang yang tidak berarti untuk diberikan anugerah. “Kalau begitu siapa saya?”, “orang yang tidak berarti”, “kalau begitu saya tidak mendapatkan kesempatan datang ke Tuhan?”, “justru kamu yang akan dipanggil oleh Tuhan untuk datang kepada Dia”. Orang yang beriman adalah orang yang menyadari Tuhan mau merendahkan diriNya untuk bertemu orang rendah seperti saya. Itu sebabnya banyak orang Israel tidak bisa bertemu Yesus karena mereka tidak melihat dirinya sebagai diri yang kosong dan tidak berarti. Yesus datang ke tempat rendah dan mereka tidak mau datang ke tempat rendah. Tuhan mau bertemu dengan kita di tempat yang paling hina, maka Yesus mati di kayu salib. Mengapa Yesus disalib? Karena Yesaya 53 mengatakan itulah tempat paling rendah, itu tempat dimana manusia harusnya bisa disimbolkan di situ. Salib itu adalah keadaan yang sangat rendah, kalau Saudara membaca catatan sejarahnya, ada peristiwa yang membuat tradisi salib itu sangat mengerikan di abad ke-1. Kalau begitu mengapa Kekristenan mula-mula memakai salib sebagai lambang mereka, bukankah Yesus bangkit, mengapa tidak memakai kebangkitan sebagai simbol, mengapa tidak pakai hal-hal mulia yang Yesus lakukan, mengapa pakai salib? Karena orang Kristen mula-mula sadar Yesus disalib untuk ketemu kita, karena tempat kita yang sangat hina ini hany cocok dilambangkan dengan salib. Hanya orang beriman yang sadar dirinya ada di situ. Itu sebabnya Paulus mengatakan orang beriman itu akan dibenarkan, karena orang beriman sadar dirinya kecil, sadar dirinya tidak berarti, sadar dirinya tidak pernah bisa dibandingkan dengan kemuliaan dan kehebatan Tuhan mengerjakan segala sesuatu.
Lalu hal ketiga adalah kita sadar kalau Kerajaan Allah tidak goncang maka kehidupan di sini yang akan terkonfirmasi sesuai dengan rencana Tuhan karena kedatangan Kerajaan itu akan punya harapan. Ada harapan, karena Kerajaan Allah yang tidak bergoncang itu yang akan menjadi fondasi, itu yang akan memulihkan keadaan goncang di sini. Maka Saudara tidak bisa mengatakan “karena keadaan di sini goncang, saya tidak ada harapan”, ada harapan. Harapan dari Kerajaan Allah yang akan datang itu. Maka orang yang punya iman, lihat kepada kerajaan itu dan mengatakan “ketika kerajaan itu datang semua akan beres, semua akan baik, semua akan pulih sesuai rencana Tuhan”. ini sebenarnya adalah penghiburan besar bagi orang beriman. Orang beriman lihat gedung, bangunan kota besar Allah meskipun orang lain hanya lihat padang gurun. Alkitab mengatakan orang-orang ini pahlawan iman dalam Ibrani 11, mungkin kita tidak perlu bilang mereka pahlawan, mereka adalah orang beriman, tidak ada yang semacam pahlawan iman karena orang beriman itu bukan pahlawan. Orang beriman adalah orang yang normal dan wajar, kalau kata Pdt. Billy. Kita ini yang tidak wajar, kita mengatakan ada spiritual giant, Pdt. Billy mengingatkan tidak ada spiritual giant, yang ada adalah orang biasa, kita ini yang terlalu kecil, maka melihat mereka seperti raksasa. “Orang itu hebat, memunyai kehidupan spiritual yang luar biasa”, tidak ada yang luar biasa, seharusnya semua orang seperti itu. Kita yang terlalu kerdil karena kita gagal seperti itu. Maka demikian juga dengan pengertian ini, orang-orang beriman dalam Ibrani 11 adalah orang-orang yang seharusnya menghidupi kehidupan seperti itu. Menyadari bahwa Kerajaan Tuhan dinyatakan dan tidak ada apa pun yang bisa menggagalkan. Saudara dan saya bisa memunyai kekuatan karena hal ini. Tahu Tuhan akan memulihkan KerajaanNya, tahu Dia akan bereskan semuanya di sini. Tuhan tidak ajak kita untuk lari, Tuhan akan bereskan semuanya di sini. Yang sembarangan hidup, Dia bereskan di sini. Yang mendapatkan kesulitan karena ditekan, Dia akan bereskan juga di sini. Dan di dalam keadaan seperti ini orang akan memunyai kekuatan untuk hidup di sini, bukan mau lari. Banyak orang mengatakan “hidup di bumi sudah begitu kacau, mari kita bunuh diri dan masuk sorga”. Alkitab tidak mengajarkan begitu, Alkitab mengajarkan Dia akan perbaiki di sini. Maka Saudara tidak lari dari sini, Saudara tunggu di sini. Kalau Tuhan janjikan bumi akan diperbaiki, tidak perlu ke Mars. Ketika Tuhan menjanjikan akan memperbaiki semua, kita dengan sangat kuat mengatakan “Tuhan akan memenangkan daerah ini juga, ini daerah Tuhan juga. Tuhan tidak akan melupakan kami, Tuhan tidak akan lupakan perjuangan kami, Tuhan tidak akan lupakan apa yang kami perjuangkan. Tuhan akan mahkotai semua yang baik yang kami usahakan untuk kemuliaan Tuhan”.
Hal keempat, iman berarti kita sadar kewajiban, bukan hanya sadar hak. Orang rendah hati bukan selalu tanya “apa yang bisa saya dapat”, tapi orang rendah hati selalu mempertanyakan “apa yang harus saya kerjakan?” Iman tidak pernah pasif, iman akan mendorong diri untuk kerjakan apa yang menjadi tanggung jawab. Orang yang beriman adalah orang yang paling gigih. Kalau Saduara menyadari konsep iman di dalam Alkitab, orang beriman itu adalah orang yang tidak bisa dihentikan oleh apa pun, karenanya imannya. Orang mengatakan “iya, saya peraya, lalu angkat tangan”, orang beriman bukan seperti itu. Orang beriman adalah orang yang didorong oleh imannya, sadar kewajiban. “Saya harus bekerja bagi Tuhan, bagaimana saya bisa santai”. Paulus orang beriman, itu sebabnya dia pergi ke seluruh tempat untuk memberitakan Injil. Ini yang dia contohkan, iman berarti kesadaran bahwa Tuhan yang membenarkan dan saya harus bertanggung jawab kepada Dia.
Ini yang bisa kita lihat dalam pengertian iman, ada 4 hal dan itu sebabnya Habakuk mengatakan bahwa Tuhan memerintahkan dia untuk menulis semua penglihatan dalam loh-loh batu. Penglihatan akan rencana Tuhan yang besar. Tahu tidak, apa yang terjadi pada kamu sekarang cuma bagian kecil dari rencana Tuhan yang besar, kamu harus tanggung ini. Mengapa saya harus tanggung? Karena kamu orang beriman. Orang beriman harus sadar bahwa Kerajaan Allah lebih besar dari pada apa yang kita alami, tapi yang kita alami itu tidak pernah Tuhan buang dari KerajaanNya. Tuhan memakai pengalaman kita untuk mendirikan KerajaanNya. Kesulitan dan penderitaan yang dialami oleh orang-orang percaya dijalani dengan maksud menjadi berkat sehingga Kerajaan Allah bisa dinyatakan. Lalu Kerajaan Tuhan juga dinyatakan dan diterima oleh orang-orang ini dengan kesadaran bahwa mereka tidak layak. Tuhanlah yang mengambil mereka untuk mendapatkan berkat yang begitu limpah, yang Tuhan mau berikan. Dan ini membuat kita menyadari bahwa setiap orang yang mau memperjuangkan kebenaran dan keadilan, dia akan mendapatkan kelegaan dari Tuhan. Siapa yang mau memperjuangkan kekudusan, keadilan, kebenaran Tuhan, dia akan mendapatkan itu. Ketika orang berseru “dimana keadilanMu Tuhan?”, Tuhan mengatakan “Aku akan menyatakannya”. Maka orang yang terus mati-matian memperjuangkan untuk hidup adil, dia akan mendapatkan kelegaan dari janji Tuhan. Dari sini kita bisa mengerti mengapa doa Nabi Habakuk begitu indah dan kuat. Di dalam pasal ke-3, dia mengatakan bahwa Tuhan bekerja dengan sangat limpah. Tuhan bekerja dengan sangat menakutkan. Lalu Tuhan kiranya menghidupkan itu dalam lintasan tahun. Setiap saat, setiap kali saya menjalani hidup, saya menyadari hal ini, ini yang Habakuk minta. Supaya saya tahu Tuhan dan KerajaanNya terlalu besar untuk dinilai oleh papa yang terjadi pada saya sekarang. Lalu saya sadar bahwa Tuhan dan KerajaanNya adalah harapan saya untuk mendapatkan kebaikan yang melampaui hidup. Meskipun pohon ara tidak ada bunganya, pohon anggur tidak ada buahnya, hasil pohon zaitun mengecewakan, itu tidak apa-apa. Karena Kerajaan Tuhan lebih besar dari pada momen ini. Kerajaan Tuhan lebih besar dari pada tahun 2019, lebih besar dari apa yang kita alami sekarang, Kerajaan Tuhan adalah pegangan bagi kita untuk menyadari ada pengharapan. Dan Kerajaan Tuhan adalah alasan mengapa kita berjuang. Maka biarlah kita masuk tahun 2019 dengan kesadaran apa yang terjadi di tahun 2019 tidak bisa mengkutubkan seluruh pekerjaan Tuhan, kita tidak tahu ke depan kita akan berhasil atau tidak, seberapa baik kita melayani Tuhan, seberapa baik kita menjalani hidup. Tapi kita tidak bisa kurung Kerajaan Allah hanya di tahun 2019. Kita tidak tahu berapa besar yang bisa kita nikmati di tahun ini, tapi kita tidak bisa mengurung rencana Tuhan hanya di dalam kesempitan satu tahun ini saja. “Tahun 2019 buruk berarti Kerajaan Tuhan gagal”, tidak. Lalu kita bisa mengerti bahwa Kerajaan Allah akan dinyatakan dan orang-orang yang rendah dan tidak berarti yang akan menikmatinya. Dan kita menyadari ada tanggung jawab “saya perlu masuk ke tahun 2019 dengan satu kesadaran bahwa saya harus memperjuangkan apa yang perlu supaya Kerajaan Tuhan dinyatakan. Saya mesti kerja lebih giat lagi, saya mesti studi lebih baik lagi dan mesti kerja dengan jujur. Saya mesti punya relasi yang lebih baik degan orang-orang, saya mesti jadi berkat”. Mengapa kita harus menjadi berkat? Karena kita harus rendah hati, kita mesti merasa tidak layak dan kita harus kerjakan apa yang perlu untuk Kerajaan Allah dinyatakan, ini orang rendah hati. Bukan dengan kesombongan, pengakuan kehebatan dia akan melakukan sesuatu. Terakhir, di tahun 2019 ini adalah tahun dimana kita menyadari Tuhan pakai orang-orang untuk melakukan sesuatu karena iman, bukan karena apa yang dia mampu kerjakan tapi karena iman. Iman yang menyadari ada Kerajaan Allah yang harus diperjuangkan, iman yang menyadari ada Tuhan yang memunyai kehendak dan kehendakNya adalah baik semata. Maka Saudara akan berjuang bukan terus putar dalam pergumulan yang tidak habis-habis. Semua orang boleh bergumul tapi selalu ada target bergumul dan lewat sampai berapa lama. Kalau kita terus jatuh dalam pergumulan yang sama, akan sangat sulit bagi kita untuk menikmati kehidupan dari perspektif iman seperti yang Tuhan janjikan. Kita perlu pikirkan baik-baik, “saya jatuh dalam dosa”, mari lepas, mari hidup kudus, mari tinggalkan dosa. “Saya terus jatuh dalam keadaan mengasihani diri”, berhenti mengasihani diri. “Saya terus jatuh dalam dosa kepahitan kepada orang”, berhenti benci sama orang. “Saya terus menjadi orang yang licik, terus tipu orang, bertobat dan bayar balik semua orang yang pernah dirugikan. Maka dengan model hidup yang baru dan sadar “saya harus punya hidup yang beres”, baru bisa masuk dalam tahun 2019 sebagai orang yang beriman dan menyadari bahwa Kerajaan Allah dinyatakan bukan lewat hidup tapi lewat kesetiaan Tuhan mau menyatakannya. Saya harap kita tinggalkan 2018 dengan segala hal yang mendukakan Tuhan di belakang, lalu masuk 2019 dengan kesadaran “saya orang beriman, saya tidak bisa hidup seperti orang yang tidak menerima Tuhan, saya tidak bisa hidup sebagai orang yang menolak Kerajaan Tuhan, saya harus menjadi orang yang beriman”. Biarlah tahun ini menjadi tahun pembuktian kita kepada Tuhan bahwa Tuhanlah yang beranugerah dan kita mau setia kepada Tuhan. Kiranya Tuhan menuntun kita masuk ke tahun yang baru dengan penuh kekuatan oleh karena berkat Tuhan.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Khotbah
- 6 Feb 2019
Allah Mengingat Umat-Nya
(Yehezkiel 16: 59-63)
Tuhan adalah Tuhan yang mengasihi kita, tapi cinta kasih Tuhan adalah cinta kasih yang memurnikan dan memunculkan setiap kebaikan yang Tuhan siapkan dalam diri manusia. Ini merupakan kasih yang tidak sama dengan kasih mana pun. Karena kasih yang hanya menerima saja itu bukan kasih. Kasih yang tidak ada unsur menerima, itu juga bukan kasih. Tuhan mengasihi maka Tuhan menerima orang berdosa. Tuhan mengasihi maka Tuhan mengubah orang berdosa. Dan inilah yang dinyatakan di dalam Natal. Natal adalah saat dimana janji yang Tuhan berikan kepada manusia, oleh karena cinta kasihNya menjadi genap, penuh dengan bahagia, penuh dengan kesenangan, karena Tuhan adalah Allah yang menyempurnakan janjiNya. Kitab Suci banyak bicara banyak hal tentang janjiNya. Janji Tuhan bukan hanya janji tertulis, yaitu ada perencanaan, lalu ada janji yang diterapkan karena ada tulisan yang ditulis dalam sebuah kertas, bukan itu. Janji Tuhan adalah janji yang diikat oleh firman yang berkuasa. Firman Tuhan bukan hanya sekedar kalimat perkataan, firman Tuhan adalah realita ketika Tuhan mau berdiam bersama manusia. Tahun lalu saya berkhotbah mengenai 8 alasan mengapa Allah menjadi manusia dan satu yang sangat utama dari seluruh alasan itu adalah Allah mau berdiam bersama manusia. Allah mau berdiam bersama dengan manusia untuk apa? Apakah karena Allah membutuhkan manusia? Tidak. Allah bukan perlu manusia, tapi Allah menginginkan manusia. Perlu tidak ada pada diri Allah, Allah tidak perlu apa pun. Tetapi ingin bersama manusia, itu ada pada diri Allah. Kerinduan untuk hidup bersama manusia ada pada Allah. Dan harusnya ada kerinduan dalam diri manusia untuk bersama Allah.
Mari kita membaca Yehezkiel 16: 59-63. Di dalam tulisanannya seorang bernama Eberhard Jungel, dia mengatakan bahwa Allah menyimpan kita di dalam memoriNya. Jungel adalah seorang yang sangat dipengaruhi oleh Barth, banyak aspek baik dari pengajaran Barth maupun dari pengajaran dari Jungel yang kita tidak nyaman untuk terima. Kita tidak setuju, ada sisi dimana Barth seperti mengajarkan kalau Tuhan menyelamatkan semua orang otomatis akan berbagian di dalam keselamatan. Ini adalah tema universalisme, keselamatan adalah milik semua orang, entah dia percaya atau tidak, kita tidak terima ini sebagai ajaran Alkitab. Ada juga ajaran menolak tentang kehidupan setelah kematian, yang seperti muncul dari buku-buku Jungel, ini pun sulit kita terima. Kita mesti belajar tolak semua ajaran jelek tapi menerima semua hal yang membuat kita semakin mengerti Kitab Suci. Satu hal yang dikatakan oleh Jungel adalah Allah simpan kita di dalam memoriNya. Memori dimiliki oleh semua pribadi, baik Allah maupun malaikat, setan dan juga manusia. Manusia punya memori, manusia bisa mengingat. Tapi manusia tidak mungkin mengingat hal yang secara mekanik berulang-ulang terus. Adakah diantara Saudara yang ingat tadi pagi sikat gigi gosok berapa kali? Adakah yang catat itu di buku harian? Saudara juga tidak akan ingat hal-hal yang tidak terlalu berkait dengan pembentukan hidup Saudara, tapi momen-momen penting selalu teringat. Saudara akan ingat momen hidup dengan seorang yang sekarang mungkin sudah tidak ada, Saudara punya memori tentang mereka “dulu saya punya papa, sekarang sudah dipanggil oleh Tuhan. Saya ingat kebaikan papa saya”. Semua yang diingat tentang pribadi adalah hal yang akan sangat kena pada emosi kita. Hal yang menyentuh emosi akan selalu diingat. Saya terus ingat kakek saya, papanya mama saya, dia adalah orang yang punya jiwa berjuang luar biasa sekali. Memori seperti ini yang selalu diingat, memori selalu ada di pikiran kita karena ada relasi. Saudara kan pisahkan mana yang penting dan mana yang tidak, mana yang akan menggugah emosi dan mana yang tidak. Tidak akan ada orang yang ingat hal-hal kecil, kecuali dari hal-hal kecil orang yang kita cintai. Orang yang kita cintai akan masuk dalam memori kita, orang yang jauh relasinya tidak mungkin terkenang atau teringat. Itu sebabnya Tuhan adalah Tuhan yang juga menyatakan memoriNya terhadap umat. Tuhan menjalani relasi dengan kita dan Tuhan menyimpan di dalam memoriNya setiap hal yang Dia alami bersama kita. Bukankah Tuhan maha tahu? Tuhan tahu semua hal, Tuhan tidak mungkin tidak tahu, jadi Dia tidak mungkin simpan memori apa pun, semua akan Dia ingat. Tapi Alkitab mencatat Tuhan mengingat bukan karena Dia maha tahu, Tuhan mengingat karena Dia mengasihi umatNya. Dia ingin ada relasi dengan umatNya dan karena itu kesan dari umatNya di pikiran Tuhan itu jelas sekali. Itu sebabnya Tuhan mengatakan “Aku mengingat kesalahanmu, Aku mengingat pemberontakanmu dan hatiKu sakit”.
Tuhan kita bukan Tuhan berhati batu, Tuhan kita bukan dewa dari kayu dan batu. Saya membaca satu artikel dari seorang ahli Perjanjian Lama, orang ini pernah menulis satu buku Perjanjian Lama, di dalamnya dia menulis ketika engkau menyembah Allah bukan berhala, berhala dari kayu dan batu, dari emas atau perak, itu buatan manusia. Orang ini bernama Eugene Merrill, dia mengatakan bahwa ketika orang mengatakan berhala itu dari batu, dari besi, dari logam ,dari emas, itu berarti mereka tidak punya hati. Berhala tidak punya tempat untuk simpan umatnya di dalam dirinya. Berhala itu dari kayu dan batu, dan karena itu tidak berkesan dan tidak terkesan terhadap umatnya. Sehingga ketika orang menyembah berhala, orang tidak akan punya sentuhan emosional dengan berhalanya. Orang hanya menyembah berhala karena dia punya sentuhan emosional kepada yang lain. Ada orang punya sentuhan emosional kepada emas dan perak, kepada kekayaan, maka dia sembah berhala supaya dia beroleh emas dan perak. Ada orang yang punya sentuhan emosional pada pangkat dan kedudukan, maka dia sembah berhala supaya dia bisa mendapat pangkat dan kedudukan. Ada orang yang ingin mendapat istri atau suami yang dia kasihi dari orang yang dia kagumi, dia ingin menikah dengan orang ini, lalu dia sembah berhala bukan karena ingin punya relasi dengan berhala tapi dia ingin mendapatkan orang, laki-laki atau perempuan yang ingin dia nikahi. Ketika orang menyembah berhala, orang akan dilatih bukan untuk mencintai berhala, tapi untuk mencintai apa pun itu yang bisa diperoleh karena ada berhala. Itu sebabnya kalau kita datang kepada Tuhan hanya untuk minta kaya, minta sehat, minta apa pun tapi tidak peduli Tuhan, kita adalah penyembah-penyembah berhala. Berhala tidak perlu dikasihi karena berhala pun tidak mengasihi kita. Relasi dengan berhala tidak ada memori apa pun karena berhala tidak simpan kita di dalam memorinya. Orang menyembah berhala karena ingin yang lain, maka jadilah orang Kristen yang bukan penyembah berhala. Di dalam Kitab Suci dikatakan Allah simpan umatNya di dalam hatiNya. Allah sakit hati kalau umatNya salah, tapi Allah juga sangat bersukacita kalau umatNya setia kepada Dia. Dan setiap perjalanan antara Allah dan umatNya di dalam sejarah selalu menimbulkan entah luka atau pun kesenangan di dalam hati Tuhan. Itu sebabnya Tuhan mengingatkan kita bahwa Dia bisa mengingat. Dia taruh kita di dalam memoriNya dan Dia bisa disakiti atau pun disenangkan oleh karena hidup yang kita jalani. Tuhan bukan tuhan yang terdiri dari kayu, emas, perak atau besi. Tuhan adalah Tuhan dengan hati. Maka ketika Tuhan memanggil manusia, Tuhan mengatakan “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu”. Saya tidak mengerti mengapa banyak orang mengaitkan Kekristenan terutama Reformed, dengan teori-teori yang hebat-hebat tapi kurang menyentuh emosi. Saya memberi tahu Saudara saat ini, di dalam Teologi Reformed emosi ditempatkan sangat besar. Martin Luther mengatakan bahwa ketika engkau datang kepada Tuhan, hantaman Tuhan merubah hatimu. Perubahan hati mengubah emosi, gairah dan perasaanmu kepada Tuhan, itu yang Luther katakan. Calvin berbicara tentang Kekristenan dengan sangat penuh emosi, Calvin mengatakan Kekristenan adalah agama hati, religion of the heart. Engkau menjadi Kristen karena hatimu, karena hati yang penuh cinta kepada Tuhan, hati yang kagum kepada Tuhan, dan hati yang penuh dengan cinta kepada sesama, itulah yang menyebabkan orang menjadi Kristen. Teologi Reformed mempunyai tradisi yang sangat menekankan emosi. Tapi pada abad 20 banyak aliran dari Kekristenan yang bukan menekankan emosi tapi mempermainkan emosi. Emosi dipermainkan dengan dimunculkan padahal dia seharusnya tidak muncul. Bisakah seseorang mempermainkan emosi orang lain? Bisa, ada laki-laki yang mungkin sangat jahat, mendekat pada seorang perempuan, memberikan perasaan, perhatian, lalu perasaan perempuan itu naik dengan tinggi sekali. Lalu orang itu mengatakan “kita cuma teman ya’. Ini terutama untuk anak muda, jangan jalani pergaulan dengan cara yang merusak, jalani pergaulan dengan sewajarnya. Jika Saudara menyukai seseorang, konsentrasi kepada seseorang itu dan bangkitkan perasaan Saudara dan dia di dalam tahap yang sama bertumbuhnya. Tapi kalau tidak punya keinginan, jangan terlalu banyak menyebar keagungan diri yang dibuat-buat. Itu namanya mempermainkan perasaan, memunculkan padahal seharusnya tidak muncul. Hal yang sama ketika dalam sebuah kebaktian orang dipaksa muncul emosinya, itu namanya pemaksaan. Kita tidak melakukan itu, kita tidak mengulang-ulang lagu sampai Saudara menangis. Lalu suasana dibuat redup, musik mendayu-dayu, lalu Saudara menangis. Saudara menangis karena diciptakan suasananya dari luar ke dalam secara artifisial. Bisakah perasaan dimunculkan secara artificial? Bisa, obat yang memunculkan perasaan senang itu terdapat di dunia ini. Saudara makan jenis kimia tertentu, otak Saudara memberikan reaksi tertentu, tiba-tiba Saudara merasa senang. Bahkan Saudara minum segelas kopi pun bisa lebih senang dari biasanya, lebih semangat. Tapi itu semangat palsu, semangat yang tidak dimunculkan dari relasi dari Tuhan dan sesama. Maka Reformed menekankan emosi, tapi tidak mempermainkan emosi. Reformed memberi tempat yang utama pada emosi, tapi tidak sembarangan pancing emosi dengan cara yang palsu dan artificial. Kalau tidak mau menangis, mengapa menangis? Kalau menangis, beri tahu alasannya. Reformed bukan ajaran kaku yang hanya doktrin belaka. Kalau Saudara baca mulai Luther, Calvin, sangat menyentuh hati. Commentary Calvin sangat membuat terharu. Saudara baca khotbah Luther bisa membuat marah dan menangis. Ini orang-orang yang sangat menyentuh hati, tapi mereka tidak pernah memanipulasi perasaan Saudara. Sehingga Saudara mengeluarkan perasaan yang tidak semestinya tanpa tahu mengapa. Allah menciptakan kita dengan hati karena Allah mau ada sentuhan relasional antara Allah dan kita. Maka Dia mengatakan di dalam Kitab Ulangan, “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu”. Di dalam teologi Perjanjian Lama, hati itu adalah seluruh emosi disatukan, disimpulkan dalam satu inti, seluruh emosi Saudara, seluruh hidup, seluruh jiwa dimasukan dalam satu inti, itulah hati. Tuhan sedang mengatakan kasihi Tuhan dengan seluruh kekuatanmu untuk punya perasaan. Jika Saudara mampu mencintai, pakai segenap kekuatanmu untuk mencintai Tuhan dengan cinta yang paling besar, inilah yang ditulis dalam Ulangan.
Mengapa Tuhan menuntut kita untuk memberikan emosi kita sepenuhnya kepada Tuhan? Karena Tuhan melakukan hal yang sama kepada kita. Tapi ada kesulitannya, tiap kali kita berikan hati, selalu hati akan terluka. Waktu kita mempersembahkan hati, hati akan sangat mungkin dihancurkan. Dan yang pertama memberikan hati kepada manusia berdosa adalah Tuhan. Manusia tidak pernah peduli Tuhan. Sebelum Tuhan menebus manusia, manusia simpan hatinya dan berikan hatinya kepada yang lain sehingga hatinya dihancurkan oleh hal-hal yang cemar dan hina. Berapa banyak hati kita dihancurkan oleh hal-hal yang sifatnya duniawi? Ada orang mencintai orang yang tidak kenal Tuhan, akhirnya patah hati. Mengapa hati patah? Karena diberikan kepada yang tidak layak menerima. Ada orang yang memberikan hatinya kepada dunia bisnis sepenuhnya, akhirnya ketika bisnisnya hancur, hatinya ikut hancur dan seperti tidak ada hidup lagi. Mengapa demikian? Karena hati diberikan kepada yang tidak layak menerima. Jangan berikan hati kepada dunia ini. Karena ketika Saudara memberikan hati, hati akan dihancurkan oleh karena ada sifat dosa di dunia ini yang menolak pemberian paling murni sekali pun. Banyak anak gadis salah mencintai laki-laki, mencintai laki-laki yang hanya mau tubuhnya saja, akhirnya jatuh dalam relasi yang rusak sekali. Saya bingung mengapa orang bisa meremehkan hal seperti ini. Pada waktu itu saya sadar, ketika orang mengaku Kristen, menjalankan ibadah, menunjukan perilaku luar yang sepertinya mencintai Tuhan, tapi hati tidak diperbaiki, tinggal tunggu waktu dia jatuh. Apakah kita sudah perbaiki hati? Apakah hati kita tetap berpaut dan terkait dengan hal-hal yang sifatnya duniawi? Apakah hati kita masih berkait dengan dosa, apakah hati kita masih egois, cuma lihat diri terus, apakah hati kita tidak peduli Tuhan? Karena hati yang tidak peduli Tuhan akan dihancurkan dan dilukai oleh dunia ini. Kamu terus memberikan hatimu kepada orang yang akan merusak hatimu, dan sekarang hatimu rusak karena memang kamu berikan kepada orang yang tidak layak”. Berapa lama kita terus memberikan hati kepada orang yang tidak layak terima, kepada dunia yang tidak layak menerima hati kita? Sedangkan Tuhan yang sudah memberi hatiNya terus-menerus diabaikan oleh umatNya. Maka Tuhan sangat marah, Tuhan begitu sakit hatiNya sebab Dia memberi hatiNya kepada kita yang hanya tahu menghancurkan hati Tuhan. Hati Tuhan dihancurkan oleh karena kita palingkan wajah dari Dia. Hati Tuhan dihancurkan karena kita berikan hati kepada yang lain dan bukan kepada Tuhan. Dalam keadaan hati yang hancur, Tuhan tarik anugerahNya. Saudara harus tahu di dalam Alkitab dikatakan sangat berat bagi Tuhan untuk menarik anugerah-Nya. Tuhan menarik diriNya dari Israel setelah tunggu mereka ratusan tahun. Pertama kali mereka jatuh di dalam zaman hakim-hakim, setelah Yosua dan semua orang yang kenal Yosua, mati, Israel menyembah berhala. Ini mungkin terjadi di tahun 1.200 sebelum masehi. 1.200 Sebelum masehi, mereka sudah hancurkan hati Tuhan, tapi Tuhan masih sabar. Mereka hancurkan hati Tuhan di generasi-gererasi di Kitab Hakim-hakim, terus-menerus menghancurkan hati Tuhan. Lalu Tuhan bangkitkan Raja Daud, setelah Daud mati, Israel kembali menghancurkan hati Tuhan. Tapi Tuhan baru hukum mereka di abad ke-6 sebelum masehi. Dari tahun 1.200 sebelum masehi Tuhan sabar, baru tahun 500an sebelum masehi, Tuhan buang Israel ke Babel. Berarti Tuhan tahan diriNya berabad-abad terhadap dosa dan kekejaman yang dilakukan oleh Israel. Setiap kali Israel mengabaikan Tuhan, Tuhan sakit hatiNya. Setiap kali mereka kejam kepada orang lain, Tuhan sakit. Setiap kali mereka menghancurkan orang lain dengan ego dan kekuatan mereka, Tuhan sakit. Tapi Tuhan terus jaga hatiNya, terus jaga kesabaranNya sampai waktunya Dia mengatakan “cukup, Aku akan membuang engkau jauh ke Babel”.
Di dalam pembuangan ke Babel, Tuhan menyatakan “Aku buang engkau karena engkau tidak pernah pedulikan janjiMu kepada Tuhan. Engkau tidak peduli janjimu, engkau tidak peduli seharusnya engkau memberikan hatimu kepada Tuhan”. Dan di dalam pembuangan ini, Tuhan mengatakan “Aku tidak akan sama seperti engkau. Engkau mengkhianati perjanjianmu denganKu maka Aku pun akan melupakan perjanjianKu dengan engkau”, tapi Tuhan melupakan perjanjianNya hanya di dalam waktu yang singkat sekali. Tuhan mengatakan kepada Yehezkiel “Aku akan melupakan perjanjianKu”, masih di dalam zaman Yehezkiel hidup, Tuhan mengatakan “Aku mau ingat kembali perjanjianKu”. Tuhan baru melupakan beberapa tahun yang lalu, mengapa sekarang ingat lagi? Karena belas kasihan Dia begitu besar, maka Tuhan mau mengingat umatNya. Lalu Tuhan mengingat umatNya, Tuhan mengingat dengan memberikan janji yang baru. Tuhan mengatakan “Aku akan panggil engkau kembali dan Aku akan mengingat relasiKu dengan engkau dulu”, ini mengagumkan sekali. Tuhan mengingat senangnya berelasi dengan orang-orang seperti Abraham, Ishak, Yakub, mereka bukan orang yang sempurna tapi mereka mau kembali kepada Tuhan, mereka mau terus memberikan hati kepada Tuhan. Yakub bukan orang yang baik, tapi di dalam kelemahannya dia terus mengingat Tuhan, dia terus mau belajar cinta Tuhan. Saya tidak meremehkan dosa, tapi saya lebih khawatir kepada orang yang hatinya dingin kepada Tuhan dari pada orang yang sedang jatuh dalam dosa. Ada orang-orang yang hatinya begitu dekat dan cinta Tuhan tapi dia tidak sanggup memelihara kekudusan dan dia jatuh, masih ada harapan dari orang itu asalkan dia ingat dia dulu pernah cinta Tuhan. Lagu dari Pak Stephen Tong yang sangat mengharukan bagi saya adalah lagu yang mengatakan “bila kau pernah cinta Yesus, mengapa tak cinta Dia sekarang”, kalau dulu engkau pernah cinta Dia, ada harapan engkau kembali. Tapi kalau dulu hatimu dingin, meskipun engkau hidup baik secara moral, meskipun engkau tidak jatuh dalam dosa apapun tapi hatimu yang dingin itu akan membuat engkau jauh dari Tuhan, jaraknya lebih jauh dari pada orang yang punya kasih kepada Tuhan tapi sementara sedang jatuh dalam dosa. Itu sebabnya berikan hati kepada Tuhan. Tuhan mengingat Yakub, Abraham, Ishak, Musa, mengingat Israel di padang gurun. Sangat heran, selalu Tuhan kembali ke Israel di padang gurun, sedangkan di padang gurun mereka sering berdosa kepada Tuhan, tapi mereka dihajar dan kembali kepada Tuhan. Tuhan tidak ingat manusia karena manusia sempurna, Tuhan ingat manusia karena manusia mau kembali kepada Tuhan, ini yang harus kita tahu. Kalau kita mau mengatakan “Tuhan tuntut saya sempurna”, tidak ada yang bisa sempurna. Israel di padang gurun dihantam Tuhan berkali-kali, tapi mengapa di dalam Kitab Yehezkiel Tuhan mengatakan “dulu di padang gurun engkau adalah perempuan muda yang Kukasihi, dulu engkau di padang gurun tidak punya apa-apa”. Israel di padang gurun bagaikan seorang perempuan muda yang tidak tahu apa-apa, penuh kelemahan, penuh kekurangan, tapi matanya melihat kepada Tuhan dan mengatakan “Tuhan, Engkau pemimpinku. Aku berjalan dengan terseok-seok, tapi aku tetap mengikuti Engkau”. Namun seiring dia bertumbuh dewasa, dia mulai berpaling kepada bangsa-bangsa lain, kepada dewa-dewa palsu. Itu sebabnya Tuhan mengatakan “Aku mengingat ketika engkau di padang gurun, masih begitu kecil, masih begitu muda, namun engkau terus melihat kepada Tuhan dan mau kembali kepada Tuhan”. Setelah Daud jatuh dalam dosa, apa yang menolong dia untuk bangkit? Yang menolong dia bangkit adalah kecintaannya kepada Tuhan yang dulu dia pernah miliki. Waktu cinta Tuhan, dia dekat kepada Tuhan, dia tulis puisi yang penuh dengan kehangatan untuk Tuhan. Waktu dia jatuh dalam dosa, itu terjadi karena dia lupa akan cintanya kepada Tuhan. Ketika disadarkan, dia kembali kepada cintanya yang mula-mula itu. Ini yang Tuhan berikan peringatan kepada Efesus “ingat cintamu yang mula-mula”. Namun kalau kita belum pernah punya cinta kepada Tuhan, mari miliki cinta itu sekarang. Karena tanpa cinta kepada Tuhan mustahil Saudara bisa hidup dekat dengan Tuhan. Alkitab mengatakan Tuhan mengingat umatNya, Tuhan mengingat dulu mereka jatuh bangun mengikuti Tuhan, tapi mereka punya hati untuk mau dibentuk oleh Tuhan. Maka pembentukan diberikan, Tuhan memberikan firman, Tuhan mengajak Musa untuk menjadi wakil Dia membimbing umat ini. Relasi antara Tuhan dan Musa bukan relasi yang mulus terus, relasi antara Musa dan Israel bukan relasi yang mulus terus, relasi yang penuh pergumulan, terkadang kebencian tapi setelah itu pemulihan dan pertobatan. Inilah yang Tuhan ingat, maka Yehezkiel mengatakan Allah ingat jatuh bangunnya Israel dalam berelasi dengan Tuhan dan Tuhan mau pulihkan. Tuhan pulihkan dengan mengingat memori yang indah, remeberance dari umatNya. Alkitab mengatakan Allah mengingat jahatnya Israel itu membangkitkan murka Tuhan, tapi kalau Tuhan mengingat semua hal yang membangkitkan kenangan yang baik dari Israel yang mau kembali bertobat, pada waktu itu Tuhan berencana memperbarui perjanjian.
Di Kitab Suci ada pernyataan yang jelas, Tuhan memperbarui perjanjian karena mengingat umatNya. Memori dengan umatNya membuat Tuhan ingin membuat perjanjian yang disempurnakan. Bagaimana perjanjian itu disempurnakan? Dengan adanya satu tahap relasi yang baru dimana Allah dan umat menjadi tidak berjarak. Ketika Allah dan umat menjadi tidak berjarak, pada waktu itu memori antara Tuhan dan umat menjadi begitu dekat dan akrab. Ketika Israel sudah dibuang, Tuhan justru menjanjikan “Aku akan perbarui perjanjian”. Perjanjian diperbarui dengan cara Tuhan akan kirim AnakNya menjadi manusia. Sekarang perjanjianNya bukan lagi dalam bentuk tulisan, bukan lagi dalam bentuk dua loh batu, tapi dalam bentuk seorang manusia, inkarnasi dari Pribadi kedua dari Tritunggal. Setelah Yesus menjadi manusia, pada waktu itu perjanjian itu dengan sangat indah Tuhan berikan untuk dimiliki umat Tuhan selama-lamanya. Pada waktu Yesus datang, ada pernyataan dari Tuhan bahwa Dia tidak pernah lagi akan lupakan umatNya, tidak pernah lagi Dia akan membuang umatNya, tidak pernah lagi Dia akan habiskan umatNya, tidak pernah lagi murkaNya akan bangkit dan membuat umatNya terbuang selama-lamanya. Tuhan akan berpaling kepada umatNya dengan penuh kasih setia.
Natal adalah hari dimana kita menyadari Tuhan mengingat kita. Tuhan mengingat kita bukan karena kita layak diingat. Tuhan mengingat kita karena Dia tahu siapa kita, Dia tahu kelemahan kita, Dia tahu kita tidak sanggup, Dia tahu kita penuh dengan berbagai macam godaan untuk jatuh, namun sekarang Tuhan mengatakan “Aku tidak akan lupakan engkau lagi”. Mari kita kembali kepada Tuhan, mari lihat janji yang digenapi di dalam pribadi yang menjadi manusia. Ini bagian yang sangat mengharukan bagi saya, saya terus bayangkan apa rasanya melihat bayi Yesus. Yang membuat bayi Yesus begitu indah, begitu mulia bukan karena wajah yang lucu dari bayi ini, semua bayi pasti wajahnya lucu. Tapi Yesus menjadi manusia adalah titik dimana saya boleh merasa aman. Saya tahu Tuhan mengikat janji dengan saya melalui Kristus, sehingga sepasti Kristus hidup menjadi manusia, demikian pastinya perjanjian Tuhan menjadi milik saya. Di dalam Alkitab banyak cara untuk menyatakan perjanjian, janji yang paling remeh adalah janji yang diucapkan menggunakan sendal, ini adalah janji yang diucapkan di Perjanjian Lama. Kalau Saudara punya tanah, lalu Saudara mau menebus tanah kerabat Saudara, maka Saudara harus menebus tanah itu. Tapi menebus tanah berarti juga menebus istri dari kerabat Saudara, kalau dia punya istri. Ketika Saudara sadar “kerabatku sudah mati dan dia punya istri. Kalau saya menikah dengan istrinya, istrinya akan punya anak sulung yang diakui sebagai anak kerabat saya, bukan anak saya”, maka Saudara keberatan “saya tidak mau, nanti warisan saya jadi jatuh ke kerabat saya yang sudah mati itu, maka saya tidak mau menikahi istrinya”. Kalau Saudara tidak mau, Saudara harus duduk di pintu gerbang kota dengan para tua-tua kota, nanti tua-tua kota akan menyuruh istri kerabat Saudara yang Saudara tidak mau nikahi, untuk melepas sepatunya. Setelah itu sepatunya akan diberikan kepada Saudara dan dia akan meludah ke tanah. Ini tandanya Saudara adalah orang yang jahat karena tidak mau ambil kewajiban membangkitkan keturunan bagi kerabat Saudara yang sudah mati. Ini perjanjian pakai sendal, sekarang sudah tidak ada lagi. Ini bentuk perjanjian yang penting tapi tidak sepenting yang lain. Lalu ada bentuk perjanjian yang lain yaitu bentuk perjanjian dengan tanda materai. Setiap keluarga pada zaman dulu akan punya tanda materai, entah itu cincin atau tongkat atau surat atau apa pun itu. Jadi barang yang paling mewah milik seseorang itu bisa menjadi tanda keluarganya. Ketika Saudara membeli barang, tapi Saudara lupa membawa barang atau uang, Saudara mengatakan “rumah saya 5 hari jauhnya dari sini. Kalau saya pulang dulu untuk mengambil uang dan kembali lagi ke sini, mungkin barang daganganmu sudah tidak tahu kemana. Boleh tidak saya ambil sekarang karena saya perlu barang ini, lalu saya bayar nanti?”. Karena tidak boleh seperti itu maka “ya sudah, saya akan pulang dengan membaca barang ini, lalu saya akan bayar 10 hari kemudian, 5 hari untuk pulang dan 5 hari lagi untuk kembali ke sini”, “mana jaminannya?”, “ini cincin keluargaku, bagi kamu ini tidak penting tapi bagi saya ini penting. Pegang dulu cincin ini. Kamu pegang cincin ini setelah itu saya akan kembali ke rumah. Itu namanya perjanjian, Saudara akan berikan tongkat atau cincin atau materai atau apapun yang dimiliki keluarga, simbol keluarga, untuk dipegang oleh si pedagang itu. Perjanjian ini juga termasuk kurang penting. Tapi masuk ke perjanjian ketiga, ini perjanjian hidup dan mati, kalau Saudara mengingat perjanjian sangat serius, maka ada tanda ketiga yaitu binatang dipotong. “Kalau saya mau berjanji dengan orang dan janji ini sangat serius. Misalnya “saya ingin berjanji seumur hidup baik keturunanku maupun keturunanmu tidak akan pernah saling berperang”, maka janji ini akan diabadikan lewat saya persembahan binatang, dia memberikan persembahan binatang, lalu kami bagi dua badannya. Satu sisi sebelah kiri, satu sisi sebelah kanan, lalu kami akan berjalan bersama-sama. Berjalan di tengah-tengah binatang yang sudah terbelah itu sambil mengatakan “kalau salah satu dari kami membatalkan perjanjian, biarlah kami terbelah seperti binatang ini”, ini sadis sekali, kalau berani melanggar akan dibelah. Ini perjanjian jauh lebih serius, perjanjian ini benar-benar hidup dan mati. Ini perjanjian yang sangat serius.
Tapi di dalam Kitab Yeremia, Tuhan mengatakan “Aku akan membuat perjanjian yang lain, yang jauh lebih penting dari ini. Aku akan menulis firmanKu di dalam dagingmu. Aku akan tulis pengenalan akan Tuhan di dalam hatimu”, Tuhan membuat diri kita menjadi perjanjian. Ini membingungkan, mengapa diri kita bisa menjadi perjanjian, kapan Tuhan menulis firman di dalam hati? Kapan Tuhan membuat manusia tidak perlu diajar kenal Tuhan karena di dalam hati sudah kenal Tuhan? Ini terjadi pada waktu inkarnasi, firman Tuhan tertulis di dalam hati Yesus pada waktu inkarnasi, janji Tuhan dan pengenalan Tuhan ada pada tubuh. Maka waktu Yesus persembahkan tubuhNya di kayu salib, pada waktu itu janji Tuhan menjadi genap yaitu Kristus memberi tubuhNya bagi Saudara dan di dalam tubuh Kristus ada tulisan Taurat itu. Di dalam tubuh Kristus ada pengenalan akan Tuhan, di dalam tubuh yang melambangkan hidup, di dalam hidup Yesus ada ketaatan kepada Tuhan. Maka waktu Dia pecahkan diriNya dan bagi diriNya untuk Saudara, Saudara berbagian di dalam kehidupan yang tidak bercacat mengikuti Tuhan. Ini perjanjian paling agung, tidak ada perjanjian lebih agung dari ini. Ini bukan binatang yang dibelah, ini adalah Anak Allah menjadi manusia lalu dipecah di atas kayu salib. Maka ketika Dia menjadi bayi Saudara tahu perjanjian Tuhan menjadi sempurna di sini. Kita sudah menyakit hati Tuhan, tapi Tuhan malah meningkatkan derajat perjanjianNya dengan begitu penuh anugerah bagi kita. Kalau kita tahu Tuhan begitu mencintai kita, mengapa masih tundah hidup bagi Tuhan sampai hari ini? Saudara tidak beriman kepada ilah-ilah palsu atau agama apa pun tidak pernah tahu kasih Tuhan seperti ini. Tidak ada agama yang mencerminkan kasih seperti yang dinyatakan Alkitab. Karena Tuhan menyerahkan Anak TunggalNya kepada kita, pada waktu itu kelahiran bayi ini menjadi tanda perjanjian Tuhan digenapi oleh karena Tuhan mengingat umatNya, Tuhan mencintai Saudara dan saya. Tuhan mengingat kita, mari kita mengingat Tuhan, mari hidup bagi Tuhan.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
- Khotbah
- 19 Dec 2018
Yesus yang Menaati Taurat
(Galatia 4: 1-7)
Galatia 4: 4 yang menuliskan, “tetapi setelah genap waktunya” menunjukkan bahwa waktu ini adalah waktu yang sangat tepat, waktu yang sangat sempurna menurut Tuhan, bahwa kelahiran Kristus di tengah dunia ini bukan suatu waktu yang kebetulan saja, bukan sesuatu yang datang tiba-tiba tapi telah direncanakan oleh Allah Tritunggal. Untuk mengerti kalimat Paulus ini, kita harus melihat Perjanjian Lama karena konteks yang dikatakan “setelah genap waktunya” adalah ada kaitannya dengan apa yang dijanjikan Tuhan di dalam Kejadian 3: 15. Di situ kita bisa melihat gambaran Allah yang begitu berkuasa, ketika narasi Alkitab menjelaskan kepada kita bagaimana Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Dan ada satu prinsip yang bisa kita lihat yaitu Allah sangat berkuasa. Satu gambaran Allah yang begitu agung. Di pasal 1 kita melihat narasi penciptaan yang dilakukan oleh Tuhan mulai hari pertama sampai kelima, kita bisa melihat komentar yang dikatakan oleh Tuhan bahwa ciptaan ini baik. Pasal 1 kita bisa melihat bagaimana kebesaran Tuhan dan Tuhan mengatakan “ini baik” karena apa yang dikatakan oleh firman menjadi kenyataan. Dan di dalam pasal 2 kita mendapati bagaimana ketika Tuhan mengatakan “mari Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”, Tuhan menciptakan manusia dengan tanganNya. Tuhan menciptakan manusia dan menghembuskan nafas ke dalam hidungnya dan manusia menjadi hidup. Sekali lagi Tuhan berkomentar di dalam pasal 2 “sungguh amat baik”, karena Tuhan menciptakan manusia melalui tanganNya dan menurut gambarNya. Manusia diperwakilkan di tengah-tengah dunia ini dan Tuhan mengatakan “sungguh amat baik”, mewakili Tuhan di bumi. Tapi narasi yang indah ini tidak bisa kita dapatkan di dalam pasal 3. Pasal 3 menuliskan pememberontakan manusia kepada Allah ketika Tuhan melarang Adam dan Hawa memakan buah dari pohon yang ada di tengah-tengah taman itu. Mereka sebagai wakil Tuhan, yang diciptakan serupa gambarNya seharusnya taat kepada Tuhan, seharusnya mereka taat kepada firman yang dikatakan. Tuhan berotoritas untuk mengatakan bahwa “ini yang salah, ini yang benar”. Maka seharusnya mereka berada di otoritasnya Tuhan. Tapi kita bisa melihat ular menggoda mereka dan godaan itu terlalu besar untuk dilihat oleh Hawa, Alkitab menuliskan buah itu beigtu menarik hati dan tawaran yang dikatakan oleh ular itu membuat hati Adam dan Hawa ingin memakan buah itu. Sebelumnya mereka berada di bawah otoritas Tuhan, tetapi ketika melawan otoritas Tuhan, maka secara otomatis mereka berada di bawah otoritas ular. Tuhan mengusir mereka dari Taman Eden dan kita bisa membaca di dalam Kejadian bagaimana Tuhan memastikan bahwa mereka tidak bisa masuk dalam taman itu dengan menempatkan malaikat Tuhan ada di situ di depan gerbang dan memegang pedang api, dan memastikan manusia tidak akan berani masuk lagi. Kalau kita membaca dari Kejadian 1-2, manusia itu diciptakan Tuhan begitu mulia begitu baik, apakah kemudian Tuhan membiarkan manusia jauh dari pada Dia? Ternyata di dalam pasal 3 ketika Tuhan memberikan hukuman kepada Adam, Hawa dan ular, Tuhan mengatakan bahwa suatu saat nanti keturunan dari perempuan ini akan meremukan kepala keturunan si ular ini. Lalu siapa keturunan Perempuan dan keturunan Ular?
Kita bisa membaca di dalam Alkitab bagaimana Tuhan memilih anak dari pada Sem yaitu Abraham, Tuhan mengatakan “nanti keturunanmu akan menjadi suatu bangsa yang memberkati seluruh bangsa”. Dan kita bisa melihat bagaimana pengharapan itu terus ada dari keturunan Adam, Ishak, Yakub, Yehuda, dan dari Yehuda ada Daud. Di dalam Matius dikatakan Yusuf dari keturunan Daud, dan Yusuf itu adalah papanya Yesus. Di sini kita bisa melihat pengharapan seluruh orang Israel dari Kejadian, mereka terus menantikan datangnya Sang Anak yang dijanjikan itu. Di dalam narasi Daud, Tuhan berkata kepada Daud, nanti akan ada anak dan kerajaannya untuk selama-lamanya. Dan ini menjadi pengharapan di dalam seluruh orang Israel. Ketika kita membaca Galatia, ketika Paulus mengatakan “ketika genap waktunya Allah mengirimkan AnakNya”, ini menceritakan pengharapan orang Israel. Dari pengharapan Kitab Kejadian 3: 15 sampai pengharapan Israel, sampai mereka kembali dari pembuangan. Pengharapan itu selalu ada yaitu kapan Sang Anak yang dijanjikan Tuhan itu akan datang. Paulus mengatakan di sini bahwa ketika genap waktunya. Paulus memakai analogi yang terjadi di masa itu, di dalam ayat 1-2, dia memakai istilah seorang ayah dan seorang anak. Seorang anak yang meskipun memiliki hak warisan dari ayahnya, tapi dia tidak akan bisa mendapatkan itu, dia belum mendapatkan haknya sampai waktu yang ditentukan oleh bapanya.
Hari ini mungkin kita tidak bisa melihat bagaimana perubahan dari seorang anak menjadi dewasa, kita tidak ada ritual seperti itu. Kita bisa melihat seorang remaja kemudian menjadi dewasa, tapi dalam tradisi Yahudi kita bisa melihat bagaimana mereka sangat mementingkan perubahan ini. Biasanya mereka melakukan suatu ritual, kita mengenal istilah anak dari pada Taurat. Dari kecil mereka mempelajari Taurat, menaati Taurat. Dan pada umur 12, mereka dibawa dalam satu ritual di rumah ibadah untuk mereka berjanji kepada Tuhan. Satu waktu dimana anak itu benar-benar mengenal dirinya sudah dewasa, sudah bertanggung jawab. Hari ini kita sulit mengenal tradisi seperti itu karena kita tidak hidup di dalam tradisi sedemikian. Tapi Paulus memakai suatu tradisi yang sangat dekat dengan mereka bahwa anak itu baru menjadi ahli waris ketika waktu yang ditentukan oleh bapanya. Dan Paulus mengatakan pada ayat 4, waktu yang ditentukan oleh bapa adalah waktu ketika Yesus lahir, waktu yang tepat. Kalau kita merenungkan waktu yang tepat itu seperti apa? Saya tidak bisa menjelaskan kepada Saudara waktu yang tepat menurut Tuhan itu seperti apa. Tetapi setidaknya kita bisa melihat secara konteks sejarah apa yang terjadi hari itu, dan kita bisa mengatakan itu waktu yang tepat. Waktu itu adalah waktu Israel baru saja keluar dari perbudakan Babilon, 400 tahun mereka tidak mempunyai nabi, tidak mendapatkan firman secara langsung. Dan selama 400 tahun ada yang kembali ke Palestina, ada yang tetap tinggal di daerah pembuangan. Dan di tengah-tengah masa itu mereka mendirikan sinagoge-sinagoge karena mereka tidak mempunyai Bait Allah. Dan di tengah-tengah itu mereka belajar tentang Taurat Tuhan. Kita bisa membaca di dalam Kitab Ezra bagaimana Ezra mengajarkan Taurat kepada para anak Israel yang kembali dan juga orang-orang yang masih ada dalam pembuangan yang tidak memilih kembali. Selama 400 tahun mereka benar-benar mengharapkan Sang Mesias itu datang. Mereka benar-benar mengharapkan kapan anak yang dijanjikan itu datang. Dan kita bisa melihat mereka belajar Taurat mati-matian dan banyak golongan yang muncul selama 400 tahun itu. Satu hal yang tidak mereka lakukan selama 400 tahun itu adalah mereka tidak menyembah berhala. Mereka tidak berani menyembah berhala, karena mereka tahu ketika Tuhan membuang mereka, satu-satunya alasan adalah karena mereka tidak menyembah kepada Allah. Dan mereka tahu sekarang “kami mau ikut Taurat”, mereka sudah punya pandangan ketika kita mengerjakan Taurat dengan sungguh-sungguh maka Anak Allah yang dijanjikan itu akan datang, Penebus itu akan datang. Dan itu yang bisa kita lihat dalam 400 tahun, mereka berjuang, mereka benar-benar berharap kapan Sang Mesias itu datang. Secara budaya, waktu yang tepat itu bisa kita katakan juga bahwa kejadian ini baru saja ketika Alexander Agung memerintah dan salah satu hal yang dilakukan adalah masalah bahasa. Dia punya pandangan bagaimana Bahasa Yunani itu bisa tersebar di seluruh daerah yang dia jajah. Bahasa sangat penting untuk membuat komunikasi lebih baik, lebih lancar. Hampir seluruh sudut bangsa itu mengerti Bahasa Yunani. Dan nanti kita bisa lihat di dalam pekabaran Injil pada masa awal itu sangat penting ketika para rasul pergi dan mereka bisa mengkhotbahkan firman dalam Bahasa Yunani yang dimengerti oleh orang-orang pada zaman itu. Dan mereka bisa datang ke sinagoge-sinagoge yang telah dipersiapkan oleh orang-orang Yahudi sebelumnya. Kalau kita lihat secara politik, disitu juga terjadi dimana pemerintahan Romawi di dalam masa kemakmuran mereka, masa Pax Romana, ketika mereka membangun jalan-jalan yang begitu baik, yang membuat Kota Roma menjadi pusat, dari seluruh penjuru kota mereka membuat jalan supaya Roma mendapatkan hasil bumi yang baik, ikan-ikan dari Galilea bisa sampai di Roma dengan keadaan masih segar. Dan jalan-jalan yang telah dibangun oleh Roma ini menjadi sangat penting ketika perjalanan para rasul nantinya di dalam pelayanan pengabaran Injil, waktu yang tepat.
Di dalam ayat 4, Paulus mengatakan waktu yang tepat, Tuhan mengutus AnakNya. Di sini ada satu prinsip yang kita bisa lihat bahwa Tuhan mengutus AnakNya dan Yesus dengan rela hati datang mengikuti apa yang diperintahkan oleh Tuhan di dalam waktu yang tepat. Waktu yang tepat Anak Allah itu diutus oleh Bapa. Dia bukan berada di bawa Bapa, tapi Dia merelakan diriNya di dalam kekekalan rencanaNya dinyatakan dalam sejarah. Paulus melanjutkan bahwa Dia “yang lahir dari seorang perempuan”. Ini berarti Paulus mau mengatakan bahwa Yesus itu benar-benar manusia. Banyak tafsiran yang kita bisa baca tentang Yesus lahir dari perempuan. Tapi ketika kita membaca “yang lahir dari perempuan” itu mengingatkan kita pada Kejadian 3:15 tadi, dan mengingatkan juga dalam Yesaya 7:14 ketika Yesaya mengatakan “seorang anak dara itu akan melahirkan seorang anak laki-laki”. Dia yang dijanjikan lahir dari pada seorang perempuan, Dia benar-benar manusia, Dia benar-benar memiliki tubuh, memiliki darah, karena Dia lahir dari Maria. Ini kaitannya nanti dalam teologi Paulus ketika Paulus berbicara tentang keselamatan, dia mengatakan bahwa Yesus sebagai manusia yang sejati dan Allah yang sejati yang mampu memberikan penebusan kepada Saudara dan saya. Ketika Paulus mengatakan Dia lahir dari perempuan, maka satu hal yang kita pelajari yaitu Dia benar-benar manusia, Dia benar-benar lahir dari seorang manusia dan Dia adalah manusia yang memiliki darah dan tubuh. Dilanjutkan di bagian selanjutnya, dan takluk kepada Hukum Taurat. Saya sudah mengatakan bahwa Yusuf adalah keturunan Daud dan dia orang Yahudi. Tentu saja dia mengikuti Taurat Tuhan dari kecil. Dia mempelajari Taurat itu, dia belajar mengerjakan Taurat itu. Dan kita bisa melihat kehidupan Yesus, dari umur 8 Dia disunat mengikuti tradisi Yahudi. Ia dibawa ke bait Allah dan orangtuanya mempersembahkan korban, mengikuti tradisi dari pada Yahudi. Umur 12, kita bisa melihat kisahNya ia ditahbiskan menjadi anak Taurat, Dia mengikuti tradisi-tradisi dan Taurat yang dituliskan. Dia menundukan diriNya. Paulus memakai satu kalimat yang sangat baik, Dia takluk kepada Hukum Taurat, Dia berada di bawah Hukum Taurat, Dia mengerjakan Hukum Taurat sejak Dia kecil karena Dia lahir dari keluarga Yahudi. Tujuannya apa?
Tujuannya adalah supaya Dia menebus mereka yang ada di bawah Hukum Taurat. Di sini bukan hanya berbicara kepada orang Yahudi saja yang mempunyai Hukum Taurat, tapi Paulus juga berbicara kepada semua orang yang berada di bawah perwalian, di bawah perhambaan dosa. Orang-orang Yahudi memiliki Taurat tapi tidak mampu mengerjakan Taurat itu. Mereka berada di bawah Taurat dan mereka berada di bawah kungkungan dosa. Mereka tidak mampu mengerjakan Taurat dengan utuh. Tapi Yesus mampu mengerjakan itu, Dia kerjakan itu dengan sangat sempurna dan itu yang menyebabkan Dia bisa menebus kita. Bagi orang-orang yang bukan orang Yahudi, Paulus mengatakan di Surat Roma bahwa Tuhan memberikan hukum di dalam hati mereka. Di dalam hati mereka ada hukum yang dituliskan oleh Tuhan dan mereka juga tidak bisa mengerjakan hukum yang diberikan oleh Tuhan itu. Mereka juga berada di bawah perhambaan Hukum Taurat. Baik orang Yahudi maupun bukan orang Yahudi sama-sama berada di bawah hukum yang mereka tidak bisa kerjakan. Tapi Yesus tidak, Yesus bisa mengerjakan dengan sangat sempurna, dengan sangat baik, dan dikatakan Dia menebus. Kita sering mengatakan “terima kasih untuk penebusan”, penebusan dalam pengertian ini dikaitkan dengan adopsi, diadopsi menjadi anak. Seorang yang pergi ke pasar untuk membeli seorang budak yang entah dari mana asalnya, kemudian diadopsi menjadi anak, dan menjadi satu keluarga. Kita harus benar-benar merenungkan ini, ketika kita merenungkan Natal, memperingati Natal setiap tahun, banyak sekali pesan Natal yang kita renungkan. Dan salah satunya saya mengajak kita untuk merenungkan ini, ketika kita mengatakan Yesus Kristus turun ke dalam dunia, tujuaannya apa? Supaya kita menjadi anak-anak Tuhan, kita dibeli oleh Tuhan dan diberi legalitas untuk menjadi seorang anak. Dibeli dengan darah Kristus. C.S Lewis satu kali mengatakan Anak Allah turun ke dalam dunia untuk membuat manusia yang berdosa boleh menjadi anak-anak Allah. Anak Allah turun ke dalam dunia untuk memungkin Saudara dan saya untuk menjadi anak-anak Allah. Kita menjadi bagian dari pada keluarga Tuhan. Dan Paulus mengatakan Tuhan memberikan jaminan bahwa kita disebut sebagai anak-anak melalui Roh AnakNya yang dikirimkan kepada kita. Melalui Roh Kudus yang diberikan kepada kita, sehingga kita tidak mempunyai ketakutan ketika berhadapan dengan Tuhan karena Roh dari pada Kristus yang ada pada kita. Kalau kita renungkan setiap hari kita pasti berdoa. Apa yang membuat kita berani datang berdoa kepada Tuhan, apa yang memungkinkan Saudara dan saya berharap Tuhan akan menjawab kita? Apa yang memungkinkan kita berani berharap kepada Tuhan dan mengatakan “Tuhan, dengarlah doa saya”? tidak ada, tapi Roh AnakNya yang diberikan kepada kita. Dan dipanggil kita sebagai anak-anakNya sehingga kita bisa mengatakan kepada Allah itu sebagai Bapa kita. Ada relasi yang begitu dekat ketika Paulus mengatakan kita bisa memanggil Allah sebagai Bapa kita. Dan kita bisa melihat kembali kisah Kejadian, itu ada satu relasi yang intim antara Adam, Hawa dan Tuhan. Tapi dalam Kejadian 3 menjadi tidak ada. Dan ketika Paulus mengatakan kita disebut sebagai anak maka saat itu kita bisa mengingat bahwa relasi yang dulu terputus sekarang tersambung. Ketika kita dianggap sebagai anak, Tuhan menerima kita, Tuhan mengampuni kita. Ini yang perlu kita renungkan, karena setiap minggu kita mungkin sudah belajar di tempat ini bahwa kita sudah ditebus Tuhan. Pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama adalah pertanyaan yang pernah dikeluarkan oleh J.I Packer “kamu kalau mau tahu bagaimana seorang Kristen mengerti kehidupan Kristen, tolong tanyakan kepada dia bagaimana dia mengerti posisinya sebagai anak dan Allah sebagai Bapa”. Kita perlu merenungkan itu, saya ini sebagai anak dan Tuhan itu Bapa saya. Begitu dekatnya relasi kita yang memungkin kita bisa dekat, berbicara kepada Dia dan memohon supaya Dia menjawab kita.
Paulus mengatakan bahwa Yesus lahir dan tunduk kepada Hukum Taurat dan menjadikan kita sebagai anak, posisi ini begitu penting sebagai orang Kristen. Status yang penting, dari budak menjadi anak. Perhatikan baik-baik, ketika kita disebut sebagai anak-anak Allah itu melalui Yesus yang lahir ke dunia ini melalui seorang perempuan yang takluk kepada Hukum Taurat. Dia itu Allah, Dia dari sorga turun ke dalam dunia. Tapi Dia dengan rela menundukan diriNya kepada Hukum Taurat. Dia bukan membatalkan Taurat, tapi Dia menggenapkan Taurat itu. Dan kita bisa melihat dari pada seluruh kehidupan Yesus, Dia sangat mementingkan Taurat Tuhan. Di dalam seluruh hidupNya dari Dia lahir sampai bangkit, Dia sangat mementingkan Taurat di dalam kehidupanNya. Pertanyaan bagi kita kalau kita percaya kepada Yesus Kristus yang Anak Allah, yang memungkinkan kita disebut sebagai anak Allah, seberapa kita dekat dengan firman? Seberapa dekat firman itu dengan seluruh kehidupan kita? Mari kita lihat kisah Yesus dari Dia lahir sampai bangkit. Kita bisa membaca di Lukas bagaimana Dia menaati Taurat, Dia disunat di hari ke-8, dari kecil Dia mengikuti Taurat, sampai Dia berumur 12 Dia ditahbiskan menjadi anak Taurat. Dia benar-benar mempelajari Taurat, padahal Dia Tuhan. Dia Tuhan, tapi Dia mempelajari Taurat dan Dia mengikuti Taurat itu dengan sempurna. Itu yang menyebabkan kita bisa ditebus oleh Dia. Kita langsung loncat ke kisah Yesus bangkit, kalau kita membaca dalam Lukas 24:13, disitu kita bisa melihat kisah yang mengharukan. Dua orang murid pergi ke Emaus, mereka sedang berbincang-bincang dengan sangat serius sampai-sampai mereka tidak mengenali ada orang yang masuk diantara mereka. Mereka berbicara dengan sangat serius, mempercakapkan apa yang terjadi di Yerusalem akhir-akhir ini. Kemudian Yesus bertanya kepada mereka, “apa yang kalian perbincangkan?” dan dengan keheranan mereka mengatakan “apakah Engkau satu-satunya orang yang tidak tahu apa yang terjadi?”. Kematian dan kebangkitan Yesus begitu heboh, dua murid ini sedang bergumul berat melihat apa yang terjadi, mereka belum mengerti. Ketika narasi Alkitab mengatakan ada sesuatu di dalam mata mereka yang memungkinkan mereka tidak melihat Yesus. Kalau kita berada di posisi Yesus, apa yang kita lakukan? Murid yang sedang bergumul ini, murid yang sedang pergi ke Emaus dan sedang membicarakan tentang kebangkitan Kristus, apa yang kita lakukan? Mungkin sekali kita yang biasanya sangat narsis, kita mungkin akan melakukan mujizat untuk membuat murid ini percaya. Kita bisa melakukan hal yang besar, mujizat yang besar, dan sekali lagi Yesus baru saja bangkit. Dia bisa melakukan mujizat ketika hidup apalagi setelah Dia bangkit. Dia Allah, Dia melakukan mujizat-mujizat besar untuk membuat mata murid-muridNya bisa melihat Dia bahwa Dia adalah Yesus yang bangkit. Tapi menarik sekali, kalau kita membaca narasi itu, Yesus menceritakan diriNya yang dituliskan oleh Taurat dari Kitab Musa sampai kepada kitab Nabi-nabi. Itu artinya dari seluruh Perjanjian Lama menceritakan tentang Yesus dan sekarang Yesus memberikan waktuNya untuk menceritakan diriNya kepada mereka. Yesus tidak tergoda untuk melakukan mujizat pada saat itu. Kalau kita mungkin menginginkan hal yang besar terjadi. Tapi Yesus menjelaskan tentang diriNya kepada mereka melalui firman dari Taurat sampai Nabi-nabi. Mengapa Yesus tidak tergoda melakuan mujizat untuk membuka mata dari pada murid-muridNya? Mengapa Yesus tidak melakukan hal yang besar? Tapi Yesus mau menjelaskan kepada mereka tentang Taurat. Taurat itu bisa membukakan mata dari pada muridNya, Dia bisa melakukan hal yang besar tapi Dia memilih Taurat.
Dan firman itu menjelaskan kepada murid-muridNya, dari Dia kecil sampai bahkan bangkit, Dia benar-benar mendekatkan diri kepada Taurat dan menjelaskan kepada yang lain tentang diriNya melalui Taurat. Dia tidak melakukan hal yang besar, tapi Taurat. Kalau kita percaya Yesus adalah Tuhan kita yang kemudian turun dalam dunia ini, menebus kita dan menjadikan kita sebagai anak-anakNya, seberapa besar kita mendekatkan diri kepada Taurat? Kalau kita melihat diri, kadang-kadang kita menempatkan diri kita lebih tinggi dari pada Kristus. Kadang-kadang kita menempatkan diri kita lebih tinggi dari pada Juruselamat yang kita rayakan setiap tahun. Kadang-kadang kita melihat diri kita lebih tinggi dari pada Tuhan yang rela turun ke dunia. Yesus, Dia Anak Allah, Dia memberikan kehidupan kepada kita, Dia menyebabkan kita menjadi anak, Dia rela tunduk kepada firman. Kita kadang-kadang bahkan tidak berjuang melakukan firman. Kita bahkan mempelajari firman, kita membaca Alkitab, tapi terkadang kita tidak berjuang mengerjakannnya. Kita sekali lagi mengambil posisi lebih tinggi dari pada Tuhan kita. Hari ini kalau kita mengingat kisah Kristus turun ke dalam dunia, biarlah kita boleh mengingat Dia turun ke dalam dunia dan menyebabkan Saudara dan saya menjadi anak dengan tunduk kepada Taurat, mari kita berjuang. Mari kita berjuang untuk mendekatkan diri kepada firman dan mengikuti Tuhan kita. Dikatakan disitu kita bukan lagi menjadi budak, kita menjadi ahli waris. Kita menjadi ahli waris yang seharusnya mengerjakan Taurat Tuhan, mengerjakan firman Tuhan dengan sukacita. Di dalam beberapa bulan yang lalu ketika saya diuji oleh Pdt. Billy, Pdt. Billy mengatakan seharusnya kita sebagai orang Kristen harus mengerjakan Taurat itu dengan satu kegembiraan yang meluap-luap. Kita anak Tuhan, kita ditebus menjadi anak, seharusnya kita bersukacita, bergembira, kita terdorong untuk mengerjakan Taurat itu. Bukan karena untuk menjadi anak, kita sudah menjadi anak. Seringkali kita mendengarkan hal ini, kita sudah menjadi anak. Tapi pertanyaannya berapa besar kita bergumul memperjuangkan hidup dalam diri kita?
Saya percaya dalam gereja ini, khususnya di dalam Gereja Reformed, kita tidak kekurangan firman. Ada PA, seminar, ibadah setiap minggu, persekutuan ini dan itu, terlalu banyak firman, banyak akses yang bisa kita dapatkan dari buku, majalah, tetapi itu bukan satu jaminan untuk kita mengerjakan Taurat. Pdt. Jimmy mengatakan di dalam Pembinaan Pemuda, kita harus melatih hati kita untuk mencintai firman. Dan lagu yang kita nyanyikan tadi, apa yang bisa kita berikan kepada Tuhan? Aku memberikan hatiku kepada Tuhan. Mari kita belajar mencintai firman, sebab Tuhan terlebih dahulu mencintai kita. Menjadikan kita dari status budak menjadi anak. Status anak yang begitu mulia, yang begitu dekat dengan Bapa, tetapi itu semua menjadi tidak berarti kalau kita tidak belajar mencintai. James Smith dalam bukunya yang berjudul Desiring the Kingdom berargumen bahwa seorang manusia digerakan oleh apa yang dia cintai, bukan hanya dengan yang dimengerti. Memang mengerti, tapi mengerti saja tidak memungkinkan seseorang bisa mengerjakan apa yang dia mengerti. Pengetahuan yang didapatkan seseorang tidak memungkinkan dia mengerjakan semuanya itu, tetapi hatinya, cintanya. Kalau dia benar-benar mencintai firman maka dia akan mengerjakan. Kita juga dalam hidup sehari-hari, kalau kita mencintai sesuatu, kita akan mengejar itu. Kita akan melakukan itu, kita akan berjuang bagaimana mendapatkan itu karena kita benar-benar mencintai. Smith pernah tuliskan bahwa jika kita bertanya kepada seorang ayah “mengapa kamu susah payah, bekerja mati-matian?”, dia mengatakan “karena saya mencintai istri dan anak-anak saya. Saya mencintai mereka dan saya mau bekerja untuk mereka, saya mau menghabiskan diriku untuk mereka. Dan saya berjuang untuk itu”. Pertanyaannya apakah kita benar-benar mencintai Tuhan atau tidak? Kita sudah sangat puas dengan firman dan kita harus merenungkan ketika kita disebut sebagai anak-anak Allah yang ditebus oleh darah Kristus, maka kita harus belajar dari Kristus yang berani dengan rela menundukan diriNya kepada Taurat. Seluruh hidupNya dari awal sampai akhir begitu dekat dengan Taurat dan harusnya kita malu ketika membaca hal ini. Karena kita terlalu banyak mengerti firman, tapi terkadang kita mengabaikan firman itu. Saya mengajak kita semua dengan kerendahan hati di hadapan Tuhan merenungkan kisah Natal dengan melihat bagaimana Kristus telah menundukan diriNya di bawah Taurat untuk membawa kita menjadi anak. Dan biarlah itu mendorong kita untuk mencintai Tuhan, mencintai firman dan mengerjakannya di dalam hidup kita.