Tapi Tuhan memperkenalkan sesuatu kepada Abraham, bahwa apa yang akan membuat Abraham beranak-cucu dan bertambah banyak itu bukan Abraham sendiri, tapi Tuhan. Maka ketika Abraham memutuskan sendiri, dia berdiskusi dengan istrinya, lebih tepatnya istrinya yang lebih dulu mengajaknya diskusi, maka Abraham tidur dengan Hagar dan lahirlah Ismail. Lalu Abraham mengatakan “puji Tuhan, Tuhan menggenapi janjiNya”. Lalu Tuhan panggil dia, Tuhan panggil seperti pimpinan yang memanggil bawahannya yang kurang taat “Abraham, kamu melakukan apa?”, “ini bijaksana, karena kami menunggu-nunggu. Saya umur 75 ketika mendengar janji dari Tuhan, umur 85 masih belum punya anak juga, saya lumayan khawatir. Nanti kalau saya mati dan tidak punya anak, kan yang malu Tuhan. Supaya Tuhan tidak malu, saya inisiatif”. Kalau kita bayangkan, Tuhan seperti geleng-geleng kepala, lalu Tuhan mengatakan “sudahlah, anak ini akan tetap Aku berkati, tapi bukan dia yang akan jadi anak perjanjian”, Abraham semakin bingung “lalu anak dari mana?”, “dari Sara”, “Sara sudah menyadari problemnya ada dia, dan saya tidak akan memarahi Sara, dia tetap menjadi istri saya, tapi kurang realistis kalau Engkau mengatakan bahwa anak dari dia akan menjadi anak perjanjian”, mungkin Abraham berpikir Tuhan kurang mengerti medis, jadi Tuhan tidak tahu kalau Sara tidak mungkin punya anak, mungkin seperti itu. Tapi Abraham tetap mau belajar percaya kepada Tuhan. Kapan Abraham bisa punya anak yaitu Ismail, sesudah dia dibenarkan atau sebelum? Sesudah. Pasal 15, Tuhan membenarkan dia. Pasal selanjutnya dia salah bertindak. Jadi apa itu pembenaran? Paulus ingin mengatakan Abraham yang sudah dibenarkan mengambil jalur sendiri. Apakah Abraham sempurna? Tidak, dia gagal untuk taat kepada Tuhan, dia gagal untuk tunggu waktunya Tuhan. Tapi apakah dia berhenti menjadi benar? Setelah Ismail lahir apakah dikatakan “Abraham, status benarmu Aku cabut. Dengan tidak hormat, kamu tidak lagi menjadi bapa segala bangsa, sekarang kamu pengganggu banyak bangsa”. Tuhan tidak lakukan itu, dia tetap jadi orang benar. Maka Paulus mau menantang orang Israel dengan mengatakan yang menjadikan Abraham itu benar siapa? Mengapa Abraham disebut orang benar? Apakah karena dia benar atau karena ada kebenaran asing yang Tuhan berikan kepada dia, yang bukan berasal dari dia. Ini yang Paulus coba diskusikan dengan para pembacanya terutama jemaat di Roma. Jemaat di Roma terutama orang Yahudi berpikir bahwa “kami ini orang benar, bukan orang kafir seperti bangsa-bangsa lain”. Tapi Paulus mengatakan “bangsa-bangsa kafir dan kamu sama tidak benarnya”, “tidak, kami keturunan Abraham”. Orang Israel biasanya akan mengatakan seperti ini. Sama ketika Tuhan Yesus mengatakan kepada mereka “jika engkau tetap di dalam firmanKu, engkau akan benar-benar mengetahui kebenaran. Engkau akan dibebaskan”, lalu mereka mengatakan “kami keturunan Abraham, kami tidak dibelenggu siapa pun”, jadi mereka sangat bangga karena mereka keturunan Abraham yang paling asli. Keturunan Abraham ada banyak, tapi yang lain sudah kemana-mana, mereka yang asli. Keturunan Ismail mengatakan “kami juga keturunan Abraham”, maka Israel akan mengatakan “benarkah? Ismail diusir dari Tanah Perjanjian, jadi pasti kamu bukan keturunan Abraham yang sejati”. Jadi mereka bangga sekali bahwa mereka adalah keturunan Abraham yang paling sejati. Dan dengan kebanggaan itu mereka akan membuat bangsa-bangsa lain menjadi kafir, “kamu tidak termasuk di dalam umat yang Tuhan akan jadikan umat besar ini”. Karena itu Paulus mengatakan “hai orang Yahudi jangan sombong, karena Abraham pun tidak punya modal benar dalam dirinya”, dia tidak punya sifat benar itu. Tuhan benarkan dirinya bukan karena dia, bukan karena dia di dalam dirinya sendiri.

Kemudian Paulus melanjutkan argumennya dengan mengutip Mazmur 32, ini Mazmur dari Daud, Mazmur yang indah. Mazmur yang dikutip Paulus ini adalah Mazmur yang memisahkan orang menjadi 2 kelompok, kelompok pertama adalah orang fasik, keras kepala, mirip kuda yang keras kepala, mirip keledai yang tidak berakal. Satu lagi adalah orang benar, orang fasik dan orang benar. Mazmur 32 dari Daud ini memberikan pengertian yang sangat beda mengenai perbedaan orang benar dengan orang fasik atau orang benar dengan orang jahat. Apa bedanya orang benar dengan orang fasik, atau dalam bahasa Roma orang kafir? Apa bedanya umat dan kafir, orang benar dan orang jahat, orang benar dan orang rusak? Bedanya adalah orang benar mengaku dosa, sedangkan orang fasik tidak mengaku dosa. Ini luar biasa, Daud memunyai teologi yang jelas sekali tentang pembenaran, tapi banyak orang Israel tidak sadar akan hal ini. Maka setelah mereka banggakan “kami orang benar karena kami keturunan Abraham”, Paulus mengatakan “Abraham dibenarkan bukan karena di dalam dirinya punya kebenaran”. Kemudian dia kutip dari Daud, apa yang dikatakan Daud? “Berbahagialah orang benar”, mengapa orang benar berbahagia? Karena dia sudah menyatakan isi hatinya kepada Tuhan, mengakui bahwa dia orang berdosa. Jadi orang benar yang mana? Menurut Mazmur 32 orang benar adalah orang yang sadar dosa dan datang kepada Tuhan. Orang yang sadar “kalau saya tidak mengakui dosa saya, saya tidak mungkin dapat pembenaran oleh Tuhan. Saya ingin diperkenan oleh Tuhan, karena itu saya ingin mengakui dosa saya”. Maka di dalam Mazmur 32 dikatakan “selama aku berdiam diri, yaitu selama aku tidak mengaku dosa, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari”. Banyak bahasa-bahasa gelap di dalam Alkitab, penderitaan, kesepian, kekosongan, hidup tidak bermakna. Dan salah satu dari Mazmur yaitu Mazmur 32 memberikan tawaran, penjelasan bahwa yang membuat hidup kosong dan tidak berarti adalah karena kamu diam. Diam di dalam hal tidak mengaku dosa, “saya orang yang jahat, tapi saya terus diam. Saya tidak datang kepada Tuhan, sehingga Tuhan seperti menekan saya”. Banyak orang berpikir keadaan seperti ini akan dibereskan dengan mempersalahkan orang lain. “Mengapa keadaanmu kosong seperti ini?”, “karena kesalahan orang tuaku, karena kesalahan anak, karena kesalahan ini, karena kesalahan itu”, pokoknya semua orang salah kecuali dirinya. Saya sering menyinggung hal ini, ketika kita menyalahkan orang lain, kita tidak akan dapat kelegaan dari orang yang dibenarkan oleh Tuhan. Selama kita menjadi benar dan orang lain salah, maka kita sulit untuk datang kepada Tuhan dan menikmati apa yang Daud nikmati. Itu sebabnya Paulus memakai argumen ini, sehingga ketika orang Israel mengatakan Abraham adalah contoh orang beriman, Paulus akan mengatakan “amin, saya setuju”, kemudian orang Israel mengatakan “karena itulah orang-orang kafir harus disunat dulu dan menjadi bagian dari Abraham, bagian dari Israel, baru bisa memiliki tubuh Kristus. Karena Kristus datang untuk orang-orang benar. Kristus adalah orang benar dan kita yang benar boleh bersekutu dengan Dia. Kalau Kristus benar, hanya orang benar yang boleh dekat kepada Dia”. Jadi cara berpikir orang Israel adalah cara berpikir membentuk kubu. Saudara akan membentuk kubu kalau Saudara menarik orang-orang yang mirip Saudara untuk bergabung dengan Saudara. Maka Paulus mengatakan keturunan Abraham adalah orang yang dibenarkan bukan karena perbuatannya, tapi dibenarkan karena Tuhan yang panggil. Maka contoh Abraham itu cocok. Abraham dibenarkan sebelum dia jatuh ke dalam strategi salah yaitu memperanakan Ismail. Kapan Abraham dibenarkan sebelum atau sesudah bersunat? Abraham disunat setelah Ismail sudah menjadi kanak-kanak, jadi Abraham disunat jauh setelah Tuhan membenarkan dia. Paulus ingin mengatakan berarti Abraham dibenarkan dalam keadaan tidak bersunat dan bagi orang Yahudi tidak bersunat sama dengan kafir. Sehingga Paulus ingin mengatakan Abraham dibenarkan selagi kafir, ini kalimat yang benar-benar tepat, jelas sekali terpampang di Kitab Kejadian, tapi tidak disangka oleh orang-orang Yahudi. Mereka tidak sadar bahwa sebenarnya Abraham dibenarkan sebelum dia disunat.

Maka Paulus ingin membuat orang Israel atau pembaca Surat Roma memikirkan kembali tentang pembenaran. Pembenaran itu apa? Mengapa kita disebut orang benar, mengapa kita disebut umat, mengapa kita tidak disebut kafir, mengapa Saudara dan saya disebut umat beragama, bukan orang kafir, bukan orang kejam, bukan orang liar? Satu-satunya jawaban adalah karena dibenarkan. Lalu dibenarkan itu apa? Menurut Mazmur 32 dibenarkan adalah milik sekelompok orang yang menyadari berapa berdosanya dia dan datang kepada Tuhan. Ini dibenarkan. Maka Daud mengatakan “berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi”. Kesenangan hidup menjadi oran Kristen adalah kesenangan hidup karena Tuhan membenarkan saya yang tidak layak. Tim Keller mengatakan ini seperti menarik beban yang selama ini kita pikul waktu kita di dunia. Kita mungkin tidak sadar, tapi banyak sekali kita dibebani dengan beban ingin diterima, ingin dianggap penting, tapi kita tidak menemukan cara untuk mendapatkan hal  yang kita cari itu. “Saya ingin dianggap penting, saya ingin diterima, tapi saya tidak mampu menjalankan itu”. Kita ingin diterima sebuah kelompok maka kita lakukan apa yang perlu supaya standar kita cocok dan sesuai dengan kelompok itu. Kita ingin diakui maka kita perjuangkan banyak hal supaya diakui. Tapi memperjuangkan pengakuan dan memperjuangkan penerimaan hanya membuktikan satu hal yaitu kita belum diakui dan belum diterima. Kalau Saudara masih berjuang untuk diterima berarti belum diterima. Tim Keller mengatakan Tuhan mengerti kebutuhan manusia untuk diterima, maka Tuhan memberikannya bukan karena kita sudah melakukan sesuatu. Tuhan memberikannya ketika kita sadar bahwa kita perlu penerimaan dari Tuhan oleh karena kita sudah berdosa. Ini berkat Tuhan yang besar sekali, Daud merasakan berkat itu. John Calvin mengatakan Daud sekali ditegur oleh Natan langsung bertobat. Mengapa Daud ditegur oleh Natan satu kali dan langsung bertobat? Karena Daud dipelihara oleh Roh Tuhan sehingga meskipun dia jatuh dalam dosa, dia tidak dibuang Tuhan. Dia tetap perlu penerimaan Tuhan, lain halnya dengan Saul. Banyak tokoh di dalam Alkitab, Daud misalnya, yang terus memohon kepada Tuhan supaya bisa diterima kembali oleh Tuhan. Tapi kalau Tuhan tidak beranugerah di dalam hati manusia, manusia tidak sadar akan kebutuhan ini. Manusia pikir kebutuhannya bisa dipenuhi dengan hal-hal yang lain, termasuk orang ini “saya tidak terima Kekristenan karena saya maunya yang luas, Kekristenan terlalu sempit. Saya maunya agama yang bisa mensejahterakan saya”. Sulit untuk dia menerima Kristen karena dia tidak sadar kalau dia perlu Tuhan.

« 2 of 3 »