Di ayat 12 dikatakan “kita adalah orang berhutang”. Berhutang identik dengan keadaan seseorang menjadi budak, dibelenggu, dan kehilangan kebebasan. Banyak hal yang menyebabkan orang menjadi budak, mungkin dia papanya punya hutang, dia terpaksa bayar karena papanya tidak sanggup bayar. Waktu dia harus bayar, tidak punya harta cukup. Dalam kesulitan, hukum kuno mengharuskan dia membayar hutang dengan menjadi budak. Semakin besar hutang, semakin besar kemungkinan dia menjadi budak. Makin besar lagi hutang, mungkin bukan hanya dia, tapi anak-cucunya juga akan menjadi budak. Ketika ada orang mengatakan, “Sudah berapa lama jadi budak?”, “Sudah puluhan tahun dan mungkin anakku harus menjadi budak, karena hutang saya sangat besar dan jumlah tahun pelayanan saya tidak cukup untuk cover itu”. Lalu orang itu mengatakan “Kalau begitu saya bebaskan kamu. Saya akan bayarkan hutang kamu kepada orang yang sekarang menjadi tuanmu.”, “kalau lunas berarti saya bebas?”, “iya, kamu bebas.” “Kalau begitu sekarang saya mau memperhamba diri saya kepadamu. Saya mau melayani engkau”, lalu orang yang membayarkan mengatakan “Tidak perlu.”, orang itu mengatakan “Saya pakai kebebasan untuk menjadi hambamu.” Ini hamba karena apa? Hamba karena hutang uang? Bukan, ini hamba karena hutang cinta kasih. Ini adalah orang bebas yang punya level hidup yang baik karena dia sudah dibebaskan, dan dia memperhamba diri karena kasih, bukan karena dia harus membayar hutangnya. Skill hidup yang indah, yang dipahami oleh dunia kuno adalah skill untuk menjadikan Saudara bebas. Kalau engkau punya pikiran yang jernih, punya kemampuan untuk mengajar, kamu orang bebas. Tapi kamu tidak punya skill, kamu tidak punya keahlian apa pun, cuma badan yang bisa dipakai untuk kerja keras, maka kamu menjadi budak. Bagaimana cara supaya tidak menjadi budak? Dapat pendidikan. Semua orang berjuang untuk jadi orang bebas. Dan orang mengatakan “saya mau bebas, saya akan belajar, coba punya harta banyak sehingga saya tidak perlu kerja memperbudak diri untuk penghidupan”. Menjadi bebas adalah sesuatu yang dikejar dengan cara hidup. Mengapa mendidik anak? “Supaya anakku tidak menjadi budak”. Mengapa cari uang? “supaya tidak perlu berhutang kepada orang dengan menjadi budak”. Semua mau bebas, tapi hanya Alkitab yang mengajarkan ada orang bebas yang rela menjadi budak. Siapa itu? Kristus. Lalu siapa lagi? Orang yang beriman kepada Kristus. Ini Roma 8, kita berhutang supaya menjadi hamba. Hamba kepada Dia yang bebaskan kita.” Untuk mengerti ini, kita mesti belajar dari Agustinus. Ia pernah hidup dalam keadaan rusak, kacau, penuh dengan perzinahan, seks, hawa nafsu dilampiaskan dengan bebas. Dia pikir dia bebas, tapi dia dibelenggu dosa. Dia sudah mendapatkan semua, tetapi dia rasa kosong. Agustinus penting untuk kita pelajari karena dia pernah hidup dalam pola pikir salah. Setelah dia menjadi orang Kristen, dia rombak cara berpikir itu dengan menyelidiki Kitab Suci. Dia menyadari Kitab Suci memberikan ajaran yang jauh beda dengan ajaran kosong yang palsu, yang dia dapatkan sebelum dia menjadi Kristen. Dia menjadi Kristen karena dia mendengarkan seorang pendeta bernama Ambros di Milan, ini pendeta penting sekali karena dia satu-satunya hamba Tuhan yang pernah eks-komunikasikan kaisar. Ini hamba Tuhan yang penuh dengan peran di dalam sejarah orang Kristen. Salah satu yang membuat dia terkenal adalah khotbah yang mempertobatkan Agustinus. Biasanya orang cuma mengatakan “Agustinus bertobat karena baca Roma 13”. Baca satu ayat pendek tidak akan mengubah orang kalau dia belum punya pra-pengetahuan sebelumnya baca ayat itu. Dari mana pengertian Kristen Agustinus? Dari mamanya, itu yang pertama. Kedua dari khotbah Ambrosius. Waktu Agustinus ada di Milan, orang terus memberitahunya “ada pendeta punya teknik retorika paling tinggi”. Agustinus sangat tertantang “siapa orang Kristen yang punya retorika tinggi? Aku menganggap Kristen adalah agama untuk orang bodoh.” Maka dia datang dengar khotbah Ambrosius karena ingin membandingkan bisakah orang Kristen punya teknik retorika tinggi dan dia ditaklukan oleh Ambros. Saya khawatir kalau saat ini ada pemuda-pemuda intelektual yang menolak Kekristenan, datang dengar khotbah bukannya dipertobatkan, tapi semakin menghina Kekristenan. Mendengar pendeta ngawur, pidato ini itu tidak ada argumen, cuma menyatakan kalimat yang tidak ada isi. Kalau pendeta khotbah tidak ada isinya, yang intelektual akan terus menjadi pelawan Tuhan dan yang bersalah mungkin hamba Tuhannya. Agustinus mendengarkan khotbah Ambros dan dia mengatakan “ini orang terpelajar, orang ini tidak buang-buang waktu untuk lakukan hal yang tidak penting, dia berhak mengajar”. Sekarang banyak orang berdiri di atas mimbar tanpa kualifikasi apa pun. Apa hakmu berdiri di atas mimbar? “Saya sudah persiapan. Saya baca buku lalu saya hafal bukunya, kemudian saya keluarkan”. Saya tidak mengerti mengapa orang berpikir khotbah adalah persiapan lalu sampaikan persiapan. Khotbah itu sampaikan pola pikir yang sudah lama dibentuk. Itu sebabnya saya terus ingatkan ke diri menjadi hamba Tuhan berarti terus-menerus memperlengkapi diri dengan kelimpahan firman, tidak ada saat longgar, tidak ada istirahat, setiap hari penuhi pikiran dengan tema-tema paling berkualitas. Saudara kuasai pikiran paling berkualitas, baca buku paling penting dalam sejarah, Saudara tidak mungkin tidak punya bijaksana. Kalau saya tanya “kamu sudah baca buku apa?”, buku dari orang zaman sekarang saja saya tahu dia tidak pernah capai hikmat Tuhan berikan dalam sejarah manusia karena hikmat paling besar bukan di zaman ini. Saudara baca Agustinus, dia mengalahkan semua pemikir dan penulis buku zaman sekarang. Tidak pernah baca Agustinus, tidak punya kedalaman. Baca Calvin, baca orang-orang penting di abad pertengahan, pikiran mereka begitu jernih, rohani mereka begitu dalam, tulisan mereka begitu hangat secara spiritual tapi begitu menusuk secara intelektual. Dimana lagi ada seperti itu? Maka semakin senang baca buku populer, semakin dangkal pikirannya. Bukan hanya urapan Tuhan yang diakui sebagai urapan tapi tidak dibackup dengan kemampuan untuk memengaruhi orang secara bijak. Kuasa Tuhan, pengurapan Tuhan dan penyelidikan ilmu pengertian hikmat yang teliti, dipenuhi terus dalam pikiran akhirnya akan mengalir keluar dan memenangkan orang. Maka setelah Agustinus dengar, dia kaget. Satu kali Ambros berkhotbah tentang doktrin penciptaan, ini salah satu yang paling menggugah dia. Dia dengar khotbah ini dan langsung hancur hatinya, “baru sekarang saya mengerti ciptaan itu penting”. Agustinus pernah terpengaruh ajaran manichaeism, segala sesuatu yang fisik, kelihatan, yang ada dalam dunia, rendah, jelek, yang bagus adalah hal yang diluar. Ini pengaruh yang mirip dengan ide dari Socrates dan Plato.
Kalau Saudara membaca Socrates dan Saudara tidak terganggu, itu tandanya Saudara tidak mengerti. Orang tidak mengerti mana mungkin terpengaruh. Tapi kalau Saudara mengerti, Saudara akan sadar “Kalau tidak punya iman Kristen, saya sudah percaya orang ini.” Mengapa Kristen yang benar? Karena iman, itu yang sangat menolong. “Saya percaya Kristus, tidak mungkin melawan Dia”. Itu sebabnya membaca karya-karya penting itu menyenangkan sekaligus bahaya. Tapi kalau Saudara takut bahaya, tidak akan senang. Kalau tidak takut bahaya, Saudara akan tempuh sesuatu yang penting. Saya tidak mengatakan Saudara sembarangan baca lalu akhirnya menjadi goyah imannya, bukan. Tapi harap Saudara mengerti bahwa ketika manusia punya cara berpikir agung, punya kemampuan pengaruhi Saudara, dia layak untuk Saudara jadikan guru, meskipun Saudara tetap menjadikan dia guru dengan sifat kritis. Hal penting akan saya terima dan hal jelek saya buang, itulah mental orang Kristen di dalam tradisi Kekristenan. Tapi banyak orang mengatakan “ayo kembali ke Alkitab, buang filsafat”, enak saja bilang buang filsafat. Tokoh-tokoh penting yang pengaruhi Kekristenan sekarang semua adalah filsuf. Ketika Socrates mengatakan ada dunia ide dan sekarang ini cuma bayangan fisik, jelek dan terbatas. Tujuan segala hal yang fisik adalah membuat kita merenung tentang ide. Ini juga satu argumen yang kuat. Saudara lihat sebuah bunga, bagus, Saudara langsung pikir apa itu bagus. Atau lihat bunga langsung berpikir “ini harganya berapa?”, itu orang yang masih kurang bijak. Orang yang pintar cari uang, tidak tentu bijak dalam mengetahui kebenaran. Uang tidak membuat hidupmu limpah. Uang perlu untuk support engkau, tapi Saudara perlu menjadi limpah bukan karena uang. Maka kalau punya uang, coba pakai untuk hal yang membuat kemanusiaan Saudara muncul. Jangan jadi manusia bodoh yang tidak mengerti apa-apa yang bagus, apa pun tidak tahu. Saudara mengatakan “Ikuti aku, Aku beritakan Injil kepadamu”, harap ingat Injil tidak menuntut Saudara untuk bicara Injil saja, juga menuntut Saudara mempunyai hidup yang layak untuk diikuti. Paulus mengatakan “aku mengikut Kristus, jadilah kamu pengikutku sama seperti aku mengikuti Kristus”. Seluruh kehidupan Paulus akan dibuka dan orang akan mengatakan “saya mau ikut kamu karena kamu orang yang agung”. Saudara lihat di Kisah Para Rasul, bahkan orang yang tidak mau menerima Injil seperti Festus tetap mengatakan Paulus punya kualifikasi dalam segala macam ilmu. Maka Socrates mengatakan “kalau kamu renungkan keindahan di sana, berarti di sini sementara.” Itu sebabnya orang sering menyindir Socrates sebagai yang mengajarkan tentang somethingness. Kalau Saudara melihat seekor kuda, Saudara harus tahu ada kekudaan, mungkin Saudara geli dengan istilah ini, “apa itu kekudaan”, kekudaan adalah sesuatu yang bisa membuat Saudara mengetahui itu kuda.” Ini pengaruh yang kuat sekali, kemana-mana orang pergi mempelajari agama abad 4 sebelum Masehi sampai 2 Masehi, Saudara akan menemukan pengaruh ini dimana-mana. Ini bukan orang sembarangan, pengaruh dia masuk ke mana pun, termasuk ke dalam pengajaran Manikeisme, Agustinus sangat terpengaruh ini. Tapi dia bingung waktu menerima ajaran Manikeisme. “Seluruh hal dalam alam ini evil, tapi kok bagus? Bagus ternyata tetap ada evilnya?”. Maka ketika dia mendengar Ambros mengatakan Tuhan mencipta dan segala hal yang Tuhan ciptakan indah adanya, dia tertarik sekali. Maka dia mulai goyah hatinya dan dia mulai pertimbangkan untuk menjadi Kristen. Sampai akhirnya dia membaca Roma 13 mengatakan “berhenti hidup cemar, mari hidup dengan tidak mabuk karena hari sudah mulai siang”, itu menggugah dia bertobat. Setelah dia bertobat dan menjadi Kristen, hal pertama yang dia mau lawan adalah ajaran Manikeisme, dan dia langsung kaitkan dengan Kejadian. Maka dia menulis buku, “Menafsirkan Kejadian untuk Melawan Pengikut Manikeisme”, itu judulnya. Di situ dia mengatakan “tahukah engkau siapa Allah yang mencipta? Allah mencipta segala ciptaan dari tidak ada menjadi ada”, ini pengertian yang dia coba mengajak kita untuk gali. Kalau segala sesuatu tadinya tidak ada, lalu Tuhan berfirman dan jadi ada, maka Saudara tidak bisa menemukan apa pun di dalam yang ada untuk mempersalahkan Tuhan. Saudara tidak berhak menentukan karena Saudara ada di dalam ciptaan. Dan ciptaan itu terjadi karena Tuhan menjadikannya, tadinya tidak ada. Kalau tadinya tidak ada dan menjadi ada, lalu seluruh ciptaan berhutang keberadaan kepada Allah. Seluruh ciptaan hutang ada dari Allah, “mengapa engkau ada?”, “karena Allah”. Dan seluruh filsafat di dalam tradisi mana pun akan setuju bahwa ada itu lebih baik dari pada tidak ada. “Mengapa bisa ada?”, “karena Tuhan”, “saya bergantung pada keberadaan Tuhan”. Ada dan fungsi itu saling berkait. Tidak mungkin ada “ada” yang tidak berfungsi. Keberadaan ada fungsi, ada guna, ada peran, ada indahnya sendiri. Dan indahnya, perannya dan fungsinya hanya mungkin dipahami kalau kita mengerti bahwa dia diciptakan oleh Allah. Ini pengertian awal dari teologi Reformed yang mengatakan bahwa Allah adalah interpreter yang sempurna atas segala hal yang Dia ciptakan. Itu sebabnya Herman Bavinck mengingatkan kita untuk menyelediki segala sesuatu dan memikirkannya dengan cara Tuhan, to think after God’s own thinking, berpikir seperti Tuhan berpikir. Jangan tentukan sendiri karena segala keberadaan tidak didesign untuk ditafsirkan sendiri terlepas dari Tuhan. Maka Saudara tidak bisa memahami seluruh keberadaan kecuali Saudara memahami apa yang paling penting dari Allah yang Allah mau nyatakan ada dalam ciptaan. Ini perlu perenungan panjang sekali dari Agustinus.