Di dalam pasal 4 ini Paulus dengan sangat tepat menjadikan Abraham contoh. Apa contoh orang benar, siapa yang layak dijadikan contoh untuk pembenaran yang diberikan Tuhan kepada manusia? Abraham. Di dalam tradisi Israel, Abraham adalah orang yang sangat besar. Orang Israel percaya bahwa pada waktu Tuhan datang kembali, maka meja VIP, meja paling utama dimana mereka akan makan bersama Tuhan adalah meja yang dikepalai oleh Abraham. Siapa boleh makan satu meja dengan Abraham, Ishak dan Yakub? Hanya orang-orang saleh dari Israel, ini kepercayaan mereka. Tidak boleh orang Israel biasa yang datang ke situ, apalagi orang non-Israel. Orang kafir tidak boleh duduk satu meja dengan Abraham, Abraham terlalu agung. Meskipun Musa kerjakan banyak mujizat, lalu nabi-nabi begitu hebat memberikan tanda-tanda, tapi Abraham tetap menjadi tokoh paling utama dalam tradisi Israel. Karena mereka tahu mereka akan mendapat berkat oleh karena Tuhan berjanji kepada Abraham. Jadi semua orang Israel tahu tokoh paling besar adalah Abraham. Mengapa Israel bisa diberkati? Karena Tuhan sudah berjanji kepada Abraham. Mengapa Daud diberkati? Karena Tuhan sudah berjanji kepada Abraham. Abraham adalah orang yang besar sekali. Maka di dalam Roma 4 ketika Paulus memberikan Abraham sebagai contoh atau teladan iman, pasti tidak ada orang yang akan protes.
Tapi kalau Saudara dengan teliti membaca Surat Roma, ternyata Paulus mendeteksi kekurangan-kekurangan dari Abraham yang sangat fatal. Dan ini yang membuat takjub, ternyata Tuhan memberkati Abraham bukan karena Abraham punya kebenaran dalam dirinya. Maka kita sudah bahas minggu lalu bahwa Abraham ini adalah bapa dari banyak bangsa, namun waktu dia dipanggil oleh Tuhan, dia belum punya anak. Bagaimana mungkin tugas yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk beranak-cucu dan penuhi bumi sekarang diberikan kepada orang tua yang bahkan tidak punya anak. Seorang yang berusia 75 tahun bersama istrinya yang mandul dipanggil Tuhan dari negaranya untuk datang ke Kanaan, lalu Tuhan memerintahkan kepadanya “pindahlah, tinggalah di Tanah Kanaan dan Aku akan menjadikan engkau bangsa yang besar”. Dengan cara berpikir yang standarpun kita akan tahu bahwa itu tidak mungkin, Tuhan salah pilih orang. Tuhan memilih orang yang tidak punya dan sudah tua, lalu menjanjikan lewat mereka umat Tuhan akan menyebar di seluruh bumi dan menjadi banyak. Abraham pun heran terhadap pilihan Tuhan ini. Abraham tanya “Tuhan mengapa pilih orang bernama Abraham?”, tapi Tuhan mengatakan “percayalah kepadaKu”, “mau sih percaya, tapi agak sulit, tidak bisa nyambung antara percaya dan fakta, realita dan kenyataan terlalu jauh dengan apa yang Tuhan janjikan. Jadi saya sulit percaya kepada Tuhan”. Tapi Tuhan mengatakan “Aku sudah berjanji”. Dan di dalam Kitab Suci, Abraham dibenarkan oleh Tuhan karena dia percaya janji Tuhan, bukan karena Abraham yang bertindak, tapi karena Tuhan yang bertindak. Jadi iman adalah mempercayai bahwa Tuhan akan melakukan apa yang Dia katakan. Kalau Tuhan mengatakan “Aku akan melakukan ini” dan Saudara percaya, itu iman. Iman berarti mempercayakan apa yang Tuhan mau kerjakan kepada kuasaNya Tuhan. “Tuhan yang akan kerjakan dan saya percaya”, itulah iman. Jadi iman itu bukan ngotot, iman adalah mengenal firman dan mengamininya. Kalau Tuhan mengatakan “Aku akan memperbarui bumi”, dan Saudara percaya itu, berarti Saudara beriman. Kalau Tuhan mengatakan “Aku akan membangkitkan engkau sama seperti Aku membangkitkan Kristus”, dan Saudara percaya, itu iman. Tapi kalau Saudara mengatakan “saya percaya kalau saya yakin dan berdoa, besok saya akan mendapat Ferrari”, itu bukan iman. Karena Tuhan tidak pernah mengatakan di dalam Mazmur, Pengkhotbah, Kidung Agung, bahkan dari Kejadian sampai Wahyu bahwa engkau yang berdoa sungguh-sungguh akan mendapat Ferrari. Iman itu bukan sesuatu yang liar, iman itu bukan sesuatu yang mengatakan “kalau saya yakin pasti jadi”. Karena iman seperti itu mengasumsikan Tuhan yang pasif, lalu Tuhan yang tunggu, Tuhan yang tidak punya pengetahuan akan kerjakan apa, lalu Dia akan tunggu apa yang dikatakan manusia. Benar lawannya adalah tidak benar. Kalau benar berarti diperkenan oleh Tuhan, maka tidak benar, ini pakai kata lain, tidak benar di dalam Surat Roma memakai kata yang berarti sangat kafir secara status dan penyembahan, dan juga sangat liar secara hidup. Ini yang disebut asebeia, liar hidupnya, kafir dalam hal mengenal Tuhan, itu namanya tidak benar. Jadi kalau orang tidak kenal Tuhan dan tidak dibenarkan oleh Tuhan, dia akan jadi orang kafir, asebeia. Dia tidak akan punya hidup yang beres, dia tidak mungkin punya ibadah yang beres. Ibadahnya ngawur, kehidupannya ngawur dan juga cara menjalankan hidup sangat liar. Tetapi kalau orang dimiliki dan dibenarkan oleh Tuhan, dia akan menjadi orang yang menyembah Tuhan dan hidupnya penuh dengan keteraturan. Orang akan lihat hidupnya dan mengatakan “sungguh, kamu ini orang benar”. Maka benar berarti menjalankan yang Tuhan mau, dan salah-satunya adalah penuhi bumi dan taklukanlah itu. Abraham tidak jalankan itu karena Abraham tidak punya anak.