Lalu di dalam ayat 15 “sebab itu mereka menunjukan bahwa isi Hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka. Dan suara hati mereka turut bersaksi, dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela”. Bangsa-bangsa yang punya pengertian ini dalam hati mereka, akan punya kepekaan terhadap Taurat. Dan Paulus menggambarkan ini sehingga orang Kristen di Roma sadar bahwa mereka tidak berjuang dengan sia-sia, ada orang-orang yang meskipun bukan Kristen tapi punya hati yang peka terhadap Hukum Tuhan. Saudara akan menemukan ini dalam kehidupan sehari-hari, Saudara akan temukan orang yang meskipun bukan Kristen, tapi jiwanya bagus. Dan Paulus mau mengatakan di tengah-tengah jemaat Roma, di tengah-tengah bangsa lain, dimanapun tetap ada orang seperti ini yang hati nuraninya mampu menuduh dirinya sendiri. Ini kalimat kuat sekali, orang kafir pun di tengah-tengah kamu atau di sekitar kamu, tetap ada orang yang hati nuraninya bisa tuduh dirinya sendiri. Kalimat ini sebenarnya menusuk, karena ada orang yang meskipun Kristen tapi hati nuraninya tidak pernah bicara untuk menuduh dirinya sendiri. Ada orang yang pembenaran dirinya terlalu hebat, jauh lebih hebat dari pada iman bapa-bapa gereja, “pokoknya diriku tidak mungkin salah, apa pun yang terjadi pasti salah orang lain”. Kalau begitu hati nuraninya kerjaannya apa? Tidak bekerja, hati nurani tidak menuduh dirinya sendiri. Ada tipe orang seperti itu dan menjadi Kristen. Sudah salah, yang salah selalu orang lain. Paulus menggambarkan ini untuk mempermalukan orang yang secara lahiriah Yahudi. Bangsa lain adalah bangsa kafir, Paulus mengatakan “bangsa lain tetap bangsa Tuhan, yang Tuhan ingin menjadi baik”. Bagaimana cara menjadi baik? Dengan Kristus hadir di tengah mereka.
Bagaimana Kristus hadir? “Dengan Injil yang kamu bawa, kamu kan sudah kenal, sekarang kamu bawa itu ke tengah-tengah bangsa lain”, “tidak bisa, bangsa lain lebih inferior dari kami karena kami tidak punya Taurat”. Kalau bangsa lain lebih inferior, mengapa di tengah-tengah mereka ada orang-orang yang punya kepekaan untuk menuduh diri sendiri? Coba kita pikir, ini satu bijaksana yang penting dalam teologi Paulus. Paulus selalu mengajarkan tentang kepekaan menuduh diri sebagai bagian dari spiritualitas Kristen. Bayangkan kalau hati nurani kita sudah diam. Ini Paulus yang sudah katakan, “kalau bangsa lain punya hati nurani, maka kamu lebih lagi. Karena kamu yang bertugas memelihara hti nurani sebuah bangsa. Kalau orang yang tidak kenal Tuhan masih punya rambu mana boleh mana tidak, kamu harus tahu rambu itu tidak akan bertahan lama karena tanpa Raja, Imam, Nabi yaitu Kristus, maka rambu apa pun di masyarakat akan semakin hancur. Bayangkan kalau kamu yang harusnya jadi penjaga mana benar mana salah, kamu sendiri tidak punya sense itu, mau jadi apa dunia ini? Itu yang Paulus katakan di argumen selanjutnya. “Kamu yang punya Taurat mengatakan jangan mencuri, kamu sendiri merampok. Jangan berzinah, kamu sendiri berzinah. Jangan membunuh, kamu sendiri membunuh. Itu tidak ada harapan”. Bagian ini sangat penting untuk menegur diri kita sendiri, bagi orang-orang ini, bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan sekalipun, tetap ada suara dalam hati yang bisa menegur mereka sendiri. Kalau mereka mengerjakan hal yang baik, suara itu bisa konfirmasi pekerjaan itu dengan mengatakan “iya, kamu sudah kerjakan yang baik”. Kalau mereka mengerjakan hal yang buruk, suara itu bisa muncul dan mengatakan “kamu jahat, kamu tidak seharusnya mengerjakan hal itu”. Mari latih diri kita untuk punya hati nurani yang terus dibentuk oleh firman. Lalu berbicara dengan berani untuk menegur diri kita. Berani menegur dengan mengatakan “kamu sudah keterlaluan saat ini, kali ini kamu sudah keluar jalur, kamu seharusnya tidak melakukan ini, kamu seharusnya tidak bertindak seperti ini”. Tapi kalau hati nurani kita biasakan untuk mati dengan cara mencari alasan sebanyak mungkin, maka kita akan menjadi orang Kristen yang parah dan ini yang ditangisi oleh Paulus.
Maka biarlah kita mulai berpikir tentang bimbingan Tuhan lewat hati nurani sebagai hal yang penting, meskipun tidak bisa dipegang dan diandalkan. Karena nanti setelah Tuhan menyatakan Injil, baru ada hal yang bisa kita andalkan yaitu pribadi Kristus sendiri. Tapi kita tidak boleh mengaku memegang pribadi Kristus sambil membiarkan hati nurani kita dipermainkan oleh keberdosaan kita sendiri. Seringkali ketika kita melihat diri kita bersalah, kita akan mencari begitu banyak alasan untuk melegitimasi kesalahan itu dan ini bahaya. Semakin kita mencari pembenaran untuk kesalahan kita, semakin kita akan merasa hati nurani kita sebagai unsur yang tidak penting dalam hidup. Dan saya tidak mengatakan bahwa Saudara harus pura-pura terima kesalahan, ada orang bisa mengatakan “iya, saya terima kesalahan”, tapi hatinya tidak terima. Yang saya mau ingatkan adalah ada orang-orang yang punya hati begitu peka sehingga hati itu berkata kepada dirinya “kamu sudah salah”, dan orang itu akan dengar. Paulus mengatakan kalau bangsa lain punya hati nurani sedemikian, Tuhan akan terima, Tuhan akan pakai dia untuk menjalankan apa yang baik demi untuk membentuk komunitas yang akan memanusiakan manusia. Membuat manusia limpah hidupnya, membuat manusia menjadi baik dan benar. Orang-orang seperti ini akan Tuhan bangkitkan. Dan Saudara tidak perlu heran mengapa ada orang bukan Kristen tapi punya hati nurani yang baik, ada orang bukan Kristen tapi bisa kerjakan proyek kemanusiaan yang baik, ada orang bukan Kristen tapi bisa mengerjakan kepemimpinan dengan baik, ada orang bukan Kristen tapi bisa memastikan keadilan jalan apapun resikonya. Tapi Saudara harus tahu ini tidak bertahan lama, kecuali orang Kristen mulai bertindak. Orang Kristen tidak bertindak, keadaan baik tidak akan bertahan lama. Tapi bagaimana orang Kristen bertindak kalau keadaan orang-orang non-Kristen ternyata lebih baik di dalam daripada orang Kristen. Dan ini bukan hal yang mustahil, Tuhan memang memilih umatNya dari kalangan yang jelek, yang kecil, yang sangat tidak berarti seperti kita. Maka sangat mungkin diri kita yang lama muncul dan kita merasa baik karena status yang Tuhan berikan. Status yang Tuhan berikan tidak otomatis mengubah diri kita, status yang Tuhan berikan harus membuat kita dengan malu mengatakan “Tuhan, pembenaran yang Engkau berikan kepada saya tidak layak saya terima, maka saya ingin berjuang untuk hidup lebih baik, berjuang untuk hidup kudus supaya hati saya dan kebenaran firman yang saya ketahui boleh membimbing saya di dalam jalur hidup yang benar demi kemuliaan Tuhan”. Ini yang ditekankan dalam ayat 15.