Dalam pembahasan lalu, keberhutangan kepada Allah karena kita adalah milik Dia, dijadikan anak-anak Allah oleh Roh Kudus. Kesaksian dari satu orang tidak sah dalam pengertian hukum, dalam tradisi Yahudi. Jadi kalau Saudara menjadi saksi, Saudara tidak bisa membuat kesaksian Saudara berfungsi mengambil keputusan, kecuali didukung oleh kesaksian orang lain. Demikian juga ketika Saudara mengatakan “saya anak Allah”, “Kata siapa?”, “kata aku dan Roh Kudus”. “Kata Roh Kudus itu apa?” Kesaksian Roh Kudus adalah kesaksian yang dinyatakan melalui penjelasan firman yang tertulis ini. Alkitab menyaksikan bahwa kita adalah anak-anak Allah dan Roh Allah menjadikan setiap firman yang Tuhan berikan kepada umat menjadi milik kita. Roh Kudus menjadikan apa yang di sorga menjadi milik personal orang-orang yang percaya. Apa yang dikerjakan Roh Kudus? Dalam tradisi Reformed kita percaya Roh Kudus mengaplikasikan keselamatan Kristus kepada individu-individu yang percaya. Demikian juga Roh Kudus memberikan kesadaran dalam hati kita bahwa Allah sedang berbicara tentang kita. Ketika Allah mengatakan “sesungguhnya Aku mengasihi anak-anak Israel”, Saudara sadar “sayalah yang dimaksud meskipun saya tidak secara daging keturunan Israel. Saya dimasukan di dalam tradisi Israel karena pekerjaan Roh Kudus yang menyatukan saya dengan Kristus”, ini namanya kesaksian Roh Kudus. Jadi kesaksian Roh Kudus akan menggabungkan pengertian Firman yang tertulis dengan diri kita. Maka hal pertama, kesaksian bahwa kita adalah anak-anak Allah datang dari firman. Hal kedua, kesaksian bahwa kita adalah anak-anak Allah datang dari perubahan yang dikerjakan Roh Kudus dalam diri kita. Saudara mulai berubah, dulu sangat mudah tersulut marahnya karena wibawa diri, sekarang tidak. Sekarang Saudara mulai mengerti apa itu mengosongkan diri dan apa itu hidup bagi Tuhan. Dulu sangat gila harta, apa pun yang dikerjakan hanya untuk uang, sekarang Saudara sadar bahwa uang adalah sesuatu yang Tuhan izinkan Saudara kelola dan Saudara bagikan kepada yang lain. Hal ini membuat kita sadar “saya banyak berubah. Tadinya saya mirip bapaku yang lama yaitu setan. Sekarang saya mirip Bapaku yang baru yaitu Tuhan.” Inilah kesaksian Roh. Saudara anak-anak Allah, apakah ada kesaksian firman? Ada, Roma 8, 5, dan 3 menyatakannya. Kalau Saudara baca Yohanes 3, 10, 14, 15, 16, 17, berkali-kali menekankan siapa-siapa yang termasuk anak-anak Allah yaitu mereka percaya dalam nama Yesus. Ini membuat kita dapat kesaksian yang bukan kesaksian pribadi, bukan subjektif. Maka kesaksian Roh Kudus tidak bisa ditafsirkan sebagai sesuatu subjektif yang orang lain tidak bisa akses. Saudara tidak bisa menyatakan kebenaran dengan cara yang tidak bisa diakses oleh orang lain. Tapi kalau Saudara menjadikan Alkitab sebagai suara Roh yang bersaksi dan Saudara menjadikan hidup Saudara sebagai bukti Roh Kudus bekerja, maka Saudara bisa mengatakan kepada orang-orang “saya anak Allah.” Tahu dari mana? “lihat hidupku dan kesaksian Kitab Suci”, itulah yang disebut dengan kesaksian Roh. Inilah yang membuat kita bersyukur ternyata kita anak Allah, bukan perasaan subjektif yang dirasa-rasa. Ada kesaksian Kitab Suci dan perubahan hidup yang menjadi bukti bahwa kita adalah anak-anak Allah. Kita tidak bisa remehkan cuma salah satu, Alkitab menyatakan setiap orang percaya adalah anak Allah. Kamu mengaku percaya, tapi bagaimana dengan hidupmu? Adakah perubahan yang membuat engkau sekarang semakin menyerupai Bapamu atau tidak. Tentu Alkitab tidak mengatakan bahwa orang yang percaya otomatis langsung sempurna, ada proses menuju kesitu. Tapi Saudara menjadi berubah dan perubahan itu arahnya jelas. Saudara semakin mirip Sang Bapa yang baru, yang mengadopsi Saudara menjadi milikNya. Maka sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan kesaksian ini kalau kita tidak tahu Allah kita seperti apa. Waktu kita tahu Allah kita adalah Allah yang pemurah, sabar, penuh cinta kasih, besar setiaNya, baru kita sadar kita tidak bisa menjadi anak-anak Allah sekaligus menjadi orang yang sikap dan pikirannya sangat duniawi. Duniawi bukan berarti kita tidak tahu lagu rohani, kita kurang membaca Alkitab. Duniawi berarti kita tidak lihat ada sumber kasih, maka kita tidak pernah mengerti apa itu mengasihi. Kita tidak tahu apa itu memberi diri bagi orang lain, apa itu hidup bagi orang lain. Ini tandanya kita belum berubah, tapi pelan-pelan akan ada perubahan. Sama seperti Allah mencintai, memberikan kesabaran, memberikan sukacita, memberikan berkat, memberikan janji, maka saya juga akan menjadi orang yang menyatakan sukacita berkat dan memberi diri bagi yang lain. Ini adalah tanda bahwa kita adalah orang-orang yang dimiliki Roh, disatukan oleh Kristus, dan menjadi anak-anak dari Sang Bapa di surga.
Lalu di ayat 16 dikatakan “roh bersama kita bersaksi bahwa kita adalah anak-anak Allah”, jadi kita adalah anak-anak Allah. Banyak yang salah mengerti tentang pengertian anak. Yesus adalah Anak Allah, kita adalah anak Allah. Apa ini berarti Allah punya anak? Dalam Perjanjian Lama ada dua kata yang beda menjelaskan tentang anak, dua-duanya diterjemahkan anak. Yang satu adalah yelet, anak secara biologis. Sayang sekali banyak orang berpikir bahwa Sang Anak Allah, Pribadi Kedua Tritunggal adalah anak dari Pribadi pertama secara yelet. Jadi Sang Bapa mempunyai anak yaitu Sang Anak, kapan melahirkannya? Ada yang bertanya “siapa bidannya?”, ini karena salah mengerti antara ben dan yelet. Kalau Saudara mengatakan kucing punya anak namanya anak kucing, karena anak kucing dan itu anak dari kucing, maka kucing itu kucing, itu yelet, bukan ben. Saudara tidak bisa mengatakan hal yang sama tentang Pribadi Kedua dengan Pribadi Pertama, bukan begitu. Tapi relasi antara Pribadi Pertama dengan Pribadi Kedua menggunakan kata ben dalam Perjanjian Lama, atau bat kalau anak perempuan. Ben bukan hanya menunjukan anak secara fisik, tetapi status sebagai ahli waris. Di zaman Tuhan Yesus, pengemis buta yang tahu Yesus datang langsung teriak “Anak Daud, kasihanilah saya”, lalu orang mengatakan “diam”. Mengapa disuruh diam? Karena kata Anak Daud mengandung provokasi yang besar. Kalau Saudara bilang Anak Daud, itu bukan yelet. Banyak orang keturunan Daud pada saat itu, tapi bukan Anak Daud. Daud punya banyak keturunan, tapi hanya satu yang disebut Anak Daud yaitu Salomo karena dia melanjutkan takhta bapanya. Demikian Yesus disebut Anak Daud, bukan karena Dia adalah salah satu dari keturunan Daud, tapi karena Dia melanjutkan takhta BapaNya. Kalau ini kita mengerti, kita tidak akan khawatir dengan tuduhan orang yang mengatakan “Allah itu tidak memperanakan dan tidak diperanakan”, tapi ini adalah kredo melawan kredo Athanasius yang ada sebelum sebelum Muhammad ada. Athanasius justru mengatakan Allah sejati adalah yang memperanakan (Pribadi Pertama) dan diperanakan (Pribadi Kedua). Jadi ada pengakuan iman di Kristen yang mengatakan Allah sejati adalah Allah yang mempunyai anak dan mempunyai bapa. Tradisi Islam sebenarnya melawan ini, bukan original Allah itu pasti tidak boleh punya anak. Anak adalah ahli waris, konsep dibaliknya bukan biologis familial, tapi royal, kingship. Anak yang akan menjadi raja setelah bapaknya. Maka kalau dibilang “Anak Daud”, jangan sembarangan, tidak semua orang disebut Anak Daud meskipun banyak keturunan Daud. Ini juga konsep yang sama dengan pengertian Anak Allah. Orang dunia kuno sangat jelas mengerti anak, ketika dikatakan anak Allah, langsung tahu maksudnya apa. Di dalam dunia kuno, raja adalah anak Allah, karena mereka percaya kerajaan mereka itu milik Allah mereka dan diwariskan kepada sang raja. Misalnya Kerajaan Romawi, mereka percaya kerajaan mereka milik Jupiter, ia memberikan Kerajaan Romawi yang besar itu. Ketika orang-orang Visigoth mulai menyerang Roma, lalu ada orang bernama Alaric, pemimpin Suku Visigoth yang berhasil menerobos kota Roma. Setelah itu Roma menjadi sangat surut kekuatan dan orang mulai mengatakan “Jupiter sudah meninggalkan kita karena ada yang namanya Yesus sekarang disembah”. Ini yang membuat Agustinus menulis buku The City of God. Penyebab Roma hancur adalah moral yang sudah bobrok dan Tuhan hakimi. Kalimat Agustinus ini penting sekali untuk kita ingat. “Bukan karena kamu meninggalkan Jupiter, maka kotamu dihancurkan. Tapi karena moralmu terlalu bobrok”. Jadi orang Roma percaya kekaisaran mereka dimiliki oleh Jupiter, lalu yang menjadi kaisar adalah anak dewa, anak Jupiter. Mengapa menjadi anak dewa? Karena seluruh kerajaan milik Jupiter sekarang menjadi milik kaisar, jadi kaisar adalah anak allah, ini umum. Tapi kalau Saudara berbicara dengan orang modern “apakah kau tahu anak allah?”, mereka langsung geli sendiri “kamu percaya allah menikah lalu punya anak? Bodoh sekali”. Saudara balik mengatakan kepada mereka “kamu yang kurang mengerti, ayo belajar sejarah.”