Bagaimana bisa kembali kepada Tuhan dan kebenaranNya? Tidak bisa, karena engkau tidak punya wakil, engkau tidak punya orang yang akan menyatukan engkau dengan Dia dan menjadikan kebenaranNya menjadi kebenaran kita juga. Paulus nanti akan berargumen dalam bagian yang berikutnya bahwa kita semua kekurangan kebenaran, kekurangan kemuliaan. Kalau kita sudah kurang kebenaran dan kurang kemuliaan, bisakah kita munculkan sendiri? Tidak kita perlu kebenaran dari luar untuk diterapkan kepada kita. Kita perlu yang dari luar untuk dimasukan dalam diri kita. Dalam diri kita sendiri kita sudah hopeless, tidak punya harapan. Ini yang Paulus katakan “hai manusia, siapapun engkau yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah karena pada dasarnya kamu adalah pemberontak kepada Allah, sama seperti orang lain juga. Kalau begitu apakah kita tidak boleh saling tegur? Boleh, bagaimana cara menegur? dengan penuh belas kasihan. Saudara bisa membedakan orang yang menegur dengan kebencian kepada tindakan orang, dengan orang yang menegur karena kasih kepada orang itu. Kalau Saudara membenci orang, Saudara akan sangat terus terang, tapi tidak punya keinginan untuk orang itu kembali. Tapi kalau Saudara adalah yang belajar mengasihi seseorang, Saudara akan tegur dengan harapan mau kembali. Dan ada perasaan dalam hati yang sangat besar yang menginginkan orang itu untuk kembali. Jadi boleh menghakimi orang lain, dan itu harus, tapi Saudara harus ingat problem utama orang itu adalah problem yang Saudara juga miliki. Dengan demikian teguran kita akan menjadi teguran yang berbeda dengan teguran orang Farisi. Teguran kita adalah teguran dari yang pernah sama-sama merasakan, “saya pernah berdosa, kamu pernah berdosa, mari keluar dari keadaan ini. Menghakimi orang lain dengan menyadari problem utama mereka adalah problem saya juga”. Maka kita di sini akan dilatih oleh Tuhan untuk belajar melihat problem sampai akarnya, bukan cuma sekedar apa yang ada di luar.

« 7 of 11 »