Dan ini yang Paulus katakan menjadi kebenaran bagi kita. Sebab Tuhan menjanjikan kepada Abraham bahwa dia akan memunyai banyak keturunan, dan yang kerjakan itu Tuhan. Tuhan kerjakan secara mujizat, ada anak namanya Ishak di hari tuanya Abraham. Umur 100 tahun baru gendong bayi, itu aneh sekali kan. Tapi Tuhan yang kerjakan untuk Abraham, lalu Tuhan ingin Abraham tahu bahwa yang mempertahankan anak ini juga Tuhan. Tuhan akan pertahankan dia, maka Tuhan menyuruh Abraham “pergilah ke sebuah gunung, bawa dia dan korbankan dia”, ini anak perjanjian kok dikorbankan? Tapi Abraham tahu “yang menjaga nyawa anak ini bukan saya, tapi Tuhan. Kalau Tuhan berikan kepada saya, saya mesti jaga baik-baik. Tapi yang punya peran utama itu Tuhan bukan saya”. Maka dia berani membawa anaknya dan Tuhan mengatakan “sekarang Aku melihat imanmu terwujud dengan sejati”. Abraham tidak salah dan menjalankan apa yang Tuhan mau, ini yang menunjukan kedewasaan iman. Iman adalah sesuatu yang akan bertumbuh. Lain dengan Taurat, kalau Taurat dijadikan sebagai penghakiman final, tidak ada lagi kesempatan bertumbuh, Saudara langsung dihakimi benar atau salah dan langsung diputuskan saat itu. Tapi kalau Saudara mengetahui Allah membenarkan lewat iman, Saudara akan tahu bahwa iman berfokus kepada Allah yang mengoreksi kita dan iman akan membuat kita melihat Tuhan mempertumbuhkan iman yang ada pada kita. Iman kita bukan iman yang statis, tapi iman yang pelan-pelan bertumbuh di dalam Tuhan, di dalam pembentukan yang diberikan Tuhan. Ini yang Saudara lihat di dalam kehidupan siapa pun di Kitab Suci. Ada tokoh-tokoh di Kitab Suci yang membuat Saudara geleng-geleng kepala “kok orang seperti ini masuk Kitab Suci? Kalau Saudara baca kehidupan para murid, Saudara juga akan geleng-geleng kepala, “murid seperti ini, jangankan jadi murid, jadi penatua pun tidak akan saya angkat”, mungki Saudara akan berpikir seperti itu. Masakan ada orang seperti Simon yang sombongnya bukan main, tapi begitu ditanya langsung kabur, penakutnya bukan main tapi sok berani. Ada orang seperti Yakobus dan Yohanes yang minta petir untuk sambar orang, masakan mereka tidak mengerti khotbah kasih dari Tuhan Yesus? Ada lagi orang bernama Simon mantan pemberontak yang masih tidak jelas identitasnya karena masih mau disebut sang pemberontak. Maka setelah itu Saudara bisa melihat peran-peran murid yang luar biasa, meskipun dulunya kacau. Inilah iman. Coba lihat kepada Tuhan waktu Saudara melihat diri dan orang lain. Saudara tidak memakai Taurat untuk menghakimi secara final untuk diri maupun orang lain. Kalau Saudara hakimi diri berdasarkan Taurat dan menjadi penghakiman final, Saudara akan stres “saya orang Kristen kok seperti ini?”. Atau Saudara akan punya penipuan diri yang hebat “saya lumayan hebat”, setiap orang yang memakai Taurat dan menganggap diri hebat, itu menipu diri, karena dia salah membaca Taurat. Tapi kalau orang menilai diri dan mengatakan “saya tidak sanggup menjadi orang Kristen yang baik”, dia masih punya pengharapan. Karena penilaian Taurat bukan penilaian final, Tuhan akan mempertumbuhkan dan mendidik kita untuk bertumbuh. Demikian juga waktu Saudara menilai orang lain, jangan menilai mereka memakai Taurat lalu sudah final. Menilai suami atau istri atau siapa pun “dia orangnya seperti ini, pasti begini. Mari nilai berdasarkan Taurat”, dan kita coret dia karena dia tidak lulus. Tapi Tuhan akan mengatakan “dia adalah hambaKu dan Aku akan membentuk dia terus. Aku akan bentuk dia sampai engkau kaget bahwa ternyata orang seperti ini pun masih bisa dibentuk oleh Tuhan”. Ini yang kita harapkan menjadi pengertian iman yang ada dalam diri kita. Saudara tidak lihat Abraham dibenarkan karena Taurat, tapi Saudara melihat Abraham dibenarkan karena iman. Harap ini menjadi pengertian yang terus berakar di dalam diri kita, sehingga kita tidak salah memahami mengenai pembenaran berdasarkan iman.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)