Pdt. Billy menulis buku Human Being, Being Human, di situ ditulis dari sudut pandang biblika, sudut pandang sejarah dan sudut pandang ekumenikal. Saya tanya mengapa harus menaruh ekumenikal? Karena saya berusaha terima ajaran lain juga, tapi saya mengakui saya menerima ajaran lain, saya akan soroti dari sudut pandang teologia Reformed. Mengapa begitu? Karena saya berasal dari tradisi ini. Justru kalau Saudara kokoh di dalam satu tradisi, Saudara bisa diskusi dengan tradisi lain dengan limpah. Dan itu sebabnya tradisi itu penting. Di mana saya bercokol itu penting. Maka kalau gereja didirikan lalu mengatakan “kami tidak bercokol di mana-mana”, itu bahaya. Dan di dalam tradisi Pentakosta dan Karismatik, nanti Saudara mengatakan “wah, kritik-kritik lagi”, bukan kritik, ini cerita sejarah. Kalau tidak percaya silahkan selidiki. Pendirian dari tradisi Pentakosta dan Karismatik didirikan dengan mengatakan “kami dapat lagi apa yang dilakukan Roh Kudus di Kisah Rasul 2. Jadi Kisah Rasul 2 mirip kami, sehingga ada persatuan antara Kisah Rasul 2 dan tradisi Pentakosta dan Karismatik”. Lalu bagaimana dengan sejarah di tengah-tengah? Sejarah di tengah-tengah adalah sejarah error. Ini bagi saya kalimat yang terlalu berani, terlalu sombong. “Buktinya kami dapat anugerah dari Roh Kudus seperti Kisah Rasul 2”, “oke kamu dapat anugerah itu, apakah kamu pelajari sejarah gereja? Mempelajari apa yang diajarkan di dalam gereja sepanjang sejarah? Apakah kamu dismiss itu semua, apakah kamu buang itu semua?”. Benarkah kamu mau buang 1.800 tahun sejarah Roh Kudus bekerja? Maukah kamu mengatakan Roh Kudus bekerja cuma di Kisah Rasul 2 setelah itu Roh Kudus liburan, ambil cuti 1.800 tahun? “Aku sudah kerja bagi Petrus, Paulus dan kawan-kawan, Aku cuti dulu”. Lalu Dia kembali ke surga. Lalu sudah kelamaan cuti dia kaget “gereja tidak ada saya ya? Sudah berapa lama?”, “1.800 tahun”, “kalau begitu Aku turun lagi”, akhirnya ada pencurahan kedua, apakah itu benar? Saudara coba pakai pikiran yang tulus, yang jujur, yang murni, beranikah Saudara mengatakan benar, beranikah mengatakan semua pekerjaan Tuhan dalam gereja itu bukan dari Tuhan? Sulit mengatakan begitu. Tapi ini yang diklaim di dalam pendirian tradisi Pentakosta dan Karismatik. Apakah ada ajaran yang benar dari mereka? Ada, tapi bahayanya adalah mereka tidak mau konfirmasi tradisi yang sudah ada. Dan bagi saya ini kesombongan. Jadi kalau gereja didirikan di dalam mental sombong, sulit untuk gereja itu diperbaiki. Diberi masukan, mereka mengatakan “yang memberi masukan belum pernah ke surga, mengapa berani beri masukan? Yang beri masukan belum pernah dapat penglihatan, mengapa berani beri masukan?”. Maka saya harap Tuhan membuka mata orang-orang Kristen, menyadari pekerjaan Dia di dalam sejarah tidak pernah tidak ada. Sejarah penuh dengan pekerjaan yang Tuhan nyatakan.

Seorang pemikir Belanda bernama Dooyeweerd mengatakan Allah kita adalah Allah yang mengungkapkan rencana-Nya di dalam sejarah, di dalam setiap bidang. Saudara selidiki apapun, Saudara akan menemukan Tuhan sedang mengungkapkan diri-Nya melalui sejarah. Jadi tidak mungkin sejarah tidak ada guna. Itu sebabnya mari kita pikirkan baik-baik siapa sesamaku orang Kristen, siapa yang mengaku Kristen tapi sudah pecah keluar dari kita, kita mesti tarik garis mana ajaran benar, mana ajaran salah, karena Paulus perintahkan itu.

Kita baca kembali ayat yang ke-17, yang minggu lalu sudah kita bahas “aku menasihatkan kamu saudara-saudara supaya kamu waspada terhadap mereka yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima”, jadi ada gereja yang pecah karena menentang ajaran yang benar, ini perlu diselidiki. Apakah ini terjadi di abad pertama? Iya, Paulus mengatakan itu. Apakah ini cuma terjadi di abad pertama? Tidak, ini terjadi juga di sepanjang sejarah. Maka kita mesti pikirkan siapa yang merupakan pecahan yang tidak boleh ada. Tetapi jangan jatuh di dalam kesalahan. Ada orang punya kesalahan terlalu luas, semua orang asal mengaku gereja dan Kristen akan diterima ke dalam. Itu keluasan yang tidak diajarkan oleh Paulus. Paulus mengatakan hati-hati terhadap pengajaran sesat. Tapi ada orang terlalu sempit, “kalau tidak 100% sama dengan tradisi Pengakuan Iman dari sinodeku, itu bidat”, ini juga salah. GRII tidak pernah mengatakan hanya GRII yang ajarannya benar, lalu orang dari ajaran lain mengatakan “maaf saya bukan GRII”, “bidat”, itu orang sempit. Yang terlalu sempit salah, yang terlalu luas salah, miliki hikmat yang tepat. Itu yang Paulus katakan “saya ingin kamu bijaksana terhadap apa yang baik dan bersih terhadap apa yang jahat”, miliki hikmat untuk tahu mana yang benar dan mana yang salah. Ini perlu dimiliki oleh gereja Tuhan. Maka kita melihat Paulus mengatakan “Allah sumber damai sejahtera segera akan menghancurkan iblis dibawah kakimu”, Saudara ada di dalam ajaran yang benar, terus pelajari Firman, terus pelajari kebenaran, Saudara sudah ada di dalam ajaran benar, Saudara bisa lanjut dalam pertumbuhan dan di dalam pengertian yang benar. Jangan terus ada di dalam starting point, terus bingung ajaran mana yang benar, terus galau. Saudara sudah tahu ada gereja yang mau pegang tradisi tertentu, mari terima tradisi itu, lalu silahkan berkembang, silakan bertumbuh di dalam ajaran yang benar. Karena kita semua perlu bertumbuh. Saya sendiri melihat kenikmatan bertumbuh di dalam ajaran yang benar, makin mengerti bagaimana kaitkan Alkitab dengan kehidupan sehari-hari, karena sudah ada di dalam tradisi yang benar. Satu kali ada satu orang pemuda bertanya “Pak tahu dari mana kalau gereja saya ini gereja yang benar?”, gampang, tinggal selidiki Pengakuan Imannya, dia mengakui apa, lalu Pengakuan Iman ini Pengakuan Iman yang didirikan dengan serius atau tidak. Ada gereja yang baru terbitkan Pengakuan Iman di webnya setelah Pdt. Stephen Tong kritik gereja tidak punya Pengakuan Iman. Jadi baru muncul Pengakuan Imannya, “kapan Pengakuan Iman muncul?”, “2 tahun lalu”, “sebelum 2 tahun lalu gerejamu percaya apa?”, “gereja kami percaya Pengakuan Iman yang belum terumuskan”, ini kan tidak benar. Jadi coba pikirkan bagaimana pengukuran untuk gereja juga Saudara miliki. Karena di dalam zaman kita gereja terlalu banyak, bisa muncul orang jadi pendeta bentur dengan pendeta lain, langsung membuat gereja. Ini tidak boleh terjadi. Gereja Indonesia pecah, akhirnya yang satu membuat Gereja Indonesia Perjuangan, ini tidak benar. Lalu membuat Gereja Indonesia Tandingan, “karena saya tidak cocok dengan pendeta” tidak bisa begitu. Ini bukan partai politik, Saudara pecah lalu membuat yang lain. Boleh tidak pecah lalu membuat partai politik sendiri? Kalau undang-undang mengizinkan, silakan. Tapi gereja tidak boleh begitu. Pendeta tidak setuju sama satu pendeta langsung dirikan aliran lain, GRII Perjuangan atau apa namanya. Mengapa pecah? “Karena saya tidak setuju dengan pendeta itu”, mengapa tidak setuju membuat pecah? Saudara beda Pengakuan Iman memang harus pecah, tapi Saudara cuma tidak cocok mengapa mesti pecah? Gereja itu persekutuan dari orang-orang yang katanya Kristen tapi ternyata berisi orang-orang yang terlalu sensitif. Maaf ini kritik saya, kalau Saudara merasa diri terlalu sensitif, bertobatlah. Gereja terdiri dari orang-orang Kristen tapi kebanyakan orang-orang terlalu sensitif, GSI Gereja Sensitif Indonesia atau mungkin harus ada teologinya, Gereja Reformed Injili Sensitif, GRIS, karena berisi orang-orang sensitif. Kalau disakiti langsung pecah, itu mental yang buruk sekali.

« 6 of 8 »