Panggung Boneka

  1. Seri Misionaris di Indonesia
  2. Seri Tokoh Sejarah Gereja
    • Eps. 1 – Agustinus
    • Eps. 2 – Gregory The Great
    • Eps. 3 – Anselm
    • Eps. 4 – Thomas Aquinas
    • Eps. 5 – John Wycliffe
    • Eps. 6 – Martin Luther
    • Eps. 7 – John Calvin
    • Eps. 8 – Jonathan Edwards
  3. Seri Komposer Agung
    • Eps. 1 – J.S. Bach
    • Eps. 2 – G.F. Handel
    • Eps. 3 – F.J. Haydn
    • Eps. 4 – Felix Mendelssohn
  4. Seri Lukisan Agung
    • Eps. 1 – Zaman Abad Pertengahan
    • Eps. 2 – Zaman Renaisans
    • Eps. 3 – Zaman Renaisans & Baroque
    • Eps. 4 – Zaman Renaisans di Utara dan Carravagio
    • Eps. 5 – Zaman Keemasan Belanda, Jan Vermeer
    • Eps. 6 – Zaman Keemasan Belanda, Rembrant
  5. Pemahaman Alkitab Anak Spesial Hari Reformasi 31 Oktober 1517
  6. Seri Lagu Natal
  7. Seri Penulis Himne Kristen
  8. Seri Sastrawan dan Literatur
  9. Seri Lagu Paskah
    bit.ly/pangbonlagupaskah

Reformasi dan 95 Tesis

Di dalam sejarah kita tahu bahwa ada konflik antara Martin Luther dan gereja, tahun 1517. Konflik ini dipercikan dan kemudian menjadi besar karena ada 3 tulisan dari Martin Luther. Tulisan pertama yang tidak terlalu terkenal adalah Disputation, pertentangan melawan teologi skolastik. Martin Luther mencoba membersihkan gereja dari doktrin yang banyak dipengaruhi dari kerangka berpikir filsafat, menjadi kerangka berpikir teologi yang banyak dipengaruhi oleh penafsiran Alkitab. Dan ini sebenarnya menjadi proyek penting dari tradisi Calvin, tradisi Reformed. Kita mencoba membaca tradisi Alkitab melalui apa yang Alkitab mau nyatakan kepada kita. Karena meskipun kita percaya Alkitab ini dinafaskan oleh Tuhan, namun kita juga percaya Tuhan menafaskannya melalui penulis. Dan tentu akan sangat sulit memahami apa yang penulis katakan jika kita mengabaikan maksud dari sang penulis. Reformasi mau kembali ke Alkitab dengan cara membuka kembali harta karun yang ada di dalam sejarah gereja. Sejarah gereja mengandung begitu banyak pengajaran penting yang tidak menjadi otoritas mutlak, tidak mengatakan sola tradisi, Saudara akan kembali ke Alkitab. Tapi Saudara akan belajar dari sejarah untuk memahami Kitab Suci, belajar lewat guru. Guru bisa mengajar salah, tapi guru pasti akan lebih banyak porsi benarnya, kalau tidak dari dulu dia sudah dipecat. Demikian juga sejarah, sejarah ada kesalahan, tradisi yang benar punya kesalahan, tapi lebih banyak yang agung dan benar di dalamnya. Kita punya kekayaan tradisi, ada tradisi Katolik, tradisi Protestan, Lutheran, Reformed, Orthodoks Timur. Yang membuat tradisi Reformed menjadi agung adalah kelimpahannya dan akurasi karena ada fokus ke Alkitab. Tradisi yang secara teologi berbeda, ada sudut pandang dan tekanan yang berbeda, dan kalau kita sempit kita akan berpikir tradisi lain itu, sesama Reformed adalah tradisi aneh, karena begitu luasnya sudut pandang ini. Tapi fokusnya sama, mari kita tafsirkan dengan teliti apa yang Alkitab coba bagikan. Sehingga ini yang menjadi salah satu tujuan Martin Luther dengan menentang Teologia Skolastik. Lain dengan disputation againts skolastic theology, 95 tesis itu populernya bukan main. Ini anugerah Tuhan. Kalau Saudara membaca 95 tesis, Saudara akan sadar ada banyak sekali kalimat yang membingungkan karena Martin Luther sangat senang melakukan sindirian dengan kata-katanya, dengan sesuatu yang dipahami oleh orang zaman itu, kalau zaman sekarang kita sudah tidak tahu lagi apa yang dimaksudkan. Jadi Martin Luther menjadi populer karena 95 tesis itu menyebar dan kemungkinan dia tidak pakukan di pintu gereja, itu kemungkinan yang sangat kecil. Lalu kemungkinan kedua ada yang mengatakan dia taruh di dinding untuk pengumuman. Beberapa ahli sudah mulai menyanggah kemungkinan ini, ada kemungkinan Martin Luther langsung taruh di tempat penerbitan untuk diterbitkan. Karena sangat sulit untuk menyadari tulisan yang di post di tempat undangan debat yang biasanya sangat banyak dan kurang diperhatikan, ternyata mendapatkan sorotan. Ada kemungkinan dia taruh langsung di percetakan, yang mana pun tidak masalah, tidak mengubah fakta bahwa 95 tesis menyebar.

Dia sengaja menulisnya dalam Bahasa Latin supaya orang-orang tidak menjadi terprovokasi, biar orang-orang yang mengerti yang menanggapi. Jadi Luther mempunyai keinginan untuk mengoreksi sesuatu. Mengapa Martin Luther mengeluarkan 95 tesis? Ada seorang kardinal, archbishop yang bernama Albrecht, dia ingin sekali menjadi archbishop yang mempunyai kekuasaan di 3 tempat. Orang pada saat itu hanya boleh punya 1 tempat dia menjadi pemimpin gereja, tapi Albrecht sudah punya 2 dan dia ingin ambil yang ketiga. Maka dia memohon izin tertulis dari Roma untuk mendapatkan kemungkinan memimpin atau melayani sebuah daerah. Tentu Paus menolak dengan mengatakan “kamu sudah punya 2, tidak bisa punya 3”. Tapi dia memberikan proposal “kalau saya membayar mahal sekali, apakah diperbolehkan?”, Paus mengatakan akan mempertimbangkannya dan akhirnya menyetujuinya bahwa dia boleh beli license ketiga tetapi dengan harga yang sangat mahal. License ketiga ini akan membuat Roma tambah uang banyak, tapi Albrecht yang tidak punya uang punya jiwa dagang yang sangat teliti. Albrecht punya pikiran “saya tidak punya uang, bagaimana cara membayar?”, akhirnya dia pinjam ke seorang temannya pengelola bank, Jacob Fugger. Setelah mendapatkan uang sangat banyak, dia bayarkan sepenuhnya untuk mendapatkan license. Setelah membayar, dia tetap harus melunasi hutangnya kepada Fugger dengan cara mencicilnya. Bagaimana caranya? Jual surat penebusan dosa. Itu sebabnya dia minta “saya diberi kesempatan untuk menjadi penjual surat indulgensia”. Dia berjanji gereja Katolik akan mendapatkan biaya uang yang mahal untuk license, ditambah 50% dari seluruh penjualan surat indulgensia. Ini deal yang sangat menguntungkan bagi gereja Katolik, deal yang menguntungkan bagi Albrecht, dan bagi Fugger nothing to lose, dia tetap mendapatkan bunga cicilan dari Albrecht. Ini jenius, akhirnya dimulai proyek menjual surat penebusan dosa. Surat itu diedarkan berdasarkan 3 jenis keputusan Paus, 3 papal bull. Papal bull pertama adalah papal bull yang menjelaskan bahwa kalau orang menjadi orang suci, dia mempunyai kelebihan merit dan kekudusan. Karena untuk seseorang mendapatkan surga, dia perlu level tertentu untuk kekudusan, dan orang-orang suci biasanya sudah melampaui itu. Semua kelebihan ini disimpan oleh Tuhan di surga dan inilah yang disebut harta kekayaan surgawi. Ayatnya ada, “carilah harta di surga”. Jadi jangan mengandalkan kutip ayat, untuk ajaran palsu pun ada ayatnya. Inilah keputusan pertama Paus. Keputusan kedua Paus yang mempengaruhi keabsahan penjualan indulgensia adalah kemungkinan untuk mendapatkan treasury of merit ini melalui sesuatu yang disebut dengan upacara menghapus dosa, penance. Tuhan memberikan otoritas ke gereja untuk menentukan kelebihannya mau disalurkan ke mana dan dengan cara apa. Papal bull yang ketiga adalah tentang purgatori. Saudara terlalu cemar sehingga untuk dapat bertemu Tuhan di surga, Saudara perlu dibersihkan dari dosa-dosa yang tidak sempat dibersihkan lewat pengakuan dosa, tapi Saudara terlanjur mati. Berdasarkan 3 keputusan ini, ada landasan hukum kalau mau dibilang untuk penjualan indulgensia, itu semua adalah papal bull yang lama, sudah ratusan tahun sebelum Albrecht menjual surat indulgensia.

Taurat Membangkitkan Dosa?

Di dalam Alkitab dikatakan Taurat ini akan membuat peraturan di dalam sebuah perjanjian, jadi perjanjian menjadi jelas karena ada yang mengikat perjanjian itu. Sehingga orang tidak hanya menjalankan sebuah perjanjian yang tidak mempunyai arah. Adalah hal yang sangat wajar ketika seseorang diikat oleh perjanjian dan itu memberikan apa yang mengikat kedua belah pihak. Jadi ketika seorang ada dalam sebuah perjanjian, dan contoh yang Paulus pakai adalah perjanjian pernikahan, perjanjian ini akan mengikat suami dan istri bukan cuma untuk saling mengasihi, tapi juga untuk memberikan tanggung jawab, setia, serta dorongan untuk mematikan diri dan hidup untuk menghidupi apa yang harus dijalani di dalam perjanjian itu. Ini merupakan contoh yang sangat jelas di dalam kebudayaan Israel, terutama di dalam memahami Taurat. Di dalam kebudayaan Perjanjian Lama, Tuhan mengikat relasi antara Dia dengan umatNya melalui sebuah perjanjian. Dan perjanjian ini akan memastikan umatNya mempunyai kesetiaan dan Tuhan menunjukan kesetiaanNya. Jadi kesetiaan adalah hal yang mau dimunculkan lewat adanya perjanjian, dan kasih yang menyala-nyala di dalamnya adalah hal yang juga diinginkan ada di dalam perjanjian. Kita mungkin tidak terlalu akrab dengan cara berpikir seperti ini karena kita senantiasa memisahkan antara tanggung jawab dan keharusan dengan kasih. Saudara tidak akan mengatakan bahwa saya punya kewajiban untuk menaati perjanjian kerja karena saya mengasihi. Yang saya jalani adalah sesuatu yang harus saya lakukan, itu tidak ada kaitan dengan cinta kasih misalnya. Tapi di dalam pengertian orang Israel, ketika orang Israel membahas tentang kasih terutama di dalam budaya yang sudah dipengaruhi Yunani, mereka memakai agape untuk menerjemahkan kasih Allah. Dan hal unik di dalam kasih agape adalah kaitan antara kasih dan perjanjian. Di dalam zaman modern kita, kita tidak melihat kasih agape dengan pengertian seperti itu, karena kita sangat dipengaruhi, sadar atau tidak, oleh dua orang, seorang bermana Soren Kierkegaard dan Anders Nygren. Kasih agape adalah kasih yang membiarkan orang berada dalam keadaan buruk dan “saya tetap mengasihi dia apa pun yang terjadi”. Tapi di dalam Kitab Suci, terutama Perjanjian Lama, pengertian agape adalah kasih perjanjian, kasih yang menuntut. Tuhan memberi diri dan Dia menuntut manusia yang mengikat perjanjian dengan Dia untuk memberi dirinya bagi Dia. Dan kasih perjanjian, sangat mirip dengan kasih di dalam pernikahan misalnya. Ketika Saudara menikahi seseorang, Saudara mengikat janji dengan orang itu, dan inilah yang disebut dengan pernikahan, Saudara mengasihi dan Saudara diikat dengan perjanjian. Dan apa yang sudah Saudara ikat dalam perjanjian memaksa Saudara, memaksa dengan sangat keras, untuk berubah supaya sesuai dengan perjanjian.

Di dalam tradisi awal sebelum Israel muncul, ada kebiasaan mengikat perjanjian dengan memotong binatang. Membantai seekor binatang dengan mengatakan “saya akan dibantai seperti ini kalau saya tidak setia kepada perjanjian saya”. Sesuatu yang sangat serius, perjanjian tidak pernah dianggap sebagai sesuatu yang dipandang sebelah mata. Di dalam budaya Perjanjian Lama, kehormatan seseorang akan sangat ditentukan dengan kemampuan dia menjalankan bagian yang harus dia jalankan di dalam perjanjian. Apakah kamu setia dalam perjanjianmu atau tidak, apakah kamu melakukan apa yang Tuhan tuntut atau yang dituntut oleh perjanjian? Kalau kamu tidak bisa melakukannya, kamu bukan orang yang boleh diperhitungkan sebagai orang yang hebat, atau bahkan tidak boleh diperhitungkan sebagai orang yang bisa dipercaya. Di dalam masyarakat, orang seperti kamu sebaiknya tidak ada karena kamu bukan orang yang setia kepada perjanjian. Segala hal yang mengaitkan diri seseorang dengan kehormatan akan diperhitungkan lewat perjanjian. Jadi tanpa perjanjian kita tidak bisa menilai seseorang. Saudara tidak bisa mengatakan “dia orang hebat karena aku suka dia”, atau “dia orang hebat karena berbakat”, itu tidak ada urusan. Kita sudah kehilangan nilai-nilai tentang kemasyarakatan yang sebenarnya sangat diajarkan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengenai orang-orang yang berhak dikagumi, orang-orang yang bisa kita berikan perasaan kagum. Kita sudah mengganti kehormatan seseorang dengan keadaan menjadi artis yang membuat dia dikagumi begitu banyak orang. Maka tidak heran jika keadaan masyarakat kita berada dalam keadaan makin rusak. Orang berlomba-lomba mempunyai keunggulan yang dikagumi. Ingin dikagumi adalah problem besar, karena yang paling layak dikagumi hanya Tuhan. Tugas kita bukan untuk dikagumi, tugas kita adalah untuk setia kepada perjanjian. Dan ini berlaku baik dalam relasi kita dengan Tuhan maupun relasi kita dengan sesama. Tuhan tidak peduli apakah Saudara punya kemampuan untuk dikagumi seperti artis atau tidak. Tuhan peduli apakah kamu orang perjanjian atau tidak, engkau menjalankan perjanjian atau tidak. Jadi aspek ini hilang sehingga waktu kita memikirkan tentang agape, tentang kasih, kita tidak ingat perjanjian. Kita hanya ingat bahwa agape itu adalah kasih yang rela berkorban. John Owen pernah mengatakan kalimat yang sangat bagus, dia mengatakan tidak pernah ada tindakan Tuhan yang bisa dinilai di luar perjanjian, di luar konteks perjanjian. Ini yang kita mungkin harus hati-hati lihat, bahwa setiap istilah di dalam Alkitab akan ditafsirkan berdasarkan konteks perjanjian. Kalau ada yang tanya “mengapa Yesus mati menebus dosa kita?”, John Owen akan menjawab “karena itulah perjanjiannya dari awal”. Bukan karena Yesus mempunyai sesuatu yang secara netral bisa ditafsirkan sebagai penebus, konteks ini hanya bisa dipahami lewat perjanjian. Demikian juga agape adalah kasih yang harus dipahami dalam konteks perjanjian. Sehingga tidak ada pengertian bahwa kalau kita sudah dikasihi Allah, ada kasih agape dari Allah, maka apa pun yang kita lakukan tidak masalah, kasih agape adalah kasih yang menuntut. Bahkan kalau mau lebih ekstrim lagi, kasih agape adalah kasih yang menggerakan Tuhan untuk membinasakan orang fasik di Israel. Kasih akan membuat Saudara penuh dengan damai sejahtera dan sukacita jika Saudara berjalan di dalam perjanjian. Dan perjanjiannya selalu akan jelas dan tertulis. Ini bukan cuma perjanjian yang diturunkan mulut ke mulut. Budaya Yahudi adalah budaya sangat unik karena meskipun banyak sekali tradisi turun-temurun yang mereka miliki, tapi mereka adalah umat yang berpegang pada sebuah kitab. Jadi mereka mengandalkan ini, mereka mengikat hidupnya pada perjanjian dengan Tuhan. Kasih dan perjanjian adalah hal yang utuh, tidak bisa dipisah.

Maka kasih harus ditafsirkan dalam perjanjian dan inilah yang Paulus mau jelaskan di pasal 7 arti Hukum Taurat. Di dalam ayat yang kesatu, itu hal yang wajar, Saudara tidak mungkin mengikat perjanjian dengan orang yang sudah mati. Orang yang sudah mati akan lepas dari perjanjian, kematian akan membubarkan perjanjian apa pun karena perjanjian itu diikat dengan orang hidup, bukan orang mati. Ini akan disetujui baik oleh orang Romawi, maupun oleh orang Yahudi. Sama seperti orang Yahudi, orang Roma pun sangat diikat dengan perjanjian, mereka mempunyai tata negara mereka yang mengharuskan baik senat maupun kaisar, maupun warga mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Tidak ada orang-orang di dalam Roma yang akan hidup tanpa menyetujui perjanjian. Bagi mereka hidup tanpa perjanjian adalah kebiasaan hidup bangsa barbar. Ini juga yang harus kita pikirkan dalam relasi kita, Saudara berelasi di dalam pernikahan atau di dalam relasi bisnis jangan lupa atur semuanya baik-baik, buat perjanjian dari awal. Tuhan kita tidak pernah mengatakan kepada manusia “sudah ya, kita sama-sama percaya. Saya percaya kamu dan kamu percaya saya, mari jalan sama-sama”, tidak ada. Tuhan mengatakan “Aku janjikan melakukan ini dan itu, dokumenkan. Aku tuntut kamu harus lakukan ini dan itu, dokumenkan”, itu rohani, itu suci, itu Tuhan. Kalau tidak melakukan itu berarti kafir, menurut orang Yahudi, “kami tidak pernah punya allah yang tidak jelas. Kami tidak pernah punya ilah yang tidak memberikan perjanjian”. Bangsa-bangsa lain punya perjanjian yang turun-temurun, yang ceritanya ngawur, yang kita tidak mengerti mana versi yang benar. Maka orang Yahudi menganggap remeh bangsa-bangsa lain karena mereka tidak pernah jalan dalam perjanjian yang jelas dengan ilah mereka. Mari biasakan ini. Israel tidak pernah dibiasakan untuk mengenal allah yang tidak pernah berjanji. Jadi mereka mengenal Allah yang memberi diri dan mereka juga mengenal Allah sebagai yang menuntut mereka untuk memberi diri. Jadi agape adalah kasih perjanjian. Kasih yang menuntut, Tuhan menuntut umatNya untuk mengerjakan yang Dia mau dan Dia tuntut dengan keras.

Menerima Hidup Kekal

Saudara bisa melihat ada 2 hal di sini yaitu dosa dan maut, kemudian di sisi lain ada hidup yang kekal di dalam Kristus. Saya ingin simpulkan melalui pembahasan yang panjang di dalam Perjanjian Lama mengenai perjuangan antara kekacauan dengan kestabilan, keindahan dan juga kekudusan. Di dalam dunia kita melihat pertikaian ini, pertikaian dari kuasa kegelapan, dan kuasa yang baik yang menaklukan. Ini pandangan yang akan kita pikirkan, ada kuasa gelap melawan kuasa terang, ada kuasa kacau melawan kuasa yang membawa keteraturan. Tapi Alkitab tidak melihat bahwa dunia ini ada pertarungan antara kuasa jahat dan baik yang sedang berperang. Alkitab melihat bahwa yang terjadi di dunia ini adalah pekerjaan Tuhan yang senantiasa dinyatakan. Tidak pernah ada keadaan di dalam alam ciptaan ini dimana Tuhan lepas kontrol, Tuhan tidak berkuasa dan Tuhan seperti ditaklukan. Ini dikonfirmasi dengan pengertian yang dibagikan misalnya di dalam Kitab Kejadian, atau di dalam Kitab Ayub, atau Mazmur 8, Mazmur 19, yang menekankan Tuhan sebagai Allah yang menopang segala sesuatu. Di dalam pengertian orang Yahudi, Allah tidak pernah berhenti menopang dan memelihara, sehingga mereka tidak bisa jatuh di dalam pengertian agama dari dunia ini yang melihat adanya pertempuran antara gelap dan terang, pertempuran antara kuasa baik dan jahat. Hampir semua agama, memiliki pengertian seperti ini. Dalam pengertian dari agama mana pun ada kesadaran bahwa gelap dan terang itu senantiasa bertarung, termasuk juga ada kuasa jahat dan kuasa baik yang sedang merebutkan hidup kita. Tentu kita percaya pada akhirnya kuasa baik yang akan menang. Kuasa baik akan mengalahkan kekuatan kacau balau dan gelap. Dan agama-agama kuno membuktikan hal ini, ketika kekuatan baik yang menang, maka kita bisa hidup. Salah satu bentuk kekuatan baik adalah disingkirkannya laut oleh dewa langit atau dewa petir, ini menjadi pemikiran umum di dalam dunia kuno zaman Perjanjian Lama. Dan tanpa sadar kita juga berpikir begitu, Saudara akan mengatakan “memang ada kuasa jahat dan kuasa baik yang sedang bertempur”.

Tapi bagian ini sedang tidak membicarakan tentang dua kekuatan yang seimbang saling bertarung. Karena kalau Saudara mengkritik sesuatu tapi tidak menempatkan kisah Saudara di dalam cara yang mirip dengan sesuatu, tentu kritik itu tidak akan masuk. Alkitab memberikan kritik dengan cara membagikan dengan cara berpikir sama namun menyoroti sisi yang beda.

Salah satu yang saya mau angkat dari kritik Alkitab adalah tentang natur dari penciptaan alam semesta. Semua agama kuno punya cerita penciptaan, cerita perang, ada cosmic battle, ada peperangan, ada perjuangan yang akan membuat terjadinya kebaikan, ketenangan dan juga ketentraman dalam waktu tertentu, selama peperangan antara kuasa jahat dan kuasa baik ini dijaga dengan seimbang. Kalau gelap dan terang dijaga dengan seimbang, terjadilah hari demi hari. Dan bahasa ini adalah bahasa yang umum, semua orang tahu inilah cara dari penciptaan semesta dalam agama kuno. Tapi herannya dalam Kitab Suci hanya ada satu tokoh yaitu Allah yang membuat kacau dan baik di tangan Dia. Di tangan Dialah kacau dan kosong menjadi baik. Di tangan Dialah gelap, di tangan Dialah muncul terang. Keunikan dari pesan Alkitab dalam kisah penciptaan adalah satu yang mengatur semua yaitu Allah. Allah adalah yang mengatur baik yang kacau maupun baik untuk tujuan Dia. Sebenarnya ini kritik agama, Alkitab mengkritik agama dengan kritik yang paling keras dari semuanya. Kitab Kejadian adalah kritik terhadap agama Babel, agama Timur Dekat Kuno. Kitab Keluaran adalah kritik terhadap penyembahan orang Mesir, agamanya Mesir. Kitab Taurat adalah kritik terhadap semua agama penyembahan berhala yang mempersembahkan makanan untuk dewa. Dalam perkataan Yesus, kritik terhadap agama begitu besar, tidak ada yang kritik Taurat dan Yahudi lebih keras dari Yesus dan Perjanjian Baru. Nabi-nabi adalah kritikus agama paling keras. Kitab Suci berisi kritik yang sangat keras terhadap agama, tapi orang tidak bisa baca itu. Sehingga ketika orang Kristen mengatakan “bahaya ya, banyak musuh yang menyerah kita”. Orang Kristen yang kerdil selalu berpikir agama dan imannya sedang diserang dari luar, itu apologetik yang buruk. Mari lihat sisi lain, Kekristenan bahaya bagi dunia. Kekristenan bahaya bagi stabilitas politik orang Romawi, itu alasan orang Kristen dianiaya, kekacauan, kekejaman, kemunafikan, akan dibongkar oleh Kekristenan. Mari mulai mengamini bahwa ketika Tuhan menurunkan firmanNya, firmanNya selalu menjadi ancaman bagi kehidupan beragama yang stabil di dalam Timur Dekat Kuno dan juga di dalam dunia Greko Roman di abad 1, ini faktanya. Maka Alkitab mengkritik cara orang beragama, karena kebanyakan agama dimanapun akan memahami agamanya sebagai cara untuk berperang melawan kekuatan yang sedang mengganggu atau sedang menghancurkan. Ini kan wajar terdapat dimana-mana. “Kamu jalankan kehidupan beragama maka keteraturan menjadi milikmu, semua kesucian yang akan membuat kamu mengalahkan kuasa jahat. Kuasa jahat ditaklukan dengan saya menjalankan kehidupan beragama”. Itu semua dikritik oleh Paulus dengan bentuk kritik yang diberikan kepada orang Yahudi yang berpikir “dengan menjalankan kaidah agama, saya bisa berbagian di dalam keadaan yang baik dan menyingkirkan keadaan yang buruk”.

Anugerah yang Menghidupkan

Di dalam ayat 23 ada kesimpulan yang sangat indah tentang apa yang terjadi di dalam kehidupan yang lama dan apa yang terjadi di dalam Tuhan. Yang lama upahnya adalah maut, upah dosa adalah maut, tapi di dalam karunia Allah ada hidup yang kekal di dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Tentu ayat 23 adalah kesimpulan yang harus dipahami dari seluruh pembahasan sebelumnya. Ini bukan ayat emas yang kita bisa hafal tanpa tahu konteks. Perbedaan dari orang-orang Kristen, tentunya tidak semua, tapi perbedaan dari Kekristenan dari sebagian gereja dengan tradisi Yahudi adalah kebiasaan untuk menghafal ayat. Orang Yahudi biasa menghafal sebuah kitab atau menghafal seluruh bagian, jadi tidak ada ayat per ayat yang dihafal, tapi seluruh bagian. Kita akan memiskinkan diri kita sendiri jika kita memenuhi pikiran kita dengan ayat-ayat hafalan. Maka kalau mau melatih diri untuk menghafal Kitab Suci adalah baik jika kita mulai menghafal perikop. Misalnya Saudara menghafal Roma 6 seluruhnya, bukan hanya Roma 6: 23. Tentu ini bukan hal yang mudah tapi jauh lebih baik dari pada kita hanya menghafal satu atau dua ayat saja. Demikian juga ayat 23 adalah ayat yang sangat penting, “upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah adalah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus Tuhan kita”. Yang disayangkan adalah kalau kita salah memahami apa itu upah dosa ialah maut, dan kita salah memahami apa itu hidup yang kekal. Sehingga kita menafsirkan bahwa ayat ini sedang berbicara bahwa kalau kamu percaya Tuhan, nanti kalau kamu mati, kamu akan masuk sorga, ini anugerah besar tapi jadi problem kalau kita memahami ayat 23 dengan cara sedemikian. Karena kalau kita baca seluruh ayat dari pasal 6, ternyata arah dari penjelasan pasal 6 tidak menuju kesana. Arah penjelasan pasal 6 melanjutkan argumen dari pasal 5 adalah mengenai bangkit di dalam Kristus, kehidupan yang baru. Kehidupan yang tidak sama dengan kehidupan yang dulu. Yang dulu adalah hidup di dalam perhambaan dosa, yang sekarang adalah kehidupan dalam kerelaan untuk menjadi hamba, dan itu artinya engkau bebas. Bebas untuk memperhamba diri, dengan kerelaan, karena gerakan dan dorongan kasih. Kalau ini yang sedang dibagikan dalam pasal 6, tentu aneh kalau kita menafsirkan ayat 23 sebagai sesuatu yang lepas dari seluruh pergumulan tentang kehidupan diperbudak dosa dan kehidupan menjadi hamba Tuhan karena Tuhan lebih dulu melayani kita. Jadi kita akan kehilangan banyak berita yang indah dari Kitab Suci kalau kita tidak memberikan perhatian kepada ajaran, tapi memberikan fokus kepada ayat yang akhirnya kita masukan konten yang salah dari pikiran kita sendiri. Saudara bisa membaca ayat 23 dan memasukan segala macam ide agama. Dan ide agama yang biasa kita masukan adalah kalau kamu tidak percaya Tuhan Yesus, kalau kamu mati kamu akan masuk neraka, kalau kamu terus mau percaya Tuhan Yesus, nanti kalau kamu mati akan masuk surga. Saya tidak bilang itu hal yang salah, tapi pasal 6 tidak sedang membicarakan hal itu. Ini sama dengan kalau Saudara mendengar seseorang bicara, Saudara hanya mengambil kalimat terakhir, lalu Saudara masukan segala macam pengertian yang tidak nyambung dengan argumen yang dia coba berikan. Diskusi ini meskipun benar dan memang teori yang ada di dalam sejarah, tapi tidak nyambung dengan apa yang coba disampaikan. Demikian juga ayat 23, bukan ayat yang pisah dari pasal 6. Maka kita tidak bisa menghafal ayat ini lalu mengkategorikannya dan memasukan segala pergumulan yang kita pikir penting tapi tidak nyambung dengan pasal 6. Maka sekali lagi, Saudara percaya Tuhan Yesus, Saudara mengalami hidup yang kekal dalam arti kalau Saudara meninggalkan dunia ini, Saudara akan bersama Tuhan, itu benar. Tapi ada hal lain yang dibahas di dalam Roma 6 yaitu mengenai hidup bebas dari perhambaan dan hidup rela menjadi hamba.

Kebebasan Sejati

Dahulu kita adalah hamba dosa, tapi syukur kepada Allah, tadinya adalah orang-orang yang dibelenggu dan mengerjakan apa yang diinginkan oleh tuan kita yaitu dosa. Sekarang kita memerlukan hamba tuan yang baru, demikian kata Paulus. Kita perlu tuan yang baru, dan kita pindah dari memperhamba diri kepada tuan yang lama menjadi seseorang yang memperhamba diri kepada tuan yang baru. Tapi dalam pengertian ayat 18 dikatakan kamu telah dimerdekakan, kemudian menjadi hamba. Ini pola dari dimerdekakan kemudian menjadi hamba adalah pola Taurat, pola di dalam Kitab Keluaran. Ini pola yang perlu kita pahami dari keadaan Israel, Israel setelah dibebaskan dari Mesir, lalu mereka menjadi milik Tuhan. Saya menyenangi kalimat dari Walter Wink, “kita memunyai pengertian yang kita sudah dapatkan dari kebudayaan kita. Lalu waktu kita membaca Kitab Suci, kita akan menemukan banyak kemiripan tema, cara berbahasa. Sayangnya kita memberikan konten, isi yang berbeda.” Jadi apa yang dikatakan oleh Kitab Suci, kita berikan makna yang beda dengan apa yang dimaksudkan oleh penulis Kitab Suci. Jadi sebenarnya kita berada dalam keadaan yang sulit, memahami apa yang dimaksudkan dalam Kitab Suci yang ditulis dalam cara pandang yang beda dengan budaya yang biasa kita alami sekarang ini. Namun Walten mengatakan Saudara dan saya memang menemukan kalimat yang mirip lalu kita tafsirkan secara beda. Pengertian kita beda dengan apa yang dimaksud oleh penulis Alkitab waktu mereka menuliskan kata-kata ini. Tapi kita akan sangat terbantu karena Alkitab itu dirangkum atau dikanonkan dalam bentuk kisah. Dari sini Saudara dan saya bisa menafsirkan berdasarkan kisah yang kita sudah ketahui di bagian sebelumnya. Ini cara yang sangat bagus untuk kita tertolong menafsirkan Kitab Suci. Karena kalau Kitab Suci bukan satu kesatuan, kita akan sulit memahami apa yang dimaksudkan oleh Roma, karena Roma akan berbicara berdasarkan budaya Roma dan kita tidak menemukan cara untuk memahami apa yang dimaksudkan kecuali kita menyelami sejarah. Tapi sekarang kita mendapatkan bantuan karena meskipun menyelami sejarah adalah cara yang baik untuk memahami arti Alkitab. Tapi cara yang lain adalah memparalelkan, mengaitkan satu berita dari salah satu bagian Kitab Suci dengan berita dari bagian yang lain. Dari situ kita akan sangat mendapatkan pertolongan sehingga kita dapat mengerti apa yang sedang terjadi atau dibahas. Ini sesuatu yang terjadi di dalam literatur mana pun, seringkali ada referensi, ada keterkaitan dengan yang lain. Kalau Saudara suka menonton film, kadang-kadang ada adegan yang sengaja mengingatkan kita kepada adegan terkenal dari film yang lain. Kitab Suci melakukan hal yang sama, tentu saja bukan Kitab Suci yang meniru Hollywood, mungkin saja kebalikannya, mereka yang meniru. Kitab Suci berusaha untuk mengarahkan kita untuk mengenal kisah yang Tuhan sudah berikan. Itu sebabnya kalau Saudara membaca Alkitab sebenarnya Saudara sedang berusaha mengenal kisah yang Tuhan sedang bagikan. Tuhan sedang bercerita kepada kita dengan memakai kisah-kisah yang ditulis oleh para penulis Alkitab, dan Saudara akan sangat terbantu kalau Saudara akrab dengan kisah-kisah yang ada. Sehingga ketika pemahaman teologis dibagikan berdasarkan pengertian di dalam sebuah kisah, Saudara akan langsung bisa kaitkan pemahaman itu dengan kisah yang dimaksud. Ini yang sebenarnya Paulus coba lakukan, dia memberikan konsep-konsep teologi terutama tentang siapa Kristus, konsep-konsep Kristologis kalau mau dibilang demikian, yang sangat dalam tapi yang terbantu dengan pemahaman kita akan kisah yang terjadi sebelumnya. Maka Paulus sudah mengatakan di sini, “kamu adalah orang yang lemah dan karena itu saya minta kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada kebenaran. Serahkan dirimu menjadi hamba lagi. Kalau engkau tidak menjadi hamba lagi, kamu tidak akan dimerdekakan”. Orang merdeka yang kemudian rela menjadi hamba, itu adalah orang-orang yang mengenal siapa Tuhan, contohnya adalah Israel. Israel dibebaskan dari Mesir, mereka menjadi orang bebas, kemudian mereka mendapatkan Taurat. Taurat diberikan untuk orang yang bebas, bukan untuk orang yang dibelenggu. Israel dibebaskan dulu dari keadaan menjadi budak, supaya mereka mendapatkan Taurat. Taurat adalah bukunya orang bebas, bukan bukunya budak. Ini adalah buku pengajaran dari Tuhan untuk orang-orang bebas menikmati kebebasan mereka. Tuhan memberikan Taurat sehingga Israel menghidupi kebebasan mereka dengan limpah. Pdt. Jadi mengatakan bahwa kita terus berbicara tentang kebebasan dari sesuatu tapi kita juga harus tahu bahwa kebebasan bukan dari sesuatu. Kita juga mempunyai kebebasan jika kita menuju kepada sesuatu yang jelas. Kebebasan yang ada arahnya, kebebasan untuk mencapi tujuan kita, bebas untuk menjadi sesuatu. Bukan hanya bebas dari sesuatu, tapi juga bebas menjadi sesuatu, dalam hal ini menjadi manusia, menjadi umat. Penafsir Imamat bernama Kyuchi mengatakan tujuan Taurat diberikan adalah supaya manusia belajar menjadi manusia. Dengan pengerian seperti itu, berarti tanpa Taurat, kita sedang dikacaukan kemanusiaannya, kita sedang menjadi budak, bukan orang bebas. Jadi Tuhan bebaskan Israel dari Mesir, setelah itu memberikan Taurat kepada mereka, supaya mereka mengerti apa itu arti bebas. Bebas itu apa? Bebas itu berarti saya bisa menjalani hidup yang mengenal Tuhan dan saya dapat mempunyai hidup di dalam komunitas yang memunculkan kemanusiaan saya. Saya ada di dalam kelompok di mana di dalamnya saya bisa menjadi manusia. Saya bisa berbagian di dalam sebuah kelompok yang di dalamnya Tuhan rela hadir. Ini 2 hal yang Tuhan tekankan mengenai bebas. Di Mesir mereka tidak mendapatkan ini, mereka tidak mendapat Tuhan yang hadir, Tuhan tidak hadir di tengah-tengah Mesir. Lalu yang kedua, mereka tidak bisa menjadi manusia, mereka menjadi budak. Jadi mereka berada dalam keadaan yang tidak manusiawi, tanpa Tuhan dan menjadi budak. Ini yang sebenarnya Paulus katakan di surat-suratnya, misalnya di Efesus. Di dalam Efesus 2, Paulus mengatakan kamu dulu tanpa Tuhan dan kamu dulu saling memusuhi satu dengan yang lain, hidup dalam kebencian, hidup dalam kedurhakaan, kamu tidak hidup.

Hamba Kebenaran

Masuk dalam pengertian tentang Taurat, Paulus sudah mulai bicarakan di ayat 14 dan nanti dia akan jelaskan lebih limpah lagi di dalam pasal 7. Pembacaan kita akan Taurat sangat dikuasai oleh tradisi Reformasi dan boleh dibilang pemikiran Taurat dari tradisi Reformasi adalah pemikiran yang perlu dikoreksi. Salah satu hal yang sulit kita temukan dengan akurat mengenai Taurat adalah kita tidak tahu mengenai apa yang orang Yahudi pikirkan tentang Taurat. Luther dan Calvin belum sampai pada pemikiran itu. Tentu kita tidak abaikan sumbangsih yang diberikan Luther dan Calvin yang sampai sekarang membentuk kerangka pikir kita. Salah satunya adalah tanggapan tentang Taurat, karena baik Luther maupun Calvin melihat bahwa Taurat ada di depan membawa orang Israel masuk tapi gagal. Kemudian ada Kristus, setelah Kristus baru ada first use of the law, kalau Calvin katakan, yaitu Taurat berguna sebagai pengajar. Tapi Calvin kurang mengkritik Luther dalam pendirian bahwa Taurat sebenarnya tidak pernah dipahami oleh orang Israel sebagai jalan masuk untuk menjadi umat. Bisa dikatakan bahwa pengertian kita diselamatkan oleh iman, itu kita warisi dari orang Yahudi, bukan dari pengajaran Luther, Luther memperlajarinya dari Kitab Suci, dari Paulus. Dan Paulus mempunyai pengertian bahwa kita diselamatkan karena iman itu dari tradisi Perjanjian Lama. Sejak keluarnya Israel dari Mesir, Israel sudah mengerti bahwa mereka dibebaskan karena anugerah. Mereka tidak kenal Tuhan, mereka tidak tahu bagaimana bertindak, bahkan mereka belum punya Taurat. Jadi tentu mereka tidak bisa andalkan ketaatan kepada Taurat untuk dibebaskan dari Mesir, itu tidak mungkin, itu adalah anakronisme. Saudara tidak bisa terapkan yang ada baru di belakang untuk dimiliki oleh orang-orang yang belum pada zaman itu. Jadi tidak mungkin orang Israel mengatakan “kami harus taat Taurat supaya selamat”, karena saat itu Taurat belum diberikan. Maka sebenarnya sangat jelas orang Israel tahu bahwa mereka selamat karena iman, mereka tidak pernah melihat Taurat sebagai syarat keselamatan.

Lalu mengapa Taurat diberikan? Ini pengertian asli sebelum dikacaukan oleh pengertian orang-orang Farisi di abad pertama, Taurat diberikan supaya orang Israel dapat mengenal keistimewaan menjadi umat yaitu mencintai Tuhan dan mencintai sesama, ini tujuan Taurat diberikan. Dan kita tidak lihat Taurat sebagai hukum, itu baru ditafsirkan di bahasa Yunani, nomos, tapi arti Taurat adalah teaching. Dan apa yang dimaksudkan dalam Taurat sama dengan maksud yang Tuhan berikan kepada kita melalui Kitab Amsal misalnya. Saudara menemukan di dalam Kitab Amsal, siapa yang menjalaninya akan hidup, akan selamat, siapa yang tidak menjalaninya akan mati. Sama, Taurat juga mengklaim demikian, siapa yang menjalaninya akan hidup, siapa yang tidak menjalaninya akan mati. Jadi keduanya berfungsi sama. Saudara tidak bisa mengatakan Taurat adalah aturan seperti undang-undang atau hukum negara kita, karena bukan itu tujuan Tuhan memberikan Taurat. Dalam konteks timur dekat kuno, ide tentang aturan sebuah negara adalah ide yang asing, tidak ada kelengkapan undang-undang seperti yang kita miliki sekarang. Jadi Taurat tidak pernah diberikan sebagai undang-undangnya Israel atau aturan hukum yang mengikat Israel, tapi ini diberikan sebagai tawaran untuk hidup, yang diluarnya adalah mati, mirip dengan nasihat Amsal. Seperti seorang ayah yang menasihati anaknya, “dengar nasihatku, nak. Kalau kamu jalani, kamu akan hidup, kalau tidak, kamu akan mati. Perhatikan perkataan mulutku, jika kamu tidak menaatinya kamu akan mati.” Mungkin memang ada ancaman, tapi bukan ancaman dari si pemberi amsal. Ini ancaman bahwa kalau kamu tidak setia menjalankan akan rugi sendiri, karena cara hidup yang baik itu ditawarkan dalam nasihatku, ini Amsal. Atau cara hidup yang baik diberikan lewat penawaran Taurat, ini dalam Kitab Taurat. Jadi kita harus memahami dulu bahwa Taurat tidak pernah berfungsi sebagai syarat masuk, karena sangat absurb melihat itu. Alasan urutannya juga sudah jelas, Tuhan bebaskan, baru Taurat diberikan. Mereka harus mengerti dulu bahwa mereka milik Tuhan, lalu mereka diberikan Taurat, penuntun hidup yang membuat mereka bisa hidup. Maka Taurat diberikan supaya orang belajar mencintai Tuhan dan mencintai sesama. Sehingga tentu tradisi yang baik, yang Yesus juga ajarkan akan mempertahankan garis ini. Mana hukum yang utama? Kasihi Tuhan dan kasihi sesama. Kalau Saudara bingung mengapa ini disebut hukum yang utama, karena inilah satu penilaian bahwa kita jalankan Taurat. Bahwa kalau saya jalankan Taurat maka yang menjadi hasil itu bukan kebenaran saya, kebenaran dalam arti saya berhasil memenuhi syarat yang diberikan seperti tugas sekolah. Kamu akan tahu kalau jalankan, karena kamu akan mempunyai kasih kepada Tuhan dan sesama. Itu sebabnya dalam Taurat diarahkan begitu banyak hal yang dalam konteks Timur Dekat Kuno itu sangat berarti. Sangat berarti bagi mereka untuk membawa korban dan persembahkan ke dewa, sehingga konteks pemberian korban menjadi tema utama dalam Kitab Imamat, Saudara bisa lihat ini dalam pasal-pasal awal di Kitab Imamat, jika kamu mempersembahkan seekor lembu, kamu harus persembahkan seperti ini. Jadi pemberian korban itu sangat berarti, ini adalah tindakan sosial yang dalam maknanya. Sekarang kita tidak mengerti itu, tidak tahu apa yang signifikan dari Imamat. Kalau Saudara tahu budaya pemberian korban, Saudara akan melihat Kitab Imamat sebagai yang merevolusi cara memberikan korban. Korban diberikan bukan supaya dimakan oleh Tuhan, tapi darahnya yang dipakai. Darahnya dibawa masuk, baru setelah itu orang Israel bisa menikmati persekutuan. Dan di dalam keseluruhan tradisi Bait Suci, pemberian makan itu selalu dari pihak Tuhan kepada Israel, tidak pernah sebaliknya. Ini juga kontroversial, ini juga revolusioner, karena pengertian orang-orang pada zaman dulu beda dengan yang ditawarkan oleh Kitab Imamat. Baik tindakan memberikan korban, tindakan mencegah diri untuk masuk ke dalam masyarakat ketika ada penyakit atau keadaan tertentu, itu semua adalah bagian dari cara hidup yang punya makna dalam di dalam budaya Timur Dekat Kuno. Maka ketika Israel mendengar perintah ini, mereka tahu Tuhan sedang mengatur kita untuk mengekang apa yang bisa membuat kita menjadi orang yang merusak masyarakat. Mengekang diri supaya bisa membuktikan cinta kepada sesama. Sehingga Taurat sebenarnya mengajarkan kita untuk mencintai Tuhan dan sesama, itu saja tujuannya.

Senjata-Senjata Kebenaran

Kita bersyukur karena Tuhan membukakan cara melihat dosa dan harapan untuk menghancurkannya, dengan pandangan yang luas. Tuhan menunjukan kepada kita apa yang jarang kita pikirkan dan sesuatu yang tidak mungkin kita ketahui kecuali Tuhan menyatakannya kepada kita. Ketika Israel ada di Mesir, Tuhan melakukan satu pekerjaan besar yang Israel pun tidak sadar, Tuhan memulai memunculkan umat di tempat Dia bekerja di tengah dunia ini. Tuhan memunculkan umat yang menjadi tempat Dia berdiam. Di dalam buku Confession, Agustinus mengatakan ketika Tuhan berdiam memnuhi sebuah wadah, bukan wadah itu yang menampun Tuhan tapi Tuhan yang menampung wadah itu. Ketika Tuhan hadir di tengah Israel, bukan Israel yang menampung Tuhan tapi Tuhan yang sedang menggendong Israel. Bahkan di dalam Mazmur dikatakan, “Tuhan setia dan sampai putih rambutmu, Tuhan tetaplah Dia yang menggendong engkau”, ini tentu dikatakan untuk menunjukan bahwa bukan Israel yang menopang Tuhan tapi Tuhan yang menopang Israel. Tuhan sedang memulai proyek besar sekali, yang terus berlanjut sampai kita sekarang. Tidak ada orang Israel di Mesir yang sadar tentang besarnya pekerjaan yang Tuhan sudah mulai dengan memberikan 10 tulah. Mengapa 10 tulah Tuhan berikan untuk menghancurkan Mesir? Karena Tuhan sedang memulai sebuah proyek yang sampai sekarang Tuhan masih lakukan. Bukankah kita beda dengan Israel? Kita beda dengan Israel tapi kita berbagian di dalam Israel. Israel sejati menerima janji itu, Israel yang hanya fisik, hanya identitas luar tapi tidak benar-benar beriman, akan tersingkir. Dan bangsa-bangsa lain yang memunyai iman kepada Kristus akan berbagian di dalam janji yang Tuhan berikan kepada Israel. Ketika Tuhan mengeluarkan Israel dari Mesir, Tuhan melakuan sesuatu yang tidak ada orang Israel tahu Tuhan sedang kerjakan. Yang Tuhan kerjakan besar sekali dan Tuhan menyatakan secara progresif dalam Kitab Suci, pelan-pelan makin dibukakan bahwa ternyata peristiwa keluarnya Israel dari Mesir ujungnya panjang sekali. Ternyata peristiwa keluarnya Israel dari Mesir adalah titik awal adanya umat yang akan menghancurkan dosa, menghancurkan setan dan menghancurkan maut, siapa yang berpikir bahwa ini akan terjadi. Ketika Tuhan memulai sebuah pekerjaan, tidak ada yang sangka, final apa yang akan Dia buat dari titik permulaan ini. Tidak ada yang tahu betapa besarnya Tuhan bekerja. Kita harus belajar memunyai pola pikir seperti ini, melihat apa yang Tuhan mulai kerjakan. Tapi setelah itu mulai pikirkan apa yang akan Tuhan kerjakan sampai tuntas. Hal besar apa yang akan Dia kerjakan melalui penebusan yang Dia genapi di dalam Kristus. Maka Roma 6 tidak mengatakan kepada kita untuk tinggalkan dosa dan langsung memberitahukan apa itu dosa “dosa adalah ini, sekarang kamu harus berhenti, sekarang kamu harus lakukan itu, apa yang tadinya salah harus kamu hentikan, dan yang benar harus kamu lakukan.” Alkitab bukan berisi pesan untuk berubah secara etika saja. Tapi pesan untuk berubah secara etika menjadi pesan yang masuk di dalam seluruh skema yang Tuhan sedang kerjakan. Itu sebabnya Saudara tidak hanya melihat peraturan yang bersifat etis saja di Roma 6, tapi Paulus memulai penjelasannya dengan mengatakan bahwa Tuhan memanggil kita supaya kita berada dalam Kristus, bukan di dalam Adam. Kita di dalam Kristus, Dia sudah mati dan bangkit, maka kita bersama dengan Kristus mati dan juga bangkit. Paulus memakai hal yang indah dalam berteologi yaitu memakai Kristus sebagai ilustrasi, penjelasan. Dan Kristus bukan cuma ilustrasi untuk menjelaskan poin utama, Kristus adalah poin utamanya sekaligus ilustrasinya. Paulus mengisahkan tentang Kristus dan dia memakai Kristus untuk membuat kita mengerti apa yang dimaksud hidup di dalam Kristus, ini unik. Kristus menjadi ilustrasi untuk kita mengerti. Sayangnya kita mencari ilustrasi lain untuk ilustrasinya Paulus.

Bagaimana kita mengerti hidup kita? Paulus merangkum hidup kita sebagai hidup yang mengikuti polaNya Kristus, Kristus mati karena dosa, Kristus bangkit untuk memulai zaman baru. Maka sebelum Paulus mengatakan “ayo berhenti berdosa”, Paulus memberikan dulu pengertian mengapa berhenti berdosa itu penting, mengapa penting bagi kita untuk meninggalkan hidup kita yang lama? Tanpa penjelasan utuh kita akan menjadi moralis kosong. Mengajarkan etika bukanlah hal yang salah. Mengajarkan etika kosong itu yang salah. Banyak orang mengajarkan etika kosong ketika memberikan penjelasan, mengulangi tema yang sudah diketahui. Tapi ketika Saudara membagikan satu cara memandang realita lalu menjelaskan bahwa dosamu tidak cocok di sini, itu akan memberikan penjelasan tentang hidup kudus menjadi sangat kuat. Seringkali kita bermain di tataran umum, maksudnya adalah semua orang Kristen tahu itu salah, dan kita cenderung mengulangi tanpa memberikan satu pandangan yang utuh. Maka kita mesti perhatikan bagaimana cara Paulus menjelaskan tentang keharusan hidup suci. Paulus bukan anti hukum, anti-nomian kalau istilah teologinya, Paulus bukan seorang yang cuma memberikan penjelasan tentang moral tapi tidak menjelaskan wadah mengapa dosa itu tidak baik atau tidak masuk. Setelah membahas tentang di dalam Adam dan di dalam Kristus, Paulus melanjutkan dengan membahas apa yang terjadi di dalam Kritus. Di dalam Kristus kita melihat hidup Kristus sebagai hidup yang utama dimana di dalamnya hidup kita berada. Hidup Saudara bukan lagi milik Saudara, hidup Saudara adalah milik Kristus sekarang. Dan maksudnya hidup menjadi milik Kristus, itu bukan hanya Saudara dimiliki oleh Kristus saja, tapi Saudara akan mengimitasi Dia, Saudara akan menjalani keadaan yang sama dengan Dia. Dan kata “akan sama dengan Kristus”, itu bukan kata perintah, tapi kata penjelasan. Paulus memberikan penjelasan bahwa kamu di dalam Kristus, kamu akan jalani hidup seperti Dia, mati dan bangkit. Maka ada 3 sudut pandang yang ingin saya bagikan sebelum kita lihat lebih teliti mengenai ayat 12-14. Tiga sudut pandang mengenai di dalam Kristus yang Paulus berikan.

Mematikan Dosa

Banyak hal yang Alkitab jelaskan tentang dosa namun kita sering lupa untuk memahaminya. Kita mungkin hanya ingat dosa di dalam aspek tingkah laku, kejelekan dari sifat atau etika yang harus diubah. Bagaimana caranya mengubah? Tapi kalau kita lihat dalam Kitab Suci, ada gambaran yang lebih utuh tentang dosa. Dalam pembahasan sebelumnya kita sudah lihat bagaimana penjelasan yang sangat total dari Paulus bahwa dosa terjadi di dalam Adam dan penebusan terjadi di dalam Kristus. Hanya dari kisah Alkitab, kisah ini bisa masuk. Lalu di dalam penjelasan Paulus, bahwa segala sesuatu yang ditekankan tentang dosa menjadi beres di dalam Kristus. Ini sebabnya Saudara akan melihat kisah Perjanjian Lama dan menyadari bahwa kisah yang agung dari Perjanjian Lama, sebenarnya adalah kisah yang tidak tuntas. Kebangkitan Kristus yang membuat tuntas semua itu. Ini pola pikir yang harus kita punya dalam ajaran Paulus, kebangkitan Kristus adalah cara untuk menghentikan hidup yang lama.  Saudara tidak bisa mengajarkan orang meninggalkan dosa, karena dosa adalah bagian dari natur manusia yang sudah jatuh. Saudara tidak bisa lepas dari dosa, karena dosa bukan sekedar tingkah laku yang kita buat, tapi dosa adalah keadaan yang kita peroleh di dalam Adam. Dan Saudara tidak mungkin pindah dari Adam ke tempat yang lain, sebelum Adam yang terakhir datang. Pola Alkitab seperti ini tidak bisa diparalelkan dengan agama lain karena cara berpikirnya total beda. Ini yang membuat Injil sulit untuk diterima. Kita mungkin berusaha menyampaikan Injil dengan cara yang dimengerti, tapi orang sulit menerima berita Injil jika dia tidak mengubah seluruh pengertian dia tentang hidup yang lama. Maka Paulus menyajikan pengertian yang sangat luar biasa total, kalau kamu di dalam Adam, kamu hanya bisa berharap kebangkitan Kristus sebagai solusinya. Banyak orang mengatakan kebangkitan Kristus tidak unik atau orang mati bangkit itu bukan khasnya Kristus. Bukankah dalam tradisi Yunani ada banyak kisah tentang kebangkitan? Promithius dibilang bangkit, Sisiphus bangkit bahkan sampai 3 kali. Lalu kalau Alkitab mengatakan kebangkitan Kristus adalah yang pertama, ini juga aneh, Lazarus lebih dulu bangkit sebelum Yesus, Elia pernah membangkitkan seorang anak. Jadi kebangkitan orang mati tidak khas menjadi milik Kristus, itu yang akan orang-orang pikirkan. Tapi banyak orang yang salah mengerti tentang kebangkitan, seolah-olah kebangkitan adalah revitalisasi hidup, tubuh yang sudah mati dihidupkan kembali. Namun kebangkitan bukan menghidupkan kembali tubuh yang mati supaya kembali berfungsi seperti sebelum kematian. Kebangkitan adalah melanjutkan kemanusiaan dari Kristus, Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, untuk mencapai tubuh yang baru, kebangkitan. Jadi kebangkitan bukan kembali ke keadaan sebelum mati, kebangkitan adalah kelanjutan dari tahap berikut maruk ke tahap berikut dari menjadi manusia. Itu sebabnya kata resurrection itu lain dengan kata vivification, mengaktifkan kembali hidup. Lazarus diaktifkan kembali hidupnya, dan itu tubuh yang mati, itu bukan resurrection sebenarnya. Maka Yesus adalah yang pertama bangkit, belum pernah ada yang bangkit sebelumnya. Kitab Injil mengisahkan itu dengan teliti sekali. Setelah itu Yesus bangkit, ada hal yang sama tapi banyak yang beda. Ada hal yang sama, murid-murid dapat mengingat “ini Yesus” waktu Dia menawarkan makan, waktu Dia memecah-mecahkan roti, waktu Dia memberikan salam dan menyatakan berkat, orang langsung mengatakan ini Yesus. Tapi banyak hal beda yang belum pernah ditemui murid-murid sebelumnya. Itu yang pertama yang membedakan kebangkitan Kristus dengan kebangkitan orang mati di dalam kisah mana pun.

Kedua, kebangkitkan Kristus adalah kebangkitan yang memuncakkan seluruh problem dalam Perjanjian Lama yang berhenti dengan kasar, mendadak. Saudara sangat tertekan kalau hanya punya Perjanjian Lama karena tidak memberikan penjelasan yang tuntas tentang kesempurnaan rencana Tuhan. Banyak janji di situ, tapi tidak ada pernyataan tuntasnya, tidak ada pernyataan bahwa akhirnya janji Tuhan selesai. Ketika Saudara membaca Perjanjian Lama, Saudara akan menemukan Perjanjian Lama membahas apa pun yang Saudara alami di dalam kisahnya, tidak ada yang tidak. Kalau ada yang bicara “pak, ada masalah, koneksi internetnya tidak lancar”, di mana di dalam Perjanjian Lama yang membahas koneksi internet lambat sebagai masalah. Saya mengatakan masalahmu bukan karena koneksi internet tetapi kamu kurang sabar, dan masalah itu ada di Perjanjian Lama. Problem Saudara ada di Kitab Kejadian, problem Saudara terjadi berkali-kali. Abraham mengalaminya, Ishak mengalaminya, Yakub mengalaminya. Kita bukan satu-satunya orang yang sedang mengalami problem kita. Ada orang-orang di Perjanjian Lama yang juga bergumul dengan hal yang sama. Maka Perjanjian Lama menunjukan kepada kita apa yang menjadi kesulitan hidup manusia dan memberikan janji solusi, tapi tidak ada janji yang genap, belum ada yang genap. Karena kalau kita membaca Kitab Kejadian, kitab itu diakhiri dengan tulang-tulang Yusuf harus dibawa kembali ke Kanaan, bukan ending yang bagus. Kitab Taurat berakhir dengan Musa tidak masuk di Tanah Perjanjian. Kitab Yosua berakhir dengan masih ada tanah-tanah yang belum ditaklukan. Kitab Hakim-hakim berakhir dengan perang saudara di tengah Israel. Saudara lanjutkan ke kisah Samuel, Saudara akan melihat Kitab Samuel ditutup dengan kematian Daud, bukan cerita yang bagus, ternyata raja idaman pun mati. Lanjutkan ke Kitab Raja-raja, Saudara tahu ternyata raja-raja ternyata Kitab Raja-raja terlalu cepat memberikan kesenangan di depan. Kemudian kerajaan itu pecah, ini sangat buruk. Maka kalau lihat Perjanjian Lama, kita tidak melihat pengharapan, namun Perjanjian Baru mengatakan pengharapan itu semuanya bermuara pada kebangkitan Kristus, disimpulkan pada kebangkitan Kristus. Ini perbedaan kedua, kebangkitan Kristus lain dari mitos mana pun karena kebangkitan Kristus memuncakkan tradisi selama 1.500 tahun sebelum Kristus datang. Adakah paralel dari cerita kebangkitan seperti ini? Promethius seperti itu? Atau bangkitnya Sisiphus memuncakan 1.500 tahun tradisi Yunani? Tidak ada cerita kebangkitan sebagai puncak dari pergumulan panjang selain di dalam Kitab Suci. Maka jangan bilang kisah kebangkitan Kristus sama dengan kisah kebangkitan yang lain. Alkitab mengajak kita untuk berpikir seperti ini, lihat apa yang terjadi secara besar, kemudian lihat tempatmu, pergumulanmu, permasalahanmu di dalam konteks yang benar, di dalam payung cerita besar ini. Kalau Saudara tidak menangkap cerita besarnya, Saudara tidak punya solusi untuk permasalahan detail yang Saudara hadapi hari demi hari. Kalau kita tidak tahu metanarasi, cerita besar, kita tidak tahu cerita kita.