(Lukas 2: 40-52)
Di bagian ini ada bagian yang sangat unik, tidak tercatat di bagian Injil yang lain, yaitu mengenai Kristus waktu Dia berusia 12 tahun. Dan bagian ini mencatat satu hal yang sangat penting yaitu bagaimana Sang Anak Allah ketika Dia menjadi anak manusia, Dia mengikuti seluruh proses yang manusia harus jalani. Yesus Kristus hidup dengan cara yang sama ketika kita hidup. Tetapi perbedaan yang paling mendasar, yang sangat penting, harus kita ketahui adalah Dia tidak pernah berdosa. Tetapi di dalam proses hidup, di dalam pengertian, di dalam mempelajari Firman, di dalam ketaatan kepada Tuhan, Dia pun mengalami pertumbuhan. Itu sebabnya kalau kita memahami Kristus yang ada di bumi, Anak Allah yang menjadi manusia, pemahaman ini jauh lebih sulit dari pemahaman yang lain. Dokrin yang rumit dalam Kekristenan bukanlah Tritunggal, tapi yang lebih rumit lagi adalah mengenai Allah yang menjadi manusia. Bagaimana Allah yang menopang segala sesuatu, sekarang harus menjadi seorang bayi yang kecil, yang ditopang oleh ibunya. Bagaimana Yesus Kristus yang dikatakan dengan FirmanNya yang berkuasa menopang seluruh keberadaan, sekarang harus bergantung kepada orang tuanya. Ini adalah paradoks yang sangat rumit untuk kita bisa pahami dengan tuntas. Di dalam Kitab Kejadian Tuhan rancangkan dengan potensi yang sempurna, di dalam Kitab Wahyu ciptaan itu menjadi sempurna di dalam kemuliaan, di dalam kekudusan, di dalam kebenaran yang Tuhan nyatakan. Jadi sekarang pun ciptaan sedang mengalami proses. Tuhan menetapkan segala sesuatu terjadi di dalam cara yang harus berproses. Tuhan tidak pernah tarik keharusan untuk berproses dari segala yang ada di dalam ciptaan, termasuk manusia. Kita sangat senang kalau segala proses itu dipendekkan saja. Pokoknya saya dengar sambil melakukan aktivitas yang lain, tidak ada lagi kesempatan untuk menunggu, tidak ada lagi mengatakan “momen ini harus saya pakai sebaik mungkin, karena setelah ini tidak ada lagi kesempatan saya bisa nikmati lagi”. Proses instan ternyata membunuh banyak hal yang begitu agung tetapi yang terjadi karena adanya proses yang panjang. Manusia perlu proses, Saudara tidak bisa instan, Saudara tidak bisa matang dengan proses instan. Tidak ada orang bisa memiliki kematangan hidup tanpa melewati proses hidup yang Tuhan tetapkan harus dialami oleh manusia. Tidak ada manusia menjadi dewasa tanpa ada pergumulan dengan lingkungan, dengan orang-orang sekitar dan dengan keadaan dunia seperti ini. Saudara mau menarik diri dari dunia, mau langsung masuk sorga, Saudara tidak akan bisa matang. Jangan sembarangan bicara kepada Tuhan kalau Saudara kecewa, karena Saudara jangan sampai ditipu iblis yang menganggap diri terlalu banyak kena hal berat, tidak lebih baik hidupnya dariorang lain. Tapi kalau Saudara memperluas pandangan Saudara, melihat orang lain yang ternyata Tuhan ijinkan mengalami pergumulan lebih berat, Saudara akan bertanya “Tuhan, mengapa saya diluputkan dari pergumulan seperti ini?”. Kita mau belajar bagaimana kita bersyukur dalam segala keadaan sebagai satu bentukan proses yang Tuhan tetapkan di diri kita untuk kita jalani. Proses orang lain lebih berat, itu adalah kepercayaan Tuhan yang berikan kepada mereka. Proses yang aku alami adalah proses yang tidak boleh minta lepas dari Tuhan, aku harus jalani, aku harus alami karena Kristus pun tidak diluputkan dari proses.

Ini sebabnya waktu Kristus menjadi manusia, Dia menjadi bayi yang kecil, bergantung kepada lingkungan, bergantung kepada orang tua, bergantung kepada seluruh pemeliharaan yang diberikan. Ketika Dia mulai bertumbuh, Tuhan tidak mengijinkan Dia langsung mendapatkan posisi sebagai Mesias, sebagai Sang Juru Selamat. Tapi Dia pun harus belajar dalam pertumbuhan hidupnya, ada proses. Hal yang memotong proses itu tidak tentu baik. Itu sebabnya kita kembali belajar kepada Kristus bagaimana hidup dalam proses yang Tuhan percayakan, itu adalah hidup yang paling baik. Dan ketika Tuhan menciptakan manusia dengan proses, Tuhan menghargai semua yang Tuhan tetapkan harus dijalani oleh manusia. Sebab Tuhan sendiri waktu menjadi manusia juga lakukan yang ditetapkan pada manusia lain. Tuhan mengatakan manusia harus bertumbuh, waktu Dia menjadi manusia, Dia pun bertumbuh. Tuhan mengatakan manusia mesti mengalami proses pembentukan yang Tuhan percayakan dalam lingkungannya, waktu Yesus menjadi manusia Dia pun mengalami proses pembentukan yang Tuhan percayakan di dalam lingkunganNya. Jadi semua yang Tuhan nyatakan harus dikerjakan oleh manusia, ini hal yang sangat penting. Maka mari kita belajar waktu Tuhan percayakan proses apa pun, kita menjalaninya dengan mengatakan “ini keharusan, aku tidak boleh mau loncat, mau langsung selesai, mau langsung beres”. Sekarang kita lebih suka langsung instan, kalau perlu tidak melihat prosesnya. Saudara mau baca novel detektif pun langsung baca bab di mana penjahatnya ketemu, karena tidak mau tahu proses. Tidak ada orang boleh loncat langsung dapat tempat yang memuluskan kita tanpa harus melalui proses apa pun. Maka Kristus melakukan hal yang sama. Dalam ayat 40 “Anak itu menjadi besar dan kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada kepadaNya”. Lalu ayat 41 dan seterusnya dikatakan bahwa Yesus berproses dan bertumbuh di dalam lingkungan yang takut akan Tuhan. Inilah poin yang harus kita pelajari selanjutnya, selain Kristus harus mengalami proses, ayat 41 menjelaskan lingkungan tempat dia berproses adalah lingkungan yang takut akan Tuhan. Tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Bait Suci, tiap tahun mereka mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Taurat. Tiap hari mereka menjalankan apa yang Tuhan tuntut. Waktu Yesus lahir, pada hari ke delapan diserahkan untuk disunat. Ketika Maria sudah bersih dari semua hal yang membuat dia cemar karena melahirkan, Maria membawa Yesus kemudian membawa korban untuk penebusan anak sulung. Ini adalah orang tua yang tahu bagaimana menciptakan lingkungan yang takut akan Tuhan di dalam keluarga ini. Tuhan Yesus tidak ditempatkan di keluarga yang kaya, tidak ditempatkan di keluarga yang pintar, tidak ditempatkan di keluarga yang punya kedudukan tinggi di masyarakat, tapi Dia ditempatkan di tengah-tengah keluarga yang takut akan Tuhan.

Itu sebabnya punya keluarga yang takut akan Tuhan jauh lebih penting dari pada keluarga yang punya banyak uang. Punya keluarga yang takut akan Tuhan jauh lebih besar berkatnya dari pada keluarga yang punya nama besar di masyarakat. Yesus tidak ditaruh di dalam kelaurga imam besar, tidak ditaruh di dalam keluarga kerajaan Herodes, tidak ditaruh di dalam keluarga kerajaan Daud yang sudah dipulihkan, tetapi diletakan di dalam keluarga yang takut akan Tuhan. Keluarga ini senantiasa datang, keluarga ini tidak hanya takut akan Tuhan, keluarga ini menikmati relasi dengan umat Tuhan lainnya. Karena waktu mereka ada di Betlehem maupun di Nazaret, setiap pergi ke Bait Suci di Yerusalem mereka melakukannya di dalam kelompok yang besar, di mana mereka berpergian bersama-sama. Ini kita ketahui dalam ayat yang kita baca, dalam ayat 44 dikatakan mereka pergi dengan orang-orang seperjalanan yang banyak. Dan ini adalah orang-orang yang sudah sangat akrab dan karena itulah waktu Yesus tidak ada, Maria dan Yusuf tidak sadar Yesus hilang. Maria dan Yusuf tidak tahu Yesus masih di Bait Suci karena mereka pikir pasti Yesus sedang bermain atau berada di keluarga lain yang bersama-sama dengan mereka. Ini adalah keluarga yang menikmati relasi dalam umat Tuhan. Relasi yang paling indah, paling bagus adalah relasi antara umat Tuhan. Jangan pikir bisa akrab dengan orang lain yang tidak cinta Tuhan. Hanya ketika kita berada di tengah-tengah kelompok yang mengasihi Tuhan, di situlah kelimpahan relasi yang sempurna. Itu sebabnya saya berharap ketika Saudara bergereja di tempat ini, jangan hanya dengar khotbah langsung pulang, tidak mau dikenal siapa pun. Saudara mesti belajar berelasi dengan sesama umat Tuhan. Mesti punya persekutuan, mesti mengenal satu dengan yang lain. Relasi dengan keluarga baik, relasi dengan teman kantor baik, tapi relasi dengan sesama orang yang mengasihi Tuhan harus lebih baik lagi. Karena ini adalah inti dari relasi yang sesungguhnya.

Tuhan memanggil umatNya untuk menyatakan “inilah relasi yang sebenarnya, lihat dunia inilah relasi yang baik”, harus belajar dari umat Tuhan. Karena umat Tuhan mengenal Allah, mengetahui bagaimana relasi yang kudus, mengetahui kebenaran dari Firman, dan mengetahui bahwa semua orang yang menjadi umat adalah yang diberikan belas kasihan meskipun tidak layak. Ini adalah perasaan yang kita merasa waktu bertemu dengan orang Kristen ada keakraban yang sulit dijelaskan. Keinginan boleh bersama Tuhan itu kerinduan penting. Saudara pun mesti rindu bertemu dengan saudara-saudara beriman yang lain. Saudara rindu bertemu dengan mereka karena mereka sesama yang telah ditebus di dalam Kristus. Orang tua Yesus berada dalam kelompok yang mau bersama-sama beribadah, mereka tidak berangkat sendiri. Mereka mau berelasi, mereka mau kumpul sama-sama, lalu mereka datang beribadah sama-sama, pulang pun sama-sama. Waktu mereka pulang sama-sama, Yesus tetap tinggal di Bait Allah, tidak ada orang yang tahu. Maria dan Yusuf berpikir Dia ada bersama-sama dengan Elizabeth atau tetangga yang lainnya, pasti ada. Ternyata Yesus tidak ada di setiap rombongan. Orang tua yang kehilangan anak, perasaannya gelisah bukan main. Alkitab mengatakan Maria dan Yusuf sudah satu hari perjalanan, Yesus tidak ada. Tiga hari cari tapi tidak ketemu. Mereka terus tinggal di Yerusalem, cari satu per satu tapi tidak ketemu. Bayangkan dipercaya anak yang dinubuatkan oleh malaikat sekarang hilang”, mereka sangat menderita, mereka begitu susah. Lalu setelah lewat 3 hari, mereka pergi ke Bait Suci dan mereka lihat anak mereka sedang mengikuti pelajaran di sana. Di sini kita bisa mempelajari banyak hal yang limpah. Yesus umur 12 tahun ikut dalam kelas yang dipimpin para rabi. Di dalam kelas itu biasanya para rabi akan duduk dan semua yang mau belajar duduk mau dengar. Mereka mendengar pelajaran dari Taurat dan tafsiran-tafsiran dari Taurat untuk membuat mereka mengerti bagaimana harus hidup sebagai umat Tuhan, dan Yesus ada di situ sebagai salah satu peserta. Tuhan Yesus bukan sebagai pengajar, Dia duduk mendengar. Dia yang adalah sumber hikmat, waktu menjadi manusia, dia berproses di dalam mencari tahu kebenaran.

Itu sebabnya kita harus belajar dari Yesus, kita pasti malu. Karena banyak orang bodoh yang merasa dirinya pintar, banyak orang pintar yang merasa dirinya bodoh. Inilah paradoks dari ilmu pengetahuan. Yang banyak isi merasa kurang, yang tidak banyak isi merasa penuh. Kalau Orang yang merasa penuh biasanya kosong, orang yang merasa kososng sebenarnya penuh. Yesus Kristus, Allah menjadi manusia, sumber segala hikmat. Di dalam Amsal dikatakan “engkau tidak mau belajar dari padaKu, engkau orang bodoh” Dialah sumber. Tetapi sewaktu Dia menjadi manusia, Dia tetap tidak dikecualikan dari proses dan harus belajar. Di sini pikiran kita sulit untuk mengerti dengan tuntas, Dia yang tahu segala sesuatu sekaligus yang perlu belajar untuk tahu. Dia yang Maha tahu sekaligus juga adalah yang perlu belajar untuk bisa tahu. Yesus duduk, baru 12 tahun, belum 13, belum dilantik menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab karena Dia masih 12 tahun. Dia 12 tahun menjadi murid, lalu mendengar para rabi mengajar, papa mamaNya melihat, mereka kaget, dan makin kaget karena dari semua pertanyaan peserta, pertanyaan Yesus yang paling penting, paling bagus, paling sulit dijawab. Dikatakan di Alkitab para tua-tua, para imam, para rabi heran dengan pertanyaan yang Dia berikan. Yesus bertanya apakah mau menguji? Yesus bertanya dengan pertanyaan yang tulus, yang tajam dan yang menggugah mereka. Waktu Yesus tanya baru mereka sadar “kami pun belum tahu ini, kami pun belum sedalam Anak ini”. Maka Yesus menyatakan diriNya sebagai sumber hikmat sekaligus sebagai manusia yang sedang belajar tentang hikmat. Ini paradoks-paradoks dalam Kristus yang harus kita terima. Yesus menyatakan pertanyaan yang para pemimpin dan tua-tua pun tidak sadar mereka tahu. Ini yang disebut pertanyaan bagus. Kadang-kadang pertanyaan diberikan lalu sang pemberi bahan pun sadar “ini pertanyaan belum saya gumulkan. Dan karena ditanya, sekarang saya akan belajar bergumul bersama-sama dengan yang tanya”. Waktu bertanya, baik si pemberi bahan maupun si penanya sama-sama bergumul untuk jawaban yang lebih dalam lagi. Yesus menanyakan pertanyaan pada umur 12 tahun, punya kedalam yang begitu dalam, lalu tan ya. Kemudian ketika rabi yang mengajar membalikkan pertanyaan “menurutMu bagaimana?” Alkitab mengatakan jawaban Yesus membuat semua kagum. Semua kagum tapi orang tuanya tidak sadar kualitas yang dimiliki Anaknya.

Yang orang tua tahu adalah Anak ini membuat susah, mereka sudah keliling ke mana-mana, mengapa Dia menyusahkan mereka. Waktu orang tuaNya waktu datang tidak mengatakan “Engkau bisa berdiskusi begini hebat?”, orang tuaNya mengatakan “mengapa Kamu lakukan ini kepada kami? Tidak tahukah selama 4 hari ini kami bingung, keliling-keliling di kota ini, kami tidak temukan Engkau. Engkau membuat kami khawatir. Orang tua wajar merasa seperti ini, tapi jawaban Tuhan Yesus tidak wajar sebagai seorang anak. Yesus, menjawab bukan posisi sebagai anak, tapi sebagai Tuhan yang berkuasa atas umatNya, termasuk atas Yusuf dan Maria. Jawaban Yesus adalah mencerminkan Dia itu sebagai Pribadi kedua dari Tritunggal yang mau berelasi dengan Bapa dengan intim. Maka Yesus mengatakan “tidak tahukah kamu… Yesus tidak pernah minta maaf karena Dia tidak berdosa. Kalau kita tidak pernah minta maaf karena kita sombong. Yesus tidak perlu minta maaf karena Dia tidak berdosa. Maka Yesus mengatakan “masakan kamu tidak tahu, Aku harus di sini lebih dari pada Aku bersama kamu”. Anak 12 tahun mengatakan seperti ini, mana mungkin orang tua tidak hancur hatinya. Yesus sedang mengajarkan bahwa Dia yang berkuasa atas umat Tuhan dan Dia yang berelasi begitu dekat dengan Bapa. Tetapi setelah menyatakan otoritasNya sebagai Sang Mesias, dalam ayat 51 melanjutkan keharusan Yesus berada dalam proses. Yesus tetap bersama dengan keluargaNya, tunduk kepada asuhan orang tauNya, dan makin betumbuh dalam kasih dari Allah maupun dari manusia. Yesus kembali menjadi seorang anak yang dibimbing oleh orang tuaNya. Inilah paradoks yang unik yang kita bisa pelajari. Kita bisa belajar bahwa proses adalah hal yang indah bagi Tuhan. Begitu indahnya proses sehingga ketika Anak Allah datang ke dunia, Dia pun menjalani proses yang sama. Saudara jangan anggap hina, jangan anggap kesusahan. Banyak orang yang mengandaikan proses yang berat itu dengan dosa “andaikan Adam dan Hawa tidak jatuh dalam dosa, apsti aku tidak harus sulit seperti ini hidupnya”. Tapi Tuhan mengijinkan keberadaan manusia yang jatuh itu dilewati dengan kemenangan karena ada proses. Ini hal pertama, Yesus menyatakan hidup yang berproses dan dengan demikian mengajarkan kepada kita bahwa di dalam pandangan Allah proses pembentukan manusia adalah sesuatu yang wajib, yang tidak bisa digantikan dengan apa pun. Saudara belajar itu gampang, belajar menghidup itu yang lebih sulit, karena ditempa oleh hidup, inilah yang sempurna. Maka proses adalah sesuatu yang indah.

Lalu hal yang kedua, Tuhan menempatkan kita lingkungan di mana kita bisa berproses di mana lingkungan yang paling baik adalah lingkungan yang takut akan Tuhan. Saudara bisa berada dalam lingkungan apa pun, tapi kalau tidak ada dalam lingkungan yang takut akan Tuhan, prosesmu akan tetap menjadi proses yang menghancurkan. Saya tetap tidak terbentuk menjadi orang yang takut akan Tuhan, mungkin saya terbentuk menjadi orang yang tangguh, mungkin terbentuk menjadi orang yang sangat ahli dalam kerja, tetapi tetap tidak menjadi orang yang takut akan Tuhan. Itu sebabnya memiliki lingkungan yang takut akan Tuhan itu sangat penting. Apakah kita sudah punya lingkungan ini? Apakah anak kita sudah punya lingkungan ini? Apakah kita sudah menciptakan lingkungan yang sedemikian untuk anak-anak kita? Kalau dia menghina Tuhan, Saudara mesti disiplin dengan sangat keras. Saudara mesti katakan “engkau berani menghina Tuhan, engkau mendapat bahaya dari saya”. Jadi anak tahu “jadi aku harus takut kepada Tuhan lebih dari pada hanya sekedar melakukan hal-hal yang mengganggu mama papa saja. Karena ternyata dosa menghina Tuhan lebih besar dari pada menghina yang lain”. Inilah lingkungan yang takut akan Tuhan, mari belajar ciptakan lingkungan ini untuk kita maupun untuk anak-anak kita. Belajar takut kepada mata yang tidak kelihatan dari pada mata yang kelihatan. Kita selama ini belajar Adam Smith dan invisible hand, tapi sekarang kita mau belajar mata yang tidak kelihatan sedang melihat dan kita bertanggung jawab kepadaNya.

Lalu hal ketiga dalam bagian ini, bahwa di dalam segala kesempurnaannya Kristus tetap rindu mengenal Allah dengan cara belajar Firman. Kalau Kristus yang sempurna belajar mengenal Allah dengan diskusikan Firman, maka tidak ada jalan lain bagi kita untuk makin kenal Allah, makin cinta Allah, makin rindu Allah, kecuali dengan membahas, membaca, mempelajari, mendiskusikan FirmanNya. Tidak ada jalan lain engkau makin mengasihi Tuhan selain engkau interaksi dengan FirmanNya. Saudara bisa mengalami mujizat dalam hidup, Saudara bisa mengalami perubahan hidup yang dahsyat, Saudara bisa mengalami berbagai-bagai tanda ajaib, tetap tidak ada yang bisa menyamai kedekatan dengan Tuhan tanpa mengerti FirmanNya. Karena tahu Firman orang dekat dengan Tuhan, karena rindu Firman orang mau mencari Tuhan, karena mengenal Taurat maka orang mau berdiam di dalam rumah Tuhan lebih dari di tempat lain. Inilah yang harus kita pelajari sama-sama, bisakah kita mempunyai kerinduan yang besar kepada Tuhan? Bisa. Caranya adalah berinteraksi dengan FirmanNya, masukkan FirmanNya di dalam hati, gumulkan apa yang dikatakannya, pikirkan tentang Firman, lalu pikirkan bagaimana hidup kita bisa sesuai dengan yang tertulis di dalam Kitab Suci. Ini membawa kita pelan-pelan dekat dengan Tuhan. Ini hal ketiga yang kita bisa pelajari. Dan pengenalan kita akan Kristus pun makib bertambah, Dia adalah Allah yang sejati yang menjadi manusia yang rela mengalami proses seperti orang lain. Rela bergantung dulu, rela harus menerima pertumbuhan dari interaksi dengan orang lain. Kiranya Tuhan memberi kita kehidupan relasi yang baik dan juga kehidupan merindukan Tuhan yang makin bertumbuh.

(Ringkasan inibelum diperiksa oleh pengkhotbah)